Beranda / Romansa / (A)Gus Nazril / Bab 7 : Dia Kembali

Share

Bab 7 : Dia Kembali

Penulis: Aryani15
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-03 14:50:56

Ralin point of view.

"Evaluasi Nadi!!" Teriakku pada Putri dan Teguh yang hanya terdiam.

"Dok!" Panggil Putri lirih sambil memegang lenganku. Aku tidak peduli, aku terus memompa jantung pasien.

Walaupun Rasanya seluruh badanku sudah ingin menyerah, keringat sudah membasahi baju kerjaku tapi mendengar anak pasien yang terus memanggil ayahnya dari luar rasanya ada nyeri di hatiku. Aku melihat gambaran diriku waktu seusianya, menangis memanggil papa yang tak pernah pulang lagi ke rumah mama.

"Dokter!!" panggil Teguh agak keras. Aku tetap tidak peduli, aku yakin pasien ini akan bertahan.

"Kembalilah Pak, kembali!!! Kembali untuk anakmu!" Ucapku dengan nafas tersengal pada pasien yang tidak mungkin mendengar kata-kataku, aku masih terus memompa jantungnya tidak peduli air mataku yang terus mengalir.

"RALIN!!"

Aku bahkan tidak peduli teriakan itu, aku tetap memompa jantung pasien. Pasien ini harus kembali, anaknya tidak boleh mengalami nasib sepertiku.

Tapi aku sadar aku tak cukup mampu, aku hanya manusia biasa yang punya batas kemampuan. Semua akan kembali pada takdirNYA, Allah sudah berkehendak dan tidak ada yang bisa merubah. Pasiennya tidak tertolong, aku yang turun dari bed pasien mulai hilang kesadaran.

"Waktu kematian, 9.23!" ucapku dengan sangat lirih bersamaan dengan tubuhku yang terasa ringan seperti melayang.

Satu wajah yang berhasil aku rekam sebelum benar-benar semuanya gelap.

Mas Nazril.

*******

Aku mengerjapkan mataku beberapa kali, mencoba menetralkan rasa pusing yang begitu hebat.

Astaghfirullah.. Aku menghela nafasku berkali-kali. Aku ingat kejadian tadi di UGD, tidak seharusnya aku melakukan hal itu. Aku sudah paham akan peluang hidup pasien itu tapi aku tetap memaksakan ambisiku. Aku terbawa suasana melihat anak yang menginjak remaja itu terus menangis memanggil ayahnya yang sedang meregang nyawa.

"Lin!"

"Mama!" Wanita yang paling aku sayang itu memelukku dan terus menguatkanku.

"Maaf ya Ma, Ralin ngerepotin lagi!"

Mama tersenyum, senyum teduh yang selama ini selalu memberikan efek tenang untukku. "Ralin tetap yang terhebat di mata Mama, tau kenapa?"

"Karena Ralin anak Mama!" jawabku sambil tertawa meskipun masih lemah, mama juga ikut tertawa sembari terus mengusap lenganku.

"Lin, Mama mau minta maaf juga. Tapi jangan anggap Mama meninggalkan kamu ya! Mama sudah terlanjur menyanggupi acara yang di Magelang, tapi kalau kamu enggak mau Mama berangkat, Mama bisa batalkan acaranya!"

Aku menggenggam tangan Mama. "Mama pergi saja, Ralin enggak apa-apa beneran. Ralin malah enggak enak kalau Mama batalin acara."

Aku hanya dehidrasi ringan, mungkin satu hari dirawat sudah cukup bagiku.

"Kamu kenapa sih dari kemarin kayaknya enggak nafsu makan? Kalau Mama tinggal harus makan ya! Nanti Mama video call kamu setiap waktunya makan!"

"Iya Mama Sayaaaang!"

"Mama sebenarnya tenang ninggalin kamu karena ada yang janji jagain kamu selama Mama pergi." kata Mama dengan senyum menggodanya. Aku mengerutkan kening.

"Coba tebak siapa??" tantang Mama.

Mas Nazril?

Akhirnya aku hanya menggeleng, tidak cukup percaya diri menyebutkan nama itu.

"Tuh!" kata Mama sambil menunjuk ke arah pintu.

"Gisel!!" Aku menutup mulutku karena terlalu kaget dan senang.

Aku beneran terkejut sekaligus sedikit kecewa dengan harapanku sendiri. Sepersekian detik tadi aku berharap Mas Nazril yang berdiri di sana, tapi aku juga sangat bahagia karena sahabatku ada di sini. Gisel langsung berlari dan memelukku, rindu sekali dengan sahabatku ini.

"Aku tinggal sebentar saja kamu sudah harus pakai infus begini sih Lin!"

"Sekali-kali ngerasain jadi pasien! Kapan datang?"

"Sudah dari kemarin, rencana siang tadi mau ke sini kasih kejutan buat. Eh malah aku yang terkejut denger dari tante kalau kamu pingsan pas kerja."

"Memang ini jam berapa?"

"Sudah jam 4 sore tau!"

Hah? Ya Tuhan betah banget aku pingsan.

Mama akhirnya harus pulang karena habis maghrib rombongannya akan berangkat ke Magelang. Mama akan menghadiri sebuah acara gathering dari komunitasnya sekaligus peresmian panti asuhan. Mama enggak enak kalau harus membatalkan acara itu karena pemiliknya adalah sahabat mama. Dan aku paham hal itu.

Aku kadang iri sama mama, beliau bertolak belakang denganku. Kalau aku cenderung menutup diri, mama sebaliknya. Beliau punya banyak teman dan kenalan. Mungkin itu tuntutan beliau sebagai seorang psikiater.

Aku melepas rindu dengan sahabatku ini, mengurai tumpukan cerita yang selama dua tahun kita lewatkan sampai enggak terasa matahari sudah tenggelam. Gisel membantuku untuk menunaikan sholat maghrib dan dengan setia menungguku sampa selesai.

Gisel baru pulang saat aku selesai makan dan sholat isya. Tadi juga ada Putri, Mas Edo dan beberapa teman lain yang menyempatkan diri menjengukku di sini. Aku sangat bersyukur banyak yang peduli padaku.

Atas dasar paksaanku akhirnya Gisel mau pulang, aku akan merasa sangat bersalah kalau harus menahannya di sini karena ini malam penting untuknya. Dia memang pulang ke Indonesia karena ingin merayakan Paskah bersama keluarganya. Gisel berjanji akan kembali kesini tengah malam nanti kalau acaranya selesai.

Dan sekarang aku sendiri, hanya berteman hp dan macbookku yang tadi dibawakan mama. Alhamdulillah aku sudah merasa jauh lebih baik tapi efek pingsan lama sampai jam 10 ini aku belum ngantuk sama sekali.

"Assalamualaikum!"

Aku menjawab salam tapi tidak bisa melihat siapa yang datang karena letak pintu yang agak tertutup tembok dari bedku. Mungkin perawat malam yang akan mengecek vital sign.

"Hai Lin!"

Sekian detik aku hanya berdiam diri, antara percaya dan tidak laki-laki yang belakangan ini muncul di mimpiku berdiri sambil tersenyum manis lengkap dengan jas putih yang masih dia pakai.

"Hai Mas! Jaga malam ya? Atau jaga siang?"

"Jaga kamu saja bagaimana?"

Haha bercanda orang ini! Tapi cukup membuatku gugup.

"Sudah enakan Lin?" tanyanya lagi

"Alhamdulillah," jawabku pelan sambil menetralkan rasa grogi.

Dia menarik kursi dan duduk di samping bedku. "Tante kemana?"

"Mama ke Magelang Mas, ada acara."

"Oh, berarti kamu sendirian?"

"Enggak, banyak teman kok! Itu pada jaga di luar."

Dia tertawa lebar, matanya menyipit dan lesung pipi yang terlihat samar menambah sempurna komposisi wajahnya.

"Lin, kalau kamu sudah sehat betul hubungi saya ya! Saya mau ajak ke suatu tempat."

"Ke mana?"

"Ya ada lah nanti! Saya pasti minta izin kok sama mama kamu. Enggak diizinin ya sudah saya izin lagi!"

Aku tertawa dan anehnya aku merasa lebih bersemangat, mungkin karena tadi aku sendiri dan sekarang aku ada teman ngobrol.

"Eh Lin, itu dipakai enggak?" tanyanya sambil menunjuk macbook di atas meja.

"Enggak Mas."

"Boleh pinjam sebentar?"

Aku mengangguk dan dia segera mengambilnya, membawanya ke meja yang ada di sebelah sana.

"Saya pinjem ya! Sudah di kejar-kejar Profesor Danu, belum bisa hidup tenang kalau laporan belum saya serahkan!"

"Kamu enggak pulang Mas?"

Mas Nazril hanya meringis, "Numpang sebentar! Password Lin?"

Aku menyebutkan deret angka yang merupakan susunan tanggal ulang tahunku secara acak. Aku masih heran kenapa dia jadi baik lagi? Dulu setelah teman-teman sekolahku menjauh, mereka akan benar-benar melupakanku enggak ada yang kembali.

"Tidur saja Lin kalau ngantuk!" katanya tanpa menoleh, mata dan tangannya tetap fokus mengetik.

"Saya main game kalau nanti ketiduran bangunin saja Mas!"

Dia hanya bergumam, aku memilih meneruskan game ku. Entah sampai jam berapa aku tidak ingat karena tiba-tiba aku merasa nyaman dan ngantuk.

Bab terkait

  • (A)Gus Nazril   Bab 8 : Menentang Rasa

    "Jadi aku melewatkan banyak hal nih?"Gisel menyuarakan rasa penasarannya ketika aku selesai sholat shubuh. Semalam Gisel bilang kesini jam setengah 2 malam dan aku baru sadar kehadirannya satu jam kemudian. Aku benar-benar tidak tau lagi caranya bersyukur punya sahabat sebaik Gisel."Apaan?""Semalam siapa yang tidur di sofa?" tanyanya lagi sambil menyenggol lenganku."Hah? Memang siapa?""Semalam waktu aku sampai sini ada cowok yang tidur di sofa nemenin kamu! Tahu begitu aku enggak usah kesini saja, malah gangguin malam romantis kalian!""Jangan berlebihan deh Gis!""Beneran, terus dia denger aku datang langsung bangun. Tanya aku siapa, awalnya agak enggak percaya sama aku, terus aku tunjukkin pesan dari mama kamu, baru dia pamit pulang.Gentlebanget sih Lin! Sumpah cocok banget kalian, dia muka bangun tidur saja gantengnya enggak luntur. Akhirnyaaaaa, Ralinku punya pacar!"Gisel terus nerocos sambil meme

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-03
  • (A)Gus Nazril   Bab 9 : Lembaran Baru

    Mas Nazril benar-benar menjemputku di minggu pagi ini, tapi kali ini aku lebih santai karena dia mengajak murid favoritku, Ilyas. Tadi dia juga meminta izin sama mama dan sepertinya mama sudah mengetahui rencana Mas Nazril sebelumnya."Ilyas memang enggak rewel kalau ikut tapi enggak sama bundanya?""Kamu mau kita berdua saja apa bagaimana ini maksudnya?""Alus benar buaya kalau ngomong!"Dia tertawa lebar lalu sebelah tangannya mengusap rambut Ilyas yang ada di pangkuanku."Ilyas sama saya lengket banget, asal dibawain susu aman dia. Malah dia yang nangis pengen ikut tadi, saya pikir kamu sudah tahu Ilyas dan enggak akan keberatan kalau dia ikut.""Sama sekali enggak Mas! Kangen sama anak ini, sudah lama saya enggak main ke sekolah!""Itu kamu yang kebangetan, di depan rumah doang enggak pernah main. Kalau saya pasti pilih jadi gurunya anak-anak atau jadi pengasuh sekalian!""Sebegitu sayangnya sama anak-anak!""Enggak

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-03
  • (A)Gus Nazril   Bab 10 : Jailangkung

    "Dok Ed, sahabatnya kemana sih?" Tanya Putri di tengah-tengah acara makan siang kita."Siapa? Si Agus?""Haha, iya Dok!""Oh, biasalah diajak kencan sama Profesor Danu." Jawab Mas Edo sambil melirikku, entah lirikan apa itu.Mas Nazril memang lagi ke Bangkok bersama Prof. Danu untuk menghadiri seminar kesehatan, terhitung sudah satu minggu sejak kita pergi ke rumah Pak Hadi. Senin malam dia berangkat. Sejak saat itu juga aku jadi intens bertukar pesan dengannya, hampir setiap hari."Kok dr. Nazril bisa dekat banget sih sama Prof. Danu?" Tanya Putri lagi, ini cewek kalau tanya harus sampai akarnya. Aku memilih menyimak obrolan mereka sambil menghabiskan soto favoritku."Dulu waktu kita koas, Nazril langganan dapet dampratan malah, tapi mungkin karena Prof. Danu sudah ngincer otakknya yang encer kali ya, nyatanya setelah selesai iship Si Agus langsung ditarik ke Jakarta sama Prof. Danu. Dia diminta kerja di rumah sakit besar di bidang peneliti

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-03
  • (A)Gus Nazril   Bab 11 : Menantu Idaman

    Nazrilpoint of view Gue tertawa sendiri melihat layar panggilan tiba-tiba terputus. Ini pasti Helga yang ngerebut hp dari Edo. Tapi alhamdulillah lumayanlah sempat lihat wajah Ralin. Edo walaupun kampret begitu bisa juga diandalkan. "Ril, jadi ya kamu yang ngisi!" "Hah? Jangan Prof! Saya mah apa atuh! Profesor saja deh ya!" "Saya sudah sering, sekarang kamu! Saya tunggu 10 menit lagi!" "Tapi Prof?" Aku masih menego permintaan Prof. Danu, kali ini benar-benar di luar konteks. Kalau biasanya beliau minta gue cari sample atau mengekstraksi kandungan kulit buah atau misahin DNA gue mah ayo saja. Tapi ini, coba bayangkan! Gue disuruh ngisi ngaji komunitas pedagang syariah Indonesia yang ada di Bangkok ini. Bingung ya? Ha ha ha Tenang gue jelasin! Jadi gue sekarang ada di Bangkok sudah satu mingguan. Tujuan utamanya adalah seminar dengan temaBasic Surgical Skills for General Phy

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-02
  • (A)Gus Nazril   Bab 12 : Perhatiannya

    Ralin point of view Semalam aku tidak tidur karena harus nerus jaga malam menggantikan salah satu dokter yang berhalangan hadir. Sepulang kerja aku menepikan mobil di depan warung bubur yang enggak jauh dari rumah sakit. Aku masih mencari-cari kursi kosong, pagi-pagi begini sudah pasti penuh sesak. Alhamdulillah rejekinya Pak Raden. "Pagi Mbak dokter cantik!" sapa pria tua yang sudah akrab denganku.

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-03
  • (A)Gus Nazril   Bab 13 : Takdir Atau Kebetulan?

    Nazril Point Of View Pasti pada sering dengar kan kalimat 'tidak ada yang kebetulan di dunia ini, bahkan daun jatuh pun sudah ditakdirkan oleh Allah'? Gue yakin memang semua terjadi bukan karena kebetulan, melainkan sudah Allah takdirkan. Seperti saat ini entah kebetulan atau takdir tapi gue pilih sebagai takdir. Siang ini saat gue mau ke rumah saudara, enggak sengaja melihat mobil Ralin berhenti di tepi jalan agak sepi. Tanpa pikir panjang gue tu

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-14
  • (A)Gus Nazril   Bab 14 : Rahasia

    "Bang, biar aku saja yang jemput Ilyas!""Memang kamu enggak kerja, Ril?""Jaga malam!""Kok Arkan mencium bau bunga kantil ya Bi?" Ujar Bang Arkan pada abi tapi senyum jahilnya ke arah gue.Gue dan kedua pria ini sedang bersantai di serambi masjid karena baru saja selesai ngaji pagi dengan santri putra."Memang ada kuntilanak Ar?""Hahah, ya bukan Bi! Kalau kuntilanak kan serem, kalau ini bunga wangi yang biasa dirangkai terus dipakai pengantin itu lho Bi!"Gue memilih tetap memijit bahu abi, membiarkan Bang Arkan terus meledek. Gue sudah hafal banget dengan ekspresi-ekspresi penindas ala keluarga gue ini."Abi enggak akan nikah lagi lho!" Jawab abi dengan nada yang enggak jauh beda dari Bang Arkan, nada perledekan.Semua ini gara-gara beberapa hari yang lalu waktu gue lagi ngobrol dengan Ralin di taman, Bude Nilna-kakaknya abi ngelihat gue dan sekedar informasi saja, jiwa-jiwa pembully itu sudah mendarah daging di kelu

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-14
  • (A)Gus Nazril   Bab 15 : Berjuang Bersama

    Ralin Point Of View "Lin satu pasien lagi ya!" Aku mengangguk lemas, ini hari apa ya? Perasaan pagi sampai siang ini kok pasien banyak banget. Apotek ini berada di pinggiran kota jadi cocok banget buat alternative periksa daripada ke rumah sakit. "Keluhannya?" Tanyaku pada Mbak Menik perawat yang membantu di apotek ini. Mbak Menik masih keluargaku. Simbah kami bersaudara. "Katanya meriang! Suruh masuk ya?" "Okay!" Mbak Menik memanggil pasiennya sementara aku melirik hp sebentar, tadi sepertinya Mas Nazril telepon tapi enggak sempat aku angkat. "Tanteeeeee!!!" Aku menoleh dan cukup surprise dengan kedatangan dua pria yang cukup menawan ini. "Loh ini pasiennya Mbak?" Tanyaku pada Mbak Menik sambil mendekati Ilyas lalu aku gendong. "Iya Lin, kenal?" Mau tidak mau aku tertawa sambil mengangguk pada Mbak Menik karena kenal banget sama pasiennya."

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-15

Bab terbaru

  • (A)Gus Nazril   Bab 54 : Khatam

    Siang ini kesibukan pesantren lebih terasa karena malam nanti adalah malam inti dari acara wisuda santri. Jika biasanya acara santri putri diadakan di siang hari, tahun ini abi dan seluruh keluarga juga pengurus pesantren sepakat untuk mengadakannya dimalam hari dimulai sehabis maghrib. Banyak wali santri yang sudah berdatangan dari berbagai daerah, penginapan-penginapan yang sengaja disiapkan oleh para santri sudah banyak yang penuh. Kebahagiaan santri salah satunya ya saat-saat seperti ini, jadi kangennyantri.Padahal dari semua saudara, gue yang paling bandel. Gue hanya nyantri dari MI sampai Mts selebihnya gue dirumah ini, ngaji sama simbah dan abi. "Yang ikut wisuda banyak juga ya Mas, berarti habis ini berkurang banyak ya?" Tanya Ralin. "Ya enggak mesti langsung pada pamit Lin, biasanya kalau yang enggak kuliah atau nikah masih pada disini nerusin ngaji, itu kemarin juga santri baru alhamdulillah sudah masuk banyak cuma kan b

  • (A)Gus Nazril   Bab 53 : Sawi Goreng

    Nazril Point Of View. “Lin, lapar!” Ucap gue dengan ekspresi yang semenyedihkan mungkin karena gue tahu istri gue yang cantik ini bakalan ngomel-ngomel kalau gue makan selarut ini. Dan benar saja, Ralin malah merapatkan selimutnya. Gue yakin bukan karena dia enggak mau melayani gue, tapi karena dia sayang sama gue. Sekarang sudah hampir jam satu, tadi gue dan Ralin habis ngobrol banyak. Kita memang punya satu waktu khusus untuk ngobrol berdua yang biasa kita sebut dengan sesi kejujuran dan itu harus kita lakukan. Gue kenal Ralin, dia adalah tipe orang yang susah untuk cerita tentang kesedihannya, memilih memendamnya sendiri. Makanya gue sengaja membuat acara sesi kejujuran itu, awalnya hanya iseng tapi semakin lama menjadi sebuah keharusan karena dari situ gue bisa tahu banyak hal tentang perasaan Ralin. Intinya dibuat nyaman dulu baru dia mau cerita. “Masakin nasi goreng dong Lin!” Gue masih berusaha ke

  • (A)Gus Nazril   Bab 52 : Sesi Kejujuran

    Ralin Point Of View “Terimakasih kesempatan yang diberikan kepada saya untuk berbicara. Yang pertama saya ingin mengucapkan syukur pada Allah karena begitu banyak hal baik dan berkesan dalam hidup saya hingga detik ini. Yang kedua terimakasih pada pihak rumah sakit yang telah memberikan kesempatan pada saya untuk bisa bergabung dalam operasi ini, suatu kehormatan dan ilmu berharga bagi saya.” “Selanjutnya saya sangat ingin berterimakasih pada seseorang yang telah memberikan kebahagiaan terbesar dalam hidup saya selain keluarga, seseorang yang menjadi alasan saya untuk terus menjadi pribadi yang lebih baik, seseorang yang menjadi alasan saya untuk segera pulang ke rumah, dan seseorang yang menjadi alasan saya untuk tetap kuat. Maaf jika masih belum bisa menjadi yang terbik, maaf jika masih terus membuatmu bersedih, terimakasih karena tetap bertahan di sampingku, terimakasih karena te

  • (A)Gus Nazril   Bab 51 : Duplikat Papa

    Nazril Point Of View Benar kata istri gue kalau setiap harinya kita lalui dengan perasaan syukur dan bahagia, waktu akan terasa cepat. Itulah yang gue rasakan, lima hari dalam seminggu gue kerja dirumah sakit kadang juga bisa keluar kota atau bahkan sesekali ke luar negeri dan setiap gue sampai rumah ada anak dan istri gue yang sudah menyambut. Melihat senyum mereka membuat capek gue seketika hilang, pelukan mereka membuat gue kembali semangat berjuang mencari nafkah buat mereka. Dan itu semua membuat waktu begitu cepat berlalu tanpa terasa Rey sudah berumur dua tahun. Sudah aktif banget lari kesana kemari. Kata umi Rey itu fotocopyan gue banget pas waktu kecil, anaknya enggak bisa diem apa-apa pengen dipegang, kalau bahasa jawanyaglidikbanget, kata umi dulu waktu gue kecil pernah minum air bekas cucian piring, mungkin itu kali ya rahasia ganteng gue?? Ha ha Gue sangat bersyukur Rey tumbuh sehat dan

  • (A)Gus Nazril   Bab 51 : Duplikat Papa

    Nazril Point Of View Benar kata istri gue kalau setiap harinya kita lalui dengan perasaan syukur dan bahagia, waktu akan terasa cepat. Itulah yang gue rasakan, lima hari dalam seminggu gue kerja dirumah sakit kadang juga bisa keluar kota atau bahkan sesekali ke luar negeri dan setiap gue sampai rumah ada anak dan istri gue yang sudah menyambut. Melihat senyum mereka membuat capek gue seketika hilang, pelukan mereka membuat gue kembali semangat berjuang mencari nafkah buat mereka. Dan itu semua membuat waktu begitu cepat berlalu tanpa terasa Rey sudah berumur dua tahun. Sudah aktif banget lari kesana kemari. Kata umi Rey itu fotocopyan gue banget pas waktu kecil, anaknya enggak bisa diem apa-apa pengen dipegang, kalau bahasa jawanyaglidikbanget, kata umi dulu waktu gue kecil pernah minum air bekas cucian piring, mungkin itu kali ya rahasia ganteng gue?? Ha ha Gue sangat bersyukur Rey tumbuh sehat dan

  • (A)Gus Nazril   Bab 50 : Bukti

    "Lin! Mama duluan ya! Enggak enak sama Tante Sinta dan keluarga!" "Ya sudah deh Ma, duluan saja sama Om Yuda nanti Ralin nyusul!" "Jangan lama-lama enggak enak kalau datangnya belakangan!" "Iya Ma!" Aku masih sibuk menyiapkan segala keperluan Reyshaka dan Mas Nazril. Hari ini adalah hari resepsi pernikahan Gisel dan Mahesa. Mama dan Om Yuda sudah pamit duluan, tadi di grup keluarga Bang Arkan bilang sudah mau jalan. Tapi lihatlah dua jagoanku, masih asyik bermain air di kamar mandi! "Mas!! Sudah belum mandinya? Yang lain sudah pada berangkat!" Teriakku dari luar kamar mandi. "Sebentar!!" "Dari 10 menit yang lalu kamu juga bilang sebentar!" Dia tidak menghiraukanku, malah asyik bermain dengan Reyshaka di kamar mandi, anaknya juga terdengar senang sekali bermain air, dia teriak-teriak dan tertawa. Kalau seperti ini sudah pasti akan terlambat, untung kemarin kita hadir di acara pemberkatan Gisel dan Mahesa jadinya kalau ha

  • (A)Gus Nazril   Bab 49 : Aqiqah

    Hari ini di pesantren diadakan acara aqiqah anakku, tepat di hari ketujuh kelahirannya, Mas Nazril tetap menyembelih dua kambing walaupun anak kita masih di rumah sakit. Dua hari yang lalu alhamdulillah aku sudah boleh pulang dan setiap pagi aku selalu pergi ke rumah sakit mengantar ASI sekalian menjenguk Reyshaka. Acaranya hanya syukuran biasa dengan mengundang warga sekitar pesantren untuk ikut mendoakan anakku dan juga membagikan masakan aqiqahnya pada warga setempat. Karena hanya dua ekor kambing dan itu tidak mencukupi untuk warga pesantren, Mas Nazril membeli satu ekor sapi untuk disembelih dan dimasak untuk keluarga dan para santri. Sekali-kali menyenangkan hati para santri katanya, sebagai ucapan terimakasih juga karena selama ini para santri banyak membantu keluarga kita. "Lin, besok aku ada kerjaan ke Jakarta selama tiga hari." Kata Mas Nazril yang sibuk dengan laptopnya. "Berangkatnya hari ini Mas?" "Aaaaaa." Sebelum menjawab dia membuka mu

  • (A)Gus Nazril   Bab 48 : Pertemuan

    Ralin Point Of View Malam ini aku masih harus menahan diri untuk melihat anakku karena keadaan kami belum memungkinkan. Sejak dia lahir aku sama sekali belum bisa mennyentuhnya dan melihat wajahnya. Saat ini aku hanya tinggal berdua dengan Mas Nazril, dia masih tertidur. Kasihan sekali pasti capek banget sejak kemarin harus kesana kemari mengurusi aku. Mama, umi dan yang lainnya sudah pamit sejak tadi. Sebenarnya mama ingin tinggal tapi aku larang, beliau sejak kemarin juga banyak begadang menemani aku, mama orangnya enggak kuat kalau kurang tidur. Jika dipaksakan malah akan meriang berhari-hari. "Lin!" Aku menoleh ke arahnya, dia tersenyum lalu ke kamar mandi. "Aku sholat isya dulu ya!" Katanya setelah keluar dari kamar mandi. Sementara dia sholat aku sibuk membalas chat dari teman-teman yang mengucapkan selamat atas kelahiran anakku. Dan chat terbanyak datang dari Gisel, sejak kemarin dia terus

  • (A)Gus Nazril   Bab 47 : Perjuangan

    Gue masih mondar-mandir di depan ruang operasi, 5 menit yang lalu gue diusir sama dr. Alfaina keluar ruang operasi. Sejak Ralin mulai masuk gue sudah ikut sama dia, kasih dia dukungan tapi lama-kelamaan gue banyak omong jadilah gue diusir keluar dari kamar operasi. Ternyata bukan cuma Ralin yang jadi banyak omong kalau gugup, gue pun sama. Tadi gue gugup dan khawatir banget alhasil mulut gue enggak bisa diem. Rencana operasinya mundur jadi sore hari karena harus menaikkan hb Ralin dulu dan sejak semalam dia harus berjuang melawan rasa sakit. Alhamdulillah selain Bude Nilna masih ada dua lagi pendonor dariKangMadi dan saudara Mama Rani, jadi Ralin punya persedian 6 kantong darah. "Ril, duduklah! Tambah pusing Umi lihatnya!" Tegur Umi. "Iya Umi, gugup! Maaf!" "Ya semua juga gugup dan khawatir, kamu jangan bikin tambah puyeng!" Gue hanya nyengir, merasa bersalah. Saat ini gue ditemani mama dan umi, selain itu ada

DMCA.com Protection Status