"Kondisi Anita sudah membaik, mungkin sore ini Anita sudah bisa pulang. Untuk lukanya yang lain mungkin bisa kita cek sembari kontrol sekali lagi minggu depan." ujar dokter yang baru selesai memeriksa seluruh luka yang Anita alami.
Ivan, Radiga dan Talita yang mendengar apa yang dikatakan sang dokter tersenyum lega sekaligus bersyukur untuk kesembuhan yang diberikan Allah kepada wanita itu.
"Terima kasih, dok." ujar Radiga tersenyum berterima kasih kepada sang dokter.
Dokter dan suster pamit dari ruangan Anita, tinggallah keluarganya yang ada di ruang rawat wanita itu. "Alhamdulillah, Ta. Akhirnya kamu udah bisa pulang ke rumah." ujar Talita tersenyum mencium rambut sang putri.
Ivan duduk di sofa, laki-laki itu mendadak menjadi diam s
Setelah beberapa hari istirahat di rumah, Anita akhirnya kembali beraktivitas seperti biasa dan kondisi wanita itu sudah membaik. Anita yang baru saja ingin mendorong pintu firma terhenti kerena ada Miko yang sudah membukakannya dari dalam. "Pagi, mbak." ujar laki-laki itu tersenyum melihat Anita yang tampak segar."Pagi, Mik. Gimana tim, bik-baik aja kan? Atau ada gosip yang baru?" tanya Anita yang sudah melakukanfinger printuntuk mengisi absennya pagi ini."Enggak ada yang penting kok, mbak. Mbak Ta udah beneran sehatkan?" tanya Miko dengan raut wajah khawatir.Anita tersenyum mengangguk. "Alhamdulillah udah, Mik." ujar wanita itu menyakinkan.Keduanya berjalan menuju ruang tim, Anita yang baru muncul di F
Sore ini rumah Anita kedatangan tamu tanpa diduga, Miko dan Gibran baru saja turun dari mobil Pajero putih milik Miko. "Assalamu'alaikum." ujar laki-laki itu sedikit kencang agar suaranya terdengar hingga seluruh penjuru rumah. "Waalaikumsalam." ujar Radiga yang tak lama muncul dari arah dapur. "Eh ada tamu, sebentar papa panggil yang lain dulu." tambah Radiga kembali menuju dapur. Semenjak Gibran selalu ikut Miko sering bertamu ke kediaman Anita, laki-laki itu menjadi dekat dengan keluarga wanita itu bahkan Radiga menyuruh Gibran memanggilnya dengan sebutan papa karena laki-laki itu sudah tidak lagi memiliki sosok papa semenjak menduduki bangku SMP. "Eh ada nak Gibran dan Miko, udah bilang Tata mau ke sini? Dia belum pulang soalnya." ujar Talita tersenyum, tangan wanita paruh baya
"Apa perlu Tata yang jelasin semuanya, mas?" tanya Anita yang menambah penasaran setiap orang yang ada di tempat itu. Anita mengembuskan napas pelan melihat kebisuan Habib yang belum juga usai sampai saat ini. "Jadi semuanya, mas Habib mau ngomongin tentang..." "Anita!" Ucapan Anita tidak selesai karena Habib memanggil nama wanita itu dengan nada tinggi. Radiga melihat ke arah Habib tidak senang. "Apa maksud kamu barusan?" tanya pria itu. Wajah semua orang bingung karena melihat kelakuan Habib barusan, apalagi kini Ivan sudah datang ke ruang tamu diikuti Gibran dan Miko yang juga ikut kaget mendengar suara Habib yang keras seperti memperingati Anita. "Mas Habib mau bilang kalau dia gak bisa ngelanjutin hubungan ini." ujar Anita yang sudah muak melihat Habib yang masih bersikap seakan tidak ada masalah serius yang terjadi. Semua orang di sana kaget kecuali keluarga Anita yang sudah mengetahui bahwa hubungan keduanya sudah tidak berjalan
Anita baru saja keluar dari kamarnya, berpapasan dengan Adit yang baru saja menutup pintu kamarnya. "Pagi, mbak. Gimana hari ini? Mbak baik?" tanya laki-laki itu berdiri di sebelah Anita."Alhamdulillah, ayo turun nanti yang lain pada nungguin."Adit mengangguk, keduanya turun melangkah menuju ruang makan. Setelah meletakkan tas laptop danpaper bagsang kakak di atas sofa, Adit baru menyusul wanita itu. Ruang makan sudah lengkap sekarang, kelimanya menyantap makanan dengan semangat."Ta."Anita mendongak melihat sang papa yang tampak serius saat memanggilnya barusan. "Ada apa, pa?""Mungkin ini agak mengganggu kamu tapi papa mau nanya sama Tata, temen-temen kamu k
Anita baru saja turun dari taksi online, hari ini keduanya sahabatnya mengajaknya untuk makan malam bersama. Saat ingin berjalan ke pintu masuk restoran, Anita tidak sengaja melihat Gibran. "Bang Gib!" panggil wanita itu.Sang pemilik nama menoleh, mencari sumber suara yang memanggilnya lalu seketika bibir laki-laki itu terangkat mengulas senyum. "Eh, Tata.""Bang Gibran, ada janji juga di sini?" tanya wanita itu.Gibran mengangguk. "Tadinya ada, Ta. Tapi temen saya mendadak ngebatalin karena istrinya mau melahirkan, berhubungan tempat udah dibookingmau gak mau saya harus makan di sini walaupun sendiri." ujar laki-laki itu tampak pasrah.Anita mengangguk mengerti. "Kalau begitu, bang Gibran ...."
Habib dan Gina baru saja keluar dari salah satu restoran setelah selesai makan malam bersama. Saat sampai parkiran, ponsel laki-laki itu berdering dan nama yang tertera di layar adalah nama sang ibu."Assalamu'alaikum. Ada apa, Bu?" tanya Habib."Kamu di mana, nak? Kok jam segini belum pulang? Kamu lagi sama Gina?" tanya Nisa di seberang telepon."Iya, Bu. Mungkin nanti aku agak malaman pulangnya. Emang ada apa?" tanya Habib, mengeluarkan kunci mobil dari saku celananya.Ada jeda beberapa detik setelah ucapan Habib. "Ini, ayah kamu..."Habib yang tiba-tiba dihinggapi perasaan tidak enak mendadak khawatir. "Kenapa sama ayah, Bu?" tanya laki-laki itu tidak sabaran karena sepertinya Nisa akan menggantungkan ucapannya lagi."Ibu sekarang lagi di rumah sakit, darah tinggi ayah kamu tadi kambuh, Bib. Sekarang lagi diperiksa sama dokter."Benar saja, perasaannya mendadak tidak enak karena salah satu anggota keluarganya sedang terkena musibah
Gibran berada di rumah Anita bukanlah penampakan yang langka semenjak dekat dengan Ivan, laki-laki itu memang sering berkunjung ke kediaman Radiga. Seperti saat ini, Gibran baru saja duduk di ruang keluarga setelah selesai makan malam bersama keluarga Anita, ia duduk bersama Radiga dan juga Ivan membicarakan tentang bisnis dan persiapan pameran kolaborasi yang sedang mereka rancang. "Papa tau, kedatangan kamu yang hampir sering ini bukan harnya untuk bertemu dengan Ivan saja kan?" tanya Radiga tiba-tiba setelah mereka selesai membahas masalah lokasi untuk pameran. Gibran yang mendengar itu mendadak kaku lalu melihat ke arah Radiga dan Ivan bergantian, laki-laki itu menggaruk kepala belakangnya yang tidak gatal tampak seperti orang yang baru saja ketahuan melakukan sesuatu yang memalukan. "Gak usah pura-pura lagi, kami tau kok. Yang kurang peka di sini untuk masalah begituan cuma Anita, kalau yang lain peka apalagi mama.
Mesin mobil Miko baru saja mati setelah selesai parkir di posisi yang tepat, Anita turun terlebih dahulu membawa map yang berisi seluruh berkas-berkas penting yang ia perlukan nanti. "Permisi, mbak. Saya mau ketemu sama pak Regan, beliau ada?" tanya Anita setelah sampai di meja resepsionis. "Dengan mbak Anita?" tanya sang resepsionis membuat Anita mengangguk membenarkan. "Mari, mbak ikut saya. Bapak sudah menunggu di ruangannya, beliau sudah berpesan bahwa mbak diminta langsung menghadap beliau." ujar sang resepsionis. Anita dan Miko mengikuti resepsionis yang mengantar mereka ke ruangan Regan, saat melewati lorong-lorong ruangan kaca dan berbelok ke arah kanan, Anita tak sengaja melihat Habib yang baru keluar dari ruangannya begi