Keesokan harinya
Wanita yang mengenakan celana coklat susu dan baju sifon putih itu melangkah memasuki gedung, dia datang bukan untuk bekerja melainkan untuk menyerahkan surat pengunduran diri yang semalam dia buat. Laras eratkan jemarinya pada tali tas dan menghirup nafas dalam. Lalu dengan sedikit percaya diri ia pun masuk ke ruangan tersebut.
Terlihat lelaki yang membelakangi dirinya menatap luar kaca gedung tanpa menolehkan wajah sama sekali..
“akhmm” Seketika pandangan mereka bertemu satu sama lain. Laras lantas bergerak maju ke depan lelaki yang sedang menatapnya dengan datar itu .
Laras tatap lelaki di depannya itu dengan pias. Mendadak atmosfer sekitar mereka berubah menjadi canggung.Laras berikan singgungkan senyum kecut dan Sedetik setel
Laras berulang kali terus menghelaikan nafas. wanita itu hanya terdiam sambil melihat pemandangan diluar jendela mobil. Alex yang mengerti kondisi Laras hanya membiarkan wanita yang pagi tadi meminta tolong untuk mengantarnya ke kantor Max. Dan hanya ini lah yang bisa Alex lakukan, menemani Laras dalam keterpurukan. Alex tau hubungan Laras dan Max sudah berakhir. Alex juga tahu hari ini Laras mengundurkan diri. Ya.... semua itu sudah menjadi keputusan mereka yang tak bisa diganggu gugat, dan sebagai teman mereka Alex hanya bisa memahami semua itu. Alex melirik Laras dan mencoba membuka suara. "Laras.. apa rencana Lo setelah ini?" tanya Alex perlahan. Laras menegakkan tubuhnya menyinggungkan senyum tipis "Mungkin untuk selanjutnya aku akan menenangkan diri sejenak" ja
Beberapa hari setelah kejadian Laras memundurkan diri. Max menjalankan harinya seperti biasa melakukan aktivitas lain dan tetap bekerja. Namun semua itu tak menutup perubahan sikap yang Max tunjukan, dia lebih sering banyak melamun bahkan kadang ia juga sering menunjukan emosinya sekarang. Dan Cindy yang sadar akan perubahan sikap Max hanya bisa memperhatikannya, sudah beberapa kali ia mendapati Max melamun ketika sedang bersamanya, seperti sekarang ini lelaki itu hanya menatap spaghetti yang ada di depannya tanpa memakannya . "Max... "panggil Cindy pelan berhasil buat Max sadar akan lamunannya. "Apa ada sesuatu yang ganggu pikiran kamu?,aku lihat dari tadi kamu melamun" tanya Cindy khawatir Max a langsung menyinggungkan senyum tipis"maaf... aku mas
(Banyak orang yang bertanya padaku. “Apa yang terus membuatku bertahan?” Dan jawabku masih sama seperti biasanya.“Karena hanya dia yang selalu ada di hatiku”- Laras.) ____________________________________________ Jakarta di pagi hari ... sama seperti biasanya cerah dan ramai. Mungkin sebagian orang beranggapan kalau pagi ini adalah pagi yang indah. Namun tidak untuk wanita sepertiku yang menurutku setiap pagi itu sama saja. 24 tahun sudah aku menjalankan kehidupan yang monoton dan membosankan seperti ini. Bekerja dan bekerja adalah kesibukanku sehari hari, belum lagi kehidupan kantor ku yang sangat membuatku ingin segera resign dari sana, tapi untuk seribu alasan yang aku ucapkan, nyatanya aku tidak akan pernah bisa keluar dari kantorku sebelum semua
Sepanjang jalan menuju meja ku. Aku terus teremenung, menghelai nafas panjang yang sudah menjadi kebiasaanku sejak beberapa bulan ini. Semua karena rasa khawatir yang selalu ada di dalam diriku, yang entah sejak kapan sudah menjadi sebuah pertanyaan untuk diriku sendiri,tentang... kenapa aku bisa sangat mencintai lelaki yang tidak pernah mencintaiku itu. Oh betapa aku sangat bodoh saat ini. Aku tidak pernah menyalahkan dia yang selalu menatapku dengan tatapan kebenciannya. Tapi, bisakah sedikit saja dia menerimaku, walaupun memang akulah yang salah karena semua ini.Masalah ini terjadi ketika aku yang dengan mudahnya menerima penawaran dari Rinto Surya, Ayah dari Max Prayoni beberapa bulan yang lalu. Yah... aku adalah tunangan dari Max Prayoni lelaki yang ku temui tadi, lelaki yang tidak berkuasa di
Pada kenyataannya, apa yang sudah Max katakan waktu itu benar. Lelaki itu membuktikan jika dia akan membuatku menyesal telah menerima pertunangan ini. Namun, sekeras apapun Max ingin membuat ku menyerah, lelaki itu tidak akan pernah bisa melawan rasa cintaku padanya. Karena aku sudah berjanji akan menggunakan setiap waktu yang kumiliki, untuk mencintainya sebanyak mungkin. Semakin Max ingin membuat ku menyerah dan membuktikan bahwa dia tidak mencintaiku, maka semakin juga aku akan tetap bertahan dan akan terus membuktikan bahwa aku sudah sangat mencintainya. Aku akan membuktikan bahwa wanita rendah seperti ku ini bisa membuat lelaki sombong seperti Max bertekuk lutut di hadapanku. TING Lamunkan tersadar saat mendengar notifikasi yang berasal dari ponsel ku, aku buka pesan itu dengan cepat saa
Tubuhku hampir saja terjatuh kalau saja tangan kekar ini tidak menahanku sekarang. Kini jantungku sudah berdetak dua kali lipat lebih cepat, bukan karena ucapan yang di kontrakannya tadi. Tapi, karena wajah Max yang sudah sangat terlalu dekat dengan wajah ku. Oh tidak! Ini tidak baik untuk jantungku! Latas aku coba mendorong tubuh Max dengan sekuat tenaga, Namun, dengan sigapnya lelaki itu semakin mendekapku erat. Dan aku malah semakin terkurung di rengkulan nya. "Jawab saya Laras, apa kamu benar sudah berani bermain di belakang saya?" Wajah itu perlahan maju, bahkan aku dapat merasakan deru nafas hangat nya. Rasanya perasaanku semakin kelud, bahkan dapat kudengar debaran jantungku seperti sudah ingin keluar
Suara keheningan kini menyelimutiku dengan Max. Tidak ada pembicaraan yang berani aku keluarkan untuk sekedar mengajak Max berbicara. Setelah menyelesaikan masalahku dengan Alex, Max masih terdiam, seperti biasa kami berdua bungkam dan asing satu sama lain. Aku lebih memilih melihat pemandangan di luar kaca mobil, dan Max, fokus dengan kemudinya. Jarak rumah om Rinto memerlukan waktu dua jam lamanya. Jakarta - Bandung memanglah dekat, tapi entah kenapa semua terasa sangat jauh ketika bersama Max. Rasanya lebih baik aku menaiki bus daripada harus satu mobil dengan Max. Melihat senja yang sudah hampir tenggelam, aku meringis pelan seraya berdumal senja bisakah kamu membawa kesedihan di hatiku ini. __
Percakapan itu berlanjut dengan Rinto yang tersenyum puas mendengar jawaban Max, dan Bu Rina yang sepertinya tidak percaya kalau Max akan mengantarkan sesuatu yang tidak mungkin itu. Begitupun dengan aku... yang sangat terkejut dengan semua ini. Apa benar Max ingin menikah denganku? “Syukurlah kalau kamu memang mempunyai rencana seperti itu, Max. Apapun rencananya pasti ayah akan mendukungmu” ujar Rinto antusias. “Kira - kira seperti apa konsep pernikahan yang kalian inginkan nanti” Max mendengus, “Semua tergantung Laras yah, Max akan ikuti kemauan Laras nanti” Rinto mengangguk, bergantian menatap Laras.“apa ayah boleh tau Laras?” Aku semakin bersemu malu, apa Max benar mau mengikuti konsep pernikahan impian ku. Ak
Beberapa hari setelah kejadian Laras memundurkan diri. Max menjalankan harinya seperti biasa melakukan aktivitas lain dan tetap bekerja. Namun semua itu tak menutup perubahan sikap yang Max tunjukan, dia lebih sering banyak melamun bahkan kadang ia juga sering menunjukan emosinya sekarang. Dan Cindy yang sadar akan perubahan sikap Max hanya bisa memperhatikannya, sudah beberapa kali ia mendapati Max melamun ketika sedang bersamanya, seperti sekarang ini lelaki itu hanya menatap spaghetti yang ada di depannya tanpa memakannya . "Max... "panggil Cindy pelan berhasil buat Max sadar akan lamunannya. "Apa ada sesuatu yang ganggu pikiran kamu?,aku lihat dari tadi kamu melamun" tanya Cindy khawatir Max a langsung menyinggungkan senyum tipis"maaf... aku mas
Laras berulang kali terus menghelaikan nafas. wanita itu hanya terdiam sambil melihat pemandangan diluar jendela mobil. Alex yang mengerti kondisi Laras hanya membiarkan wanita yang pagi tadi meminta tolong untuk mengantarnya ke kantor Max. Dan hanya ini lah yang bisa Alex lakukan, menemani Laras dalam keterpurukan. Alex tau hubungan Laras dan Max sudah berakhir. Alex juga tahu hari ini Laras mengundurkan diri. Ya.... semua itu sudah menjadi keputusan mereka yang tak bisa diganggu gugat, dan sebagai teman mereka Alex hanya bisa memahami semua itu. Alex melirik Laras dan mencoba membuka suara. "Laras.. apa rencana Lo setelah ini?" tanya Alex perlahan. Laras menegakkan tubuhnya menyinggungkan senyum tipis "Mungkin untuk selanjutnya aku akan menenangkan diri sejenak" ja
Keesokan harinyaWanita yang mengenakan celana coklat susu dan baju sifon putih itu melangkah memasuki gedung, dia datang bukan untuk bekerja melainkan untuk menyerahkan surat pengunduran diri yang semalam dia buat. Laras eratkan jemarinya pada tali tas dan menghirup nafas dalam. Lalu dengan sedikit percaya diri ia pun masuk ke ruangan tersebut.Terlihat lelaki yang membelakangi dirinya menatap luar kaca gedung tanpa menolehkan wajah sama sekali..“akhmm” Seketika pandangan mereka bertemu satu sama lain. Laras lantas bergerak maju ke depan lelaki yang sedang menatapnya dengan datar itu .Laras tatap lelaki di depannya itu dengan pias. Mendadak atmosfer sekitar mereka berubah menjadi canggung.Laras berikan singgungkan senyum kecut dan Sedetik setel
Pandangan pertama yang ia lihat ketika masuk kedalam gedung adalah para pegawai yang tengah berkumpul. Melihat sekitar itu membuat ia tahu tentang hal apa yang membuat para pegawai sudah berbisik bisik. Ternyata bukan hanya dirinya yang menampilkan raut wajah terkejut hingga heran dengan berita yang sedang beredar ini.. Dan Max, lelaki itu berhasil membuat semua orang tau betapa brengseknya dia!Segera ia menemui lelaki yang entah mengapa sudah membuatnya sedikit kesal. Dengan tak sabaran ia melangkah masuk tatkala pintu lift sudah terbuka dengan lebar. Ketika ia akan masuk lift tersebut tak sengaja seseorang menabrak pundak nya hingga berhasil membuat dirinya menjadi sedikit tak seimbang."sorry.. sorry saya gak sengaja" wanita yang sudah memunculkan raut wajah menyesal itu tergugup "anda gapapa kan?" tanyanya kemudian.
“Itu saya taruh karena saya lagi cari dompet mbak! jangan asal nuduh ya” seru Rina dengan penuh emosi"Udah mbak bawa ke kantor polisi aja" teriak seseorang yang ada di kerumunan melihat menyudutkan Rina."iya bener tuh bener" sahut lainnya.Laras yang mendengar itu lantas memajukan tubuh masuk ke dalam kerumunan dan langsung ikut ambil peran dengan kejadian tersebut."Ada apa ya mbak?" tanya Laras meminta penjelasan menatao pegawai toko dan bergantiajn melihat Bu Rina"Laras" Rina membesarkan matanya terkejut."ibu ini ketahuan mau maling obat mbak saya sendiri yang liat ibu ini masukin obat ke dalam tasnya" jelas pegawai sembari menunjuk ke arah Rina.
Laras yang masih terdiam di depan pintu tersebut. Seketika jantung berdebar hebat menunggu jawaban Max akan penawaran yang lelaki tua itu ucapkan tadi. Ia semakin menggenggam erat tangkai pintu seraya menguatkan tubuhnya agar tak jatuh. "Maaf sedikit keluar jalur. Cindy anak saya cerita semenjak … ketemu bapak di rumah sakit dia sudah tertarik dengan pak Max. Saya datang ke sini juga atas permintaan Cindy, ketika dengar saham ayah kamu turun. Dan kami juga rekan bisnis pak Rinto. Mungkin gak ada salahnya saya mengajukan penawaran tadi. Lagi pula kita akan sama sama menguntungkan di sini, jadi bagaimana dengan tawaran ini pak Max? apa bapak bersedia mengikat diri dengan putri saya?" tanya lelaki paruh baya itu. Max belum menjawab sama sekali ucapan lelaki di hadapannya itu, ia masih terdiam, seketika beban pikirannya bertambah banyak. Mendengar tawaran dari le
Laras melangkah ke lorong koridor rumah sakit termenung menatap dengan pandangan kosong jalan di depanya. Pikirannya resah dengan semua yang ia lihat tadi. ia hembuskan nafas panjang dan berhenti menatap taman di depan sana. ia melangkahkan kakinya menuju kursi besi yang berada di taman tersebut.Suasana sore di taman itu cukup sepi. Hanya ada beberapa suster yang berlalulangan di belakang nya. Ia tatap sinar matahari sore yang sebentar lagi akan tenggelam. lagi, ia hembuskan nafas ia angkat wajah menatap langit berwarna orange sembari menutup mata merasakan angin yang bertiup ke arahnya. Entah mengapa sejak tadi perasaannya tak karuan, bahkan melihat lelaki itu menatap wanita lain saja berhasil membuat ia takut dengan semua peruntungannya akan menjadi sia sia begitu saja selama ini."Laras" panggil seseorang yang sudah menyentuh pundaknya pelan.
Laras terbangun bingung ketika melihat Max yang sudah memunculkan raut wajah panik dan gusar. Segera ia dudukan tubuhnya di atas ranjang dengan ekspresi yang sudah ikut memunculkan raut wajah bertanya tanya memandangi lelaki itu."Ada apa?"Laras majukan tubuh nya menyentuh pundak Max saat Max masih terdiam."Max,,kenapa?"Max tersentak dengan sentuhan tangan Laras,ia menolehkan wajah menatap Laras yang ada di samping."kita akan pulang hari ini" jawabnya "cepat berkemas" lanjut Max dengan suara yang terlihat khawatir lalu turun dari ranjang.Mendengar perintah itu Laras hanya menatap heran punggung Max yang sudah menghilang di balik pintu kamar mandi. Sebenarnya ada apa ini?.Apa ada sesuatu yang mendesak sekarang,
Max tersadar akan lamunannya saat tangan wanita itu menyentuhnya. Ia terlalu terhanyut dengan semua yang dilakukan Laras. Kemudian Max bentangkan senyum ir tipis yang diiringi dengan anggukan wajah membalas ucapan terimakasih wanita itu tadi. Hanya itu yang bisa Max lakukan, Ketika semua alasan Laras tadi selalu berhasil membuat Max terdiam dan tak tau harus membalas apa. Kini ia merasa keadaan semakin menyudutkan dirinya. "Aku seneng liat kamu senyum" ucap Laras dengan wajah berbinar sangat jelas. "berdua kamu di sini, mungkin bakal jadi moment terindah dalam hidup aku" lanjutnya sembari melepaskan sentuhan pada Max. "Max, sekali lagi terimakasih udah buat kesempatan malam ini berjalan lancar" Max mengerutkan kening tatkala kata kata Laras terdengar putus asa.