Ralin Point Of View
“Terimakasih kesempatan yang diberikan kepada saya untuk berbicara. Yang pertama saya ingin mengucapkan syukur pada Allah karena begitu banyak hal baik dan berkesan dalam hidup saya hingga detik ini. Yang kedua terimakasih pada pihak rumah sakit yang telah memberikan kesempatan pada saya untuk bisa bergabung dalam operasi ini, suatu kehormatan dan ilmu berharga bagi saya.”
“Selanjutnya saya sangat ingin berterimakasih pada seseorang yang telah memberikan kebahagiaan terbesar dalam hidup saya selain keluarga, seseorang yang menjadi alasan saya untuk terus menjadi pribadi yang lebih baik, seseorang yang menjadi alasan saya untuk segera pulang ke rumah, dan seseorang yang menjadi alasan saya untuk tetap kuat. Maaf jika masih belum bisa menjadi yang terbik, maaf jika masih terus membuatmu bersedih, terimakasih karena tetap bertahan di sampingku, terimakasih karena te
Nazril Point Of View. “Lin, lapar!” Ucap gue dengan ekspresi yang semenyedihkan mungkin karena gue tahu istri gue yang cantik ini bakalan ngomel-ngomel kalau gue makan selarut ini. Dan benar saja, Ralin malah merapatkan selimutnya. Gue yakin bukan karena dia enggak mau melayani gue, tapi karena dia sayang sama gue. Sekarang sudah hampir jam satu, tadi gue dan Ralin habis ngobrol banyak. Kita memang punya satu waktu khusus untuk ngobrol berdua yang biasa kita sebut dengan sesi kejujuran dan itu harus kita lakukan. Gue kenal Ralin, dia adalah tipe orang yang susah untuk cerita tentang kesedihannya, memilih memendamnya sendiri. Makanya gue sengaja membuat acara sesi kejujuran itu, awalnya hanya iseng tapi semakin lama menjadi sebuah keharusan karena dari situ gue bisa tahu banyak hal tentang perasaan Ralin. Intinya dibuat nyaman dulu baru dia mau cerita. “Masakin nasi goreng dong Lin!” Gue masih berusaha ke
Siang ini kesibukan pesantren lebih terasa karena malam nanti adalah malam inti dari acara wisuda santri. Jika biasanya acara santri putri diadakan di siang hari, tahun ini abi dan seluruh keluarga juga pengurus pesantren sepakat untuk mengadakannya dimalam hari dimulai sehabis maghrib. Banyak wali santri yang sudah berdatangan dari berbagai daerah, penginapan-penginapan yang sengaja disiapkan oleh para santri sudah banyak yang penuh. Kebahagiaan santri salah satunya ya saat-saat seperti ini, jadi kangennyantri.Padahal dari semua saudara, gue yang paling bandel. Gue hanya nyantri dari MI sampai Mts selebihnya gue dirumah ini, ngaji sama simbah dan abi. "Yang ikut wisuda banyak juga ya Mas, berarti habis ini berkurang banyak ya?" Tanya Ralin. "Ya enggak mesti langsung pada pamit Lin, biasanya kalau yang enggak kuliah atau nikah masih pada disini nerusin ngaji, itu kemarin juga santri baru alhamdulillah sudah masuk banyak cuma kan b
Papa Calling...Aku memilih mendiamkan panggilan dari papa, ini sudah jam 8 malam dan barangkali itu sudah panggilan ke 10 dari beliau. Aku bukan lagi kabur-kaburan dari papa seperti anak remaja yang tidak dituruti kemauannya. Aku hanya sedang menghindari komunikasi dengan papa, aku tetap menyayanginya walaupun berkali-kali beliau menyakitiku, bagaimanapun dalam tubuhku tetap mengalir darahnya. Dan nama belakangnya masih melekat erat di namaku, Ralintang Maharani Nasution."Dok! hpnya bunyi!" Aku menoleh pada Putri seorang perawat yang malam ini jaga bersamaku. Aku hanya menggerakkan bahuku tanda aku tidak peduli, aku lebih memilih makan mi instanku."Untung pasiennya enggak lihat ya Dok! Kalau lihat kita makan mi instan, auto di semprot balik kita!" ujar Putri lagi sambil tertawa.Aku ikut tertawa, teringat beberapa saat yang lalu aku mengedukasi pasien yang masuk UGD karena mengeluh nyeri perut untuk tidak mengkonsumsi mi instan l
~~~~~~~~Apa sebutan yang cocok untuk orang yang menekuni suatu bidang tapi sebenarnya bukan itu yang selama ini dia inginkan?Selama kurang lebih 2 tahun setelah lulus aku bekerja di rumah sakit ini, salahku sejak awal karena memilih menjadi dokter. Tidak ada yang memaksaku hanya saja aku tidak punya pilihan lain selain menjadi dokter hanya agar papa melirikku.Aku tidak tahu apa yang salah dengan diriku sampai membuat papa seperti tidak menganggap kehadiranku. Aku tidak pernah menuntut hartanya yang banyak, aku tidak pernah meminta papa membayari pendidikanku sampai aku lulus dokter, aku tidak pernah meminta fasilitas yang selalu beliau berikan meskipun tidak pernah aku pakai.Aku hanya butuh satu pelukan dan tepukan di punggungku. Aku hanya butuh ucapan 'Papa bangga nak sama kamu' ketika aku berhasil, aku hanya butuh pelukan papa disaat aku sedih. Hanya perhatian yang aku butuhkan, bukan yang lain.Ironis ya, ketika banyak orang bi
*****Bahagia itu sederhana.Sering kali kita dengar kalimat itu, tapi apakah benar bahagia itu bisa dengan mudah diraih? Sepertinya aku setuju.Nyatanya aku bisa tertawa bahagia bersama para pengasuh hanya dengan melihat tingkah anak-anak yang sangat polos dan lucu.Setelah 3 hari maraton jaga malam akhirnya aku bisa libur dua hari. Aku menghabiskan hari liburku ini dengan membantu para pengasuh mengurus anak-anak lucu ini.Bertahun-tahun aku kesepian hanya tinggal berdua dengan mama dan saat ini aku enggak perlu khawatir lagi karena kehadiran anak-anak ini. Di depan rumahku persis ada bangunan tinggi menjulang yang dijadikan sekolah TK dan PAUD juga daycare."Siapa yang tadi pagi sholat subuhnya enggak telat?" tanya Umi Nuri salah seorang guru PAUD."Ilyaaaaas!!" Bocah lucu di pangkuanku ini berteriak kencang sambil mengangkat tangannya tinggi."Alhamdulillah, Ilyas pinter. Istiqomah ya Nak! Hayo siapa lagi?"Dan anak
Aku memang biasa masak dan membawakan teman-temanku tapi entah kenapa belum pernah sesemangat ini menyiapkan makanan. Mungkin karena ada yang minta secara khusus, biasanya aku hanya asal bawa dan teman-teman dengan antusias menikmatinya.Kali ini aku masak nasi bakar, ikan bakar kecap, sambal kemangi dan tentunya satu kotak salad yang aku buatkan khusus untuk Mas Nazril. Ya bukannya ada apa-apa, selama ini tidak ada yang pernahrequestsecara khusus jadi aku seperti dapat kehormatan sendiri begitu."Lin, besok turun jaga kan?""Iya Mam, kenapa?" jawabku sambil menata makanan yang sudah selesai aku masak."Temanin Mama ya, mau beli AC sama laptop. Tadi Mbak Asri kasih tau AC sama laptop didaycarerusak!""Oke Mama, siap!"Aku selesai menyiapkan makanan lalu memilih berbaring di sebelah mama yang masih sibuk dengan laptopnya."Mandi sana Lin, hampir maghrib ini!"Aku mencium pipi mama lalu b
"Mama! Ralin lagi nyetir lho!" Protesku karena sejak tadi dari parkiran toko sampai dekat rumah topik bahasan mama hanya Mas Nazril."Ya Mama juga lihat kalau lagi nyetir. Baik banget ya teman kamu itu.""Hmm!""Seru ngobrol sama dia, untung tadi ada teman kamu kalau enggak pasti Mama milihnya sampai malam!" kata mama sambil tertawa geli, diam-diam aku juga bersyukur karena tadi mama dibantuin milih sama Mas Nazril. Kalau enggak, mungkin saat ini mama masih betah nangkring di sana.Dan aku beneran takjub sama mamaku sendiri, sejak awal aku ikut kasih pertimbangan milih laptop enggak pernah diterima sampai aku bosen. Nah giliran Mas Nazril yang kasih masukan terus kasih dua pilihan mama langsung pilih salah satunya tanpa pikir panjang. Sudah begitu dapat diskon lagi, katanya Mas Nazril punya voucher enggak kepakai."Kapan-kapan kalau Nazril jemput Ilyas suruh mampir ya!""Ya Mama bilang saja ke Bu Asri atau siapa, Ralin kan enggak setiap saat
Sehari sejak kejadian Mas Nazril melihatku menangis, aku sengaja ke UGD untuk melihat responnya. Seperti yang sudah-sudah, teman-temanku akan menjauh perlahan setelah mengetahui sisi terlemahku. Awalnya mereka akan selalu menghindar saat aku sajak makan atau kegiatan lainnya dengan alasan sibuk, kemudian lama-kelamaan mereka akan benar-benar menjauh dan menghilang.Malamnya aku sempat berdoa agar Mas Nazril adalah orang yang berbeda dengan teman-temanku dulu entah kenapa aku ingin sekali bisa menjadi temannya karena selama aku kenal dia, aku merasa dia adalah pendengar yang baik. Bukan berarti aku berharap mempunyai hubungan lebih, jujur hati kecilku juga ingin mempunyai sahabat untuk berbagi suka dan duka seperti kebanyakan orang tentunya selain mama dan Gisel.Tapi sepertinya Allah sudah kasih peringatan sejak awal, Mas Nazril benar-benar menghindariku seperti awal mulanya teman-temanku dulu meninggalkanku. Waktu aku masuk ke UGD dan menyapa Putr, Mas Nazril hanya te
Siang ini kesibukan pesantren lebih terasa karena malam nanti adalah malam inti dari acara wisuda santri. Jika biasanya acara santri putri diadakan di siang hari, tahun ini abi dan seluruh keluarga juga pengurus pesantren sepakat untuk mengadakannya dimalam hari dimulai sehabis maghrib. Banyak wali santri yang sudah berdatangan dari berbagai daerah, penginapan-penginapan yang sengaja disiapkan oleh para santri sudah banyak yang penuh. Kebahagiaan santri salah satunya ya saat-saat seperti ini, jadi kangennyantri.Padahal dari semua saudara, gue yang paling bandel. Gue hanya nyantri dari MI sampai Mts selebihnya gue dirumah ini, ngaji sama simbah dan abi. "Yang ikut wisuda banyak juga ya Mas, berarti habis ini berkurang banyak ya?" Tanya Ralin. "Ya enggak mesti langsung pada pamit Lin, biasanya kalau yang enggak kuliah atau nikah masih pada disini nerusin ngaji, itu kemarin juga santri baru alhamdulillah sudah masuk banyak cuma kan b
Nazril Point Of View. “Lin, lapar!” Ucap gue dengan ekspresi yang semenyedihkan mungkin karena gue tahu istri gue yang cantik ini bakalan ngomel-ngomel kalau gue makan selarut ini. Dan benar saja, Ralin malah merapatkan selimutnya. Gue yakin bukan karena dia enggak mau melayani gue, tapi karena dia sayang sama gue. Sekarang sudah hampir jam satu, tadi gue dan Ralin habis ngobrol banyak. Kita memang punya satu waktu khusus untuk ngobrol berdua yang biasa kita sebut dengan sesi kejujuran dan itu harus kita lakukan. Gue kenal Ralin, dia adalah tipe orang yang susah untuk cerita tentang kesedihannya, memilih memendamnya sendiri. Makanya gue sengaja membuat acara sesi kejujuran itu, awalnya hanya iseng tapi semakin lama menjadi sebuah keharusan karena dari situ gue bisa tahu banyak hal tentang perasaan Ralin. Intinya dibuat nyaman dulu baru dia mau cerita. “Masakin nasi goreng dong Lin!” Gue masih berusaha ke
Ralin Point Of View “Terimakasih kesempatan yang diberikan kepada saya untuk berbicara. Yang pertama saya ingin mengucapkan syukur pada Allah karena begitu banyak hal baik dan berkesan dalam hidup saya hingga detik ini. Yang kedua terimakasih pada pihak rumah sakit yang telah memberikan kesempatan pada saya untuk bisa bergabung dalam operasi ini, suatu kehormatan dan ilmu berharga bagi saya.” “Selanjutnya saya sangat ingin berterimakasih pada seseorang yang telah memberikan kebahagiaan terbesar dalam hidup saya selain keluarga, seseorang yang menjadi alasan saya untuk terus menjadi pribadi yang lebih baik, seseorang yang menjadi alasan saya untuk segera pulang ke rumah, dan seseorang yang menjadi alasan saya untuk tetap kuat. Maaf jika masih belum bisa menjadi yang terbik, maaf jika masih terus membuatmu bersedih, terimakasih karena tetap bertahan di sampingku, terimakasih karena te
Nazril Point Of View Benar kata istri gue kalau setiap harinya kita lalui dengan perasaan syukur dan bahagia, waktu akan terasa cepat. Itulah yang gue rasakan, lima hari dalam seminggu gue kerja dirumah sakit kadang juga bisa keluar kota atau bahkan sesekali ke luar negeri dan setiap gue sampai rumah ada anak dan istri gue yang sudah menyambut. Melihat senyum mereka membuat capek gue seketika hilang, pelukan mereka membuat gue kembali semangat berjuang mencari nafkah buat mereka. Dan itu semua membuat waktu begitu cepat berlalu tanpa terasa Rey sudah berumur dua tahun. Sudah aktif banget lari kesana kemari. Kata umi Rey itu fotocopyan gue banget pas waktu kecil, anaknya enggak bisa diem apa-apa pengen dipegang, kalau bahasa jawanyaglidikbanget, kata umi dulu waktu gue kecil pernah minum air bekas cucian piring, mungkin itu kali ya rahasia ganteng gue?? Ha ha Gue sangat bersyukur Rey tumbuh sehat dan
Nazril Point Of View Benar kata istri gue kalau setiap harinya kita lalui dengan perasaan syukur dan bahagia, waktu akan terasa cepat. Itulah yang gue rasakan, lima hari dalam seminggu gue kerja dirumah sakit kadang juga bisa keluar kota atau bahkan sesekali ke luar negeri dan setiap gue sampai rumah ada anak dan istri gue yang sudah menyambut. Melihat senyum mereka membuat capek gue seketika hilang, pelukan mereka membuat gue kembali semangat berjuang mencari nafkah buat mereka. Dan itu semua membuat waktu begitu cepat berlalu tanpa terasa Rey sudah berumur dua tahun. Sudah aktif banget lari kesana kemari. Kata umi Rey itu fotocopyan gue banget pas waktu kecil, anaknya enggak bisa diem apa-apa pengen dipegang, kalau bahasa jawanyaglidikbanget, kata umi dulu waktu gue kecil pernah minum air bekas cucian piring, mungkin itu kali ya rahasia ganteng gue?? Ha ha Gue sangat bersyukur Rey tumbuh sehat dan
"Lin! Mama duluan ya! Enggak enak sama Tante Sinta dan keluarga!" "Ya sudah deh Ma, duluan saja sama Om Yuda nanti Ralin nyusul!" "Jangan lama-lama enggak enak kalau datangnya belakangan!" "Iya Ma!" Aku masih sibuk menyiapkan segala keperluan Reyshaka dan Mas Nazril. Hari ini adalah hari resepsi pernikahan Gisel dan Mahesa. Mama dan Om Yuda sudah pamit duluan, tadi di grup keluarga Bang Arkan bilang sudah mau jalan. Tapi lihatlah dua jagoanku, masih asyik bermain air di kamar mandi! "Mas!! Sudah belum mandinya? Yang lain sudah pada berangkat!" Teriakku dari luar kamar mandi. "Sebentar!!" "Dari 10 menit yang lalu kamu juga bilang sebentar!" Dia tidak menghiraukanku, malah asyik bermain dengan Reyshaka di kamar mandi, anaknya juga terdengar senang sekali bermain air, dia teriak-teriak dan tertawa. Kalau seperti ini sudah pasti akan terlambat, untung kemarin kita hadir di acara pemberkatan Gisel dan Mahesa jadinya kalau ha
Hari ini di pesantren diadakan acara aqiqah anakku, tepat di hari ketujuh kelahirannya, Mas Nazril tetap menyembelih dua kambing walaupun anak kita masih di rumah sakit. Dua hari yang lalu alhamdulillah aku sudah boleh pulang dan setiap pagi aku selalu pergi ke rumah sakit mengantar ASI sekalian menjenguk Reyshaka. Acaranya hanya syukuran biasa dengan mengundang warga sekitar pesantren untuk ikut mendoakan anakku dan juga membagikan masakan aqiqahnya pada warga setempat. Karena hanya dua ekor kambing dan itu tidak mencukupi untuk warga pesantren, Mas Nazril membeli satu ekor sapi untuk disembelih dan dimasak untuk keluarga dan para santri. Sekali-kali menyenangkan hati para santri katanya, sebagai ucapan terimakasih juga karena selama ini para santri banyak membantu keluarga kita. "Lin, besok aku ada kerjaan ke Jakarta selama tiga hari." Kata Mas Nazril yang sibuk dengan laptopnya. "Berangkatnya hari ini Mas?" "Aaaaaa." Sebelum menjawab dia membuka mu
Ralin Point Of View Malam ini aku masih harus menahan diri untuk melihat anakku karena keadaan kami belum memungkinkan. Sejak dia lahir aku sama sekali belum bisa mennyentuhnya dan melihat wajahnya. Saat ini aku hanya tinggal berdua dengan Mas Nazril, dia masih tertidur. Kasihan sekali pasti capek banget sejak kemarin harus kesana kemari mengurusi aku. Mama, umi dan yang lainnya sudah pamit sejak tadi. Sebenarnya mama ingin tinggal tapi aku larang, beliau sejak kemarin juga banyak begadang menemani aku, mama orangnya enggak kuat kalau kurang tidur. Jika dipaksakan malah akan meriang berhari-hari. "Lin!" Aku menoleh ke arahnya, dia tersenyum lalu ke kamar mandi. "Aku sholat isya dulu ya!" Katanya setelah keluar dari kamar mandi. Sementara dia sholat aku sibuk membalas chat dari teman-teman yang mengucapkan selamat atas kelahiran anakku. Dan chat terbanyak datang dari Gisel, sejak kemarin dia terus
Gue masih mondar-mandir di depan ruang operasi, 5 menit yang lalu gue diusir sama dr. Alfaina keluar ruang operasi. Sejak Ralin mulai masuk gue sudah ikut sama dia, kasih dia dukungan tapi lama-kelamaan gue banyak omong jadilah gue diusir keluar dari kamar operasi. Ternyata bukan cuma Ralin yang jadi banyak omong kalau gugup, gue pun sama. Tadi gue gugup dan khawatir banget alhasil mulut gue enggak bisa diem. Rencana operasinya mundur jadi sore hari karena harus menaikkan hb Ralin dulu dan sejak semalam dia harus berjuang melawan rasa sakit. Alhamdulillah selain Bude Nilna masih ada dua lagi pendonor dariKangMadi dan saudara Mama Rani, jadi Ralin punya persedian 6 kantong darah. "Ril, duduklah! Tambah pusing Umi lihatnya!" Tegur Umi. "Iya Umi, gugup! Maaf!" "Ya semua juga gugup dan khawatir, kamu jangan bikin tambah puyeng!" Gue hanya nyengir, merasa bersalah. Saat ini gue ditemani mama dan umi, selain itu ada