Pada kenyataannya, apa yang sudah Max katakan waktu itu benar. Lelaki itu membuktikan jika dia akan membuatku menyesal telah menerima pertunangan ini. Namun, sekeras apapun Max ingin membuat ku menyerah, lelaki itu tidak akan pernah bisa melawan rasa cintaku padanya. Karena aku sudah berjanji akan menggunakan setiap waktu yang kumiliki, untuk mencintainya sebanyak mungkin.
Semakin Max ingin membuat ku menyerah dan membuktikan bahwa dia tidak mencintaiku, maka semakin juga aku akan tetap bertahan dan akan terus membuktikan bahwa aku sudah sangat mencintainya. Aku akan membuktikan bahwa wanita rendah seperti ku ini bisa membuat lelaki sombong seperti Max bertekuk lutut di hadapanku.
TING
Lamunkan tersadar saat mendengar notifikasi yang berasal dari ponsel ku, aku buka pesan itu dengan cepat saat melihat nama seseorang taman didalam sana
[Alex]
(Hi Ra, sore nanti jadi ya kamu temenin aku cari kado, tenang, aku akan menerakrimu kok)
Aku tersenyum membaca isi pesan dari Alex. Ku lihat kalender yang menunjukkan angka 27 Desember. Itu artinya hari ini adalah hari ulang tahun Tante Ani, ibu Alex. Sudah menjadi kebiasaan Alex memintaku untuk menemaninya membeli sebuah kado untuk ibunya itu. Alex adalah sahabatku, teman yang selalu ada sejak aku duduk di bangku SMP. Teman yang selalu mendengar keluh kesahku hingga saat ini
[Laras]
(Oke, nanti please jemput aku ya, and aku mau makan sushi hari ini)
[Alex]
(Siap nona :))
Braaakkk!!
Aku tersentak mendengar suara tumpukan berkas di atas mejaku secara tiba-tiba. Dan yang lebih membuatku terkejut lagi adalah melihat keberadaan Max yang sekarang ada di depan ku ini.
“Selesaikan semua ini, sore ini harus sudah ada di meja saya” katanya tanpa mau menatapku. Lalu dia pergi begitu saja, dan berhasil membuat ku sedikit terkejut melihat itu.
Aku ambil berkas di depan ku itu yang ternyata adalah berkas yang kemarin sudah aku kerjakan. Aku kira berkas ini sudah sepenuhnya selesai. Tapi ternyata Max mengembalikannya lagi, yang itu artinya aku harus merevisi ulang.
Aku tatap arloji di tanganku. Jarum jam sudah menunjukkan pukul dua belas siang, menandakan sebentar lagi akan masuk jam makan siang.
Aku menghela nafas panjang, melihat banyaknya berkas yang Max berikan, sepertinya aku akan melewatkan jam makan siang lagi.
“Aku harus semangat!”
Aku harus bisa menyelesaikan semua ini sebelum sore menjelang, dan aku juga harus menyelesaikannya secepat mungkin, aku tidak mau mengecewakan Max lagi. Aku akan membuktikan kalau aku bisa menjadi sekretaris yang berguna untuknya.
____________________________________________________________________________
Sedangkan Max yang sudah kembali pada kursinya. menarik nafas panjang dan menghembuskan dengan kasar. Kepalanya penat rasanya pikiran Max lelah akibat terus memikirkan bagaimana kelanjutan hubungan dengan wanita itu. Max ingin menghentikan hubungan yang tidak jelas ini, sudah beribu cara Max melakukan agar wanita itu menyerah, tapi hingga saat ini wanita itu masih tetap bertahan pada posisinya
Lamunannya seketika tersadar saat merasakan getaran di saku celana nya yang begitu kencang.
Drrtt drtttt
[Ayah]
(Malam ini ayah mengadakan acara makan malam bersama, Ayah berharap kamu dapat hadir bersama Laras nanti)
Setelah selesai membaca isi pesan itu, Max membuang ponselnya diatas meja. Sejak perempuan itu menjadi tunangan Max, semuanya berubah, termasuk dengan ayahnya yang entah sejak kapan mempunyai hobi baru, yaitu selalu mengadakan acara makan malam bersama, dan entah sudah berapa kali juga Max menolak ajakan itu dengan berbagai macam alasan.
Ting
[Ayah]
(Sahammu akan turun jika kamu berani mengabaikan ajakan ayah kali ini Max)
Oh shit! Kali ini ayah nya sudah mulai keluar batas, mengancam Max dengan persoalan saham! Yang benar saja! Apa yang sedang orang tua itu pikirkan sekarang! Apa dia berencana membuat Max semakin terjebak dengan wanita itu lagi? Kalau sudah seperti ini tidak ada alasan bagi max untuk menolak, Max balas pesan ayahnya itu dengan singkat.
Waktu berlalu begitu cepat, perlahan matahari menyembunyikan sinarnya. Tepat pukul lima sore,akhirnya aku selesai mengerjakan dokumen yang Max berikan siang tadi, dan tugasku sudah sepenuhnya selesai sekarang. Aku rentangkan kedua tanganku untuk mencoba menghilangkan rasa pegal, lalu aku bereskan barangku untuk bersiap pulang. Bukan untuk pulang kerumah. Melainkan untuk pergi bersama Alex mencari kado dan jangan lupakan untuk memakan sushi salmon nanti.
Aku jadi tidak sabar …
Selesai berkemas, aku bawa tumpukan dokumen yang aku kerjakan lagi ke dalam ruangan Max. Jika sudah sore seperti ini aku tidak perlu untuk mengetuk pintu, karena Max pasti sudah pulang lebih dulu. Dan benar saja ruangan itu sudah kosong, aku susuh tumpukan dokumen yang ku bawa ke atas meja Max dengan perlahan, secara bersamaan ponsel ku berbunyi, tertera nama Alex di layar.
"Hallo, iya sebentar lagi aku ke bawah. Tunggu aku di lobby ya Lex"
Panggilan itu pun berakhir dengan antusias aku balikan tubuhku untuk segera bergegas menyusul Alex. Namun seketika tubuhku tersentak melihat lelaki tegap yang entah darimana sudah berdiri bersedekap di depan pintu masuk dengan raut wajah datarnya.
Aku hembuskan nafas panjang. Max, kenapa lelaki itu belum meninggalkan kantor? Aku langsung menyembunyikan ponselku
"Hmm itu, dokumen yang tadi Pak Max berikan pada saya sudah selesai saya revisi" ucap ku gelagapan, saat lelaki itu hanya diam tidak menjawab.
Merasakan ponselku kembali berbunyi, dengan refleks aku panik, tertera nama Alex lagi di sana. Aku ingin mengangkatnya, namun Max, masih belum berpindah dari depan pintu dan itu membuatku bingung bagaimana caranya aku keluar dari ruangan ini .
Dengan berani mau tak mau, aku coba melangkah ke hadapan Max,"Kalau begitu saya ijin undur diri, selamat sore pak Max" pamitku sopan, selangkah aku akan melewatinya mendadak tubuhku terpaku saat aku merasakan dia tiba tiba saja menarik tanganku dengan cepat.
"Apa yang sedang kamu lakukan Laras? Apa kamu sudah berani bermain di belakang saya, hmm "
Tubuhku hampir saja terjatuh kalau saja tangan kekar ini tidak menahanku sekarang. Kini jantungku sudah berdetak dua kali lipat lebih cepat, bukan karena ucapan yang di kontrakannya tadi. Tapi, karena wajah Max yang sudah sangat terlalu dekat dengan wajah ku. Oh tidak! Ini tidak baik untuk jantungku! Latas aku coba mendorong tubuh Max dengan sekuat tenaga, Namun, dengan sigapnya lelaki itu semakin mendekapku erat. Dan aku malah semakin terkurung di rengkulan nya. "Jawab saya Laras, apa kamu benar sudah berani bermain di belakang saya?" Wajah itu perlahan maju, bahkan aku dapat merasakan deru nafas hangat nya. Rasanya perasaanku semakin kelud, bahkan dapat kudengar debaran jantungku seperti sudah ingin keluar
Suara keheningan kini menyelimutiku dengan Max. Tidak ada pembicaraan yang berani aku keluarkan untuk sekedar mengajak Max berbicara. Setelah menyelesaikan masalahku dengan Alex, Max masih terdiam, seperti biasa kami berdua bungkam dan asing satu sama lain. Aku lebih memilih melihat pemandangan di luar kaca mobil, dan Max, fokus dengan kemudinya. Jarak rumah om Rinto memerlukan waktu dua jam lamanya. Jakarta - Bandung memanglah dekat, tapi entah kenapa semua terasa sangat jauh ketika bersama Max. Rasanya lebih baik aku menaiki bus daripada harus satu mobil dengan Max. Melihat senja yang sudah hampir tenggelam, aku meringis pelan seraya berdumal senja bisakah kamu membawa kesedihan di hatiku ini. __
Percakapan itu berlanjut dengan Rinto yang tersenyum puas mendengar jawaban Max, dan Bu Rina yang sepertinya tidak percaya kalau Max akan mengantarkan sesuatu yang tidak mungkin itu. Begitupun dengan aku... yang sangat terkejut dengan semua ini. Apa benar Max ingin menikah denganku? “Syukurlah kalau kamu memang mempunyai rencana seperti itu, Max. Apapun rencananya pasti ayah akan mendukungmu” ujar Rinto antusias. “Kira - kira seperti apa konsep pernikahan yang kalian inginkan nanti” Max mendengus, “Semua tergantung Laras yah, Max akan ikuti kemauan Laras nanti” Rinto mengangguk, bergantian menatap Laras.“apa ayah boleh tau Laras?” Aku semakin bersemu malu, apa Max benar mau mengikuti konsep pernikahan impian ku. Ak
Sore di hari Sabtu begitu tenang, begitupun dengan diriku dan Alex sekarang. Hari ini aku menepati janjiku untuk menemaninya ke sebuah toko hadiah. Setelah berkeliling dan mencari hadiah yang cocok untuk tante Ani, disinilah aku berada. Di Sebuah toko sushi yang tidak jauh dari toko kado tadi. Alex menepati janjinya untuk mentraktirku dan membelikan sushi, bahkan dia menambahkan pesanan sushi kesukaanku tanpa aku minta. Alex memang sahabatku yang luar biasa, dia selalu tau apa saja yang aku suka. “Terima kasih, Pak Alex” ucapku tersenyum lebar menatapnya yang sedang menyiapkan pesanan Susi di depanku. Dia mendengus tertawa kecil. Tak lama dia taruh satu Susi di piringku. “Pokoknya kamu harus makan yang banyak ya, Ra” katanya layaknya orang tua yang sedang memperhatikan anaknya.
Keesokan paginya... aku terbangun dengan senyuman lebar di wajahku. Semalam aku bermimpi indah. Bermimpi tentang Max yang mengajakku makan malam disebuah restoran mewah dan berdansa di tengah tempat yang megah. Mengingat itu senyum ku semakin mengembang apalagi ketika Max selalu tersenyum di dalam mimpiku semalam. Dan di akhir mimpiku Max menciumku dengan sangat manis. Bisa aku pastikan jika pipi ku sudah bersemu sekarang ini. Ya Tuhan rasanya mimpi semalam begitu nyata. Apa semua ini karena efek aku percaya akan ada sebuah peluang dari Max nanti? Jika memang begitu, bolehkah aku terus mengharapkan hal itu, dan bagaimana jika mimpi itu menjadi kenyataan suatu saat nanri. Percayalah Aku pasti tidak dapat menolaknya.
“Maaf siapa ya?” Suara wanita yang sedari tadi memandangku terdengar setelah aku berdehem keras. Aku angkat wajah ku, menatap perempuan itu dengan dingin. “Apa Max ada?” tanya ku Balik. Dia tak menjawab, hanya mengubah raut wajahnya dengan berdecih melipat kedua tangan di depan dada. “Dia ada di dalam. Ada perlu apa ya mencari Max? Saya bisa sampaikan.” “Saya ingin bertemu dengan Max. Bisa tolong kamu panggilkan dia” Sela ku menatap wanita ini dengan sinis. Terdengar dia membuang nafas kasar. Wajahnya seakan akan mengatakan jika aku adalah pengganggu di sini. “Maaf sepertinya dia sibuk nggak bisa diganggu, kamu bisa datang besok lagi. kalau memang tidak ingin disampaikan ole
Max POV ____________________________________________ Max tidak percaya jika Laras akan mengunjungi nya seperti ini. Apalagi memberikan sebungkus cupcake untuknya. Max tidak tau jika Laras akan melangkah maju untuk berani mengunjungi apartemennya tanpa ada kasus pekerjaaan di antaranya. Sejujurnya, Max sangat canggung pada posisinya saat ini. Keberadaan Laras dan Ria di apartemennya membuat Max mau tak mau mengambil pilihan untuk mengajak Laras makan malam bersama. Max tidak mau Laras salah paham dengan adanya Ria sekarang, itulah kenapa Max mencegah Laras untuk pulang tadi. Max sudah bilang kalau dia tidak mau ada kabar miring pada hubungannya nanti. Sampai makan malam bersama pun tiba. Max akhirnya selesai menyiapkan hidangan yang tadi di buat. Terlih
Max membopong Laras menuju kamarnya, membaringkan wanita itu dengan perlahan lalu menarik selimut untuk menutupi tubuh Laras dengan tenang. Sejenak Max menatap wanita yang sedang tertidur di hadapannya itu dalam diam, mengingat kembali apa yang dilakukan wanita tersebut saat di meja makan tadi. Senyum tipis pun mengembang, tatkala wanita ini berani membentak Ria dan menyentuh wajah nya dengan sangat dekat. Di sela ingatan dengan kejadian tadi. Max membenarkan letak posisi rambut Laras yang sedikit menutupi wajahnya itu. Max ingat ucapan wanita ini ketika membandingkan dengan Ria. Max mengelus pipi mulus itu dengan lembut. “Cantik” gumam Max tanpa sadar dan direspon dengan menggeliat Laras dalam tidurnya. Clekk. Ter
Beberapa hari setelah kejadian Laras memundurkan diri. Max menjalankan harinya seperti biasa melakukan aktivitas lain dan tetap bekerja. Namun semua itu tak menutup perubahan sikap yang Max tunjukan, dia lebih sering banyak melamun bahkan kadang ia juga sering menunjukan emosinya sekarang. Dan Cindy yang sadar akan perubahan sikap Max hanya bisa memperhatikannya, sudah beberapa kali ia mendapati Max melamun ketika sedang bersamanya, seperti sekarang ini lelaki itu hanya menatap spaghetti yang ada di depannya tanpa memakannya . "Max... "panggil Cindy pelan berhasil buat Max sadar akan lamunannya. "Apa ada sesuatu yang ganggu pikiran kamu?,aku lihat dari tadi kamu melamun" tanya Cindy khawatir Max a langsung menyinggungkan senyum tipis"maaf... aku mas
Laras berulang kali terus menghelaikan nafas. wanita itu hanya terdiam sambil melihat pemandangan diluar jendela mobil. Alex yang mengerti kondisi Laras hanya membiarkan wanita yang pagi tadi meminta tolong untuk mengantarnya ke kantor Max. Dan hanya ini lah yang bisa Alex lakukan, menemani Laras dalam keterpurukan. Alex tau hubungan Laras dan Max sudah berakhir. Alex juga tahu hari ini Laras mengundurkan diri. Ya.... semua itu sudah menjadi keputusan mereka yang tak bisa diganggu gugat, dan sebagai teman mereka Alex hanya bisa memahami semua itu. Alex melirik Laras dan mencoba membuka suara. "Laras.. apa rencana Lo setelah ini?" tanya Alex perlahan. Laras menegakkan tubuhnya menyinggungkan senyum tipis "Mungkin untuk selanjutnya aku akan menenangkan diri sejenak" ja
Keesokan harinyaWanita yang mengenakan celana coklat susu dan baju sifon putih itu melangkah memasuki gedung, dia datang bukan untuk bekerja melainkan untuk menyerahkan surat pengunduran diri yang semalam dia buat. Laras eratkan jemarinya pada tali tas dan menghirup nafas dalam. Lalu dengan sedikit percaya diri ia pun masuk ke ruangan tersebut.Terlihat lelaki yang membelakangi dirinya menatap luar kaca gedung tanpa menolehkan wajah sama sekali..“akhmm” Seketika pandangan mereka bertemu satu sama lain. Laras lantas bergerak maju ke depan lelaki yang sedang menatapnya dengan datar itu .Laras tatap lelaki di depannya itu dengan pias. Mendadak atmosfer sekitar mereka berubah menjadi canggung.Laras berikan singgungkan senyum kecut dan Sedetik setel
Pandangan pertama yang ia lihat ketika masuk kedalam gedung adalah para pegawai yang tengah berkumpul. Melihat sekitar itu membuat ia tahu tentang hal apa yang membuat para pegawai sudah berbisik bisik. Ternyata bukan hanya dirinya yang menampilkan raut wajah terkejut hingga heran dengan berita yang sedang beredar ini.. Dan Max, lelaki itu berhasil membuat semua orang tau betapa brengseknya dia!Segera ia menemui lelaki yang entah mengapa sudah membuatnya sedikit kesal. Dengan tak sabaran ia melangkah masuk tatkala pintu lift sudah terbuka dengan lebar. Ketika ia akan masuk lift tersebut tak sengaja seseorang menabrak pundak nya hingga berhasil membuat dirinya menjadi sedikit tak seimbang."sorry.. sorry saya gak sengaja" wanita yang sudah memunculkan raut wajah menyesal itu tergugup "anda gapapa kan?" tanyanya kemudian.
“Itu saya taruh karena saya lagi cari dompet mbak! jangan asal nuduh ya” seru Rina dengan penuh emosi"Udah mbak bawa ke kantor polisi aja" teriak seseorang yang ada di kerumunan melihat menyudutkan Rina."iya bener tuh bener" sahut lainnya.Laras yang mendengar itu lantas memajukan tubuh masuk ke dalam kerumunan dan langsung ikut ambil peran dengan kejadian tersebut."Ada apa ya mbak?" tanya Laras meminta penjelasan menatao pegawai toko dan bergantiajn melihat Bu Rina"Laras" Rina membesarkan matanya terkejut."ibu ini ketahuan mau maling obat mbak saya sendiri yang liat ibu ini masukin obat ke dalam tasnya" jelas pegawai sembari menunjuk ke arah Rina.
Laras yang masih terdiam di depan pintu tersebut. Seketika jantung berdebar hebat menunggu jawaban Max akan penawaran yang lelaki tua itu ucapkan tadi. Ia semakin menggenggam erat tangkai pintu seraya menguatkan tubuhnya agar tak jatuh. "Maaf sedikit keluar jalur. Cindy anak saya cerita semenjak … ketemu bapak di rumah sakit dia sudah tertarik dengan pak Max. Saya datang ke sini juga atas permintaan Cindy, ketika dengar saham ayah kamu turun. Dan kami juga rekan bisnis pak Rinto. Mungkin gak ada salahnya saya mengajukan penawaran tadi. Lagi pula kita akan sama sama menguntungkan di sini, jadi bagaimana dengan tawaran ini pak Max? apa bapak bersedia mengikat diri dengan putri saya?" tanya lelaki paruh baya itu. Max belum menjawab sama sekali ucapan lelaki di hadapannya itu, ia masih terdiam, seketika beban pikirannya bertambah banyak. Mendengar tawaran dari le
Laras melangkah ke lorong koridor rumah sakit termenung menatap dengan pandangan kosong jalan di depanya. Pikirannya resah dengan semua yang ia lihat tadi. ia hembuskan nafas panjang dan berhenti menatap taman di depan sana. ia melangkahkan kakinya menuju kursi besi yang berada di taman tersebut.Suasana sore di taman itu cukup sepi. Hanya ada beberapa suster yang berlalulangan di belakang nya. Ia tatap sinar matahari sore yang sebentar lagi akan tenggelam. lagi, ia hembuskan nafas ia angkat wajah menatap langit berwarna orange sembari menutup mata merasakan angin yang bertiup ke arahnya. Entah mengapa sejak tadi perasaannya tak karuan, bahkan melihat lelaki itu menatap wanita lain saja berhasil membuat ia takut dengan semua peruntungannya akan menjadi sia sia begitu saja selama ini."Laras" panggil seseorang yang sudah menyentuh pundaknya pelan.
Laras terbangun bingung ketika melihat Max yang sudah memunculkan raut wajah panik dan gusar. Segera ia dudukan tubuhnya di atas ranjang dengan ekspresi yang sudah ikut memunculkan raut wajah bertanya tanya memandangi lelaki itu."Ada apa?"Laras majukan tubuh nya menyentuh pundak Max saat Max masih terdiam."Max,,kenapa?"Max tersentak dengan sentuhan tangan Laras,ia menolehkan wajah menatap Laras yang ada di samping."kita akan pulang hari ini" jawabnya "cepat berkemas" lanjut Max dengan suara yang terlihat khawatir lalu turun dari ranjang.Mendengar perintah itu Laras hanya menatap heran punggung Max yang sudah menghilang di balik pintu kamar mandi. Sebenarnya ada apa ini?.Apa ada sesuatu yang mendesak sekarang,
Max tersadar akan lamunannya saat tangan wanita itu menyentuhnya. Ia terlalu terhanyut dengan semua yang dilakukan Laras. Kemudian Max bentangkan senyum ir tipis yang diiringi dengan anggukan wajah membalas ucapan terimakasih wanita itu tadi. Hanya itu yang bisa Max lakukan, Ketika semua alasan Laras tadi selalu berhasil membuat Max terdiam dan tak tau harus membalas apa. Kini ia merasa keadaan semakin menyudutkan dirinya. "Aku seneng liat kamu senyum" ucap Laras dengan wajah berbinar sangat jelas. "berdua kamu di sini, mungkin bakal jadi moment terindah dalam hidup aku" lanjutnya sembari melepaskan sentuhan pada Max. "Max, sekali lagi terimakasih udah buat kesempatan malam ini berjalan lancar" Max mengerutkan kening tatkala kata kata Laras terdengar putus asa.