***
Beberapa tahun lalu, Daver adalah bagian Fightcamp, tempat berlatih kickboxing yang amat sangat populer dan mahal di Jakarta. Atas satu dan lain hal, ia keluar dan terbiasa.
Kehadiran Gema waktu itu membuat dirinya jadi berurusan dengan Fightcamp lagi. Mau tidak mau, sekarang ia jadi keterusan. Akhirnya, sekarang Daver memutuskan untuk ke Fightcamp dan menemui teman-teman lamanya.
"Widih, si Bos!" sapa Bima mendekati Daver yang masuk. Ia memeluk Daver sebentar, lalu melepaskannya.
Daver menggeleng dan tertawa pelan. "Bos apaan sih?"
"Jadi sering ke sini, nih. Ayolah, comeback sekalian." Bima menepuk punggung Daver keras.
"You can't resist when God said, "This is your destiny." But you can pray that something great will come after."-Giselle Natasya***Malam ini, Anara berada di rumah Giselle. Baru pertama kali Anara melihat wajah perempuan itu secara langsung. Anara saja sebagai cewek bisa kagum sendiri saat berhadapan dengannya.Benar-benar cantik. Alis tebal dan bulu matanya yang lentik membuat wajah cewek itu tegas. Namun, saat sudah mendengar suaranya, Anara percaya Giselle adalah perempuan yang lemah lembut."Haiiiii!" sapa Giselle riang. Ia berjalan mendekati Daver dan Anara yang juga berjalan masuk ke ruang tengah.
***Selesai acara makan malam, Daver dan Anara memutuskan untuk langsung pulang. Daver juga takut kalau membawa Anara pulang terlalu malam. Nanti gadis itu bisa kena marah oleh orang tua-nya."Kapan-kapan main lagi, ya, Anara," ucap Giselle sambil menggendong Grace.Anara mengangguk dan tersenyum. "Oke, Kak. Makasih, ya, makan malamnya."Giselle membalas senyuman Anara dan mengangguk, sedangkan anak yang digendongnya itu melambaikan tangan."Da-daaa!" Grace berseri-seri.Anara ikut melambaikan tangan."Bye, sayang." Daver mencium pipi Grace. Lalu, ia beralih mencium kening Giselle. "Aku pulang, ya. Kalo ada
...Anara kira cuma ia saja yang punya masalah berat dalam hidup ini. Ternyata setiap orang benar-benar punya masalah sendiri di dalam hidup mereka masing-masing.Daver memilih untuk duduk begitu saja di alasrooftop.Karena itu, Anara ikut duduk di sebelahnya."Iya, mereka juga kangen," ucap Anara tersenyum. "Mereka pasti kangen sama anaknya yang super bandel ini."Daver tersenyum remeh. Ia menggelengkan kepala berulang kali. "Gak mungkin.""Pasti lah!" ucap Anara meyakinkan.Daver diam. Ia menarik napas panjang dan mengembuskannya panjang pula. Dengan pelan, kepalanya mengangguk kecil. Ia membalas pasrah, "Ya, pasti."
"We don't need boys. Boys need us."-Fara Anara Elena***boys need us (3)Elena RunabelGirls yuhuuuuuFara MariaApaAnara Emileyapaancptan gue mau mandi nihElena RunabelIdih baru mandi lo raAnara Emileywkwkwk gaush sok rajin lo taeElena RunabelW
...."Siapa, nih?" tanya Ander berbisik, tapi Daver malah menggelengkan kepala.Daver berbicara samar-samar, "Gue juga gak kenal. Udah lo ngomong aja.""Halo?""Eh, iya, halo! Ini bukan Daver, ini temennya," jawab Ander sekenanya. Ia tidak lupa menyalakanspeakerponsel. "Daver lagi.."Ander memberi jeda sebentar. Jeda itu dipergunakannya untuk bertanya pada Daver dengan bahasa wajah."Mandi," ucap Daver pada Ander dengan suara sekecil mungkin."Lagi mandi," ucap Ander pada Letta. "Btw, dapet nomor Daver dari mana?
...Gantara mengangkat alisnya, terkejut. Ia tidak menyangka Daver akan dengan cepat memutuskan untuk menerima tawaran berat ini. Dari hati yang paling dalam, Gantara betulan senang."Benar?""Tapi itu semua masih lama, Pa. Aku aja belum lulus sekolah." Daver terkekeh. "Ke depannya, aku tetep butuh bimbingan dari Papa."Gantara mengangguk, lalu tertawa pelan. Ia senang memiliki anak laki-laki seperti Daver yang penurut dan dewasa. Bahkan Gantara bingung mengapa mantan istrinya lebih menyayangi dirinya ketimbang Daver."Oh, iya. Ngomong-ngomong anak Papa ini udah punya pacar belum?"Yang tadinya sedang mema
"I hate it when i have to remember my first aim."-Barbara Letta***Senin, 09.30 WIB."Hai! Ini temen-temennya Elena, kan? Gue bolehjoin?" ucap perempuan yang bernama panjang Barbara Letta itu.Dari nada bicaranya, Anara dan Fara dapat menangkap bahwa Letta adalah orang yang dapat dengan mudah menciptakan keakraban. Perempuan itu juga terlihat ramah sekali."Boleh," jawab Fara datar ketika para sahabatnya justru diam memperhatikan Letta.Anara memberi perhatiannya pada cowok-
***"Dav, temenin gue ke ruang guru,nape? Gue gak jadi mulu ajuin persetujuan lomba basket. Udah dua minggu-an gue undur mulu. Lomba-nya tinggal tiga minggu lagi tau!" oceh Rino bertubi-tubi, pas dengan dering bel pulang yang sedang berbunyi.Hanya tersisa Daver, sahabatnya, yang bisa diminta tolong. Soalnya, Evan dan Ander sedang dipanggil ke ruang guru karena ketahuan menyontek saat ulangan matematika tadi."Dari kemarin lo ke mana aja sampe baru sekarang lo ajuin?""Ya, gue lupa! Udah, ayo!" Rino menyeret tangan Daver supaya cowok itu berdiri. Ia beruntung karena Daver tidak susah disuruh.Baru keluar dari kelas, Rino terperanjat karena ia ber
...Saat Daver mengatakan itu, suasana semakin haru. Ada yang menyembunyikan air mata, ada yang berusaha untuk tetap senyum, ada yang cemberut karena sedih."Oh iya, gue titip Anara ke kalian ya. Dia suka mendem sendiri kalo ada apa-apa. Jadi tolong didengerin kalo dia emang butuh temen cerita, peluk dia kalo lagi sedih, bikin dia ketawa. Pokoknya tanyain terus dia kenapa," pinta Daver pelan.Zhenix mengangguki perkataan Daver. Evan dan Rino, mereka mengacungkan jempol.Daver mundur beberapa langkah, kembali lekat dengantrolley-nya. Setelah melambaikan tangan, ia mulai membawa pergi benda yang menampung segala kebutuhannya itu.Sesekali Daver menengok ke belakang. Barangkali ia melihat seseorang berlari menghampi
..."Aku salah banget ya?" tanya Daver kemudian menatap Giselle.Giselle tersenyum lembut, lalu mengacak rambut Daver selayaknya anak kecil. Ia tertawa sekejap."Kok malah diketawain sih," gerutu Daver. "Ini udah tinggal 40 menit lagi, Kak. Zhenix udah pada bilangotw, tapi mereka bilang Anara gak mau ikut.""Siapa tau Anara tiba-tiba dateng?""Dia aja gak angkat telepon atau bacachataku sama sekali. Nih, liat. Aku udah ada ratusan kali nelepon dia. Gak ada satupun yang diangkat."Giselle menatap Daver sebentar, lalu ia mengatakan sesuatu yang sedikit melegakan hati Daver. "Gini, Dav. Anggap aja untuk sekarang, Anara lagi marah sebentar. Sebe
"We start this story by together. It must be the same way when we end this."—Daver Negarald—***"Daver, bangun! Bisa-bisanya kamu gak pasang alarm. Ayo siap-siap!" oceh Natasya, membuka gorden kamar Daver. Wanita itu sengaja menginap di apartemen Daver, sekalian membantu anaknya membereskan barang-barang.Daver memicingkan mata begitu sinar mentari menerobos kaca kamarnya. Ia terkejut dengan dirinya sendiri sampai langsung mengubah posisi menjadi duduk.Jadi tadi gue cuma mimpi?!"Kenapa?" Natasya bingung melihat gerak-gerik Daver
***17.38 WIB.Shit!Rasanya Daver mau mengumpat berkali-kali. Kenapa Anara tidak kunjung membalas pesannya? Membaca pun tidak!Apakah Daver harus pergi dengan perasaan ganjalnya ini? Juga dengan ketidakjelasan hubungannya dengan Anara?"Kamu nungguin apa sih? Dari tadi bolak-balik liat hp terus." Giselle ternyata memperhatikan kegelisahan Daver."Calm down." Gantara menepuk bahu Daver dengan gagah, lalu tersenyum. Aura keayahan laki-laki paruh baya itu sangat kental. "Calon penerus Negarald Group harusstay cool, oke?"Daver tersenyum berat, lalu menganggukkan kepalanya.
***"Ra? Kok manyun sih? Seneng dong harusnya karena tau Mama demen sama kamu."Daver dan Anara baru saja sampai di danau yang pernah mereka kunjungi waktu lalu. Memang gelap jadinya karena ini sudah malam. Akan tetapi, ada banyak lampu yang menyala dan beberapa pedagang yang masih menggelar lapak.Anara tidak menanggapi. Pikirannya sedang tidak fokus. Ia juga tadi lagi sibuk mengetik sesuatu di ponselnya."Are you okay?""Ya?" sahut Anara asal."Kamu gak apa-apa?" ulang Daver sabar. Ia menatap Anara. "Dari kemarin, kamu agak beda. Aku mau nunggu kamu cerita sebelum aku duluan yang tanya. Eh, kamu gak cerita-cerita." Ia terkekeh bercanda.
"So, it does end like this, doesn't it?"-Davenara***Sesuatu yang sangatrareakan terjadi malam ini di rumah Giselle. Bayangkan saja, Gantara dan Natasya mau menghadiri makan malam bersama. Padahal sejak bertahun-tahun lalu diajak, mereka tidak pernah mau.Mungkin bisa jadi karena hari ini adalah hari ulang tahun Grace, anak Giselle. Jadi Gantara dan Natasya selaku opa-oma anak empat tahun itu mau turut serta.Tentu di kesempatan berharga ini Daver mengajak Anara. Bahkan cowok itu membelikan Anaradressformal supaya mereka semua bisa berseragam."Happy birthday to Grac
***Anara selesai dengan aktivitas bersih-bersihnya. Dari yang bau keringat karena habisworkout,kini gadis itu sudah kembali wangi semerbak.Anara menyisir rambut, setelah itu mengambil vitamin rambutnya. Namun, ketika mengambil benda tersebut, ia melihat ada ransel Daver."Dav, kok tas kamu nyasar di sini?" teriak Anara dari dalam kamar."Iya, Ra! Tadi aku minjem kamar mandi kalian buat mandi, terus sekalian aku pindahin tasnya biar gampang cari baju, parfum, dll," jawab Daver dengan suara yang besar.Anara mengangguk paham. Lalu, ia memakai vitamin rambutnya dan kembali menyisir."Itu apaan dah?" gumam Anara kecil, salah fokus ke amplop berisi surat yang
"We called it family."-ZHENIX***Sudah pukul 3 subuh, tapi Rino belum bisa tidur. Padahal yang lain udah tepar dari jam 12 malam. Karena lapar, ia pun akhirnya keluar kamar untuk mencari cemilan.Ceklek!Rino menyalakan lampu. Ia berjalan ke dapur. Agak sedikit heran karena ada suara air mendidih."Oy!" panggil Letta, ternyata lagi masak mie instan. "Ngapain lo?""Kaget, kirain siapa." Rino mengelus dada, lalu tertawa. "Bikin apaan, Ta?""Mie. Mau?"
***"Na, jadian yuk!""HA?" Elena kaget dengan ucapan Evan yang tiba-tiba. Ia mengambil es kelapa dan memberikannya. "Mabok lo!""Ih, serius, Na. Emangnya lo gak mau punya cowok cakep plus humoris kayak gue?" Evan mengedikkan alisnya sambil mengelus-elus dagu.Elena tertawa melihat kepedean yang Evan tampilkan. "Udah-udah, gak usah ngaco deh, ayo balik. Yang lain juga pada mau minum es-nya.""Lo mah gitu, Na. Digantung mulu gue." Evan ngambek."Emang lo mau nerima kekurangan gue?" tanya Elena, sebenarnya hanya bergurau.Namun, Evan menanggapinya dengan serius. "Lo pikir gue sesempurna itu untuk gak milih lo dengan alesan yang