Sementara itu, di rumah mewah nan megah terdapat orang-orang yang biasa dengan suasana yang tak pernah biasa. Dulu rumah itu masih tenteram, saat si tuan rumah utama masih ada. Namun, lama-kelamaan banyak yang berubah apalagi Sang Nyonya Besar sudah tiada.
Semua berubah, setelah kepergian tuannya pun rumah itu lebih parah. Seperti tak ada kedamaian di dalamnya."Tuan memanggil saya?" tanya Asisten Rumah Tangga itu, menunduk takut-takut."Ya," jawabnya singkat tanpa menoleh ke arahnya. "Ada apa , Tuan?" "Bagaimana? Apa dia bersekolah di tempat yang sama dengan Riana dan Vicko?""Ya, Tuan. Nona mendapatkan beasiswa dan ibu panti yang menjadi pengasuhnya saat itu membantu membiayai," ujarnya menjelaskan."Baguslah. Setidaknya dia hidup yang layak. Jangan biarkan dia mengacaukan kehidupan kedua anakku yang lain,” imbuhnya.Si asisten pasti berpikir bahwa si tuan sangat kejam tapi sebenarnya dia tahu bahwa tuannya sangat mengkhawatirkan anaknya yang lain. Yang katanya tidak dia anggap sebagai anaknya hanya sebagai perusak saja. Padahal kenyataannya tidak seperti itu. Dia paham mengapa tuannya bersikap seperti itu. Tidak lain karena memiliki ego dan gengsi yang tinggi."Tuan, apa tidak sebaiknya dia kembali saja ke rumah ini? Kita bisa memantaunya hanya jika tuan merasa bahwa dia akan mengacaukan segalanya,” tanya si asisten."Jangan menasehatiku seolah aku peduli padanya," ketusnya. "Aku bahkan tidak peduli jika dia mati sekali pun.""Tapi—" Pak Mudi menggantungkan perkataanya, "bukankah memang seperti itu, Tuan?" Dia bertanya hati-hati."T-I-D-A-K," tegasnya."Semua kulakukan bukan karena anak itu. Tapi karena kekuasaan dan kehormatan keluarga Leonardth. Kau tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi bila semua orang tahu jika dia anak yang tidak diinginkan. Karena itu lebih baik dia pergi dan tidak tinggal di rumah ini. Dia hanya perusuh dan menjadi penghalang besar akan keluarga Leonardth. Walau dia masih kecil dia pasti akan licik seperti ibunya nanti," jelasnya."Biarkan dia di sana. Asal tidak mengganggu kedua anakku yang lain. Dia tidak pantas disandingkan dengan Vicko dan Riana. Lagi pula, di sini pun dia tak akan betah.”"Baik, Tuan. Akan saya laksanakan. Saya akan menyuruh beberapa orang untuk mengawasinya. Kalau perlu, anak saya sendiri, Abimanyu, yang akan mengawasinya,” katanya.“Ya. Terserah padamu saja, Mudi. Yang penting dia jangan mengacau, jangan sampai ada yang tahu dia anak haramku.” Setelah mengatakan itu, Brahmana–nama lelaki itu–pergi menuju ruang rahasia. Tidak ada yang bisa masuk ke dalam ruang rahasia ini. Bagaimana bisa masuk sedangkan anak-anak serta istrinya tidak tahu-menahu.Hanya Mudi yang tahu tapi tak berani masuk. "Anak itu harus pergi. Jika tidak semua rencanaku akan gagal,” katanya."Lagi pula dia anak Merry, bukan anak orang berada yang bisa membantuku keluar dari kekalutan masa lalu,” katanya lagi.Bram merenungi masa lalu. Dia bahkan membayangkan jika Arumi masih hidup. Arumi memang gadis sederhana. Merry dan Arumi memang bersaudara tapi bukanlah saudara kandung. Mereka satu ayah beda ibu.Selama itu Arumi diasuh oleh ibu Merry. Dia memberikan kasih sayang yang sama. Tapi berbeda dengan Merry yang selalu merasa iri.Dia yang mencintai Arumi harus dipisahkan oleh keadaan ketika ayahnya mengetahui bahwa Arumi bukanlah anak yang terlahir dari sebuah pernikahan yang sah.Dia menyetujui dirinya dengan Merry karena dia adalah anak yang sah dari pernikahan. Hanya saja semakin lama sifat Merry menunjukan ketidakpuasan akan suatu hal. Sampai pada akhirnya dia melakukan kesalahan yang membuat Arumi pergi selamanya.***Sedang itu Rega duduk sendirian setelah kedua temannya keluar untuk makan di kantin karena tidak membawa bekal banyak. Ya, mereka bukanlah anak-anak orang kaya yang malu untuk membawa bekal.Raya masuk dan melihat Rega duduk sambil melihat tumbler air di depannya."Hoy, ngapain lo? Asik bener liatin tumbler. Ajaib ya?" tanya Raya."Jangan suka datang mendadak gitu, Ray. Untung jantung saya masih sehat,” ujarnya sambil mengelus dadanya naik turun. "Ya elah, Ga, gitu aja udah spot jantung lo. Dikagetin begitu gak akan buat lo mati mendadak tau.""Tau dari mana kamu? Kamu kan tidak tau jika saya punya riwayat penyakit jantung atau tidak," kata Rega yang membuat Raya mendadak terbelalak. "Serius lo?" katanya sambil duduk tepat di depan Rega."Jawab, Ga?" desaknya. Sedang Rega hanya tersenyum miring."Iya gak lah. Awas kamu! Saya mau santai sendirian,” ujarnya mengusir Raya."Lu keterlaluan. Gue di sini lo usir gue gitu aja.” "Kamu ganggu saya, Raya."Apa sih? Gitu aja lu—" Omongan Raya terhenti karena kedatangan Fadel dan Tian."Hai, dedek Raya,” sapa Tian dengan senyum semringahnya. Jangan tanya kenapa Tian begitu. Dia sudah lama suka sama Raya, sejak kelas sepuluh. "Kenapa sih lo? Datang-datang senyum sendiri kaya orang gak waras,” kata Raya dengan kesal."Masa dedek Raya gak tau sih kalau abang Tian itu, hmmpp—" Tiba-tiba Tian menutup mulut Fadel. "Mulut loe gak usah comel kaya emak-emak komplek deh," ujarnya."Apa sih,.Yan? Gue cuma mau bilang biasa Kakak Tian kan selalu begitu kepada setiap wanita,” ralat Fadel yang justru semakin membuat Tian kesal. "Enak aja lo. Ga semua juga. Masa iya nenek-nenek mau tepar gue godain juga? Sarakesa,” katanya melempar kulit kacang kepada Fadel.Rega hanya tersenyum melihat kedua temannya, sedangkan Raya sebal mengerucutkan bibir."Duh, bibir Adek Raya bikin gemes deh. Jadi gak nahan," ucap Tian. "Ekhem... di sini bukan cuma lo berdua yaa." Fadel menoyor kepala Tian."Ga, jadi besok kita berangkat makrab? Harua besok banget, ya?" tanya Fadel."Iya. Besok siang setela OSPEK selesai. Biar gak lama-lama di sana. Jadi kita berangkat besok Jum'at sudah sampai sini. Sorenya kita bagi tugas. Malamnya diinfokan sama siswa dan siswi baru. Sabtu malam Minggu kita adain perayaan makrab di sekolah jam sebelas malam kita bisa pulang. Biar gak kemalaman,” jelasnya panjang lebar."Oke siap, Pak Bos. Laksanakan!" jawab Tian dan Fadel serentak."Kok perubahan lagi? Kapan disusunnya? Gue kok gak tau, Ga? Emang si ketua OSIS udah setuju?" tanya Raya menggebu."Udah. Tadi pagi mereka diskusi dan saya juga baru dapat infonya tadi.""Bukannya si ketua OSIS pacar kamu, ya? Atau mantan sih?" tanya Rega. Ya, jelas-jelas Raya dan si ketua OSIS–Surya Indraputra–adalah orang yang dulu jadi couple goals di sekolah ini. Sudah pasti mereka akan dipasangkan kembali walaupun akhirnya tetap saja mereka bukan apa-apa. Ah Raya, kasihan sekali cinta bertepuk sebelah tangan."Gue gak pernah pacaran sama dia kok. Entahlah, gue juga gak tau dulu hubungan kita gimana. Tangan banget ya hidup gue? Betewe, Natalie kemana ya?" Raya mengalihkan pembicaraan.Tian yang tahu bahwa Raya masuk OSIS ada hubungannya dengan Surya merasa cemburu walau sebenarnya dia tahu Raya akan mengalami sakit hati lagi. Sepertinya dia yang jatuh hati pada Raya, namun si empunya hati tidak tahu sama sekali."Ada abang Tian di sini, Adek Raya. Atau sama gue aja, Ray?” Dia menaik-turunkan alisnya menggoda Raya. "Apaan sih loe?" Tian kesal memukul pundak Fadel."Awww. Ini namanya penyiksaan. Gue bisa laporin ini,” serunya memegang pundaknya yang kemudian dirangkul Tian, saling mengejar dan melempar bak anak kecil atau kucing dan anjing."Udah, udah! Apaan sih kalian berdua? Kaya anak-anak, deh," rutuk Raya lalu berdiri. "Gue ke kelas dulu deh mau ambil buku sekalian ke perpus buat dipulangin. Bye, Ga. Eh, lu berdua berenti jangan kaya anak-anak!""Eh, mau kemana, Adek Raya?" tanya Fadel tapi mulutnya langsung ditutup Tian."Iya, Adek Raya,” katanya tersenyum manis.Rega hanya memperhatikan kedua temannya itu dengan memutar bola mata, jengah. Mereka memang begitu, selalu seperti anak-anak."Eh, anak-anak! Kalian gak malu diliatin adek kelas apa lagi junior yang lagi OSPEK? Saya aja malu punya teman kaya kalian," ujujarnya."Ih, gak asih banget sih, Kaka Rega. Aku sakit hati, deh.” Tian memegang dadanya berpura-pura merajuk."Apaan loe? Sok imut. Najis gue," kata Fadel berpura-pura ingin muntah."Ish. Loe yang apaan.” Akhirnya mereka berdua adu mulut kembali yang membuat Rega hanya terdiam dan memutuskan bangkit berdiri membawa tumbler itu.Fadel dan Tian yang melihat Rega berlalu akhirnya mengikuti juga. ...Tbc. ... @Fatamorgana16Pekanbaru. Riau. 2021Lagi-lagi Amor hanya duduk dan terdiam di bangku yang tadi dia duduki, di mana dia meletakkan tumbler minumnya sampai ketinggalan dan hilang. Termenung serta memikirkan bagaimana keadaan ayahnya dan sedih melihat tumbler minumnya. Menatap sejenak persis ke arah itu, lalu menoleh ke depan mengikuti arah jalan orang yang tadi hampir saja berpapasan dengannya.Dia bukan takut, hanya saja tidak ada alasan kenapa dia harus bertemu dengan mereka selain darah yang sama mengalir dalam tubuh mereka. Selebihnya tidak ada sama sekali.Dia juga teringat wanita itu, mamanya. Mamanya adalah orang yang selalu mengusahakan dia untuk masuk dalam keluarga Leonardth meskipun tetap saja dia tidak akan pernah diakui.“Hay, sedang apa di sini?” tanya seorang perempuan.Amor yang terkejut mendongak melihat dua orang yang memiliki seragam yang sama dengannya.“Ah, tidak ada. Kalian sendiri sedang apa?”“Kami di sini istirahat. Malas ke kantin apal
Vicko jelas melihat gadis itu di sana tadi. Tapi bagaimana bisa dia tidak terlihat dalam hitungan detik? Dia bukanlah wanita super yang memiliki kekuatan supranatural atau apa pun itu.Atau memang dia salah melihat? Sepertinya tidak, pikirnya. Mencoba mengusir bayangan gadis itu dia kembali melanjutkan kegiatannya untuk kembali ke lapangan basket. Sedang Amor yang masih menunduk disuruh keluar dari tempat persembunyian oleh Rega.Ya, sebelum tadi dia sempat tahu akan ke mana Rega menarik tangannya disaat teman, ya teman barunya itu masih asyik cerita.“Terima kasih,” ucapnya lalu pergi begitu saja hanya saja Rega tidak akan membiarkan itu terjadi.“Saya punya satu permintaan,” kata Rega yang membuat Amor mendongak tak percaya.“Apa? Saya tidak punya apa-apa. Kalau tidak keberatan, apa yang bisa saya bantu?”Perempuan dingin, batin Rega. Ampun deh, dia sendiri juga dingin kenapa harus mikirin orang lain coba? Dasar!
Setelah pengumuman tadi anak baru langsung diberikan izin untuk pulang karena besok adalah hari terakhir MOS dan langsung membawa perlengkapan untuk dibawa menginap di acara MAKRAB di sebuah Villa yang ada di Bogor dekat dengan hutan lindung.Amor yang sebenarnya malas sekali untuk ikut dalam hal begini terpaksa mengikuti tata cara dari sekolah. Dia tidak mau dicap sombong dan sebagainya padahal jelas-jelas dia hanya seorang anak beasiswa. Beasiswa bagi yang tidak mampu dan kebetulan otaknya masih mumpuni untuk itu. Dia tergesa sampai tidak sadar di depannya ada orang yang berjalan berlawanan arah dengannya.Brukk!Terbantinglah barang yang digenggamnya dan ada beberapa buku yang diberikan kakak seniornya tadi waktu lagi pengumuman."Maaf," ucapnya lalu pergi."Kamu—” Ucapan itu terhenti kala Amor mendongak melihat siapa yang dia tabrak tanpa sengaja."Emm, maaf." Lalu dia kembali menunduk."Kamu ... yang dulu itu, ‘kan?" Ka
Vicko dan Rangga akhirnya pergi membeli boneka. Tapi Vicko tahu mata itu tadi sempat menatapnya.Di mana dia tinggal sekarang? Bersama siapa? Dan bagaimana hidupnya? Ah, kenapa dia harus memikirkannya, sih? Batinnya bergelut antara ingin peduli atau tidak."Loe kenapa sih? Dari tadi melamun mulu?" sungut Rangga."Enggak ada. Perasaan loe aja kali.""Ya, justru karena perasaan gue, Bambang. Ya kalo loe pasti gak bakalan ngerasain kalo dari tadi itu loe melamun aja. Kaya orang bego tau. Kesambet loe? Gue jadi takut nih," kata Rangga mencoba berekpresi setakut mungkin. Yang ada bukan lucu atau Vicko tertawa malah Rangga kena toyoran kembali."Biar dikata gue jago berantem kalo loe kesambet gue orang pertama yang bakal nyiram loe air dan larilah pasti," tegasnya.Mendengar perkataan Rangga yang tidak masuk akal baginya, segera Vicko menoyor kepala Rangga sekali lagi."Itu tandanya loe doain gue buat kesambet!" kesalnya."Ya gak sih. Cuma jangan sa
Amor baru saja sampai di rumah kostnya. Dia melihat Bude Ani juga ada di rumah. Jangan tanya bagaimana dia tahu sebab suara Bude Ani dan suara ulekan bersamaan dia sudah hapal itu. Dia menghempaskan tubuhnya pada tempat tidur yang tidak seberapa besar tapi cukup membuatnya nyaman. Kadang kala sendiri begini, bayangan masa lalu suka muncul tak diundang di kepalanya. "Kamu," tunjuk ibunya, "pakai baju ini dan kalau bisa jangan pernah sia-siakan usahaku yang akan membawamu ke dalam keluarga kaya raya itu" ujarnya mengibaskan rambut lalu melenggang pergi. Ingatan itu lagi, lagi muncul. Lebih baik dia membantu bude dan ke panti urusannya Selesai, besok dia ikut makrab. Tidak ingin membuang waktu yang sia-sia. .......... Hari ini adalah hari terakhir Amor mengikut MOS dan juga akan mengikuti makrab ditempat yang sudah ditentukan. Ya meskipun sebenarnya ia tak ing
“Cup bangun cup, ngebo amat lo jadi orang” ucap Pras yang duduk bersebelahan dengan UcupUcup yang merasa terusik pun langsung memukul pelan mulut Pras dalam keadaan setengah sadar“Akh! Sialan lo cup, dibawa balik lagi sama ni bus mampus lo” ucap Pras kesal“Ngomong mulu loe! Gatau apa ya eke ini lagi bocan” ucap Ucup manja“Bocan bocan, iler lo banyak begini dikata bocan” ledek Pras“Gua begini begini masih cantik mirip Jennie blackpink ya Pras, Loe aja pasti kegoda kan sama eke” ucap Ucup dengan menaik naikan alisnya“Jijik gua yang ada cup... Cupp” ucap PrasIa tak membayangkan jika dirinya dan Ucup menjadi sepasang – Ah lupakan, memikirkannya saja sudah membuat nya merinding“Mor udah selese?” tanya Sere“Hah? Oh ya udah” jawab Amor“Ayo” ucap Sere“kemana?” tanya Amor polos&l
“GO UCUP GO UCUP GO!” teriak Pras dan Sera yang sudah melewati danauYa memang dari awal Ucup sudah ketakutan untuk melewati danau itu, bukan! Bukan ketakutan oleh danaunya, tapi ia hanya takut jika ada hewan hewan seperti ular didalam danau atau alir danau yang kotor, itu bisa merusak kulit perem- err lelaki maksudnya“cepetan Cup lama amat begini doang” Ucap Pras“Aduh nanti eke kenapa Napa gimana? Loe pada mau pada tanggung jawab?!” Ucap Ucup“Ga usah banyak drama deh cup, tinggal lo sendiri yang belum ya di kelompok A” ucap Pras“IHH INI TUH BUKANNYA DRAMA TAPI EKE KAN LAGI JAGA DIRI” ucap Ucup tak mau kalah“Udah cepet cup gausah alay banget, gua yang cewek aja sampe kaga kenapa Napa” Ucap Sere lelah“Iya iya deh bawel lo berdua” Ucup pun akhirnya mau tak mau melewati danau tersebut dan untungnya
“Mobil lo besok udah bisa dipake kan Vic?” Tanya Rangga“Maybe, doain aja udah” jawab Vicko seadaanyaYa kemarin saat Vicko dan Rangga berniat untuk mengunjungi siswa dan siswi baru yang sedang melakukan makrab, kendaraan mereka mengalami kendala saat ditengah perjalanan. Jadi mau tidak mau, mereka memutuskan untuk pulang terlebih dahulu dan kembali besok saat hari terakhir acara makrab saja.“Semoga dah, gua pengen banget tau nama tuh cewek” ucap RanggaVicko menoleh “Siapa yang lo maksud Rang,?” Tanya Vicko“Cewe yang kita temuin ditoko buku” UcapnyaVicko hanya mengangguk dan membiarkan temannya melakukan apapun asal tidak merepotkan nya“ngapain Na?” tanya perempuan itu seraya menepuk bahu Riana“Ngagetin aja lo, lo ngapain disini?” Tanya Riana balik“tadi gua lewat, terus liat lo disini sendi
Sepanjang perjalanan menuju tempat yang dituju, senyuman tak pernah luntur dari bibirnya. Dia juga sesekali bersenandung serta bersiul karena bahagia. Saat hampir mendekati tempat yang dituju hatinya sangat bahagia dan rasa tak sabar ingin bertemu pun pemuda itu rasakan. Namun, semua kebahagiaannya itu langsung sirna saat melihat pemandangan yang membuatnya langsung terluka. Di depannya ada Amor yang sedang bersama pria lain dan terlihat sangat akrab. Dia hanya diam dan memperhatikan dari kejauhan dengan hati yang bercampur aduk, antara marah, terluka dan kecewa. Dia sangat kecewa karena Amor begitu dekat dengan pria berumur itu sedangkan dengan dirinya Amor malah sering menjaga jarak."Sebenernya apa yang salah dari gue Amora. Kenapa juga lo selalu menolak padahal gue hanya menawarkan pertemanan nggak lebih," lirih pemuda itu dan masih memperhatikan interaksi antara Amor dan si pria asing tersebut. "Gue Rega Hanung Brathayuda ... nggak akan pernah sudi mundur begitu aja. Gue akan ter
Kedekatan Amor dan Rega semakin berkembang setelah kejadian hari itu. Amor juga menghentikan protesannya karena merasa sangat lelah telah melarang tetapi terus diabaikan. Cacian dan makian juga masih dia terima karena kini dia semakin dekat dengan si idola sekolah, Amor juga hanya diam karena dia memang sangat tidak ingin ribut dengan orang lain."Jadi ... kalian benar-benar memiliki hubungan yang lebih?" tanya Serena dengan tatapan bertanya ke arah AMor yang sedang menikmati makan siangnya dengan santai di dalam kelas. Sejak dia semakin dekat dengan Rega, Amor sudah taklagi makan siang di kantin lagi. Dia lebih memilih berada di tempat yang sepi seperti kelasnya tersebut."Tidak.""Ah, masa iya? tapi aku melihat yang lain dari kedekatan kalian belakangan ini," sangkal Prastya yang tiba-tiba saja muncul dari arah pintu. Pemuda berpenampilan katrok itu tiba-tiba muncul dan mengalihkan atensi Serena dan juga Amor yang sedang berbincang sambil makan siang tersebut."Dari kedekatan kali
Amor diam dan terus memperhatikan Rega yang masih saja menundukkan kepalanya karena merasa sangat bersalah kepada gadis di hadapannya tersebut. Sejujurnya Rega juga tidak menyangka kalau gara-gara dia mendekati Amor malah membuat hidup gadis itu tidak tenang. Rega juga tahu semuanya yang sudah terjadi di dalam ruangan osis tadi. Bahkan, dia sendiri yang memanggil Gilang untuk segera ke ruang osis dan memberikan pembelaan sekaligus menolong Amor yang hanya diam saja meski dipermalukan.Setelah mengeluarkan beberapa kata yang sangat ingin didengar oleh Amor, Rega langsung pergi begitu saja tanpa mau menunggu jawaban apa yang akan gadis itu lontarkan. Meski Rega melangkah pergi, tetapi hatinya terus berharap supaya Amor memanggil namanya dan menghentikan langkahnya itu. Namun, ternyata yang dia inginkan hanyalah angan dan tidak bisa terwujud. Amor masih saja menganggap dirinya tidak ada dan itu membuat perasaan Rega menjadi terlukai.Sejujurnya Amor sangat ingin berbincang dengan Rega,
Amor tetap melanjutkan kegiatannya di sekolah dan melanjutkan tugasnya menjadi anggota osis. REga memang sudah tak lagi mendekatinya, tetapi pemuda itu tetap menjaga dirinya meski sedikit menjauh. "Rega benar-benar sudah menjauhimu ya?" tanya Serena dengan tiba-tiba yang entah sejak kapan sudah berada di sampingnya. Amor menoleh sebentar kemudian melanjutkan kembali langkahnya untuk menuju ruangan osis. "Iya, dia benar-benar sudah menepati janjinya. Tapi terkadang aku masih merasa kalau dia selalu ada setiap aku butuh bantuan." Ingatan Amor melayang pada keadian saat dia dilecehkan hari itu. Rega tiba-tiba datang dan membantu dirinya yang hanya diam meski dimaki-maki. "Itu artinya ... dia sebenarnya masih mau dekat sama kamu tapi dia juga tidak mau kalau membuatmu risih seperti saat itu," sahut Prastya, salah satu teman dekat Amor meski kelas mereka berbeda. Prastya ini juga biasanya diasingkan oleh teman-teman yang lainnya karena penampilan dia yang culun dan tidak
Rega diam dan membiarkan Amor pergi, dia tidak bisa terus memaksa Amor untuk menerima kehadirannya, tetapi dia juga tidak bisa kalau harus tetap membiarkan Amor takmenerima kehadirannya. Namun, kini Rega harus membiarkan gadis itu sendiri dulu dan dia akan kembali mendekati kalau keadaan Amor sudah jauh lebih baik. Setelah kejadian sore itu, Amor mulai merasakan ketenangan kembali menghampiri kehidupannya. Tatapan-tatapan esal teman-temannya kini tak lagi tertuju padanya karena dia dan Rega sudah tidak dekat seperti dahulu. Amor enang karena akhirnya hidupnya kembali tenang tanp gangguan siapapun lagi, termasuk Rega sebagai biang masalah dalam hidupnya. "Kan, apa gue bilang. Mereka itu nggak ada hubungan dan nggak akan pernah memiliki hubungan karena Rega nggak pernah cocok sama dia." "Ya, memang seharusnya begitu kan. Dia nggak pantes bersanding sama bintang sekolah kayak Rega, kalaupun mereka pernah dekat gue yakinnya sih pasti dia main dukun." "Wah, iya bener. K
"Sudah mama bilang, belajar yang benar kenapa malah bermain-main. Kamu memang selalu merepotkan dan bisanya hanya membuat masalah saja." Mama Amor benar-benar marah dan menghajar gadis itu dengan berbagai caci dan makian yang tak pantas diucapkan oleh seorang ibu. Dia sangat kecewa dan sang anak yang menurutnya sudah membawa sial sejak lahir "Maaf, Ma. Amor tidak bermaksud melakukan itu semua, Amor ...." "Kau memang anak yang tidak bisa diandalkan. Hanya bisa membuat malu keluarga saja dan tidak bisa membanggakan." Mama Amor menatap gadis itu dengan sangat tajam, menunjukkan kalau dia benar-benar tidak suka dengan yang sudah sang anak lakukan." "Apa salahku, Ma? kenapa Mama bersikap seperti ini. Apa yang sudah kulakukan," lirih Amor sambil menangis, tetapi sama sekali tidak dipedulikan oleh sang ibu. Bagi wanita yang tak lagi muda itu air mata Amor sama sekali tidak ada gunanya, justru membuatnya semakin muak kepada gadis itu sendiri. "Pergi dari hadapanku sekarang juga, dasar ana
Tepat sepulang sekolah Amor langsung bergegas melakukan pekerjaan barunya menjaga sebuah minimarket dsn mengabaikan rapat osis yang seharusnya dia hadiri sebagai salah satu anggota osis tersebut. Ya, alasannya bukan hanya karena pekerjaan barunya, tetapi juga karena Amor tidak menyukai lingkup yang ramai dan berbaur dengan banyak orang."Hallo, Amor. Wah, kau bersemangat sekali ya, jam segini sudah datang aja," sapa Jeje yang baru saja datang dan cukup terkejut saat melihat Amor sudah berada di minimarket lebih awal."Iya, Je. Kebetulan sepulang sekolah tidak ada kegiatan, daripada bersantai di rumah lebih baik aku datang saja ke sini." Amor menjawab sambil merapihkan beberapa barang yang berantakan."Okeh, aku mau ganti baju dulu."Amor hanya membalas dengan deheman dan kembali melanjutkan beres-beresnya yang belum rampung. Pekerjaan pertamanya membuat dia harus bekerja dengan sangat baik supaya tante Lala tidak kecewa akan kinerja dirinya. Amor sangat membutuhkan pekerjaan itu jadi
Destinasi yang dipilih untuk study tour kali ini adalah pantai yang berada di utara pulau Jawa. Setelah menempuh kurang lebih tiga jam perjalanan, akhirnya rombongan mereka pun sampai. Seperti yang sudah dijelaskan oleh Satya tadi, sebelum turun dari bus, masing-masing panitia harus mengabsen para anak-anak. Setelahnya, mereka diperkenankan untuk turun dan berkumpul di tempat terbuka. “Wah, gileee, keren banget nih pantainya.” Ucup berseru kegirangan sambil membenarkan posisi topi pantai yang dia kenakan. Sementara Sere dan Pras juga sama kagumnya melihat keindahan yang ada di depan mereka. Maklum, otak mereka sudah terlampau lelah akibat keseringan belajar di sekolah.”“Eh, Amor gemana? Apa dia nantinya bakal bareng anak OSIS terus?” tiba-tiba Sere bertanya pada kedua temannya dengan raut sedih. “Itu kan wajar, Ser. Lagi pula dia kan sekarang anggota OSIS. Ngga papa lah, demi masa depannya juga,” kata Pras menenangkan. “Iya, nih. Harusnya kita bangga sama Amor ka
Hari keberangkatan untuk acara study tour pun tiba. Anak-anak sudah bersiap dengan bawaannya masing-masing sedari pagi, menunggu bus datang dengan dada berdebar saking tidak sabarnya. Ini juga merupakan hari yang dinanti-nanti oleh tiga sekawan itu, Ucup, Serena, dan Pras. Mereka bahkan sudah tiba di sini sejak satu jam yang lalu. Apalagi Ucup yang heboh dengan barang bawaannya.“Woy, kalian! Tolongin eke dong, ah,” ujar Ucup pada kedua temannya. Dia tampak kesusahan dengan dua buah koper dan satu tas jinjing berisi makanan, satu tas punggung berisi alat make up. “Tolonhin dong, Ser! Lu ngga liat ini eke keberatan?!”Sere yang disuruh pun hanya melotot pada Ucup. “Lagian lo aneh-aneh aja. Ini kan cuma study tour, Cup. Cuma beberapa hari doang, malah sehari doang kali. Lu ngapain pake bawa-bawa barang sebanyak itu?” “Iya, nih. Sebetulnya lu bawa apaan aja si, Cup?” Pras yang ada di sampingnya pun ikut bertanya. “Hello, teman-teman, lu pada ngga tau ya? Nih eke