Chapter 25
I Hate You, Leonel
Tubuh Leonel merosot ke bawah, ia berlutut sambil memeluk kaki Rebecca. "Bahkan jika aku harus bersujud kepadamu, memohon. Aku akan melakukannya, Kate."
Chapter 26Good Bye, LeonelLeonel kembali ke tempat tinggal Rebecca, ia belum mendapati siapa pun di sana. Rebecca biasanya bermain game bersama Candy di ruangan untuk bersantai dan spot favorit wanita itu adalah di depan layar televisi sambil sesekali bertengkar dengan asistennya karena kalah bermain game.Ia tidak menyangka jika Rebecca ternyata semanis itu, di tempat tinggalnya Rebecca selalu apa adanya, wanita itu melakukan semua hal-hal konyol semaunya sendiri tanpa harus menjaga gengsinya sebagai seorang model. Rebecca mengenakan piama yang lucu, mengikat rambutnya dengan gaya kekanakan, bermain PS sambil mengemut lollypop dan mengenakan kaca mata anti radiasi. Wanita itu sangat menggemaskan dengan tampilan seperti itu hingga Leonel semakin menganguminya.Leonel mendorong pintu kamar, perasaannya sedikit tidak nyaman karena ia juga tidak mendapati Rebecca di sana. Ia menyapukan pandangannya dan mendapati satu buah amplop yang terletak di atas nakas. Perlahan Leonel meraih benda
Chapter 27Kate, I Miss You
Chapter 28FriendshipPaginya Leonel berusaha membuka matanya dan tentu saja merasakan jika sebongkah batu seolah menindih kepalanya, ia menekan pelipisnya dan berusaha mengingat-ingat dengan apa yang terjadi sebelum ia kehilangan akalnya karena alkohol. Saat ia berusaha bangkit dari posisinya, ia terkeju mendapati dirinya tidak mengenakan apa pun dibalik selimut. Leonel menghela napas pelan, ia menyapukan pandangannya pada sisi tempat tidur yang tampak berantakan dan otaknya segera mengerti dengan apa yang terjadi. Apa lagi, Violeta rupanya melupakan gaun tidurnya yang teronggok di lantai. Ia bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya lalu berpakaian. Leonel berencana mengurus semua kontrak yang Rebecca tinggalkan dan membayar semua kompensasi yang harus dibayar oleh Rebecca. Untungnya tidak semua mengharuskan Rebecca membayar denda karena beberapa agensi tidak membatalkan kontrak dengan Rebecca, mereka hanya perlu mengubah kontrak dengan agensi lain. Ketika Leonel kel
Chapter 29AshholePada kenyataannya, saat Mario mencoba mengingatkan Leonel, pria itu justru marah dan menuduh Mario bersekongkol dengan Violeta. Mario tidak tahu lagi harus bagaimana menghadapi Leonel yang semakin hari semakin tidak masuk akal, pria cerdas yang pemalas itu semakin terperosok ke dalam jurang kehancuran hingga akhirnya ia diringkus polisi atas tuduhan penganiayaan karena ia memukuli salah satu pelanggan bar sekaligus tempat judi hingga nyaris tewas. Sepandai-pandainya tupai melompat akhirnya jatuh juga, serapat-rapatnya Violeta menyimpan bangkai akhirnya baunya tercium juga. Sekuat apa pun Violeta dan Mario berusaha menutup akses media agar berita tidak sampai ke permukaan akhirnya berita itu sampai juga ke telinga William. Bukan belas kasihan yang Leonel dapat tetapi William justru menghadiahkan sebuah pukulan di wajah Leonel hingga pria itu tersungkur. “Kau benar-benar seorang bajingan!” William memaki adiknya sambil menarik sebuah bangku kayu lalu duduk. Sementa
Chapter 30
Chapter 31Are You Sure?
Chapter 32A Woman“Kau tampan seperti ayahmu, Brian.” Rebecca membelai rambut seorang anak laki-laki berusia tiga tahun. “Kuharap kau tidak sungguh-sungguh membawa Brian ke London,” ucap Benji, suami Rebecca. Rebecca tersenyum tipis. “Aku lebih baik kehilangan pekerjaan dari pada harus berpisah dari Brian walaupun hanya satu hari, Benji. Kau tahu itu.” “Yeah... kau tidak memikirkan perasaanku.” Benji mengedikkan kedua bahunya seraya menatap Brian dengan tatapan lembut.“Demi Tuhan, Benji. Kami hanya satu bulan di London.” Rebecca memutar bola matanya dengan enggan dan terlihat jengah kepada Benji.Benji menekuk kakinya, menyejajarkan dirinya dengan Brian yang memainkan rubik di tangannya sambil bersandar di sofa dengan gaya sangat santai. “Bagaimana jika kau tinggal di sini saja dan biarkan mommy-mu bekerja di London?” Brian menghentikan gerakannya menyusun rubik dan mengalihkan fokusnya kepada Benji. “No, Daddy. Aku harus bersama Mommy. Aku tidak bisa tidur tanpa Mommy." Benji m
Chapter 33Daddy?London, 21 Juli. Pada akhirnya, Rebecca akan melangkahkan kakinya untuk pertama kalinya di Glamour Entertainment. Setelah empat tahun berlalu, waktu begitu cepat berputar seolah tidak terasa. Diam-diam wanita itu menghela napasnya dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan sambil matanya menatap bangunan gedung Glamour Entertainment. “Kau baik-baik saja?” tanya Candy seraya melepaskan sabuk pengaman. Rebecca mendengus pelan seraya mengedikkan bahunya. “Apa aku terlihat buruk?” “Sama sekali tidak, kau sempurna. Aku yakin jika dia....” “Candy!” Rebecca melotot kepada Candy. Candy mengedikkan bahunya. “Mau tidak mau kita pasti akan berjumpa dengannya." “Yeah, semoga tidak.” Rebecca membuka pintu mobil dan dengan anggun wanita itu keluar dari mobilnya kemudian melangkah menuju lobi utama diikuti oleh Candy, setelah melewati scurity check dan mengenakan tanda pengenal sebagai visitor, mereka langsung disambut oleh seorang wanita berkaca mata dengan penampilan formal
Epilogue
Leonel berbalik ia menatap Benji dengan tatapan dingin. “Kupastikan kalian akan bercerai, hari ini juga.”
“Ada sesuatu yang tidak aku tahu? Sayangku?” tanya Benji sambil mengemudikan mobilnya.
Pada akhirnya, mereka tidak membicarakan apa pun karena saat Rebecca kembali dari bekerja pukul dua belas malam, ia hanya mendapati Candy yang tengah mengemasi seluruh barang-barang mereka di dalam unit apartemen, sementara Brian tampak tertidur pulas di atas tempat tidur. Tidak ada Mark, juga Leonel. Pria itu melarikan diri darinya, anggap saja begitu.
“Dad, aku merindukanmu,” ucap Brian yang sedang bercakap-cakap dengan Benji menggunakan video call didampingi oleh Candy yang duduk di sebelahnya.
“Jadi, bagaimana caranya aku mencuci gelas jika kau memegangi tanganku?” Rebecca sedikit mendongak untuk menatap Leonel.
“Apa Brian menyusahkanmu?” tanya Rebecca sambil melepaskan sepatu hak tingginya dan bergegas melangkah ke kamarnya. Ia baru saja kembali dari bekerja pukul sebelas malam.
“Kau membawanya ke sini, apa kau tidak waras?”
Malam itu, mengenakan piama yang disiapkan mendadak oleh Prilly, Rebecca duduk bersandar pada ranjang sementara Brian dan Mark, masing-masing menggunakan paha Rebecca sebagai bantal di kepala mereka. Rebecca membacakan salah satu koleksi buku dongeng penghantar tidur milik Mark hingga kedua bocah itu tertidur.