"We don't need boys. Boys need us."
-Fara Anara Elena***
boys need us (3)
Elena Runabel
Girls yuhuuuuuFara Maria
ApaAnara Emiley
apaancptan gue mau mandi nihElena Runabel
Idih baru mandi lo raAnara Emiley
wkwkwk gaush sok rajin lo taeElena Runabel
W...."Siapa, nih?" tanya Ander berbisik, tapi Daver malah menggelengkan kepala.Daver berbicara samar-samar, "Gue juga gak kenal. Udah lo ngomong aja.""Halo?""Eh, iya, halo! Ini bukan Daver, ini temennya," jawab Ander sekenanya. Ia tidak lupa menyalakanspeakerponsel. "Daver lagi.."Ander memberi jeda sebentar. Jeda itu dipergunakannya untuk bertanya pada Daver dengan bahasa wajah."Mandi," ucap Daver pada Ander dengan suara sekecil mungkin."Lagi mandi," ucap Ander pada Letta. "Btw, dapet nomor Daver dari mana?
...Gantara mengangkat alisnya, terkejut. Ia tidak menyangka Daver akan dengan cepat memutuskan untuk menerima tawaran berat ini. Dari hati yang paling dalam, Gantara betulan senang."Benar?""Tapi itu semua masih lama, Pa. Aku aja belum lulus sekolah." Daver terkekeh. "Ke depannya, aku tetep butuh bimbingan dari Papa."Gantara mengangguk, lalu tertawa pelan. Ia senang memiliki anak laki-laki seperti Daver yang penurut dan dewasa. Bahkan Gantara bingung mengapa mantan istrinya lebih menyayangi dirinya ketimbang Daver."Oh, iya. Ngomong-ngomong anak Papa ini udah punya pacar belum?"Yang tadinya sedang mema
"I hate it when i have to remember my first aim."-Barbara Letta***Senin, 09.30 WIB."Hai! Ini temen-temennya Elena, kan? Gue bolehjoin?" ucap perempuan yang bernama panjang Barbara Letta itu.Dari nada bicaranya, Anara dan Fara dapat menangkap bahwa Letta adalah orang yang dapat dengan mudah menciptakan keakraban. Perempuan itu juga terlihat ramah sekali."Boleh," jawab Fara datar ketika para sahabatnya justru diam memperhatikan Letta.Anara memberi perhatiannya pada cowok-
***"Dav, temenin gue ke ruang guru,nape? Gue gak jadi mulu ajuin persetujuan lomba basket. Udah dua minggu-an gue undur mulu. Lomba-nya tinggal tiga minggu lagi tau!" oceh Rino bertubi-tubi, pas dengan dering bel pulang yang sedang berbunyi.Hanya tersisa Daver, sahabatnya, yang bisa diminta tolong. Soalnya, Evan dan Ander sedang dipanggil ke ruang guru karena ketahuan menyontek saat ulangan matematika tadi."Dari kemarin lo ke mana aja sampe baru sekarang lo ajuin?""Ya, gue lupa! Udah, ayo!" Rino menyeret tangan Daver supaya cowok itu berdiri. Ia beruntung karena Daver tidak susah disuruh.Baru keluar dari kelas, Rino terperanjat karena ia ber
..."Hai,incess!" sapa Rino menaik-turunkan alisnya, memandang Anara dengan riang.Anara hanya tersenyum sebagai balasan. Ketika pulang sekolah, hal yang pasti terjadi adalahmood-nya yang menjadi anjlok seketika."Please, gue takut. Tatapannya dia itu bener-bener tajem. Genit banget lagi lirikan antek-anteknya." Letta menyatukan kedua telapak tangannya, memohon."Ada apaan, sih?" Gema berkacak pinggang.Daver mendengus. "Lo bilang ke dia kalo lo kenal gue?""Eh, ada apaan?" Gema mengulang pertanyaannya, namun kali ini ia berbisik.Karena Daver dan Letta tidak menjawab, Rino yang merespon
"Yes, it's a falling in love. But it's more like afraid of losing you."-Daver Negarald***"Hari ini selesai." Anara meletakkan kembali beberapa buku dan alat tulis ke dalam tasnya tanpa melihat mata Gema.Gema mengembuskan napas panjang tanpa suara. Ia dongkol melihat Anara yang terus menerus bertindak cuek padanya."Capek?" Gema mencoba bertanya pelan.Anara mengangguk, lalu memandang Gema.Yang Gema tidak sangka, Anara tersenyum padanya. Meskipun senyum itu terlihat memaksa.Ya, memang Anara memaksa diri untuk tersenyum di saat ia sangat letih."Kenapa senyum?""Lo sabar banget gue judes-in.""Baru sadar kalo lo judes banget?" ujar Gema menyelipkan nada bercanda.Anara tertawa kecil. Ketika semua tugasnya selesai—termasuk tugas mengajar Gema—,mood-nya kembali seperti semula."Ra." Gema membuat posisi duduk
***Tin tin!Saat Anara dalam perjalanan dengan Ander, ada motor yang terus membunyikan klaksonnya sampai Anara merasa pusing karena motor tersebut tidak berhentitin tan tin.Anara menoleh pada motor di sisi kanannya yang ia yakini adalah pelaku tukang klakson itu."Siapa, sih?" tanya Ander.Anara melotot kaget. Itu motor Daver."Daver,weh. Kok tiba-tiba dia ada?""Hah, Daver?" Ander menolehkan kepalanya sebentar. Ternyata benar. Itu adalah motor Daver.Ander menepikan motornya. Ander melepas helm-nya, begitu juga dengan Anara.Di belakang, Daver ikut menepikan motornya di belakang motor Ander. Setelah mematikan mesin dan melepas helm, Daver turun dari motornya. Ia menghampiri Ander dan Anara.Dengan jahil, Daver menendang ban motor Ander yang besar. "Eh, mau ke mana lo berdua?"Anara turun, selanjutnya Ander juga."Lo, kok, jadi kayak setan, ya,
"It's okay if we aren't together. At least we are under the same sky. But sorry if i'm jealous too much. I just can't control it."-Anara Emiley***Daver terkejut saat ia baru keluar dari toilet. Bagaimana tidak?Letta berdiri di belakang tembok dan tiba-tiba keluar, berjalan cepat hingga sampai di hadapannya. Dengan senyum paginya yang ceria, ia menghalang jalan Daver."Masih pagi," ucap Daver tidak pakai niat.Alis tebal Letta berkerut, lalu ia mengangguk membenarkan. "Iya, tau. Makanya itu, gue mau ucapin sesuatu.Good morningDaver!"D
...Saat Daver mengatakan itu, suasana semakin haru. Ada yang menyembunyikan air mata, ada yang berusaha untuk tetap senyum, ada yang cemberut karena sedih."Oh iya, gue titip Anara ke kalian ya. Dia suka mendem sendiri kalo ada apa-apa. Jadi tolong didengerin kalo dia emang butuh temen cerita, peluk dia kalo lagi sedih, bikin dia ketawa. Pokoknya tanyain terus dia kenapa," pinta Daver pelan.Zhenix mengangguki perkataan Daver. Evan dan Rino, mereka mengacungkan jempol.Daver mundur beberapa langkah, kembali lekat dengantrolley-nya. Setelah melambaikan tangan, ia mulai membawa pergi benda yang menampung segala kebutuhannya itu.Sesekali Daver menengok ke belakang. Barangkali ia melihat seseorang berlari menghampi
..."Aku salah banget ya?" tanya Daver kemudian menatap Giselle.Giselle tersenyum lembut, lalu mengacak rambut Daver selayaknya anak kecil. Ia tertawa sekejap."Kok malah diketawain sih," gerutu Daver. "Ini udah tinggal 40 menit lagi, Kak. Zhenix udah pada bilangotw, tapi mereka bilang Anara gak mau ikut.""Siapa tau Anara tiba-tiba dateng?""Dia aja gak angkat telepon atau bacachataku sama sekali. Nih, liat. Aku udah ada ratusan kali nelepon dia. Gak ada satupun yang diangkat."Giselle menatap Daver sebentar, lalu ia mengatakan sesuatu yang sedikit melegakan hati Daver. "Gini, Dav. Anggap aja untuk sekarang, Anara lagi marah sebentar. Sebe
"We start this story by together. It must be the same way when we end this."—Daver Negarald—***"Daver, bangun! Bisa-bisanya kamu gak pasang alarm. Ayo siap-siap!" oceh Natasya, membuka gorden kamar Daver. Wanita itu sengaja menginap di apartemen Daver, sekalian membantu anaknya membereskan barang-barang.Daver memicingkan mata begitu sinar mentari menerobos kaca kamarnya. Ia terkejut dengan dirinya sendiri sampai langsung mengubah posisi menjadi duduk.Jadi tadi gue cuma mimpi?!"Kenapa?" Natasya bingung melihat gerak-gerik Daver
***17.38 WIB.Shit!Rasanya Daver mau mengumpat berkali-kali. Kenapa Anara tidak kunjung membalas pesannya? Membaca pun tidak!Apakah Daver harus pergi dengan perasaan ganjalnya ini? Juga dengan ketidakjelasan hubungannya dengan Anara?"Kamu nungguin apa sih? Dari tadi bolak-balik liat hp terus." Giselle ternyata memperhatikan kegelisahan Daver."Calm down." Gantara menepuk bahu Daver dengan gagah, lalu tersenyum. Aura keayahan laki-laki paruh baya itu sangat kental. "Calon penerus Negarald Group harusstay cool, oke?"Daver tersenyum berat, lalu menganggukkan kepalanya.
***"Ra? Kok manyun sih? Seneng dong harusnya karena tau Mama demen sama kamu."Daver dan Anara baru saja sampai di danau yang pernah mereka kunjungi waktu lalu. Memang gelap jadinya karena ini sudah malam. Akan tetapi, ada banyak lampu yang menyala dan beberapa pedagang yang masih menggelar lapak.Anara tidak menanggapi. Pikirannya sedang tidak fokus. Ia juga tadi lagi sibuk mengetik sesuatu di ponselnya."Are you okay?""Ya?" sahut Anara asal."Kamu gak apa-apa?" ulang Daver sabar. Ia menatap Anara. "Dari kemarin, kamu agak beda. Aku mau nunggu kamu cerita sebelum aku duluan yang tanya. Eh, kamu gak cerita-cerita." Ia terkekeh bercanda.
"So, it does end like this, doesn't it?"-Davenara***Sesuatu yang sangatrareakan terjadi malam ini di rumah Giselle. Bayangkan saja, Gantara dan Natasya mau menghadiri makan malam bersama. Padahal sejak bertahun-tahun lalu diajak, mereka tidak pernah mau.Mungkin bisa jadi karena hari ini adalah hari ulang tahun Grace, anak Giselle. Jadi Gantara dan Natasya selaku opa-oma anak empat tahun itu mau turut serta.Tentu di kesempatan berharga ini Daver mengajak Anara. Bahkan cowok itu membelikan Anaradressformal supaya mereka semua bisa berseragam."Happy birthday to Grac
***Anara selesai dengan aktivitas bersih-bersihnya. Dari yang bau keringat karena habisworkout,kini gadis itu sudah kembali wangi semerbak.Anara menyisir rambut, setelah itu mengambil vitamin rambutnya. Namun, ketika mengambil benda tersebut, ia melihat ada ransel Daver."Dav, kok tas kamu nyasar di sini?" teriak Anara dari dalam kamar."Iya, Ra! Tadi aku minjem kamar mandi kalian buat mandi, terus sekalian aku pindahin tasnya biar gampang cari baju, parfum, dll," jawab Daver dengan suara yang besar.Anara mengangguk paham. Lalu, ia memakai vitamin rambutnya dan kembali menyisir."Itu apaan dah?" gumam Anara kecil, salah fokus ke amplop berisi surat yang
"We called it family."-ZHENIX***Sudah pukul 3 subuh, tapi Rino belum bisa tidur. Padahal yang lain udah tepar dari jam 12 malam. Karena lapar, ia pun akhirnya keluar kamar untuk mencari cemilan.Ceklek!Rino menyalakan lampu. Ia berjalan ke dapur. Agak sedikit heran karena ada suara air mendidih."Oy!" panggil Letta, ternyata lagi masak mie instan. "Ngapain lo?""Kaget, kirain siapa." Rino mengelus dada, lalu tertawa. "Bikin apaan, Ta?""Mie. Mau?"
***"Na, jadian yuk!""HA?" Elena kaget dengan ucapan Evan yang tiba-tiba. Ia mengambil es kelapa dan memberikannya. "Mabok lo!""Ih, serius, Na. Emangnya lo gak mau punya cowok cakep plus humoris kayak gue?" Evan mengedikkan alisnya sambil mengelus-elus dagu.Elena tertawa melihat kepedean yang Evan tampilkan. "Udah-udah, gak usah ngaco deh, ayo balik. Yang lain juga pada mau minum es-nya.""Lo mah gitu, Na. Digantung mulu gue." Evan ngambek."Emang lo mau nerima kekurangan gue?" tanya Elena, sebenarnya hanya bergurau.Namun, Evan menanggapinya dengan serius. "Lo pikir gue sesempurna itu untuk gak milih lo dengan alesan yang