Di ruang latihan club karate, Kate menyandarkan punggungnya di depan sebuah loker bersama dengan seorang laki-laki yang kini berada di sampingnya. Seseorang yang menghampirinya ke ruang club karate. Pandangan gadis itu lurus ke depan. Sebagian wajahnya masih basah.
Joo menatap punggung jari-jemari Kate yang berbekas darah, lalu beralih menatap ke depan seraya menghela napas pelan. Sebagai sahabat dekat gadis itu, Joo sudah paham betul dengan karakter Kate. Jika sudah seperti ini, suasana hati Kate pasti sedang tidak baik.
“Ada apa, Mengapa meninggalkan kami saat aku memintamu tetap menunggu di sana?”
“Tak apa.” Seperti biasa, Joo tidak akan mendapatkan jawaban yang pasti saat dia menanyakan apa yang terjadi pada gadis itu. Dia selalu memilih bungkam tanpa menceritakan isi hatinya. Hingga beberapa saat, bisu menghinggapi keduanya. Hanya deru napas mereka yang terdengar di tengah-tengah ruangan besar yang sunyi itu.<
Jane duduk di meja dekat dengan pintu café, sementara Victor duduk di meja di seberangnya. Laki-laki itu sendirian. Jane penasaran, siapa orang yang membuat janji dengan Victor. Apakah pertemuannya memiliki hubungan dengan hilangnya kakak Aland? Entahlah, tetapi jika dilihat-lihat, café ini termasuk café yang cukup ramai dikunjungi banyak orang, Jane jadi ragu jika Victor melakukan pertemuan dengan seseorang yang memiliki hubungan dengan hilangnya kakak Aland. Jane mendekatkan headset yang telah terhubung dengan Aland. “Apa kau yakin dia tidak sedang membuat janji bertemu dengan kekasihnya?” tanya Jane. Di luar, Aland memandang wajah teman-temannya, sebelum kemudian menjawab pertanyaan dari Jane. “Aku tidak tahu. Ini satu-satunya informasi yang didapatkan oleh Joo, sebelum dia merusak semuanya.” Aland mengucapkannya dengan melirik Joo sesaat. Mendapat lirikan seperti itu dari Aland, Joo hanya menyengir. “Jika ternyata Victor membuat janji dengan kekasihnya, d
Di dalam mobil Ken, Aland menyaksikan dari jauh mobil Fluke di depan pintu utama rumah sakit. Tadinya, mereka hendak menyusul Romeo untuk menemani Jane di dalam. Namun, sialnya Fluke mengikuti mereka. Karena Romeo mengingatkan bahwa mereka tak boleh menyia-nyiakan pengorbanan Jane untuk mendapatkan informasi, jadi sementara waktu Aland dan yang lain tetap bersembunyi di dalam mobil. “Orang itu, mengapa juga harus ikut ke sini?!” Joo mendengus kesal melihat Fluke yang menunggu dengan bersandar di mobilnya. Entah apa yang ada di pikiran laki-laki itu sampai dia menyusul Jane dan Romeo sampai ke sini. “Dia itu selalu ingin tahu apa yang terjadi.” Ken yang berada di kursi belakang menggelengkan kepalanya. Ia tak menyetir, Joo lah yang selalu menyetir untuk mereka. Tak lama kemudian, Romeo keluar dari rumah sakit dengan menuntun Jane. Fluke yang saat itu bersandar langsung menegakkan tubuhnya begitu melihat mereka berdua. Di dalam mobil, mereka hanya menunggu. Rom
Aland masuk ke dalam bilik kamar mandi pria guna menuntaskan urusannya. Saat akan keluar dari salah satu bilik, Aland mengurungkan niatnya ketika mendengar suara seseorang berbicara dengan temannya."Sial! Kencanku di cafe semalam kacau hanya karena insiden pelanggan yang ketumpahan coklat panas.""Hebat! Kau sudah memiliki kekasih setelah putus dari Mikhaela."Aland mengernyit. Dia tahu siapa orang yang berada di sana. Itu adalah suara Victor. Dia sedang berbicara dengan temannya dan menyebut nama Mikhaela."Kau tidak ingin mengulang sejarah dengan Mikhaela, bukan?""Bukan aku yang mendekatinya, Mikhaela yang mendekatiku. Dia sangat membutuhkanku."Tangan Aland mengepal seketika di sisi jarit celana, mendengar penghinaan terhadap kakaknya, Aland sekuat tenaga menahan amarahnya."Dia sangat membutuhkanku ...""Hanya dengan mengedipkan mata saja, dia sudah ada di sana, di kakiku."BRAK!Tak tahan mendengar semuanya
“Bagaimana bulan pertamamu di kampus ini, Dik?”Aland tak kunjung menjawab pertanyaan Victor. Hal itu mengundang Victor untuk melihatnya di depan cermin.“Biasa saja.”Tak ada perbincangan lebih lanjut, Aland pergi begitu saja meninggalkan toilet pria. Jika sudah tak punya akal sehat, Aland mungkin sudah menghajar mulut kotor Victor sekarang juga, tetapi Aland tak ingin terjadi sesuatu pada kakaknya. Sepanjang perjalanan, di kepala Aland hanya berputar kalimat-kalimat buruk yang diucapkan Victor terhadap kakaknya.Kelas telah berakhir. Aland mengambil tasnya di dalam kelas. Ia mengernyit ketika menemukan sebuah kertas tebal berwarna hitam tergeletak di atas mejanya. Aland menatap ke sekeling, tak ada seorang pun di sekitarnya. Milik siapa kertas ini? Aland meraihnya. Kertas itu dilipat-lipat membentuk semacam amplop. Perlahan, karena penasaran Aland membukanya. Ternyata isinya beberapa deret huruf membentuk sebuah kalimat.
Ponsel aland berbunyi, tangan laki-laki itu meorogoh saku celana. Sebuah notifikasi pesan dari Joo tertera di layar. Aland membacanya. Aku dan Romeo melihat Victor masuk ke dalam gudang yang ada area terlarang kampus. Cepatlah ke sini! Kami tunggu. “Jika penglihatanku tidak salah, aku melihatmu tempo hari di area terlarang kampus bersama teman-temanmu sedang menyerang senior kalian. Apa yang kalian inginkan?” Suara dari seberang sana membuat Aland mendongak dari pandangannya ke layar ponsel. Pria bertubuh tinggi tegap yang berdiri di seberangnya mengajukan pertanyaan yang berhasil membuat Aland terkejut. Bagaimana dosen di depannya bisa tahu kalau dirinya dan teman-temannya berada di area terlarang tempo hari? Seketika pandanngan Aland menjadi tak tentu arah. Ia khawatir dosen itu menegur dirinya di sini karena melihat kejadian antara kelompok rahasianya dengan Victor di area terlarang kampus. “I—itu … itu hanya kesalahpahaman yang terjadi antara tem
Di atas selasar, Joo melihat ke arah bawah di mana Victor bercengkerama dengan teman-temannya. Joo lalu mendengus kesal saat pandangannya beralih pada Willy di bawah sana yang tengah menatap ke tempat dia berada. Laki-laki itu pastina sedang mengawasina dan juga teman-temanna.“Apa sekarang?”“Apa?”Joo mengusap wajahnya kasar karena Aland malah bertanya kepadanya. “Apa yang akan kita lakukan sekarang?” Joo mengulangi pertanyaannya. Laki-laki itu berjalan mondar-mandir dengan resah dengan sesekali menatap ke bawah—di mana Victor sedang mengobrol dengan teman-temannya di bangku taman. Namun, tak lama kemudian Victor pergi dari teman-temannya sesaat setelah melihat keberadaan Joo, Aland dan juga Romeo di selasar.“Yang pertama, Victor sudah mengetahui kita yang menyerangnya tempo hari, sekarang kita diawasi terus-menerus oleh komite atas perintah rektor, kita tidak bisa bergerak dengan bebas sekarang. Apa yang
Aland menuju koridor fakultas ekonomi, Joo sudah mengambil jalan lain. Mereka sengaja berpencar agar tidak terlihat bersama dan ditemukan oleh komite mahasiswa. Beruntung mereka bisa menghindar dari Willy yang terus mengawasi mereka sejak rektor memerintahkannya. Aland langsung bersembunyi di balik tiang begitu melihat bayangan Victor yang berjalan dengan tergesa di koridor lain, gerak-geriknya sangat mencurigakan. Aland mengikutinya dengan hati-hati. Aland mengikuti Victor sampai menuju ke belakang gedung kampus. Rumput-rumput ilalang menjadi tempat kaki Aland berpijak. Ia tak habis pikir mengapa Victor datang ke tempat ini. Aland mengirim pesan kepada Joo yang berisikan titik lokasi di mana dirinya berada. Ia lalu bersembunyi di balik pagar kawat tua yang telah ditumbuhi tanaman liar. Aland menunggu di sana, karena Victor hanya berdiri tak jauh darinya dengan resah seperi sedang menunggu seseorang. Tiba-tiba bahu Aland ditepuk seseorang membuat laki-laki itu hampir
“Mungkin,” ucap Romeo. Raut wajah bingungnya berubah saat teringat sesuatu. “Joo, tolong ambilkan pisau kecilku di dalam sepatu.” Permintaan Romeo membuat Joo mengerutkan keningnya.“Pisau kecil? Mengapa kau selalu membawanya?”“Kau pasti akan mengerti kegunaannya jika kau belajar tentang kepemimpinan di sekolahmu dulu,” ejek Romeo karena Joo sempat-sempatnya bertanya di saat seperti ini. “Cepat, ambillah.” Romeo bersusah paah menaikkan kaki kanannya ke belakang—tepat pada kursi yang diduduki oleh Joo. Aland menunggu upaya teman-temannya. Joo memutar kepalanya menghadap ke belakang, tangannya yang terikat di balik punggungnya mencoba meraih sepatu Romeo.Joo langsung melepaskan sepatu Romeo dari kakinya. Ia merogoh sepatu Romeo dan menemukan sesuatu yang terasa padat dan tipis. “Dapat!”Romeo mengulurkan tangannya di belakang punggung ketika Joo berusaha mencari tangannya, Joo m