"Yes, it's a falling in love. But it's more like afraid of losing you."
-Daver Negarald***
"Hari ini selesai." Anara meletakkan kembali beberapa buku dan alat tulis ke dalam tasnya tanpa melihat mata Gema.
Gema mengembuskan napas panjang tanpa suara. Ia dongkol melihat Anara yang terus menerus bertindak cuek padanya.
"Capek?" Gema mencoba bertanya pelan.
Anara mengangguk, lalu memandang Gema.
Yang Gema tidak sangka, Anara tersenyum padanya. Meskipun senyum itu terlihat memaksa.
Ya, memang Anara memaksa diri untuk tersenyum di saat ia sangat letih.
"Kenapa senyum?"
"Lo sabar banget gue judes-in."
"Baru sadar kalo lo judes banget?" ujar Gema menyelipkan nada bercanda.
Anara tertawa kecil. Ketika semua tugasnya selesai—termasuk tugas mengajar Gema—, mood-nya kembali seperti semula.
"Ra." Gema membuat posisi duduk
***Tin tin!Saat Anara dalam perjalanan dengan Ander, ada motor yang terus membunyikan klaksonnya sampai Anara merasa pusing karena motor tersebut tidak berhentitin tan tin.Anara menoleh pada motor di sisi kanannya yang ia yakini adalah pelaku tukang klakson itu."Siapa, sih?" tanya Ander.Anara melotot kaget. Itu motor Daver."Daver,weh. Kok tiba-tiba dia ada?""Hah, Daver?" Ander menolehkan kepalanya sebentar. Ternyata benar. Itu adalah motor Daver.Ander menepikan motornya. Ander melepas helm-nya, begitu juga dengan Anara.Di belakang, Daver ikut menepikan motornya di belakang motor Ander. Setelah mematikan mesin dan melepas helm, Daver turun dari motornya. Ia menghampiri Ander dan Anara.Dengan jahil, Daver menendang ban motor Ander yang besar. "Eh, mau ke mana lo berdua?"Anara turun, selanjutnya Ander juga."Lo, kok, jadi kayak setan, ya,
"It's okay if we aren't together. At least we are under the same sky. But sorry if i'm jealous too much. I just can't control it."-Anara Emiley***Daver terkejut saat ia baru keluar dari toilet. Bagaimana tidak?Letta berdiri di belakang tembok dan tiba-tiba keluar, berjalan cepat hingga sampai di hadapannya. Dengan senyum paginya yang ceria, ia menghalang jalan Daver."Masih pagi," ucap Daver tidak pakai niat.Alis tebal Letta berkerut, lalu ia mengangguk membenarkan. "Iya, tau. Makanya itu, gue mau ucapin sesuatu.Good morningDaver!"D
...Rino terbahak-bahak. "HAHAHAHA dengerin, tuh, Dav! Pake dasi! Dimarahin Erna mulu gak cape, lo?"Anara melihat sekitar, lalu mengembuskan napas tenang. Pasalnya, Rino menyebut nama guru dengan tidak sopan. Kalau ada guru yang lagi ke kantin dan mendengarnya, kan, bisa bahaya."Erna, Erna. Lo kira nama kucing? Yang sopan dikit! Kena kasus lagi mampus, lo!" Fara menggelengkan kepala heran, sedangkan yang ditegur malah cengengesan.Letta menarik kecil ujung lengan seragam Rino ketika cowok itu tiba di sampingnya. "Cepetan, Rino. Udah ditungguin dari tadi.""Iya, bawel!" jawab Rino pada Letta. Setelah itu, ia dengan jahil menarik ujung rambut Fara yang duduk di
***Anara celingak-celinguk setelah lima menit lalu bel pulang berdering. Ia mencari Fara yang tadi izin padanya untuk ke toilet. Namun, tidak ada gadis itu saat Anara mencarinya di toilet."Ke mana, sih, itu orang?" gerutu Anara sambil mengentakkan kaki kanannya ke lantai."Kak Anara!"Anara menoleh. Dua perempuan berlari kecil menghampirinya."Kak, aku Viona, masih inget, kan?"Anara mengangguk. Ia masih ingat beberapa adik kelas yang pernah ditutori olehnya. "Kenapa, dek?"Seorang perempuan di sebelah Viona menjawab dengan ceria. "Lomba futsal putr
"I just see everything in her."-Daver Negarald***Setelah menggunakan serangkaianskin care, Anara naik ke kasurnya, menarik selimut, dan menyalakan lagu galau.Anara membenci perasaan di mana ia terus menyaksikan Daver mengagumi cewek lain, tetapi ia tidak berhak melakukan apa-apa.Sudah beberapa kali Daver pindah ke lain hati di saat Anara justru bertahan di satu laki-laki.Anara menangis lagi untuk alasan yang sama selama delapan tahun ini. Memang Anara sadar, semua ini adalah salahnya sendiri karena masih mengharapkan Daver.
***Dengan langkah yang lemas, Anara membuka pintu rumahnya. Objek yang pertama ia lihat adalah seragam kucel yang dikenakan Gema."Lo gak ke rumah buat ganti baju dulu?" tanya Anara seraya memberi ruang bagi Gema untuk masuk.Gema menggeleng. Kemudian, ia memandang Anara, terutama terfokus pada mata gadis itu. "Lo habis nangis? Mata lo berair."Anara mengangguk lemas. Ia lagi malas berbohong, pura-pura bahagia, dan sejenisnya. Selagi jujur pada orang yang kemungkinan besar tidak sukajulid, Anarasantuy."Gue kasih soal, lo kerjain. Kemarin, kan, gue udah kasih materi," ucap Anara membahas hal lain.
***Hari Rabu, hari di mana SMA Ravalis setiap paginya mengadakan upacara pramuka. Biasanya, Fara mengajak Anara untuk bolos ke UKS dengan alasan sakit. Namun, karena pernahterciduk, Anara kapok. Ia tidak mau lagi melakukan hal itu.Untungnya, satu setengah jam yang membuat seluruh murid SMA Ravalis itu telah selesai. Kini, semua murid masuk ke kelasnya masing-masing.Anara dan Fara berjalan ke kelas setelah bercermin untuk waktu yang lumayan lama di toilet. Jalan Anara lemas seperti orang yang tidak makan dari kemarin malam. Nyatanya, ia hanya sedang tidakmood.Anara memang se-moodswingitu."Sebenernya Daver pacaran sama siapa, sih, Far?" tanya Anara dengan suara ya
"Jika kita takkan mungkin bersama, buat apa dirimu muncul terus di hidupku?"-Anara Emiley***"Ra, tadi lo liat gak Letta sama Daver berduaan di ruang olahraga?"Begitu mendengar cara bicara Fara yang agaknya akan menggosip, Anara spontan menoleh. Tentu ada arahan mata terkejut yang tidak sengaja dilakukannya.Detik selanjutnya, Anara mengingat kembali fakta di mana Daver dan Letta berpacaran. Perlahan kejutnya digantikan oleh rasa wajar."Emang iya? Gue gak liat." Anara menjawab apa adanya. Tidak dihebohkan, tidak juga dipercuek.Timbul rasa penasaran dari Fara saat
...Saat Daver mengatakan itu, suasana semakin haru. Ada yang menyembunyikan air mata, ada yang berusaha untuk tetap senyum, ada yang cemberut karena sedih."Oh iya, gue titip Anara ke kalian ya. Dia suka mendem sendiri kalo ada apa-apa. Jadi tolong didengerin kalo dia emang butuh temen cerita, peluk dia kalo lagi sedih, bikin dia ketawa. Pokoknya tanyain terus dia kenapa," pinta Daver pelan.Zhenix mengangguki perkataan Daver. Evan dan Rino, mereka mengacungkan jempol.Daver mundur beberapa langkah, kembali lekat dengantrolley-nya. Setelah melambaikan tangan, ia mulai membawa pergi benda yang menampung segala kebutuhannya itu.Sesekali Daver menengok ke belakang. Barangkali ia melihat seseorang berlari menghampi
..."Aku salah banget ya?" tanya Daver kemudian menatap Giselle.Giselle tersenyum lembut, lalu mengacak rambut Daver selayaknya anak kecil. Ia tertawa sekejap."Kok malah diketawain sih," gerutu Daver. "Ini udah tinggal 40 menit lagi, Kak. Zhenix udah pada bilangotw, tapi mereka bilang Anara gak mau ikut.""Siapa tau Anara tiba-tiba dateng?""Dia aja gak angkat telepon atau bacachataku sama sekali. Nih, liat. Aku udah ada ratusan kali nelepon dia. Gak ada satupun yang diangkat."Giselle menatap Daver sebentar, lalu ia mengatakan sesuatu yang sedikit melegakan hati Daver. "Gini, Dav. Anggap aja untuk sekarang, Anara lagi marah sebentar. Sebe
"We start this story by together. It must be the same way when we end this."—Daver Negarald—***"Daver, bangun! Bisa-bisanya kamu gak pasang alarm. Ayo siap-siap!" oceh Natasya, membuka gorden kamar Daver. Wanita itu sengaja menginap di apartemen Daver, sekalian membantu anaknya membereskan barang-barang.Daver memicingkan mata begitu sinar mentari menerobos kaca kamarnya. Ia terkejut dengan dirinya sendiri sampai langsung mengubah posisi menjadi duduk.Jadi tadi gue cuma mimpi?!"Kenapa?" Natasya bingung melihat gerak-gerik Daver
***17.38 WIB.Shit!Rasanya Daver mau mengumpat berkali-kali. Kenapa Anara tidak kunjung membalas pesannya? Membaca pun tidak!Apakah Daver harus pergi dengan perasaan ganjalnya ini? Juga dengan ketidakjelasan hubungannya dengan Anara?"Kamu nungguin apa sih? Dari tadi bolak-balik liat hp terus." Giselle ternyata memperhatikan kegelisahan Daver."Calm down." Gantara menepuk bahu Daver dengan gagah, lalu tersenyum. Aura keayahan laki-laki paruh baya itu sangat kental. "Calon penerus Negarald Group harusstay cool, oke?"Daver tersenyum berat, lalu menganggukkan kepalanya.
***"Ra? Kok manyun sih? Seneng dong harusnya karena tau Mama demen sama kamu."Daver dan Anara baru saja sampai di danau yang pernah mereka kunjungi waktu lalu. Memang gelap jadinya karena ini sudah malam. Akan tetapi, ada banyak lampu yang menyala dan beberapa pedagang yang masih menggelar lapak.Anara tidak menanggapi. Pikirannya sedang tidak fokus. Ia juga tadi lagi sibuk mengetik sesuatu di ponselnya."Are you okay?""Ya?" sahut Anara asal."Kamu gak apa-apa?" ulang Daver sabar. Ia menatap Anara. "Dari kemarin, kamu agak beda. Aku mau nunggu kamu cerita sebelum aku duluan yang tanya. Eh, kamu gak cerita-cerita." Ia terkekeh bercanda.
"So, it does end like this, doesn't it?"-Davenara***Sesuatu yang sangatrareakan terjadi malam ini di rumah Giselle. Bayangkan saja, Gantara dan Natasya mau menghadiri makan malam bersama. Padahal sejak bertahun-tahun lalu diajak, mereka tidak pernah mau.Mungkin bisa jadi karena hari ini adalah hari ulang tahun Grace, anak Giselle. Jadi Gantara dan Natasya selaku opa-oma anak empat tahun itu mau turut serta.Tentu di kesempatan berharga ini Daver mengajak Anara. Bahkan cowok itu membelikan Anaradressformal supaya mereka semua bisa berseragam."Happy birthday to Grac
***Anara selesai dengan aktivitas bersih-bersihnya. Dari yang bau keringat karena habisworkout,kini gadis itu sudah kembali wangi semerbak.Anara menyisir rambut, setelah itu mengambil vitamin rambutnya. Namun, ketika mengambil benda tersebut, ia melihat ada ransel Daver."Dav, kok tas kamu nyasar di sini?" teriak Anara dari dalam kamar."Iya, Ra! Tadi aku minjem kamar mandi kalian buat mandi, terus sekalian aku pindahin tasnya biar gampang cari baju, parfum, dll," jawab Daver dengan suara yang besar.Anara mengangguk paham. Lalu, ia memakai vitamin rambutnya dan kembali menyisir."Itu apaan dah?" gumam Anara kecil, salah fokus ke amplop berisi surat yang
"We called it family."-ZHENIX***Sudah pukul 3 subuh, tapi Rino belum bisa tidur. Padahal yang lain udah tepar dari jam 12 malam. Karena lapar, ia pun akhirnya keluar kamar untuk mencari cemilan.Ceklek!Rino menyalakan lampu. Ia berjalan ke dapur. Agak sedikit heran karena ada suara air mendidih."Oy!" panggil Letta, ternyata lagi masak mie instan. "Ngapain lo?""Kaget, kirain siapa." Rino mengelus dada, lalu tertawa. "Bikin apaan, Ta?""Mie. Mau?"
***"Na, jadian yuk!""HA?" Elena kaget dengan ucapan Evan yang tiba-tiba. Ia mengambil es kelapa dan memberikannya. "Mabok lo!""Ih, serius, Na. Emangnya lo gak mau punya cowok cakep plus humoris kayak gue?" Evan mengedikkan alisnya sambil mengelus-elus dagu.Elena tertawa melihat kepedean yang Evan tampilkan. "Udah-udah, gak usah ngaco deh, ayo balik. Yang lain juga pada mau minum es-nya.""Lo mah gitu, Na. Digantung mulu gue." Evan ngambek."Emang lo mau nerima kekurangan gue?" tanya Elena, sebenarnya hanya bergurau.Namun, Evan menanggapinya dengan serius. "Lo pikir gue sesempurna itu untuk gak milih lo dengan alesan yang