Beranda / Romansa / ADDIVA / 39. Keras Kepala

Share

39. Keras Kepala

Penulis: Ervin Warda
last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-14 11:35:56

"Sayang!" 

Mereka berempat melerai pelukannya, menoleh ke arah pintu yang terdapat Papa Afnan dan Abang Justin dengan napas naik turun. Tidak lupa juga di wajah keduanya tersirat kepanikan. Tadi sewaktu berunding di ruang kerja, Papa Afnan tidak sengaja melihat cctv yang memperlihatkan Diva menangis histeris, alhasil mereka berlari kencang untuk melihat keadaan Diva. Mereka khawatir dan takut terjadi sesuatu dengan putri kesayangan keluarga purnama itu.

"Sayang," panggil Papa Afnan berjalan mendekati Diva yang masih sesenggukan.

Diva tidak menjawab melainkan langsung memeluk tubuh kekar sang Papa, super heronya. Dia selalu merasa aman dan nyaman jika berada di dekapan keluarganya. 

"Cup cup, jangan nangis terus nanti sesak," ucap Papa Afnan mengelus punggung Diva lembut.

Brak!

"Diva kenapa?" tanya Mama Githa panik yang memasuki kamar dengan membanting pintu.

"Ma, kaget tahu." 

Mama Githa tidak mempedulikan ucapan

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • ADDIVA   40. Terlalu Berharap

    "Loh, itu," tunjuk Diva kearah motor yang begitu familiar di matanya. Tetapi, seperti ada yang beda, motor itu ditumpangi oleh dua orang berbeda jenis."Lihat apa, Va?" tanya Nisa yang ikut melihat arah pandang Diva."Itu Adit bukan?" tanya Diva memastikan.Ketiga sahabatnya mengangguk, sebenarnya Mira dan Tika sudah melihat Adit terlebih dahulu. Tetapi mereka memilih diam, karena jika Diva melihat akan merasa sakit hati. Namun, tanpa diberi tahu oleh mereka sekalipun ternyata Diva sudah mengetahui dengan sendirinya.Diva tetap memperhatikan kedua sejoli yang sedang bercanda, terlihat seperti pasangan yang bahagia. Dia tidak pernah berangkat sekolah bersama Adit, berbeda dengan Karin yang mulai menjadi murid baru sudah berangkat bersama. Apa sebenarnya Adit hanya menjadikan dia pelampiasan kala Karin ada di tempat jauh? Dengan segera Diva menggelengkan kepala, menepis segala pikiran buruk, dia harus percay

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-15
  • ADDIVA   41. Pacar Rasa Orang Ketiga

    "Ayo ke kantin," ajak Mira yang kesekian kalinya. Sedari tadi dia mengajak sahabatnya ke kantin dan Diva menolak, alasannya menunggu Adit."Mungkin Adit udah di kantin," celetuk Tika."Iya udah, ayo," sahut Diva. Mungkin memang benar apa yang diucapkan Tika, Adit sudah di kantin. Padahal dia berharap Adit akan menjemputnya kesini, seperti awal mereka pacaran. Oh iya, dia lupa kalau Adit sekarang sudah ada Karin."Kenapa enggak dari tadi aja lo ngomong gitu, Jaenab," ucap Mira gregetan.Tika melirik sinis Mira. "Dih, gue juga enggak tahu."Karena kesal mendengar keributan kedua sahabatnya, Nisa langsung saja menarik mereka untuk ke kantin. Mereka suka memancing dan kepancing emosi jika sedang lapar."Diva mana?" tanya Mira saat sadar mereka hanya bertiga."Udah duluan, lo 'kan tahu kalau sahabat lo yang satu itu bucinnya kebangetan," jawab Nisa yang masih m

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-16
  • ADDIVA   42. Mangga

    "Kok kesini?" tanya Diva menatap bingung jalan di depannya."Iya, kita bolos. Aku mau ngajak kamu ke suatu tempat," jawab Adit. Dia yang mengerti kebingungan Diva langsung menyingkirkan rumput-rumput yang menutupi pagar. Sebenarnya pagar ini dibuat oleh ketua danger yang pertama, dengan tujuan memudahkan mereka untuk keluar dari sekolah saat keadaan darurat.Diva masih terbengong tidak percaya, ternyata di balik rumput yang sangat rimbun itu terdapat pintu rahasia. Sudah dua kali dia menilai sesuatu dari luarnya dan itu semua dengan orang yang sama, Adit."Hei, ayo. Apa kamu mau terus berdiri disini?" tanya Adit menepuk pelan pundak Diva."Enggak lah, ayo," ajak Diva yang berjalan terlebih dahulu. Dalam hati Diva berharap semoga tidak ada ulat atau semacamnya, apalagi melihat kondisi rumput yang sangat tinggi, bahkan sampai pinggang orang dewasa.Setelah keluar melewati gerbang tadi, Diva melihat sekelilingnya. Ini dimana? Kenapa dia sangat m

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-17
  • ADDIVA   43. Pantai

    "Kalian disini?" tanya Bara yang baru saja keluar dengan membawa mangkok dan dibelakangnya ada Revan serta Daniel.Diva mengangguk dan tersenyum. "Hai, kalian bawa apa?" tanya Diva penasaran saat melihat asap yang mengepul dari mangkok mereka."Ini mie rebus, Va," jawab Revan mendudukkan dirinya di bangku panjang."Makan, Va?" tanya Daniel saat melihat Diva terus memperhatikan mie yang ada di mangkok nya.Diva menoleh ke arah Adit. "Adit, boleh?" tanya Diva dengan puppy eyes nya. Mereka yang melihat menjadi tidak tahan, sangat gemas. Apalagi Bara yang baru saja menyuapkan mie nya sampai tersedak. Gila, sangat imut sekali."Enggak," tolak Adit mentah-mentah menutup mata Diva supaya teman-temannya tidak melihat wajah menggemaskan Diva."Meskipun lo tutup, kita sudah lihat kali, Bos," celetuk salah satu anggota danger tertawa."Adit mau mie itu," rengek Diva."Enggak. Ayo katanya mau ke suatu tempat," ajak Adit mengalihkan p

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-18
  • ADDIVA   44. Semua Senang

    Rasa bahagia masih hinggap di hati Diva. Dia terus tersenyum, membayangkan kebersamaannya bersama Adit di pantai kemarin. "Loh, ini masih sangat pagi, Nak," ucap Mama Githa saat Diva menuruni tangga dengan seragam yang sudah lengkap. "Enggak papa, supaya Diva bisa santai, Ma," jawab Diva tersenyum. Bukan itu alasan yang sebenarnya, melainkan dia tidak sabar untuk sekolah dan bertemu Adit. Dia sudah berpakaian rapi sejak selesai sholat subuh tadi. "Iya sudah. Lebih baik sekarang kamu duduk aja, Mama mau ke dapur dulu." Mama Githa mengelus rambut Diva yang hari ini dikuncir satu dengan lembut, lalu berjalan menuju dapur untuk membantu bibi memasak. "Iya," jawab Diva mengangguk patuh. Sebenarnya Diva jago memasak, tetapi keluarganya sangat melarang. Takut jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada putri satu-satunya. Jadi jika Diva ingin memasak sesuatu harus ditemani salah satu keluarganya. Diva menopang dagu dan mendongak, membayangk

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-19
  • ADDIVA   45. Diva Hilang

    "Ini Diva kok lama banget ya?" tanya Nisa gelisah karena jam pelajaran sudah berganti, tetapi Diva tidak kunjung kembali dari toilet."Mungkin Diva ada urusan. Kita tunggu sampai jam istirahat," ucap Mira mencoba menenangkan kedua sahabatnya, meskipun di dalam hatinya sendiri Mira juga sangat khawatir. Jika dia ikut panik, siapa yang akan menenangkan sahabatnya?"Kalau istirahat kita ke toilet ya?" pinta Tika.Mira mengangguk mantap. "Iya."Nisa tidak berhenti bergerak gelisah di tempat duduknya, sesekali matanya melihat ke arah kursi Diva yang ada di sampingnya. Perasaan dia menjadi tidak enak."Berhubung enggak ada guru, kita ke toilet yuk," ajak Nisa. Dia sudah sangat khawatir dengan Diva, ingin memastikan bahwa sahabatnya itu dalam keadaan baik-baik saja.Mira dan Tika mengangguk setuju.Mereka bertiga bergegas menuju toilet. Saat diperjalanan mereka tidak ada yang membuka suara, mereka sibuk menghalau rasa tidak enak di hati. Ses

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-20
  • ADDIVA   46. Jalan Pinus

    "Loh, kalian?" Papa Afnan datang bersama Abang Justin memotong ucapan Nisa. Tadi mereka berdua sedang berada di halaman belakang, ketika ingin memanggil Mama Githa mereka dikagetkan dengan kedatangan sahabat-sahabat Diva. "Ada apa?" tanya Papa Afnan mendudukkan dirinya di samping Mama Githa diikuti Abang Justin. "Maaf, Om," ucap Adit. Dia merasa bersalah kepada orang tua kekasihnya ini, padahal mereka mempercayakan Diva kepadanya. Namun sekarang Diva justru hilang, itu semua karena dia yang tidak becus dalam menjaga Diva. "Maaf kenapa?" tanya Papa Afnan mengernyit bingung. "Bentar, ini kalian kesini semua ada apa? Terus Diva kemana?" tanya Abang Justin menatap mereka satu persatu. "Maaf, Diva hilang, Bang," jawab Adit. Keluarga Diva syok. Pikiran mereka mendadak blank. "Maksud lo apa?" teriak Abang Justin. "Diva hilang, Bang," jawab Adit menundukkan kepalanya merasa bersalah. Mama Githa langsung menangis histeri

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-21
  • ADDIVA   47. Menyelamatkan Diva

    "Bos." Merasa di panggil, Adit menoleh, ternyata Bara dan Revan sudah kembali."Semuanya sudah siap," ucap Revan melapor.Adit mengangguk. Kemudian pandangannya beralih ke sahabat Diva."Kalian ikut," ucap Adit singkat yang dijawab anggukan semangat oleh ketiganya. Mereka senang bisa ikut serta menyelamatkan Diva."Om, saya dan yang lain akan berangkat sekarang," pamit Adit kepada Papa Afnan.Papa Afnan bangkit, menepuk pelan bahu Adit. "Tolong selamatkan Diva dan buat kalian, hati-hati. Kalau butuh bantuan, segera telepon Om dan kalian harus kembali dalam keadaan selamat.""Saya akan berusaha menyelamatkan Diva, Om," tegas Adit."Hati-hati ya," pesan Mama Githa pelan.Adit mengangguk, lalu berjalan mendekati Mama Githa untuk berpamitan. "Minta do'anya, Tan." Adit mencium punggung tangan Mama Githa. Tanpa sadar matanya berkaca-kaca, dia merasa sangat bersalah karena tidak bisa menjaga Diva hingga membuat Mama Githa

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-23

Bab terbaru

  • ADDIVA   83. Hamil?

    Adit mengalihkan pandangannya seraya menghela napas pelan. Kemudian kembali menatap kedua sahabatnya dengan raut serius. Meskipun ragu, dia akan mengatakannya karena mereka harus tahu kebenarannya."Karin hamil." Adit berkata dengan suara yang begitu pelan. Namun meskipun begitu, Bara dan Revan masih dapat mendengar dengan jelas.Tubuh keduanya mendadak kaku dengan mulut setengah terbuka. Mereka tidak salah dengar 'kan?"Ha ha pasti itu cuma alasan lo biar enggak dimarahi kami 'kan?" tanya Revan tertawa garing.Tawa Bara menguar, seolah apa yang diucapkan Adit adalah hal paling lucu. "Lo emang enggak pantes ngelawak, Dit. Nanti berguru sama gue. Jangan bawa-bawa kehamilan anjir, ngeri gue."Tangan Adit terangkat menepuk bahu kedua sahabatnya diikuti dengan gelengan kepala."Gue enggak lagi ngelawak. Ini beneran, Karin hamil anak gue," ucap Adit berhasil menghentikan tawa Bara.Raut wajah laki-laki yang suka bercanda itu berubah menjad

  • ADDIVA   82. Undangan Pertunangan

    Kini giliran mereka yang terdiam. Benar-benar tidak menyangka dengan jawaban Diva yang sedikit menyentil hati mereka. Hati dan perasaan seseorang memang tidak bisa ditebak. Kemarin suka dan sekarang benci. Revan mengkode Bara melalui lirikan mata. Diam-diam dia meringis tidak enak. Berada di situasi seperti ini sangat tidak nyaman. "Va, sorry, gue engg-" "Enggak papa kok," sela Diva memotong ucapan Bara dengan wajah datarnya yang semakin membuat laki-laki itu merasa bersalah. "Gue minta maaf. Gue sama sekali enggak maksud ngomong gitu," cicit Bara. Daniel maju selangkah lalu mengusap rambut Diva lembut. "Pikirin baik-baik sebelum membuat keputusan." Diva hanya mengangguk pelan. Melihat pemandangan di depannya membuat Nisa mengalihkan pandangannya. Hatinya berdenyut sakit. "Ngelihat lo kayak gini malah bikin gue sa

  • ADDIVA   81. Terima Kasih, Adit

    Dengan posisi yang masih membelakangi Adit, Diva mengukir senyum tipis penuh luka. Di posisinya ini, dia juga melihat kedua sahabatnya yang berdiri kaku beberapa langkah di depannya. Perlahan Diva membalikkan badannya, menatap laki-laki yang sudah memberikan banyak rasa kepadanya. "Kenapa harus marah? Gue enggak marah sama sekali. Lagi pula lo enggak punya kesalahan yang harus gue marahin, Adit." "Terus, kenapa lo beda?" tanya Adit menatap Diva sayu. Diva menoleh ke samping lalu menarik napas pelan dan kembali menatap Adit. Namun kali ini tatapannya tidak lagi lembut, melainkan datar. "Apanya yang beda? Gue emang kayak gini. Lo 'kan enggak kenal sama gue, jadi wajar kalau ngerasa gue beda," jawab Diva tenang. Langkah kaki Adit perlahan membawanya mendekat ke arah Diva. "Gue minta maaf kalau ada salah. Gue ... gue ngerasa enggak suka sama sikap lo yang kayak gini, Diva," ucapnya bersungguh-sungguh. "Semua kesalahan lo udah gue maafin ko

  • ADDIVA   80. Aku Pergi Kamu Mendekat

    Baru saja Nisa akan menjawab, suara dentingan sendok mengalihkan perhatian semuanya. Pelakunya adalah Diva. Dia sengaja sedikit membanting sendok karena terlalu risih dengan tatapan dua laki-laki yang tak lain adalah Adit dan Daniel. "Loh, Va, lo mau ke mana?" tanya Mira heran saat melihat Diva bangkit dari duduknya, padahal mereka belum selesai bahkan baru saja mulai. "Kelas," jawab Diva singkat dan langsung melenggang pergi. Meninggalkan tanda tanya besar untuk sahabatnya. "Makanannya belum habis loh," tunjuk Tika ke arah makanan Diva yang baru termakan sedikit. Mereka saling pandang lalu menggeleng dengan kompak. Mereka bingung kenapa Diva menjadi seperti ini. Disuruh bercerita menolak, mau menebak pun mereka juga tidak bisa. Karena ekspresi Diva terlihat biasa saja, tidak ada emosi. "Diva sebenarnya kenapa sih?" tanya Bara bertopang dagu menatap ke arah perginya Diva.

  • ADDIVA   79. Menjadi Pendiam

    "Pagi, Cantik," sapa Bara kepada Diva yang lewat di depannya dengan senyum lebar.Diva menoleh dan tersenyum tipis. "Pagi, Bar," balasnya kemudian langsung melenggang pergi, tanpa menatap inti dan anggota danger lainnya.Bukan hanya Bara yang merasa heran, tetapi semua yang ada di parkiran juga merasa kalau Diva sedikit berbeda. Biasanya gadis itu akan menyapa dengan riang, bahkan ikut bergabung. Apalagi jika ada Adit.Namun sekarang, gadis cantik itu hanya membalas dengan singkat tanpa melihat ke yang lain. Bahkan ke Adit pun tidak."Diva kenapa cuek gitu ya?" tanya Bara menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Apa kalimat sapaannya salah, sampai Diva marah karena dipanggil cantik?"Dia juga enggak nyapa kita. Tumben banget dia enggak semangat gitu, padahal di sini ada Adit," sahut Revan menatap punggung Diva yang semakin menjauh."Mungkin udah enggak mau lagi sama Adit," celetuk Bara asal.Mendengar celetukan sahabatnya, Adit langsung

  • ADDIVA   78. Hati Gue Kenapa?

    Diva tersenyum tipis, dengan pelan dia melepas pelukan Tika yang begitu erat. Bukannya tidak senang, tetapi di sebelahnya ada Mira yang sudah tertidur pulas. Dia tidak mau mengganggu sahabatnya itu hanya karena terjepit oleh Tika. "Gue enggak papa kok. Maaf udah buat lo khawatir," jawab Diva merasa bersalah. "Terus lo ke mana? Kenapa enggak balik ke kelas? Kenapa di toilet juga enggak ada?" tanya Tika beruntun. Nisa menghela napas pelan mendengar pertanyaan Tika. Sudah dia duga, gadis itu pasti bertanya secara bertubi-tubi. "Lo enggak bisa tanya satu-satu ya, Tik? Gue pusing dengarnya." "Gue enggak tanya sama lo, jadi lebih baik lo diam aja. Mimpi apa gue bisa punya sahabat kayak lo sama Mira. Gampang emosi dan suka komentar sama apa yang gue lakuin," gerutu Tika memberenggut kesal. Diva menggelengkan kepalanya pelan menyaksikan perdebatan para sahabatnya. Sudah tidak asing lagi jika

  • ADDIVA   77. Digendong

    "Bu Sukma masih ngejar kita, gimana nih?" tanya Tika di sela larinya. " Gue udah capek anjir." Meskipun napasnya terasa menipis, tetapi Tika juga tidak mau berhenti. Karena kalau berhenti, yang ada dia ketangkap oleh Bu Sukma lalu diberi hukuman. Oh no! Dirinya tidak mau berurusan dengan matahari apalagi toilet. "Gimana kalau ke kelas aja? Gue juga capek, berasa di kejar orang gila, deg-degan parah," sahut Bara setelah melihat ke belakang dan ternyata benar apa yang dikatakan Tika, Bu Sukma masih mengejar mereka berdua dengan penggaris kayu yang diacungkan. Tika mengangguk menyetujui. "Oke, daripada dihukum bersihin toilet yang baunya bikin mual, lebih baik gue berperang sama pelajaran. Dadah, Bara Jelek," pamitnya seraya melambaikan tangan lalu berlari menuju kelasnya. "Sialan lo bocah! Awas aja ya, gue bikin jatuh cinta klepek-klepek lo. Nanti bilangnya 'aku enggak mau pisah sama kamu' atau enggak 'a

  • ADDIVA   76. Tatapan Tulus Revan

    "Lo harus bisa atur emosi, Mir," celetuk Revan memecah kesunyian di antara keduanya. Sejak kepergian Daniel dan Nisa, dia sengaja mengajak Mira ke taman belakang. Karena menurutnya, hanya tempat itu yang cocok untuk menenangkan diri. Selain sejuk, tempatnya pun tidak ramai dan hanya segelintir siswa yang berlalu lalang. "Apa pun yang menyangkut sahabat gue, gue enggak bisa tinggal diam, Van. Apalagi ini Diva, sahabat yang paling gue sayang," sahut Mira menatap lurus ke depan. Dia berusaha menahan emosinya supaya tidak meledak. Bagaimana pun juga, di sini ada Revan dan dia tidak mau laki-laki itu menjadi korbannya. Karena yang bermasalah itu Adit, bukan sahabatnya. Huh, rasanya dia ingin menghajar wajah tampannya sampai babak belur, atau kalau perlu menonjok giginya sampai rontok. Supaya menjadi jelek dan otomatis tidak akan ada lagi perempuan yang menyukainya. "Gue tau apa yang lo rasain, tetapi percum

  • ADDIVA   75. Marahnya Mira

    "Kenapa? Lo ingat sesuatu?" tanya Mira melirik Adit dengan tangan yang bersedekap."Enggak, gue cuma ngerasa pernah ada di posisi kayak gini," jawab Adit menatap meja dengan pandangan kosongnya.Jujur, sampai sekarang dia merasa bingung dengan dirinya sendiri. Entah apa yang terjadi sebelumnya, tetapi di beberapa situasi dia merasa familiar. Seolah pernah mengalaminya. Namun dia juga tidak ingat kapan situasi itu terjadi.Kekehan kecil keluar dari mulut Mira. "Lo emang pernah ada di posisi ini, kejadian yang sama tetapi beda tempat. Sayangnya sekarang lo lagi amnesia, jadi enggak inget kejadian menegangkan waktu itu," ujarnya santai."Mir," tegur Nisa menyenggol lengan Mira pelan, memperingati gadis itu agar tidak berbicara macam-macam yang dapat membuat Adit memaksa ingatannya.Ketiga inti danger hanya diam membisu, tidak menegur Mira atau pun menenangkan Adit yang mulai meremas rambutnya."Apa benar yang dibilang dia?" tanya Adit menatap s

DMCA.com Protection Status