Seorang pemuda melihat pengumuman penerimaan angkatan kepolisian yang baru diunggah. Ia melihat setiap nama yang tertulis, dari awal hingga akhir, tanpa berkedip, sangat serius. Tetapi nama yang dirinya harapkan tertulis di antara banyak nama itu, tidak terbaca. Ia masih tidak percaya hingga membacanya lagi, dan lagi. Tiga kali ia membaca seluruh nama yang ada, tetap tidak ada. Lalu ia menyerah dan menerima kenyataan yang terjadi. Sudah tiga tahun ia menempuh tes itu, tetapi tidak pernah mendapatkan hasil yang positif. Telah banyak usaha yang ia lakukan untuk mengikutinya, meski tanpa orang tua dan sanak saudara. Ia selalu berusaha menafkahi dirinya di salah satu kota terpadat di dunia itu, Seoul.
Go Do Hyun, pemuda berumur 23 tahun itu sejak kecil sudah tinggal di panti asuhan. Ia tidak ingat kapan pertama kali datang kesana, tetapi para petugas panti yang telah berada disana selama lebih dari 25 tahun berkata bahwa Do Hyun datang seorang diri ketika berumur tiga tahun. Suatu pagi pada musim dingin ketika itu, seorang anak laki-laki menangis di depan pintu panti asuhan dengan menggunakan pakaian serba tebal dari atas hingga bawah. Saat ditanya siapa namanya, ia menjawab orang lain memanggilnya Go Do Hyun. Tetapi saat ditanya tentang orang tua atau siapa orang yang meninggalkan dirinya sendirian, dia tidak menjawab pertanyaan tersebut, dia hanya bisa menangis dan tidak menjawab. Seusai kejadian itu, Do Hyun kecil menjadi salah satu penghuni panti asuhan tersebut hingga SMA. Tanpa dapat mengingat siapa orang tuanya ataupun yang meninggalkan dirinya, mengapa orang tersebut tega berbuat demikian kepada dirinya dan bagaimana dirinya bisa sampai disana seorang diri. Satu-satunya informasi yang tertulis dalam selembar kertas di dalam jaketnya adalah tanggal lahir Do Hyun, yaitu empat belas Mei tiga tahun sebelumnya.
Seusai lulus SMA, ia harus pergi dari panti asuhan karena usianya yang telah dianggap menginjak dewasa. Sembilan belas tahun merupakan umur seseorang yang sudah tidak bisa lagi dianggap masih anak kecil atau seorang remaja yang masih memerlukan pantauan orang dewasa dalam menjalani kehidupan yang dijalaninya. Tetapi sebenarnya seseorang yang menginjak umur tersebut juga belum bisa dikatakan sebagai orang dewasa. Hal ini dikarenakan masih banyak institusi yang tidak bisa mempekerjakan ataupun dapat meminjami modal usaha kepada seseorang dengan usia tersebut, dengan tanpa keahlian khusus seperti Do Hyun. Meskipun dengan berbagai hal negatif maupun positif yang membersamai umurnya tersebut, Do Hyun mau tidak mau harus tetap menerima dan menjalaninya. Mulai dari hari kelulusannya, ia harus pergi dari panti asuhan kemudian menjalani kehidupan dewasa seorang diri.
Panti asuhan tempat Do Hyun tinggal selama lebih kurang enam belas tahun itu, sebenarnya memiliki satu orang teman yang seumuran dengan dirinya. Mereka tumbuh dan berkembang bersama saling mengisi satu sama lain sejak pertama kali bertemu. Tepatnya dua tahun setelah kedatangan Do Hyun, temannya datang dengan senyuman yang terpancar dari wajahnya. Seseorang yang bisa membuat Do Hyun merasa nyaman dan merasa memiliki teman senasib. Semua hal yang sewajarnya dikerjakan oleh seorang anak kecil hingga remaja, mereka lakukan bersama-sama. Bermain, belajar, berbagi makan siang, berbagi kenakalan, berbagi hukuman, berbagi tugas sekolah, berbagi cerita, berbagi cinta pertama, hingga berbagi mimpi, mereka lakukan berdua.
Ketika mereka duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama, temannya tersebut diangkat anak oleh sepasang suami istri kaya. Pasangan itu tidak bisa mengasuh dua anak sekaligus, dan hanya bisa mengasuh anak yang paling tua dari panti asuhan. Karena hal tersebut, dengan berat hati kedua sahabat itu berpisah tempat tinggal. Sejak saat itu, Do Hyun hanya memiliki teman-teman panti yang lebih muda dari dirinya.
Semenjak ditinggal oleh teman semasa kecilnya tersebut, ia baru sadar bahwa tidak ada teman lain yang dirinya punya. Selain adik-adik panti, ia tidak memiliki teman di sekolahnya. Banyak teman kelasnya tidak ingin berteman dengan Do Hyun karena ia merupakan anak yatim piatu. Sebelumnya, ia tidak pernah merasakan kesendirian itu karena ada sahabat yang selalu berada di sampingnya. Tetapi semenjak sahabatnya pergi, kekosongan tanpa seorang teman selalu menghantuinya. Bahkan saat di panti ia juga jadi merasa seorang diri meskipun masih ada anak-anak yang memiliki umur di bawahnya.
Do Hyun yang tidak memiliki apapun setelah keluar dari panti asuhan mencoba berbagai hal untuk bertahan hidup. Ia mencoba pekerjaan kasar seperti kuli angkut bangunan. Di kota Seoul, masih banyak pekerjaan konstruksi yang dilakukan. Mulai dari pembangunan pabrik, jembatan, hotel, apartemen hingga kantor pemerintahan terus digencarkan. Tetapi hal tidak mengenakkan terjadi kepada Do Hyun saat melakukan pekerjaanya. Ketika itu ia sedang memindahkan beberapa batu bata dari dalam lift buatan ke lantai atasnya. Dikarenakan konstruksi lift yang belum kokoh sepenuhnya, membuat Do Hyun terjatuh dari lift yang sedang berada di lantai tiga, alhasil beberapa tulangnya patah dan tidak bisa melanjutkan pekerjaanya sebagai kuli angkut.
Seusai pulih dari cederanya, Do Hyun mencoba pekerjaan sebagai petugas pengatur jalan ketika ada perbaikan jalan. Tugas kerjanya lebih sederhana, hanya mengarahkan pejalan kaki ataupun kendaraan yang hendak lewat agar berbalik arah. Awalnya berjalan lancar dan tanpa kesulitan yang berarti bagi Do Hyun. Tetapi ketika ia sedang menjawab pertanyaan dari seorang pejalan kaki, sebuah mobil melintas di jalan yang seharusnya tidak dilalui. Untungnya tidak terjadi kecelakaan atau hal membahayakan yang terjadi, tetapi karena ban mobil yang merusak beberapa bagian jalan, target waktu penyelesaian menjadi lebih lama dan merugikan pihak petugas perbaikan jalan. Karena hal tersebut, Do Hyun yang sudah bekerja selama beberapa hari tidak bisa mendapatkan upahnya karena telah lalai saat bekerja.
Mengamati hal-hal yang terjadi dari pengalaman bekerjanya tersebut, Do Hyun merasa berkecil hati. Ia mulai merasa tidak bisa melakukan apapun. Ditambah dengan dirinya yang tidak memiliki keahlian ataupun bakat yang dimiliki, ia lebih merasa kecil daripada semua orang. Ia mulai merasa apapun yang dilakukannya serba salah dan bisa membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain. Hingga suatu ketika ia telah kehabisan uang, ia memberanikan diri melamar pekerjaan sebagai petugas penjaga minimarket atau convenience store yang berada di dekat goshiwon atau tempat tinggalnya. Karena pada saat itu toko tersebut memang sedang membutuhkan seorang penjaga toko, akhirnya Do Hyun diterima. Di tempat tersebut, ia mengerjakan semua tugas dengan lebih hati-hati, teliti, fokus dan profesional. Memang awalnya ia masih kebingungan dengan cara pengorganisasian dan pencatatan persediaan barang, tetapi seiring berjalannya waktu, ia semakin lihai dan paham tata kerja yang efektif. Hingga akhirnya ia bisa bertahan dan tetap bekerja disana hingga kini.
Seiring berjalannya waktu, Do Hyun semakin berpikir bahwa ia tidak bisa terus hidup dengan uang hasil kerja paruh waktunya sebagai seorang penjaga minimarket. Kemudian ia ingat tentang mimpi yang dituliskan saat SMP bersama sahabatnya, yaitu mereka ingin menjadi seorang polisi. Suatu pekerjaan yang baik karena membantu mengurangi populasi orang jahat dengan cara menahan mereka di dalam penjara agar membuat jera hingga tidak ingin mengulangi kejahatan yang pernah mereka lakukan itu menjadi sebuah pilihan yang tepat bagi Do Hyun. Selain itu bekerja sebagai pelayan negara tersebut dapat menjanjikan uang bulanan yang cukup bahkan bisa lebih banyak untuk menghidupi dirinya. Oleh sebab itu, Do Hyun mulai belajar, berolahraga dan mempersiapkan dirinya agar dapat masuk ke angkatan kepolisian yang baru.
Setiap tahun ia mendaftar dan mengikuti tes angkatan kepolisian tersebut, tetapi seperti pengumuman hari ini, ia tidak diterima. Awalnya ia berpikir, bahwa tidak diterimanya dia disebabkan tidak fokus dalam belajar, karena harus melakukan pekerjaan paruh waktu (alba). Karenanya untuk tahun kedua, ia memutuskan hanya fokus belajar dan meminjam uang pada lintah darat atau rentenir untuk kehidupan sehari-harinya. Sayangnya hal itu tetap tidak berhasil. Do Hyun masih tidak menjadi salah satu orang yang lulus dalam ujian tersebut. Kemudian untuk tahun ketiganya, lantaran takut tidak bisa membayar pinjaman uang kepada rentenir yang berbunga, ia berhenti meminjam dan mulai bekerja paruh waktu lagi menjaga minimarket. Lalu untuk tahun ketiganya mencoba mengikuti ujian tersebut, tahun ini, hasil yang didapat Do Hyun tetap sama yaitu ia tidak diterima di angkatan baru.
Do Hyun sudah kehabisan uang di dompetnya. Uang hasil kerja paruh waktu miliknya hanya bisa dipakai untuk membayar uang sewa kamar kosannya (goshiwon) bulan depan. Saat ini, ia hanya bisa berdiri di depan meja kasir dalam minimarket tempatnya bekerja sambil menatap kosong ke depan. Minimarket malam itu sedang sepi pembeli, dikarenakan malam Seoul sedang dilanda udara dingin.
Malam itu kota dengan populasi lebih dari sepuluh juta penduduk, yang kini sedang menjadi sorotan dengan budaya Korea wave-nya, tetap ramai di beberapa bagian sudut-sudut kafe ataupun tempat makan dengan pemanas udara di dalam ruangan yang terus bekerja. Suara mobil berjajar padat di jalan, langkah kaki orang pulang kerja, teriakan orang-orang yang berkumpul untuk makan bersama, obrolan pegawai kantor tentang para atasannya serta lagu-lagu kafe yang diputar untuk memikat para pengunjung memenuhi udara di sana. Hal yang sangat wajar di negara dengan budaya pali-pali atau cepat-cepatnya tersebut. Di Korea, semua harus dilakukan secara cepat, tidak boleh berlama-lama. Jika tidak, mereka akan ketinggalan.
Dikelilingi lingkungan yang berjalan dengan super cepat itu, Do Hyun merasa berjalan sangat lambat. Meskipun terdengar keramaian di banyak tempat, ia merasa begitu kesepian. Do Hyun tidak tahu di mana letak kesalahannya. Alasannya berjalan lambat seperti itu bukan dikarenakan dirinya tidak berusaha, tetapi hasil yang didapatkannya setelah banting tulang setiap hari memang hanya sedikit. Bahkan ia tidak pernah merasakan bahwa ia sedang hidup di dunia, karena hari-harinya selalu dipenuhi dengan bekerja dan belajar. Ia tidak pernah menikmatinya.
Do Hyun tidak tahu harus berusaha seperti apa lagi. Ia tidak mungkin kembali ke panti asuhan dan menjadi beban mereka, ataupun tetap berada disana dengan keadaan seperti itu terus. Saat ini ia tidak tahu harus bagaimana dengan hidupnya. Ia merasa sepi dan sangat tidak berguna.
Waktu terus berjalan, malam hari semakin menghujam. Jalanan yang awalnya ramai itu menjadi lebih sepi. Do Hyun masih setia berdiri di depan meja kasir tanpa melakukan apapun. Tanpa ada pelanggan yang datang, dan semua tugasnya telah selesai dikerjakan, Do Hyun melamun. Kemudian dengan tanpa sengaja menolehkan wajahnya ke jendela minimarket yang langsung berbatasan dengan salah satu gang kecil. Ia melihat seorang gadis memakai jaket tebal dengan koper besar di tangan serta sebuah ransel di punggungnya berjalan pelan di gang tersebut. Lalu salju turun yang membuat gadis tersebut mendongakkan kepalanya. Sepintas Do Hyun melihat senyuman terukir dari wajah gadis tersebut, yang kemudian melanjutkan jalannya. Do Hyun terkejut saat tiba-tiba melihat gadis tersebut terjatuh di atas tumpukan salju. Awalnya ia ragu untuk menolong, tetapi ada seorang laki-laki yang datang dan mengobrak-abrik koper gadis tersebut dan mengambil beberapa barangnya. Tanpa pikir panjang Do Hyun berlari dan menghajar lelaki tersebut. Usahanya rajin berolahraga tidak mengecewakannya, laki-laki yang ketakutan setelah mendapat pukulan dari Do Hyun segera mengembalikan barang yang diambilnya dan berlari tunggang langgang.
Do Hyun tersenyum lucu melihat cara berlari laki-laki yang telah dipukulnya tersebut. Kemudian ia langsung membopong gadis yang terjatuh di atas salju tadi dan membawanya ke dalam minimarket. Ia segera menghubungi ambulans di nomor 119. Usai memastikan kedatangan para petugas medis, Do Hyun mengambil beberapa hot pack dan memakaikannya kepada gadis tersebut, berusaha agar badan gadis yang terasa kaku saat di gendongnya tadi menjadi lebih hangat. Ketika ambulans datang, Do Hyun diminta untuk ikut menemani gadis yang ditemukannya itu sebagai perwakilan walinya. Karenanya, Do Hyun terpaksa menutup minimarket sedikit lebih cepat daripada jadwal yang telah ditentukan.
Di dalamemergency room(ER) atau unit gawat darurat (UGD) salah satu rumah sakit terdekat dari minimarket tempat Do Hyun bekerja, terdengar riuh ramai orang-orang saling berbicara. Malam yang dingin itu telah membuat beberapa kekacauan di Seoul. Terdapat sebuah kecelakaan bus yang tergelincir dikarenakan salju yang tiba-tiba turun sebelumnya. Hal itu membuat seluruh petugas UGD berhamburan menolong para korban yang berdatangan. Tidak kurang dari sepuluh orang mengalami luka ringan maupun berat. Dengan sigap para dokter memeriksa dan memberikan tindakan kepada setiap luka yang dialami setiap korban. Mulai dari luka yang paling membahayakan nyawa hingga yang paling ringan. Para perawat dengan cekatan mengikuti setiap instruksi yang diberikan oleh dokter. Para staf administrasi segera menghubungi setiap wali dari para korban dan te
Siang itu Rona berjalan mencari informasi tentang pemilik goshiwon yang berada tepat di depan apartemen Hee Young unni. Lumayan sulit bagi seorang turis seperti Rona memahami tata cara peminjaman tempat tinggal di Korea. Kebanyakan turis datang hanya untuk bersenang-senang dan tinggal di hotel maupun airbnb yang memang disediakan untuk menginap dalam jangka waktu sebentar, beberapa hari saja. Sedangkangoshiwonbiasanya disediakan untuk tempat menginap minimal selama satu bulan. Karenanya terdapat uang deposit atau jaminan yang harus dibayar selain biaya sewa dan biaya kebersihan. Tetapi uang jaminan tersebut akan dikembalikan ketika seorang penyewa keluar darigoshiwondan tidak ditemukan peralatan yang rusak maupun hilang.&n
Informasi penghuni goshiwondi lantai dua, tempat Rona tinggal. Go Do Hyun, seorang pemuda yang tinggal di kamar 201. Pemuda dengan tinggi 180 cm itu tidak memiliki teman selain orang-orang yang hanya sekadar ia kenal. Seperti kenalan kerja paruh waktunya di minimarket, bos serta pemilik tempat yang ia sewa sekarang yaitu Pak Shin Won Ho, dan seorang gadis dari Indonesia yang kemarin ditolongnya yaitu Rona. Kenalan yang lainnya seperti Cha Ki Joon dan Oh Ri On, yaitu teman satu lantainya, yang hanya beberapa kali bertemu tanpa adanya tegur sapa. Keseharian Do Hyun selalu berulang, dan tidak pernah berubah selama tiga tahun terakhir ini. Yaitu bekerja paruh waktu, makan dan belajar. Selainnya mungkin hanya kegiatan biasa seperti mandi, gosok gigi dan tidur. Ia jarang main keluar
Rona sedang berada diemergency room. Tempat yang tidak pernah ia bayangkan akan dikunjunginya hingga dua kali saat berada di Korea. Tetapi untungnya, untuk yang kali kedua ini, bukan ia yang menjadi seorang pasien. Sekarang posisinya dia adalah seorang “wali” pasien. Karena kali pertama Rona berada diemergency roomketika dini hari dan sedang sepi, ia coba mengamati keadaan ruangan tersebut di malam hari seperti sekarang. Saat melihat sekitar, semua orang dengan sibuk mengerjakan tugas mereka masing-masing. “Sungguh tidak ku sangka, sebelumnya aku hanya bisa melihat lewat layarsmartphone
Uang bukanlah segalanya, tetapi segalanya butuh uang. Kalimat ini benar adanya bagiku. Aku mulai menyadarinya ketika menginjak awal duduk di bangku SMA. Pada saat itu, keluargaku tiba-tiba mengalami kebangkrutan, dikarenakan kumpulan penyilap mengambil seluruh bahkan membuat bisnis travelagen ayahku berhutang banyak kepada bank swasta. Akhirnya kami berusaha keras untuk bertahan hidup seadanya. Ketika itu sulit bagi kami merasa bahagia. Padahal sebelumnya, meskipun memiliki uang pas-pasan, kami masih bisa merasa cukup dan senang olehnya. Karena itu, aku berpikir kalau uang memang bukan segalanya, tapi segalanya yang ada di dunia ini memerlukan uang. Keadaan sulit tersebut membuatku berusaha sekuat tenaga agar tidak meminta sedikit uang pun dari kedua orang tuaku. Sedikit demi sedikit ayah dan ibu bisa melunasi dan membuat ekonomi keluargaku lebih stabil
Aku merupakan salah satu pecandu drama Korea. Dimulai ketika aku memiliki smartphone sendiri, saat awal SMP. Ketika itu teman yang duduk disebelahku menonton serial televisi Korea Selatan yang berjudul “Reply1988”. Awalnya aku tidak tertarik, tetapi temanku itu bertingkah aneh ketika menontonnya. Kadang-kadang ia tertawa sendiri, marah-marah sendiri atau bahkan juga pernah menangis tersedu-sedu saat melihatnya. Dari sanalah aku tertarik, bagaimana bisa hanya dengan menonton sebuah drama, seseorang bisa sangat terhanyut bersamanya. Temanku menjelaskan alur dari drama yang ia tonton itu. Lalu aku mulai ikut melihatnya, dan “Reply1988” adalah drama yang kutonton untuk pertama kali. Serial itu menceritakan tentang lima orang sahabat yang tinggal di sebuah kompleks perumahan kota jaman dulu, tahun delapan puluhan, dan telah berada di sa
Persiapan kedua setelah adanya suatu niat yang kuat adalah dana. Karena semua hal di dunia ini membutuhkan uang, dan uang tidak akan datang dengan sendirinya. Aku kemudian membuat rancangan perkiraan kebutuhan yang diperlukan untuk satu orang pergi, tinggal hingga pulang kembali ke Indonesia. Diawali dari visa. Ada berbagai macam jenisnya. Kita runut satu-satu. Visa pelajar D-2. Diperuntukkan bagi orang yang ingin melanjutkan sekolah di jenjang Diploma, S-1, S-2, S-3 ataupun penelitian ilmiah. Okei, visa jenis ini bukanlah untukku. Kemudian ada visa menetap suami-istri. Tidak perlu dibahas. Aku belum ingin membangun rumah tangga di saat masih bisa menikmati hidup bebas tanpa hambatan seperti sekarang. Selanjutnya ada visa pelatihan bahasa Korea. Sepertinya ada harapan aku belajar di sana, tetapi ak
Hari kelulusan Rona dari SMA merupakan tahap akhir dari masa studinya di sana. Hari itu juga berarti menjadi pertanda dapat dimulainya hal baru esok paginya. Suatu hal yang dapat menentukan masa depan Rona kelak. Kebanyakan murid lulusan SMA akan mendaftarkan diri mereka ke salah satu universitas negeri, atau bahkan universitas swasta yang dapat mereka jangkau. Tujuannya adalah untuk mengisi gelar nama mereka menjadi seorang mahasiswa, bukan malah turun pangkat menjadi pengangguran untuk satu tahun kedepan. Karenanya tidak sedikit mahasiswa yang masuk suatu jurusan bukan karena mereka menginginkannya, tetapi karena hanya jurusan itu yang mau menerima mereka. Itu juga merupakan sebab banyak mahasiswa yang pindah ke jurusan lain di tahun kedua ataupun tahun ketiga mereka menempuh pendidikan di sebuah universitas. Rona mengetahui hal tersebut, ia s
Rona sedang berada diemergency room. Tempat yang tidak pernah ia bayangkan akan dikunjunginya hingga dua kali saat berada di Korea. Tetapi untungnya, untuk yang kali kedua ini, bukan ia yang menjadi seorang pasien. Sekarang posisinya dia adalah seorang “wali” pasien. Karena kali pertama Rona berada diemergency roomketika dini hari dan sedang sepi, ia coba mengamati keadaan ruangan tersebut di malam hari seperti sekarang. Saat melihat sekitar, semua orang dengan sibuk mengerjakan tugas mereka masing-masing. “Sungguh tidak ku sangka, sebelumnya aku hanya bisa melihat lewat layarsmartphone
Informasi penghuni goshiwondi lantai dua, tempat Rona tinggal. Go Do Hyun, seorang pemuda yang tinggal di kamar 201. Pemuda dengan tinggi 180 cm itu tidak memiliki teman selain orang-orang yang hanya sekadar ia kenal. Seperti kenalan kerja paruh waktunya di minimarket, bos serta pemilik tempat yang ia sewa sekarang yaitu Pak Shin Won Ho, dan seorang gadis dari Indonesia yang kemarin ditolongnya yaitu Rona. Kenalan yang lainnya seperti Cha Ki Joon dan Oh Ri On, yaitu teman satu lantainya, yang hanya beberapa kali bertemu tanpa adanya tegur sapa. Keseharian Do Hyun selalu berulang, dan tidak pernah berubah selama tiga tahun terakhir ini. Yaitu bekerja paruh waktu, makan dan belajar. Selainnya mungkin hanya kegiatan biasa seperti mandi, gosok gigi dan tidur. Ia jarang main keluar
Siang itu Rona berjalan mencari informasi tentang pemilik goshiwon yang berada tepat di depan apartemen Hee Young unni. Lumayan sulit bagi seorang turis seperti Rona memahami tata cara peminjaman tempat tinggal di Korea. Kebanyakan turis datang hanya untuk bersenang-senang dan tinggal di hotel maupun airbnb yang memang disediakan untuk menginap dalam jangka waktu sebentar, beberapa hari saja. Sedangkangoshiwonbiasanya disediakan untuk tempat menginap minimal selama satu bulan. Karenanya terdapat uang deposit atau jaminan yang harus dibayar selain biaya sewa dan biaya kebersihan. Tetapi uang jaminan tersebut akan dikembalikan ketika seorang penyewa keluar darigoshiwondan tidak ditemukan peralatan yang rusak maupun hilang.&n
Di dalamemergency room(ER) atau unit gawat darurat (UGD) salah satu rumah sakit terdekat dari minimarket tempat Do Hyun bekerja, terdengar riuh ramai orang-orang saling berbicara. Malam yang dingin itu telah membuat beberapa kekacauan di Seoul. Terdapat sebuah kecelakaan bus yang tergelincir dikarenakan salju yang tiba-tiba turun sebelumnya. Hal itu membuat seluruh petugas UGD berhamburan menolong para korban yang berdatangan. Tidak kurang dari sepuluh orang mengalami luka ringan maupun berat. Dengan sigap para dokter memeriksa dan memberikan tindakan kepada setiap luka yang dialami setiap korban. Mulai dari luka yang paling membahayakan nyawa hingga yang paling ringan. Para perawat dengan cekatan mengikuti setiap instruksi yang diberikan oleh dokter. Para staf administrasi segera menghubungi setiap wali dari para korban dan te
Seorang pemuda melihat pengumuman penerimaan angkatan kepolisian yang baru diunggah. Ia melihat setiap nama yang tertulis, dari awal hingga akhir, tanpa berkedip, sangat serius. Tetapi nama yang dirinya harapkan tertulis di antara banyak nama itu, tidak terbaca. Ia masih tidak percaya hingga membacanya lagi, dan lagi. Tiga kali ia membaca seluruh nama yang ada, tetap tidak ada. Lalu ia menyerah dan menerima kenyataan yang terjadi. Sudah tiga tahun ia menempuh tes itu, tetapi tidak pernah mendapatkan hasil yang positif. Telah banyak usaha yang ia lakukan untuk mengikutinya, meski tanpa orang tua dan sanak saudara. Ia selalu berusaha menafkahi dirinya di salah satu kota terpadat di dunia itu, Seoul. Go DoHyun,pemuda berumur 23 tahun itu sejak kecil sudah tinggal di panti asuhan. Ia tidak ingat kapan pertama kali datang kesana, tetapi p
Pasca berjam-jam berada di dalam pesawat, Rona akhirnya tiba di Korea. Bandara dengan desain modern yang artistik seolah berkata selamat datang kepadanya. Ia sangat takjub dibuatnya, masih terasa sedang bermimpi indah dari tidur lamanya di pesawat. Rona berjalan menuju tempat imigrasi sambil membawa tiga berkas kecil yang akan diperiksa. Berkas itu adalah paspor, arrival card (informasi identitas dan alamat penginapan yang akan ia tempati saat di Korea), dan traveler declaration form(pernyataan bahwa ia tidak membawa barang-barang yang dilarang saat memasuki Korea). Usai Rona menyerahkan berkasnya, ia berjalan menuju baggage claim, tempat setiap penumpang pesawat mengambil koper atau tas mereka yang diletakkan dalam bagasi pesawat. Koper besar punyanya itu ternyata tidak berbeda jauh dari milik penumpang lainnya. Mereka membawa koper dengan uku
Hari kelulusan Rona dari SMA merupakan tahap akhir dari masa studinya di sana. Hari itu juga berarti menjadi pertanda dapat dimulainya hal baru esok paginya. Suatu hal yang dapat menentukan masa depan Rona kelak. Kebanyakan murid lulusan SMA akan mendaftarkan diri mereka ke salah satu universitas negeri, atau bahkan universitas swasta yang dapat mereka jangkau. Tujuannya adalah untuk mengisi gelar nama mereka menjadi seorang mahasiswa, bukan malah turun pangkat menjadi pengangguran untuk satu tahun kedepan. Karenanya tidak sedikit mahasiswa yang masuk suatu jurusan bukan karena mereka menginginkannya, tetapi karena hanya jurusan itu yang mau menerima mereka. Itu juga merupakan sebab banyak mahasiswa yang pindah ke jurusan lain di tahun kedua ataupun tahun ketiga mereka menempuh pendidikan di sebuah universitas. Rona mengetahui hal tersebut, ia s
Persiapan kedua setelah adanya suatu niat yang kuat adalah dana. Karena semua hal di dunia ini membutuhkan uang, dan uang tidak akan datang dengan sendirinya. Aku kemudian membuat rancangan perkiraan kebutuhan yang diperlukan untuk satu orang pergi, tinggal hingga pulang kembali ke Indonesia. Diawali dari visa. Ada berbagai macam jenisnya. Kita runut satu-satu. Visa pelajar D-2. Diperuntukkan bagi orang yang ingin melanjutkan sekolah di jenjang Diploma, S-1, S-2, S-3 ataupun penelitian ilmiah. Okei, visa jenis ini bukanlah untukku. Kemudian ada visa menetap suami-istri. Tidak perlu dibahas. Aku belum ingin membangun rumah tangga di saat masih bisa menikmati hidup bebas tanpa hambatan seperti sekarang. Selanjutnya ada visa pelatihan bahasa Korea. Sepertinya ada harapan aku belajar di sana, tetapi ak
Aku merupakan salah satu pecandu drama Korea. Dimulai ketika aku memiliki smartphone sendiri, saat awal SMP. Ketika itu teman yang duduk disebelahku menonton serial televisi Korea Selatan yang berjudul “Reply1988”. Awalnya aku tidak tertarik, tetapi temanku itu bertingkah aneh ketika menontonnya. Kadang-kadang ia tertawa sendiri, marah-marah sendiri atau bahkan juga pernah menangis tersedu-sedu saat melihatnya. Dari sanalah aku tertarik, bagaimana bisa hanya dengan menonton sebuah drama, seseorang bisa sangat terhanyut bersamanya. Temanku menjelaskan alur dari drama yang ia tonton itu. Lalu aku mulai ikut melihatnya, dan “Reply1988” adalah drama yang kutonton untuk pertama kali. Serial itu menceritakan tentang lima orang sahabat yang tinggal di sebuah kompleks perumahan kota jaman dulu, tahun delapan puluhan, dan telah berada di sa