***
Rezo dan senyuman kejamnya yang tidak pernah hilang. Kedua hal itu tidak dapat dipisahkan. Kedua hal itu juga yang selalu membangkitkan emosi Daver. Ditambah lagi cowok itu dengan berani telah menyebut nama lengkapnya.
Rezo berjalan selangkah demi selangkah mendekati Daver. Ia masih dengan tatapan aneh yang sulit dideskripsikan.
Daver sendiri mengepalkan kedua tangannya, berusaha sebisa mungkin menahan amarah yang sesungguhnya sudah meluap.
"Gak usah basa-basi, apa mau lo?" tanya Daver.
Rezo berhenti saat tubuhnya berjarak tiga meter dari Daver. "Masih tanya mau gue apa?" Ia berkacak pinggang. "Gue mau hidup lo hancur, bego!"
Daver melangkah lebih dekat lagi ke titik
"Touch her and i'll kill you."-Daver Negarald***Anara syok ketika dirinya siuman dalam posisi duduk di kursi ruang A3 Fightcamp. Kedua tangannya diikat ke belakang dan ada kain penutup mulut yang digantung di lehernya.Ia berkali-kali mengedipkan mata dengan cepat. Kalau tangannya tidak diikat, mungkin ia sudah menampar pipinya sendiri. Namun, ia sungguh tidak bermimpi saat dirinya berada di Fightcamp dan dikelilingi oleh laki-laki yang tidak ia kenal.Cklek!Pintu terbuka dan menunjukkan seorang laki-laki yang berperawakan preman datang. Anara spontan me
...Anara sangat terperanjat. Namun, bukan Daver namanya kalau tidak bertubuh baja. Pisau itu tidak tertancap dalam ke tubuhnya. Dengan geraman, Daver langsung menarik pisau itu keluar, diikuti dengan darah segar yang mengalir dari sana.Sakit? Jelas. Akan tetapi, Rezo meleset saat menujukan pisaunya, sehingga hal itu tidak membuat objek yang ditusuk langsung mati.Daver menyeringai. Ia menekan letak tusukan di tubuhnya tadi. Kemudian, ia mengambil dua langkah mundur sambil tertawa remeh."Jadi itu rencana lo? Pake pisau itu lo ngebunuh gue?"Rezo menyadari kebodohan dan keteledorannya. Padahal pisau kecil itu sangat tajam dan menusuk. Namun, sial sekali ia kehilangan arah target. Ia seharusnya menusuk ke arah jantung.
...Beberapa jam sebelumnya..Letta bersembunyi di balik pilar. Dari lantai dua, ia dapat melihat Anara yang berlari dari ujung ke ujung. Sekali, ia dapat mendengar Anara bertanya keberadaan Daver pada salah satu murid SMA Ravalis.Letta buru-buru turun ke lantai bawah. Ia berlari cepat melalui jalur lain ke arah lorong Ravalis yang tampaknya akan Anara tuju.Berhasil dengan langkahnya yang cepat dan kuat, Letta berjalan mengendap-endap dan tanpa suara mendekati Anara yang tengah berjongkok kelelahan.Dengan sapu tangan yang telah diberikan klorofrom, Letta langsung membekap Anara dari belakang saat gadis itu berdiri.
"She is a mess,but she is a masterpiece."-Barbara Letta(l.x)***Rabu.09. 30 WIB.Daver, Anara, dan Letta tidak masuk sekolah pada hari Selasa kemarin. Mereka memiliki urusan masing-masing yang tidak bisa ditoleran. Daver harus menjalani rawat jalan di rumah sakit untuk mengobati luka-lukanya, Anara harus menghadiri sidang perceraian kedua orang tuanya, dan Letta harus menghadiri pemakaman kakak tirinya, Rezo.Tetapi hari ini semuanya masuk seperti biasa. Walaupun Daver masih memiliki banyak luka dan perban di beberapa bagian tubuhnya, laki-laki it
***Setibanya di UKS, Anara meminta Daver untuk duduk di tempat tidur, sedangkan dirinya duduk di kursi yang memang disediakan di ruangan tersebut."Maaf ya gak bisa nemenin ke rumah sakit kemarin," ucap Anara seraya melihat-lihat luka di wajah Daver dengan intens.Daver tersenyum tipis. "Gimana sidangnya kemarin?""Biasa aja gak ada yang spesial." Anara mengembuskan napas begitu melihat setitik darah segar keluar dari bibir Daver. "Ini ada yang belum kering, ya? Duh, kenapa masuk sih hari ini? Harusnya di rumah aja, istirahat!"Anara mengambil cairan hidrogen peroksida, lalu menuangkannya ke kapas. Pelan-pelan, ia membersihkan darah di bibir Daver.
***Sesaat setelah bel pulang sekolah berdentang, Anara mengajak Fara untuk menyamperi Daver di UKS. Sekarang keduanya pun tengah berdiri bersama Daver untuk menunggu ketiga sahabat mereka yang lain.Omong-omong, Fara tidak henti-hentinya memaksa Anara untuk bercerita sejak jam istirahat pertama tadi. Pada akhirnya, Anara memberi tahu juga pada Fara tentang Daver dan Rezo dua hari kemarin. Kini, sahabatnya itu tak kunjung henti mencaci-maki Rezo dan Letta."Wah, wah, masih gak ngerti lagi sih gue, Ra." Fara memijit keningnya. Ia menahan gusar. "Yang aneh itu Letta pake acara nurut bawa-bawa lo segala. Astaga.."Anara mengelus pundak sahabatnya itu untuk memberi ketenangan. "Udah, Far. Gak usah dibahas lagi. Semuanya udah selesai kok. Gue cerita ke lo bukan biar lo ngoceh-ngoceh
***"Sebenernya Daver kenapa sih?" Ander memasukkan asal buku-bukunya ke dalam tas begitu tadi mendengar dering bel.Evan melihat Ander. "Apanya yang kenapa?""Ya babak belur kayak gitu. Gue liat tadi ada perban juga di dadanya. Dia kasih tunjuk.""Ribut lagi kali dia. Gak tau dah. Lo tau sendiri dia mana mau ditanya-tanyain," sahut Rino membopong tas ranselnya dengan bahu kanannya."Itu anak bener-bener dah. Demennya bonyokin badan sendiri," desis Evan.Evan, Ander, dan Rino berbincang seraya keluar dari kelas. Mereka berjalan melewati kelas Anara dan Fara, lalu mengintip ke dalamnya. Ternyata, kelas mere
"Things get worse, squad slays those."-Zhenix***"Haieverything!" Daver menyapa Evan, Ander, dan Rino yang sudah tiba duluan di dalam apartemennya.Untung sekali, Ander masih ingatpasswordapartemen Daver. Kalau tidak, pasti mereka bertiga terkunci di luar karena Daver lama sekali sampainya."Tadi gue sama Ander mampir dulu kevape store, habis itu sempet isi bensin dulu, Rino juga udah ngegodain cewek, terus masih belum nyampe juga lo."Ander ikut menyahut, "Curiga gak sih, Van, kalo dia jalan-jalan ke Monas dulu?"