“Halo, Kate, kau bisa dengar aku?”
Joo masih mencoba menghubungi Kate melalui ponsel miliknya yang sudah disambungkan oleh Romeo dengan earphone yang diberikannya pada Kate beberapa saat lalu.
“Bagaimana?” tanya Aland. Joo menggeleng, tidak tahu mengapa Kate tidak bisa dihubungi melalui earphone yang diberikan oleh Joo padanya.
“Aku tidak tahu mengapa dia tak kunjung menjawab panggilanku.” Joo terheran memandangi ponsel milik Romeo di tangannya.
“Teman-teman, lihat ini!”
Tiba-tiba Romeo yang masih fokus mengamati area kampus melalui ponsel yang terhubung dengan drone, memekik terkejut. Aland dan Joo langsung mendekat padanya untuk melihat apa yang terjadi. Mereka sedang bersembunyi di balik pohon di halaman gedung fakultas komunikasi.
Layar ponsel menampilkan seorang pemuda yang tengah berdiri di koridor halaman, seorang diri, karena di sana suasana sedang sepi. Hal yang membuat kerutan di dahi Aland tercetak
Fluke keluar dari ruangan diadakannya pentas seni saat mendengar suara yang berasal dari earphone mahasiswi yang menabraknya tadi. Fluke berhenti di lorong halaman depan gedung fakultas komunikasi. Dahinya mengernyit ketika mendengar percakapan demi percakapan yang ia dengar di telinganya. Ada sekitar tiga orang sepertinya. Fluke merasa mengenal salah satu suaranya. Setelah mendengarnya dengan seksama. Fluke baru ingat kalau itu adalah suara Romeo—mahasiswa yang satu kelas dan satu jurusan dengannya. “Cepat hubungi Jane dan Ken, suruh mereka pergi dari sana sekarang juga!” “Joo, cepat putuskan sambunganmu dengan earphone Kate!” Sambungan terputus. Fluke tak bisa mendengar percakapan apa pun lagi. Sunyi mengiringinya beberapa saat, sebelum satu sudut bibir laki-laki itu terangkat. Semua percakapan itu terekam jelas di kepalanya. “Apa yang dilakukan si serangga Romeo dengan orang-orang ini?” Jane dan Ken, bukankah nama-n
BUGH! “Apa yang kau lakukan, Bangsat!” Begitu tiba di basecamp, Aland yang sedari tadi menahan emosinya terhadap Joo, langsung meninju laki-laki itu di depan teman-teman mereka. Jane yang baru tiba dengan drone milik Romeo berteriak kaget melihat pemandangan itu. Gadis itu langsung berlari menolong Joo yang tersungkur di tanah berdebu. “Joo!” Jane meninggalkan drone milik Romeo begitu saja. Mendorong tubuh Aland agar menjauh dari Joo, Jane menolong Joo kembali berdiri. Lalu memberikan tatapan tajamnya kepada Aland yang telah memukul Joo. “Aland! Apa yang kau lakukan?! Kenapa kau memukul Joo?!” Melihat Romeo dan Ken yang hanya diam mematung, Jane tak percaya pada sikap mereka yang diam saja melihat teman-teman mereka berkelahi. Terutama Ken yang merupakan teman dekat Joo. “Mengapa kalian hanya diam saja ketika teman-teman kalian berkelahi?!” tanya Jane dengan nada yang meninggi.
Di ruang latihan club karate, Kate menyandarkan punggungnya di depan sebuah loker bersama dengan seorang laki-laki yang kini berada di sampingnya. Seseorang yang menghampirinya ke ruang club karate. Pandangan gadis itu lurus ke depan. Sebagian wajahnya masih basah.Joo menatap punggung jari-jemari Kate yang berbekas darah, lalu beralih menatap ke depan seraya menghela napas pelan. Sebagai sahabat dekat gadis itu, Joo sudah paham betul dengan karakter Kate. Jika sudah seperti ini, suasana hati Kate pasti sedang tidak baik.“Ada apa, Mengapa meninggalkan kami saat aku memintamu tetap menunggu di sana?”“Tak apa.” Seperti biasa, Joo tidak akan mendapatkan jawaban yang pasti saat dia menanyakan apa yang terjadi pada gadis itu. Dia selalu memilih bungkam tanpa menceritakan isi hatinya. Hingga beberapa saat, bisu menghinggapi keduanya. Hanya deru napas mereka yang terdengar di tengah-tengah ruangan besar yang sunyi itu.
Jane duduk di meja dekat dengan pintu café, sementara Victor duduk di meja di seberangnya. Laki-laki itu sendirian. Jane penasaran, siapa orang yang membuat janji dengan Victor. Apakah pertemuannya memiliki hubungan dengan hilangnya kakak Aland? Entahlah, tetapi jika dilihat-lihat, café ini termasuk café yang cukup ramai dikunjungi banyak orang, Jane jadi ragu jika Victor melakukan pertemuan dengan seseorang yang memiliki hubungan dengan hilangnya kakak Aland. Jane mendekatkan headset yang telah terhubung dengan Aland. “Apa kau yakin dia tidak sedang membuat janji bertemu dengan kekasihnya?” tanya Jane. Di luar, Aland memandang wajah teman-temannya, sebelum kemudian menjawab pertanyaan dari Jane. “Aku tidak tahu. Ini satu-satunya informasi yang didapatkan oleh Joo, sebelum dia merusak semuanya.” Aland mengucapkannya dengan melirik Joo sesaat. Mendapat lirikan seperti itu dari Aland, Joo hanya menyengir. “Jika ternyata Victor membuat janji dengan kekasihnya, d
Di dalam mobil Ken, Aland menyaksikan dari jauh mobil Fluke di depan pintu utama rumah sakit. Tadinya, mereka hendak menyusul Romeo untuk menemani Jane di dalam. Namun, sialnya Fluke mengikuti mereka. Karena Romeo mengingatkan bahwa mereka tak boleh menyia-nyiakan pengorbanan Jane untuk mendapatkan informasi, jadi sementara waktu Aland dan yang lain tetap bersembunyi di dalam mobil. “Orang itu, mengapa juga harus ikut ke sini?!” Joo mendengus kesal melihat Fluke yang menunggu dengan bersandar di mobilnya. Entah apa yang ada di pikiran laki-laki itu sampai dia menyusul Jane dan Romeo sampai ke sini. “Dia itu selalu ingin tahu apa yang terjadi.” Ken yang berada di kursi belakang menggelengkan kepalanya. Ia tak menyetir, Joo lah yang selalu menyetir untuk mereka. Tak lama kemudian, Romeo keluar dari rumah sakit dengan menuntun Jane. Fluke yang saat itu bersandar langsung menegakkan tubuhnya begitu melihat mereka berdua. Di dalam mobil, mereka hanya menunggu. Rom
Aland masuk ke dalam bilik kamar mandi pria guna menuntaskan urusannya. Saat akan keluar dari salah satu bilik, Aland mengurungkan niatnya ketika mendengar suara seseorang berbicara dengan temannya."Sial! Kencanku di cafe semalam kacau hanya karena insiden pelanggan yang ketumpahan coklat panas.""Hebat! Kau sudah memiliki kekasih setelah putus dari Mikhaela."Aland mengernyit. Dia tahu siapa orang yang berada di sana. Itu adalah suara Victor. Dia sedang berbicara dengan temannya dan menyebut nama Mikhaela."Kau tidak ingin mengulang sejarah dengan Mikhaela, bukan?""Bukan aku yang mendekatinya, Mikhaela yang mendekatiku. Dia sangat membutuhkanku."Tangan Aland mengepal seketika di sisi jarit celana, mendengar penghinaan terhadap kakaknya, Aland sekuat tenaga menahan amarahnya."Dia sangat membutuhkanku ...""Hanya dengan mengedipkan mata saja, dia sudah ada di sana, di kakiku."BRAK!Tak tahan mendengar semuanya
“Bagaimana bulan pertamamu di kampus ini, Dik?”Aland tak kunjung menjawab pertanyaan Victor. Hal itu mengundang Victor untuk melihatnya di depan cermin.“Biasa saja.”Tak ada perbincangan lebih lanjut, Aland pergi begitu saja meninggalkan toilet pria. Jika sudah tak punya akal sehat, Aland mungkin sudah menghajar mulut kotor Victor sekarang juga, tetapi Aland tak ingin terjadi sesuatu pada kakaknya. Sepanjang perjalanan, di kepala Aland hanya berputar kalimat-kalimat buruk yang diucapkan Victor terhadap kakaknya.Kelas telah berakhir. Aland mengambil tasnya di dalam kelas. Ia mengernyit ketika menemukan sebuah kertas tebal berwarna hitam tergeletak di atas mejanya. Aland menatap ke sekeling, tak ada seorang pun di sekitarnya. Milik siapa kertas ini? Aland meraihnya. Kertas itu dilipat-lipat membentuk semacam amplop. Perlahan, karena penasaran Aland membukanya. Ternyata isinya beberapa deret huruf membentuk sebuah kalimat.
Ponsel aland berbunyi, tangan laki-laki itu meorogoh saku celana. Sebuah notifikasi pesan dari Joo tertera di layar. Aland membacanya. Aku dan Romeo melihat Victor masuk ke dalam gudang yang ada area terlarang kampus. Cepatlah ke sini! Kami tunggu. “Jika penglihatanku tidak salah, aku melihatmu tempo hari di area terlarang kampus bersama teman-temanmu sedang menyerang senior kalian. Apa yang kalian inginkan?” Suara dari seberang sana membuat Aland mendongak dari pandangannya ke layar ponsel. Pria bertubuh tinggi tegap yang berdiri di seberangnya mengajukan pertanyaan yang berhasil membuat Aland terkejut. Bagaimana dosen di depannya bisa tahu kalau dirinya dan teman-temannya berada di area terlarang tempo hari? Seketika pandanngan Aland menjadi tak tentu arah. Ia khawatir dosen itu menegur dirinya di sini karena melihat kejadian antara kelompok rahasianya dengan Victor di area terlarang kampus. “I—itu … itu hanya kesalahpahaman yang terjadi antara tem