Aku semakin meramas buket bunga denga perasaan yang sudah bercampur aduk. Melihat apa yang barusan kulihat segera aku berlari melangkah menjauh dari kedai tersebutbersamaan dengan hujan yang turun tiba tiba. Hatiku sakit melihat senyuman dan tatapan lelaki itu yang sangat sulit ku dapatkan ketika bersama ku, dan bersama perempuan tadi dia begitu bebas, entah kenapa aku sedikit kecewa. Kecewa pada diriku, kecewa pada hati ku yang tidak bisa membuat wajah itu tersenyum melihatku.
Aku menatap langit malam membiarkan kali ini hujan menguyurku dengan deras. Aku hanya berharap hujan bisa menjadi pengalih rasa kecewa di dadaku ini. Tidak peduli dengan tatapan orang banyak di sekitarku. Dalam diam air mataku pun akhirnya turun bersama jatuhnya rintik hujan malam ini. Ku keluarkan semua rasa kelutku menangis sekencang mungkin melampiaskan sesak di dadaku.
Sampai hujan pun berhenti aku sengaja memperlambat langkahku yang terus melangkah tak tau arah. Sampai sebuah tangan
Laras melanjutkan langkah sedikit berlari menuju halte bus dengan kelima jari menutup renggang matanya. Ketika pada pagi itu debu yang terbawa angin sedikit terbang ke arahnya. Namun, tiba tiba saja langkahnya terjatuh saat sebuah tubuh ramping sengaja menabraknya dengan sedikit keras. “Sial!” Terdengaran jelas umpatan kesal dari suara tersebut. Ia lantas mengerutkan kedua alis, kenapa jadi perempuan ini yang mengumpat? bukan seharusnya dirinyalah yang mengumpat jelas. Apa perempuan itu tidak melihat Laras sudah terjatuh terduduk di tanah seperti ini. Laras memagang pinggulnya dengan sedikit meringis. Ia mencoba bangun dengan perlahan dan benar saja nyeri pinggulnya semakin teras. Sebuah sentuhan lembut tiba tiba saja mengejutkan Larada, pergelangan tanganya di angkat perlahan seakan yang memerintahkannya untuk berdiri. Laras yang terkejut hanya bisa mengikut gerakan perempuan tersebut. “Maaf… apa kamu baik baik saja?” perempuan cantik ramping berkaca
Laras lantas langsung mengatur ekspresi wajahnya, merapikan rambutnya dan membenarkan posisi duduknya. Lalu dia tersenyum sopan menatap perempuan tersebut. "Maaf saya baru ingat, Saya Laras, salam kenal” ucap balik Laras seraya mengulurkan tangan kananya pada Clara. "Menurut ramalan, cuaca hari ini memang sedang tidak bagus." Sambung Clara, “Dan mungkin itu kenapa kita berdua bisa jatuh tadi” Laras hanya bisa mengangguk. Ia tidak tau harus membalas obralan itu dengan apa. Baru pertama kali ia betemu dengan wanita yang begitu humble seperti ini, dan itu membuatnya gugup. Perempuan bernama Clara itu masih terus memandanginya. tatapannya sedikit mengganggu dan membuat Laras menjadi salah tingkah. Dengan keberanian yang tersisa Laras putuskan untuk bertanya lagi, memecahkan kegugupan di sekitarnya ini. "Sepertinya Saya baru kenal bu Clara hari ini" ucap Laras masih dengan suara gugup terdengar. Clara menyinggungkan senyum ringa
Drtt drtt. Getaran di ponsel Max mengalihkan dia dari cup cake di tangannya itu. Diletakkan kue tersebut di atas meja dan segara membuka isi pesan yang tertera di layar ponsel itu. (To: Mr. Maxwell Prayoni A fresh beginning for our latest store. we would love to say "hello" as you enjoy you daily brew come together to celebrate the first flowers's shop) Ternyata sebuah pesan dari Ria yangmengirimkan sebuah softcopy undangan untuknya. Max memilih untuk membaca pesan itu tanpa mau membalas dan kembali melanjutkan focus pada berkasnya. Namun, tak lama suara dering ponselnya terdengar lagidan sudah tertera nama Ria di sana. "Hallo Max, kamu sudah baca pesan dari aku?" "Hn" "Besok malam aku boleh ya berangkat bersama kamu"ucap Ria antusias. “See you tomorrow tonight" Wanita itu langsung mematikan sambungan telepon tanpa mau mendengar r
Setelah menjadi pusat perhatian karena dirinya yang muncul tiba tiba tadi. Dengan sedikit salah tingkah Laras langsung menyingkir dari depan pintu tersebut. Berdiri di samping meja belakang acara dengan begitu malu. MC yang tadi menghentikan sambutnya kini sudah kembali melanjutkan tugasnya lagi. Dan para tamu pun sudah mengalihkan tatapan mereka dari Laras. Walaupun begitu tetap saja rasanya Laras ingin sekali bersembunyi dan pergi jauh dari tempat ini sekarang juga. Laras sangat malu! Terdengar MC memanggil nama yang Laras yakin adalah ibunya Clara untuk naik ke atas panggung. Laras lantas menatap perempuan berumur itu bersama dengan Clara yang sudah berdiri cantik di atas panggung. Dengan style gaun hitam mewah kini terdengar Clara yang sedang mengucapkan berbagai kata terimakasih untuk para tamu undangan. Tak lupa Clara juga mempersilahkan para tamu untuk mencicipi Dessert yang sudah disiapkan dan penyambutan itu pun diakhiri dengan tepuk tang
Laras tersentak menangkap jas hitam yang di lempar itu. Matanya menatap jas hitam yang sudah dipegang nya bergantian dengan menatap Max yang kini sudah masuk kedalam mobil. Laras terdiam, masih pada posisinya. Mendadak tubuhnya terkejut saat bunyi klakson dari arah belakangnya terdengar dan Laras pun segera memakai jas abu Max cepat setelah itu Laras masuk ke dalam mobil Max. Max langsung melajukan mobilnya dalam diam. Sedangkan Laras membenarkan posisi duduknya dengan canggung. Sepanjang perjalanan Laras hanya bisa ikut terdiam menatap jalan di luar sana. Dia tak tau Max akan membawanya kemana yang jelas dia hanya sedikit takut dengan Max sekarang. Apalagi mengingat untuk pertama kalinya Max membentak Laras begitu keras tadi. Kini rasa kekhawatiran semakin memenuhi benaknya pikiranya jauh berkelanan. Dia semakin menekan ujung jas menunduk takut. Sedetik kemudian dia melirik Max yang masih jelas terlihat sedang menahan amarahnya. Laras tak tau jika Max ju
Kedua orang tersebut lantas terkejut tak percaya mendengar apa yang baru saja Max diucapkan. Dengan Laras yang kini sudah ternganga membesar mata sempurna. Sementara dengan lelaki bernama Edgar itu sudah memunculkan ekspresi sangat terkejut dengan apa yang didengarnya itu. "Ahaha, Kenapa anda tidak bilang " Edgar tergugup salah tingkah menatap Max. Max semakin merangkul Laras di sampingnya dengan sorot mata yang masih menatap Edgar dingin. "Apa saya harus bilang?" Tanya Max mencoba tenang. Ketika menyadari dirinya terlalu tersulut emosi Edgar semakin menciut "Kalau anda bilang mungkin saya akan menyapanya dengan baik" Ucap Edgar semakin salah tingkah. "Dan sejak kapan Anda suudah mempunyai tunangan? Rumor yang saya dengan anda masih sendiri” "Anda tidak perlu tau soal itu. Saya memang tidak pernah mempublikasi status saya dam yang jelas wanita ini adalah tunangan saya " balas Max menekan setiap katan
Keesokan paginya .. Laras turun dari kasur tak bersemangat. Dia melirik jam yang sudah menunjuk di angka tujuh tepat. Pagi ini entah kenapa tubuhnya sedikit lemas tidak seperti biasanya. Sepertinya akibat pesta semalam di tambah dengan begadang membuat bahan presentasi subuh tadi. Membuat Laras merasa sangat kelelahan pagi ini. Hari ini Laras harus berangkat bekerja, tak ada alasan buat Laras untuk Absen. Apalagi pagi ini Max mempunyai jadwal meeting penting dan Laras harus berada di samping lelaki itu nanti. Dengan sedikit lunglai Laras menyeret langkah nya bergerak menuju kamar mandi. Selang berapa menit, Laras segera membenarkan penampilannya dengan sedikit tergesa. Dia mengambil tas seraya mengunci pintu dan bergegas menuju halte bus. Laras mendesah ketika melihat jam di tangan nya sudah hampir menunjukan pukul delapan. Dengan bus yang melaju lambat sepertinya ini. Pasti Laras akan terlambat lagi. Laras harap Max belum datang sebelum dia sampai nant
Dengan sigap Max menangkap tubuh Laras yang sudah jatuh kedalam dekapannya. Dia tahan tubuh itu dengan satu tangan erat. Bisa dia rasakan suhu panas dari balik tubuh Laras. Saat dia melihat kembali wajah Laras yang semakin pucat dengan buliran keringat yang semakin bercucuran. Tanpa buang waktu lagi Max membawa Laras masuk kedalam mobilnya. Fokusnya semakin buyar saat mendengar tangisan yang keluar dari mulut Laras dan berhasil membuat Max semakin kelabakan. Masa bodo dengan rambu lalu lintas. Max melajukan mobilnya itu dengan kecepatan penuh. Dan sampailah mobil yang di kendari Max di rumah sakit tujuan. Setelah meminta dokter untuk segera menangani Laras. Kin Max pun sedikit menghembuskan nafas lega. Dirinya terduduk sendiri di lorong rumah sakit. Menunggu pintu ruang UGD itu terbuka dan kabar dari dokter yang memer
Beberapa hari setelah kejadian Laras memundurkan diri. Max menjalankan harinya seperti biasa melakukan aktivitas lain dan tetap bekerja. Namun semua itu tak menutup perubahan sikap yang Max tunjukan, dia lebih sering banyak melamun bahkan kadang ia juga sering menunjukan emosinya sekarang. Dan Cindy yang sadar akan perubahan sikap Max hanya bisa memperhatikannya, sudah beberapa kali ia mendapati Max melamun ketika sedang bersamanya, seperti sekarang ini lelaki itu hanya menatap spaghetti yang ada di depannya tanpa memakannya . "Max... "panggil Cindy pelan berhasil buat Max sadar akan lamunannya. "Apa ada sesuatu yang ganggu pikiran kamu?,aku lihat dari tadi kamu melamun" tanya Cindy khawatir Max a langsung menyinggungkan senyum tipis"maaf... aku mas
Laras berulang kali terus menghelaikan nafas. wanita itu hanya terdiam sambil melihat pemandangan diluar jendela mobil. Alex yang mengerti kondisi Laras hanya membiarkan wanita yang pagi tadi meminta tolong untuk mengantarnya ke kantor Max. Dan hanya ini lah yang bisa Alex lakukan, menemani Laras dalam keterpurukan. Alex tau hubungan Laras dan Max sudah berakhir. Alex juga tahu hari ini Laras mengundurkan diri. Ya.... semua itu sudah menjadi keputusan mereka yang tak bisa diganggu gugat, dan sebagai teman mereka Alex hanya bisa memahami semua itu. Alex melirik Laras dan mencoba membuka suara. "Laras.. apa rencana Lo setelah ini?" tanya Alex perlahan. Laras menegakkan tubuhnya menyinggungkan senyum tipis "Mungkin untuk selanjutnya aku akan menenangkan diri sejenak" ja
Keesokan harinyaWanita yang mengenakan celana coklat susu dan baju sifon putih itu melangkah memasuki gedung, dia datang bukan untuk bekerja melainkan untuk menyerahkan surat pengunduran diri yang semalam dia buat. Laras eratkan jemarinya pada tali tas dan menghirup nafas dalam. Lalu dengan sedikit percaya diri ia pun masuk ke ruangan tersebut.Terlihat lelaki yang membelakangi dirinya menatap luar kaca gedung tanpa menolehkan wajah sama sekali..“akhmm” Seketika pandangan mereka bertemu satu sama lain. Laras lantas bergerak maju ke depan lelaki yang sedang menatapnya dengan datar itu .Laras tatap lelaki di depannya itu dengan pias. Mendadak atmosfer sekitar mereka berubah menjadi canggung.Laras berikan singgungkan senyum kecut dan Sedetik setel
Pandangan pertama yang ia lihat ketika masuk kedalam gedung adalah para pegawai yang tengah berkumpul. Melihat sekitar itu membuat ia tahu tentang hal apa yang membuat para pegawai sudah berbisik bisik. Ternyata bukan hanya dirinya yang menampilkan raut wajah terkejut hingga heran dengan berita yang sedang beredar ini.. Dan Max, lelaki itu berhasil membuat semua orang tau betapa brengseknya dia!Segera ia menemui lelaki yang entah mengapa sudah membuatnya sedikit kesal. Dengan tak sabaran ia melangkah masuk tatkala pintu lift sudah terbuka dengan lebar. Ketika ia akan masuk lift tersebut tak sengaja seseorang menabrak pundak nya hingga berhasil membuat dirinya menjadi sedikit tak seimbang."sorry.. sorry saya gak sengaja" wanita yang sudah memunculkan raut wajah menyesal itu tergugup "anda gapapa kan?" tanyanya kemudian.
“Itu saya taruh karena saya lagi cari dompet mbak! jangan asal nuduh ya” seru Rina dengan penuh emosi"Udah mbak bawa ke kantor polisi aja" teriak seseorang yang ada di kerumunan melihat menyudutkan Rina."iya bener tuh bener" sahut lainnya.Laras yang mendengar itu lantas memajukan tubuh masuk ke dalam kerumunan dan langsung ikut ambil peran dengan kejadian tersebut."Ada apa ya mbak?" tanya Laras meminta penjelasan menatao pegawai toko dan bergantiajn melihat Bu Rina"Laras" Rina membesarkan matanya terkejut."ibu ini ketahuan mau maling obat mbak saya sendiri yang liat ibu ini masukin obat ke dalam tasnya" jelas pegawai sembari menunjuk ke arah Rina.
Laras yang masih terdiam di depan pintu tersebut. Seketika jantung berdebar hebat menunggu jawaban Max akan penawaran yang lelaki tua itu ucapkan tadi. Ia semakin menggenggam erat tangkai pintu seraya menguatkan tubuhnya agar tak jatuh. "Maaf sedikit keluar jalur. Cindy anak saya cerita semenjak … ketemu bapak di rumah sakit dia sudah tertarik dengan pak Max. Saya datang ke sini juga atas permintaan Cindy, ketika dengar saham ayah kamu turun. Dan kami juga rekan bisnis pak Rinto. Mungkin gak ada salahnya saya mengajukan penawaran tadi. Lagi pula kita akan sama sama menguntungkan di sini, jadi bagaimana dengan tawaran ini pak Max? apa bapak bersedia mengikat diri dengan putri saya?" tanya lelaki paruh baya itu. Max belum menjawab sama sekali ucapan lelaki di hadapannya itu, ia masih terdiam, seketika beban pikirannya bertambah banyak. Mendengar tawaran dari le
Laras melangkah ke lorong koridor rumah sakit termenung menatap dengan pandangan kosong jalan di depanya. Pikirannya resah dengan semua yang ia lihat tadi. ia hembuskan nafas panjang dan berhenti menatap taman di depan sana. ia melangkahkan kakinya menuju kursi besi yang berada di taman tersebut.Suasana sore di taman itu cukup sepi. Hanya ada beberapa suster yang berlalulangan di belakang nya. Ia tatap sinar matahari sore yang sebentar lagi akan tenggelam. lagi, ia hembuskan nafas ia angkat wajah menatap langit berwarna orange sembari menutup mata merasakan angin yang bertiup ke arahnya. Entah mengapa sejak tadi perasaannya tak karuan, bahkan melihat lelaki itu menatap wanita lain saja berhasil membuat ia takut dengan semua peruntungannya akan menjadi sia sia begitu saja selama ini."Laras" panggil seseorang yang sudah menyentuh pundaknya pelan.
Laras terbangun bingung ketika melihat Max yang sudah memunculkan raut wajah panik dan gusar. Segera ia dudukan tubuhnya di atas ranjang dengan ekspresi yang sudah ikut memunculkan raut wajah bertanya tanya memandangi lelaki itu."Ada apa?"Laras majukan tubuh nya menyentuh pundak Max saat Max masih terdiam."Max,,kenapa?"Max tersentak dengan sentuhan tangan Laras,ia menolehkan wajah menatap Laras yang ada di samping."kita akan pulang hari ini" jawabnya "cepat berkemas" lanjut Max dengan suara yang terlihat khawatir lalu turun dari ranjang.Mendengar perintah itu Laras hanya menatap heran punggung Max yang sudah menghilang di balik pintu kamar mandi. Sebenarnya ada apa ini?.Apa ada sesuatu yang mendesak sekarang,
Max tersadar akan lamunannya saat tangan wanita itu menyentuhnya. Ia terlalu terhanyut dengan semua yang dilakukan Laras. Kemudian Max bentangkan senyum ir tipis yang diiringi dengan anggukan wajah membalas ucapan terimakasih wanita itu tadi. Hanya itu yang bisa Max lakukan, Ketika semua alasan Laras tadi selalu berhasil membuat Max terdiam dan tak tau harus membalas apa. Kini ia merasa keadaan semakin menyudutkan dirinya. "Aku seneng liat kamu senyum" ucap Laras dengan wajah berbinar sangat jelas. "berdua kamu di sini, mungkin bakal jadi moment terindah dalam hidup aku" lanjutnya sembari melepaskan sentuhan pada Max. "Max, sekali lagi terimakasih udah buat kesempatan malam ini berjalan lancar" Max mengerutkan kening tatkala kata kata Laras terdengar putus asa.