Amor selalu bangun pukul lima pagi untuk mencoba membantu Bude Ani mengantar dagangannya ke pasar dan berjualan tempe di langganan biasa. Mereka mengejar jam pagi untuk mendapatkan sedikit rezeki agar tidak ketinggalan pelanggan.
Langgan tetap yang menjadi pedagang di pasar, biasanya akan lebih pagi. Memang Bude Ani membuat tempe dan menjualkannya di pasar. Lalu berbelanja untuk kebutuhan kedainya juga dia lakukan sebelum berangkat ke pasar. Kemudian setelah itu, ia jualan sampai pukul sepuluh pagi. Usai berdagang, biasanya Bude Ani mengantarkan pesanan Bu Yanti. Bude Ani dan Bu Yanti adalah teman. Mereka pernah tinggal di panti yang sama. Setelahnya dia akan belanja dan mengantar bahan makanan ke panti. Dulu, sebelum dia berani untuk tinggal sendiri, kira-kira 4 tahun lalu, dia tinggal di panti. Bu Yanti pemilik panti itu menawarkan ikut bersamanya saat masih berumur 11 tahun. Saat itu, ia seorang diri di jalanan. Tengah mengais rezeki demi sesuap makanan. Saat itu dia baru pergi dari rumah, mendengar namanya disebutkan dia sudah merasakan bahwa ini tak akan pernah berakhir baik, pergi adalah jalan terbaik. Padahal ayahnya melihat dia saat itu tapi tak ada pencegahan sama sekali.Memang dia tak berguna, untuk apa dicegah? Hanya akan membuat pusing saja, pikirnya. Tanpa sadar, ia menggelengkan kepalanya dan menjadi pusat perhatian anak-anak di Panti. “Kak, kenapa?” Angel seorang anak kecil masih berumur 7 tahun, ditinggalkan orang tuanya karena kecelakaan. Sedangkan saudaranya tidak ada yang mau mengurus. Itu sebabnya dia harus berada di panti ini. Miris memang hidup ini. Ada banyak orang-orang baik, tetapi banyak juga yang tidak—minus rasa kemanusiaan."Ah maaf, Kak, lupa. Bukan apa-apa," ujarnya. Terlalu asik memikirkan hidup ini, dia sampai lupa bahwa sudah sampai di panti.Panti Kasih Ibu. Begitulah namanya. Kenapa bukan Harapan? Atau apa pun itu? Kata Bu Yanti agar anak-anak merasakan bahwa Kasih Ibu tetap ada walau mereka tak bersama.Lucu? Tidak sih. Tetap ada anak yang berpikir bahwa orang tua mereka sudah meninggal padahal meninggalkan karena dosa yang membuat dia malu justru anaknya yang terhujat. Ah, sudahlah."Amor, bawa apa, Nak?" Ibu Yanti tergopoh dari belakang karena memukul kucing yang baru saja keluar."Ini, Bu, belanjaan seperti biasa Ibu pesan. Dan ini ada sisa tempe juga tahu buat adik-adik. Amor belum punya uang buat beliin lebih,” ujarnya. Dia tersenyum saat mengatakannya."Tidak usah, Nak. Jika tidak ada jangan dipaksa." Bu Yanti tersenyum lembut sembari mengusap pundak Amor. Dia bingung dengan kedua orang tua Amor, anak sebaik ini kenapa harus dibuang? Kesalahan mereka bukan kesalahan anak. Tapi dia tak mau ambil pusing, dia berusaha menjaga Amor. Sebenarnya dia menyuruh Amor sekolah dan tinggal di sini saja tapi memang dasar anaknya tidak mau, ya mau bagaimana? Katanya biar mandiri. Padahal selama di sini pun dia tak pernah merepotkan.“Ya sudah. Ayuk, masuk dulu. Kita lagi kedatangan donatur semalam. Dan puji syukur dapat banyak makan enak buat anak-anak.”Ibu Yanti tersenyum memandang anak-anak yang sudah mulai ke meja makan. Dia membangun tempat ini sendirian dari sisa tabungan almarhum suaminya. Dia sudah menjanda sejak 20 tahun lalu, tidak mau menikah lagi, cukup membesarkan anak semata wayangnya yang sekarang menjadi tentara di Papua dan belum menikah sampai sekarang. Ia juga memiliki kebun di sekitar panti dan beberapa rumah kontrakan yang dia kontrakkan untuk menyambung hidup. Karena anak di panti sudah mendapat donatur. Itu sebabnya, dia bersedia menyekolahkan Amor karena sudah dianggap sebagai anaknya sendiri."Kamu sekolah jam berapa masuknya? Masih OSPEK kan?""Iya, Bu, ini hari ketiga. Gak apa-apa, Bu. Telat sedikit nanti paling dikasih hukuman aja,” ucapnya seraya tersenyum simpul."Ya, tapi kalau bisa jangan. Kamu pakai motor kak Angga saja ya. Orangnya juga tidak ada di sini kok. Ibu gak pandai kalau tidak motor matic.”"Gak usah, Bu. Naik angkot saja." Amor menolak."Eeh, jangan. Pakai saja motor kakakmu itu. Tidak apa. Nanti telat kalau pakai angkot. Kamu bawa baju ganti, 'kan? Mandi di sini saja, Ibu mau beres-beres belanjaan ini sekalian masak untuk siang." Memang Ibu Yanti bisa memasak tiga kali sehari karena tidak semua anak di panti seleranya sama. Tapi mereka tidak merepotkan dengan meminta hal yang jauh di luar jangkauan, jadi masih amanlah.Amor tidak bisa lagi menolak. Dia takut jika mengelak, Bu Yanti pasti akan sedih dan kecewa. Dia tak mau lagi mengecewakan orang lain. Sudah cukup kedua orang tuanya yang kecewa jangan lagi orang yang sayang padanya dan menjaga dia selama ini bersedih. Dia takkan sanggup. ***Kegiatan paginya selesai dan dia akan berangkat ke sekolah. Karena Bu Yanti sudah memberikan dia izin untuk menggunakan motornya, maka dia akan memakainya meski sebenarnya dia kurang nyaman, Tapi dengan begitu dia akan cepat sampai ke sekolah dan kebetulan ini adalah hari ketiga dia mengikuti OSPEK. Jadi, usahakan jangan terlambat. Dua hari berturut-turut dia tidak terlambat walau pas-pasan waktu bel akan berbunyi. Setidaknya masih bisa ditolerir, pikirnya.Dia sampai dengan selamat dan memarkirkan motornya di parkiran khusus sepeda motor. Dia melihat kembali sekolah ini. Sudah tiga hari dia masuk sekolah, tapi lagi-lagi dia menatap takjub dan tidak percaya akan apa yang terjadi.Setelah semua yang terjadi, dia tidak bisa bermimpi indah karena sudah cukup dengan mimpi buruk yang selalu menjadi bunga tidurnya.Sama seperti sekarang dia akan menikmati setiap waktu yang Tuhan berikan saat ini sampai nanti waktunya tiba, dia akan kembali dibuang. Namun, sebentar saja dia mau menikmati hari-hari yang tidak seberapa ini. Dia pun tidak akan tahu berapa lama dia bisa hidup tenang sebelum semuanya akan kembali ke dasar. Semula dia beradaka "Heh, anak baru?" Raya senior yang kebetulan adalah panitia OSPEK bagian kegiatan memanggilnya."Iya, Kak," jawabnya tenang. Sangat tenang dan tanpa ekspresi sampai-sampai Raya pikir dia orang gila atau apa. Bukannya ingin mengejek tapi Raya khawatir dan merasa dia tidak bisa berbaur, takutnya dia yang tidak nyaman."Kamu melamun pagi-pagi. Jangan melamun di parkiran. Sana, berbaur dengan temanmu. Mereka sudah akan berbaris. Kami lagi menunggu siapa saja yang terlambat." Raya menjelaskan karena juniornya ini terlihat agak bingung kenapa dia di sini dan menyuruhnya langsung berbaris."Kita OSPEK hanya sampai besok. Dan besok terakhir sebelum dua hari lagi kita akan menginap. Jadi hari ini dipercepat saja. Memang tidak ada pemberitahuan. Tapi, biar nanti sampai siang kalian masih bisa menyiapkan diri untuk besok. Karena terakhir besok juga hukuman pasti lebih berat. Hari ini kita hanya pengenalan tentang sekolah. Sudah sana!" Raya menyuruhnya pergi, dan Amor pun mengangguk."Siapa, Ray?" tanya salah satu temannya."Anak baru. Aku kasihan melihatnya. Tapi, entahlah. Seperti pernah melihat dia sebelumnya. Atau aku salah orang kali ya? Soalnya kan banyak juga sih yang mirip. Tapi ini beneran, aku seperti melihat mata seseorang di matanya,” katanya sambil mengedikkan bahu,"Kali aja cuma mirip doang. Atau saudaranya," ujar Natalie"Iya kali aja," ujar temannya yang lain. Raya hanya mengangguk. “Semoga saja dia betah dan semakin baik di sini.” Kemudian ia berlalu bersama temannya.Jangankan temannya, dia pun heran dengan dirinya sendiri. Walau sebenarnya tidak ada yang salah dengan menghawatirkan orang lain. Hanya saja selama ini Raya agak cuek. Dan dia juga tidak terlalu akrab dengan yang lain kecuali Natalie dan Amel. Orang lain menganggap dia sombong walau sebenarnya tidak. Dia hanya tidak ingin terlibat terlalu jauh dengan urusan orang lain. Tapi entah kenapa melihat Amor dia merasa khawatir dan ada rasa kasihan di dalamnya. Mungkin karena dia anak satu-satunya dan orang tuanya sibuk, jadi dia seperti pernah melihat dirinya di dalam Amor. .........@Fatamorgana16 Senin, 01 Maret 2021.Riau. (**)Hari ini kegiatan sekolah masih tentang Ospek yang mengenalkan sekolah dan kegiatan-kegiatannya. Untungnya dia tidak terlambat dan berterima kasih kepada senior yang tadi pagi menegurnya dari lamunan yang membuatnya hampir saja lupa kalau dia sudah berada di sekolah. Yang sayangnya dia tidak tahu siapa nama kakak seniornya itu.Tapi cukuplah dia berterima kasih dalam hati saja. Karena mungkin saja seniornya itu juga belum tentu mau menerima ucapan terima kasihnya. "Eh," kejutnya dengan tidak sengaja,"Kamu tidak apa-apa?" Salah satu senior bertanya,"Tidak kak" lalu pergi,"Eh, tunggu dulu" tahannya, tanpa sengaja memegang lengan Amor yang langsung ditepis begitu saja membuat Si Empunya terkaget, "maaf" kemudian berlalu."Eh, i..ya. maaf juga" ujarnya terbata."Siapa?" Temannya bertanya."Gak tau. Anak baru kali." Mengedikkan bahu tanda tak tahu.Rega yang dari tadi te
Sementara itu, di rumah mewah nan megah terdapat orang-orang yang biasa dengan suasana yang tak pernah biasa. Dulu rumah itu masih tenteram, saat si tuan rumah utama masih ada. Namun, lama-kelamaan banyak yang berubah apalagi Sang Nyonya Besar sudah tiada.Semua berubah, setelah kepergian tuannya pun rumah itu lebih parah. Seperti tak ada kedamaian di dalamnya."Tuan memanggil saya?" tanya Asisten Rumah Tangga itu, menunduk takut-takut."Ya," jawabnya singkat tanpa menoleh ke arahnya."Ada apa , Tuan?""Bagaimana? Apa dia bersekolah di tempat yang sama dengan Riana dan Vicko?""Ya, Tuan. Nona mendapatkan beasiswa dan ibu panti yang menjadi pengasuhnya saat itu membantu membiayai," ujarnya menjelaskan."Baguslah. Setidaknya dia hidup yang layak. Jangan biarkan dia mengacaukan kehidupan kedua anakku yang lain,” imbuhnya.Si asisten pasti berpikir bahwa si tuan sangat kejam tapi sebenarnya dia tahu bahwa tuanny
Lagi-lagi Amor hanya duduk dan terdiam di bangku yang tadi dia duduki, di mana dia meletakkan tumbler minumnya sampai ketinggalan dan hilang. Termenung serta memikirkan bagaimana keadaan ayahnya dan sedih melihat tumbler minumnya. Menatap sejenak persis ke arah itu, lalu menoleh ke depan mengikuti arah jalan orang yang tadi hampir saja berpapasan dengannya.Dia bukan takut, hanya saja tidak ada alasan kenapa dia harus bertemu dengan mereka selain darah yang sama mengalir dalam tubuh mereka. Selebihnya tidak ada sama sekali.Dia juga teringat wanita itu, mamanya. Mamanya adalah orang yang selalu mengusahakan dia untuk masuk dalam keluarga Leonardth meskipun tetap saja dia tidak akan pernah diakui.“Hay, sedang apa di sini?” tanya seorang perempuan.Amor yang terkejut mendongak melihat dua orang yang memiliki seragam yang sama dengannya.“Ah, tidak ada. Kalian sendiri sedang apa?”“Kami di sini istirahat. Malas ke kantin apal
Vicko jelas melihat gadis itu di sana tadi. Tapi bagaimana bisa dia tidak terlihat dalam hitungan detik? Dia bukanlah wanita super yang memiliki kekuatan supranatural atau apa pun itu.Atau memang dia salah melihat? Sepertinya tidak, pikirnya. Mencoba mengusir bayangan gadis itu dia kembali melanjutkan kegiatannya untuk kembali ke lapangan basket. Sedang Amor yang masih menunduk disuruh keluar dari tempat persembunyian oleh Rega.Ya, sebelum tadi dia sempat tahu akan ke mana Rega menarik tangannya disaat teman, ya teman barunya itu masih asyik cerita.“Terima kasih,” ucapnya lalu pergi begitu saja hanya saja Rega tidak akan membiarkan itu terjadi.“Saya punya satu permintaan,” kata Rega yang membuat Amor mendongak tak percaya.“Apa? Saya tidak punya apa-apa. Kalau tidak keberatan, apa yang bisa saya bantu?”Perempuan dingin, batin Rega. Ampun deh, dia sendiri juga dingin kenapa harus mikirin orang lain coba? Dasar!
Setelah pengumuman tadi anak baru langsung diberikan izin untuk pulang karena besok adalah hari terakhir MOS dan langsung membawa perlengkapan untuk dibawa menginap di acara MAKRAB di sebuah Villa yang ada di Bogor dekat dengan hutan lindung.Amor yang sebenarnya malas sekali untuk ikut dalam hal begini terpaksa mengikuti tata cara dari sekolah. Dia tidak mau dicap sombong dan sebagainya padahal jelas-jelas dia hanya seorang anak beasiswa. Beasiswa bagi yang tidak mampu dan kebetulan otaknya masih mumpuni untuk itu. Dia tergesa sampai tidak sadar di depannya ada orang yang berjalan berlawanan arah dengannya.Brukk!Terbantinglah barang yang digenggamnya dan ada beberapa buku yang diberikan kakak seniornya tadi waktu lagi pengumuman."Maaf," ucapnya lalu pergi."Kamu—” Ucapan itu terhenti kala Amor mendongak melihat siapa yang dia tabrak tanpa sengaja."Emm, maaf." Lalu dia kembali menunduk."Kamu ... yang dulu itu, ‘kan?" Ka
Vicko dan Rangga akhirnya pergi membeli boneka. Tapi Vicko tahu mata itu tadi sempat menatapnya.Di mana dia tinggal sekarang? Bersama siapa? Dan bagaimana hidupnya? Ah, kenapa dia harus memikirkannya, sih? Batinnya bergelut antara ingin peduli atau tidak."Loe kenapa sih? Dari tadi melamun mulu?" sungut Rangga."Enggak ada. Perasaan loe aja kali.""Ya, justru karena perasaan gue, Bambang. Ya kalo loe pasti gak bakalan ngerasain kalo dari tadi itu loe melamun aja. Kaya orang bego tau. Kesambet loe? Gue jadi takut nih," kata Rangga mencoba berekpresi setakut mungkin. Yang ada bukan lucu atau Vicko tertawa malah Rangga kena toyoran kembali."Biar dikata gue jago berantem kalo loe kesambet gue orang pertama yang bakal nyiram loe air dan larilah pasti," tegasnya.Mendengar perkataan Rangga yang tidak masuk akal baginya, segera Vicko menoyor kepala Rangga sekali lagi."Itu tandanya loe doain gue buat kesambet!" kesalnya."Ya gak sih. Cuma jangan sa
Amor baru saja sampai di rumah kostnya. Dia melihat Bude Ani juga ada di rumah. Jangan tanya bagaimana dia tahu sebab suara Bude Ani dan suara ulekan bersamaan dia sudah hapal itu. Dia menghempaskan tubuhnya pada tempat tidur yang tidak seberapa besar tapi cukup membuatnya nyaman. Kadang kala sendiri begini, bayangan masa lalu suka muncul tak diundang di kepalanya. "Kamu," tunjuk ibunya, "pakai baju ini dan kalau bisa jangan pernah sia-siakan usahaku yang akan membawamu ke dalam keluarga kaya raya itu" ujarnya mengibaskan rambut lalu melenggang pergi. Ingatan itu lagi, lagi muncul. Lebih baik dia membantu bude dan ke panti urusannya Selesai, besok dia ikut makrab. Tidak ingin membuang waktu yang sia-sia. .......... Hari ini adalah hari terakhir Amor mengikut MOS dan juga akan mengikuti makrab ditempat yang sudah ditentukan. Ya meskipun sebenarnya ia tak ing
“Cup bangun cup, ngebo amat lo jadi orang” ucap Pras yang duduk bersebelahan dengan UcupUcup yang merasa terusik pun langsung memukul pelan mulut Pras dalam keadaan setengah sadar“Akh! Sialan lo cup, dibawa balik lagi sama ni bus mampus lo” ucap Pras kesal“Ngomong mulu loe! Gatau apa ya eke ini lagi bocan” ucap Ucup manja“Bocan bocan, iler lo banyak begini dikata bocan” ledek Pras“Gua begini begini masih cantik mirip Jennie blackpink ya Pras, Loe aja pasti kegoda kan sama eke” ucap Ucup dengan menaik naikan alisnya“Jijik gua yang ada cup... Cupp” ucap PrasIa tak membayangkan jika dirinya dan Ucup menjadi sepasang – Ah lupakan, memikirkannya saja sudah membuat nya merinding“Mor udah selese?” tanya Sere“Hah? Oh ya udah” jawab Amor“Ayo” ucap Sere“kemana?” tanya Amor polos&l
Sepanjang perjalanan menuju tempat yang dituju, senyuman tak pernah luntur dari bibirnya. Dia juga sesekali bersenandung serta bersiul karena bahagia. Saat hampir mendekati tempat yang dituju hatinya sangat bahagia dan rasa tak sabar ingin bertemu pun pemuda itu rasakan. Namun, semua kebahagiaannya itu langsung sirna saat melihat pemandangan yang membuatnya langsung terluka. Di depannya ada Amor yang sedang bersama pria lain dan terlihat sangat akrab. Dia hanya diam dan memperhatikan dari kejauhan dengan hati yang bercampur aduk, antara marah, terluka dan kecewa. Dia sangat kecewa karena Amor begitu dekat dengan pria berumur itu sedangkan dengan dirinya Amor malah sering menjaga jarak."Sebenernya apa yang salah dari gue Amora. Kenapa juga lo selalu menolak padahal gue hanya menawarkan pertemanan nggak lebih," lirih pemuda itu dan masih memperhatikan interaksi antara Amor dan si pria asing tersebut. "Gue Rega Hanung Brathayuda ... nggak akan pernah sudi mundur begitu aja. Gue akan ter
Kedekatan Amor dan Rega semakin berkembang setelah kejadian hari itu. Amor juga menghentikan protesannya karena merasa sangat lelah telah melarang tetapi terus diabaikan. Cacian dan makian juga masih dia terima karena kini dia semakin dekat dengan si idola sekolah, Amor juga hanya diam karena dia memang sangat tidak ingin ribut dengan orang lain."Jadi ... kalian benar-benar memiliki hubungan yang lebih?" tanya Serena dengan tatapan bertanya ke arah AMor yang sedang menikmati makan siangnya dengan santai di dalam kelas. Sejak dia semakin dekat dengan Rega, Amor sudah taklagi makan siang di kantin lagi. Dia lebih memilih berada di tempat yang sepi seperti kelasnya tersebut."Tidak.""Ah, masa iya? tapi aku melihat yang lain dari kedekatan kalian belakangan ini," sangkal Prastya yang tiba-tiba saja muncul dari arah pintu. Pemuda berpenampilan katrok itu tiba-tiba muncul dan mengalihkan atensi Serena dan juga Amor yang sedang berbincang sambil makan siang tersebut."Dari kedekatan kali
Amor diam dan terus memperhatikan Rega yang masih saja menundukkan kepalanya karena merasa sangat bersalah kepada gadis di hadapannya tersebut. Sejujurnya Rega juga tidak menyangka kalau gara-gara dia mendekati Amor malah membuat hidup gadis itu tidak tenang. Rega juga tahu semuanya yang sudah terjadi di dalam ruangan osis tadi. Bahkan, dia sendiri yang memanggil Gilang untuk segera ke ruang osis dan memberikan pembelaan sekaligus menolong Amor yang hanya diam saja meski dipermalukan.Setelah mengeluarkan beberapa kata yang sangat ingin didengar oleh Amor, Rega langsung pergi begitu saja tanpa mau menunggu jawaban apa yang akan gadis itu lontarkan. Meski Rega melangkah pergi, tetapi hatinya terus berharap supaya Amor memanggil namanya dan menghentikan langkahnya itu. Namun, ternyata yang dia inginkan hanyalah angan dan tidak bisa terwujud. Amor masih saja menganggap dirinya tidak ada dan itu membuat perasaan Rega menjadi terlukai.Sejujurnya Amor sangat ingin berbincang dengan Rega,
Amor tetap melanjutkan kegiatannya di sekolah dan melanjutkan tugasnya menjadi anggota osis. REga memang sudah tak lagi mendekatinya, tetapi pemuda itu tetap menjaga dirinya meski sedikit menjauh. "Rega benar-benar sudah menjauhimu ya?" tanya Serena dengan tiba-tiba yang entah sejak kapan sudah berada di sampingnya. Amor menoleh sebentar kemudian melanjutkan kembali langkahnya untuk menuju ruangan osis. "Iya, dia benar-benar sudah menepati janjinya. Tapi terkadang aku masih merasa kalau dia selalu ada setiap aku butuh bantuan." Ingatan Amor melayang pada keadian saat dia dilecehkan hari itu. Rega tiba-tiba datang dan membantu dirinya yang hanya diam meski dimaki-maki. "Itu artinya ... dia sebenarnya masih mau dekat sama kamu tapi dia juga tidak mau kalau membuatmu risih seperti saat itu," sahut Prastya, salah satu teman dekat Amor meski kelas mereka berbeda. Prastya ini juga biasanya diasingkan oleh teman-teman yang lainnya karena penampilan dia yang culun dan tidak
Rega diam dan membiarkan Amor pergi, dia tidak bisa terus memaksa Amor untuk menerima kehadirannya, tetapi dia juga tidak bisa kalau harus tetap membiarkan Amor takmenerima kehadirannya. Namun, kini Rega harus membiarkan gadis itu sendiri dulu dan dia akan kembali mendekati kalau keadaan Amor sudah jauh lebih baik. Setelah kejadian sore itu, Amor mulai merasakan ketenangan kembali menghampiri kehidupannya. Tatapan-tatapan esal teman-temannya kini tak lagi tertuju padanya karena dia dan Rega sudah tidak dekat seperti dahulu. Amor enang karena akhirnya hidupnya kembali tenang tanp gangguan siapapun lagi, termasuk Rega sebagai biang masalah dalam hidupnya. "Kan, apa gue bilang. Mereka itu nggak ada hubungan dan nggak akan pernah memiliki hubungan karena Rega nggak pernah cocok sama dia." "Ya, memang seharusnya begitu kan. Dia nggak pantes bersanding sama bintang sekolah kayak Rega, kalaupun mereka pernah dekat gue yakinnya sih pasti dia main dukun." "Wah, iya bener. K
"Sudah mama bilang, belajar yang benar kenapa malah bermain-main. Kamu memang selalu merepotkan dan bisanya hanya membuat masalah saja." Mama Amor benar-benar marah dan menghajar gadis itu dengan berbagai caci dan makian yang tak pantas diucapkan oleh seorang ibu. Dia sangat kecewa dan sang anak yang menurutnya sudah membawa sial sejak lahir "Maaf, Ma. Amor tidak bermaksud melakukan itu semua, Amor ...." "Kau memang anak yang tidak bisa diandalkan. Hanya bisa membuat malu keluarga saja dan tidak bisa membanggakan." Mama Amor menatap gadis itu dengan sangat tajam, menunjukkan kalau dia benar-benar tidak suka dengan yang sudah sang anak lakukan." "Apa salahku, Ma? kenapa Mama bersikap seperti ini. Apa yang sudah kulakukan," lirih Amor sambil menangis, tetapi sama sekali tidak dipedulikan oleh sang ibu. Bagi wanita yang tak lagi muda itu air mata Amor sama sekali tidak ada gunanya, justru membuatnya semakin muak kepada gadis itu sendiri. "Pergi dari hadapanku sekarang juga, dasar ana
Tepat sepulang sekolah Amor langsung bergegas melakukan pekerjaan barunya menjaga sebuah minimarket dsn mengabaikan rapat osis yang seharusnya dia hadiri sebagai salah satu anggota osis tersebut. Ya, alasannya bukan hanya karena pekerjaan barunya, tetapi juga karena Amor tidak menyukai lingkup yang ramai dan berbaur dengan banyak orang."Hallo, Amor. Wah, kau bersemangat sekali ya, jam segini sudah datang aja," sapa Jeje yang baru saja datang dan cukup terkejut saat melihat Amor sudah berada di minimarket lebih awal."Iya, Je. Kebetulan sepulang sekolah tidak ada kegiatan, daripada bersantai di rumah lebih baik aku datang saja ke sini." Amor menjawab sambil merapihkan beberapa barang yang berantakan."Okeh, aku mau ganti baju dulu."Amor hanya membalas dengan deheman dan kembali melanjutkan beres-beresnya yang belum rampung. Pekerjaan pertamanya membuat dia harus bekerja dengan sangat baik supaya tante Lala tidak kecewa akan kinerja dirinya. Amor sangat membutuhkan pekerjaan itu jadi
Destinasi yang dipilih untuk study tour kali ini adalah pantai yang berada di utara pulau Jawa. Setelah menempuh kurang lebih tiga jam perjalanan, akhirnya rombongan mereka pun sampai. Seperti yang sudah dijelaskan oleh Satya tadi, sebelum turun dari bus, masing-masing panitia harus mengabsen para anak-anak. Setelahnya, mereka diperkenankan untuk turun dan berkumpul di tempat terbuka. “Wah, gileee, keren banget nih pantainya.” Ucup berseru kegirangan sambil membenarkan posisi topi pantai yang dia kenakan. Sementara Sere dan Pras juga sama kagumnya melihat keindahan yang ada di depan mereka. Maklum, otak mereka sudah terlampau lelah akibat keseringan belajar di sekolah.”“Eh, Amor gemana? Apa dia nantinya bakal bareng anak OSIS terus?” tiba-tiba Sere bertanya pada kedua temannya dengan raut sedih. “Itu kan wajar, Ser. Lagi pula dia kan sekarang anggota OSIS. Ngga papa lah, demi masa depannya juga,” kata Pras menenangkan. “Iya, nih. Harusnya kita bangga sama Amor ka
Hari keberangkatan untuk acara study tour pun tiba. Anak-anak sudah bersiap dengan bawaannya masing-masing sedari pagi, menunggu bus datang dengan dada berdebar saking tidak sabarnya. Ini juga merupakan hari yang dinanti-nanti oleh tiga sekawan itu, Ucup, Serena, dan Pras. Mereka bahkan sudah tiba di sini sejak satu jam yang lalu. Apalagi Ucup yang heboh dengan barang bawaannya.“Woy, kalian! Tolongin eke dong, ah,” ujar Ucup pada kedua temannya. Dia tampak kesusahan dengan dua buah koper dan satu tas jinjing berisi makanan, satu tas punggung berisi alat make up. “Tolonhin dong, Ser! Lu ngga liat ini eke keberatan?!”Sere yang disuruh pun hanya melotot pada Ucup. “Lagian lo aneh-aneh aja. Ini kan cuma study tour, Cup. Cuma beberapa hari doang, malah sehari doang kali. Lu ngapain pake bawa-bawa barang sebanyak itu?” “Iya, nih. Sebetulnya lu bawa apaan aja si, Cup?” Pras yang ada di sampingnya pun ikut bertanya. “Hello, teman-teman, lu pada ngga tau ya? Nih eke