Anita baru saja keluar dari kamarnya, berpapasan dengan Adit yang baru saja menutup pintu kamarnya. "Pagi, mbak. Gimana hari ini? Mbak baik?" tanya laki-laki itu berdiri di sebelah Anita.
"Alhamdulillah, ayo turun nanti yang lain pada nungguin."
Adit mengangguk, keduanya turun melangkah menuju ruang makan. Setelah meletakkan tas laptop dan paper bag sang kakak di atas sofa, Adit baru menyusul wanita itu. Ruang makan sudah lengkap sekarang, kelimanya menyantap makanan dengan semangat.
"Ta."
Anita mendongak melihat sang papa yang tampak serius saat memanggilnya barusan. "Ada apa, pa?"
"Mungkin ini agak mengganggu kamu tapi papa mau nanya sama Tata, temen-temen kamu k
Anita baru saja turun dari taksi online, hari ini keduanya sahabatnya mengajaknya untuk makan malam bersama. Saat ingin berjalan ke pintu masuk restoran, Anita tidak sengaja melihat Gibran. "Bang Gib!" panggil wanita itu.Sang pemilik nama menoleh, mencari sumber suara yang memanggilnya lalu seketika bibir laki-laki itu terangkat mengulas senyum. "Eh, Tata.""Bang Gibran, ada janji juga di sini?" tanya wanita itu.Gibran mengangguk. "Tadinya ada, Ta. Tapi temen saya mendadak ngebatalin karena istrinya mau melahirkan, berhubungan tempat udah dibookingmau gak mau saya harus makan di sini walaupun sendiri." ujar laki-laki itu tampak pasrah.Anita mengangguk mengerti. "Kalau begitu, bang Gibran ...."
Habib dan Gina baru saja keluar dari salah satu restoran setelah selesai makan malam bersama. Saat sampai parkiran, ponsel laki-laki itu berdering dan nama yang tertera di layar adalah nama sang ibu."Assalamu'alaikum. Ada apa, Bu?" tanya Habib."Kamu di mana, nak? Kok jam segini belum pulang? Kamu lagi sama Gina?" tanya Nisa di seberang telepon."Iya, Bu. Mungkin nanti aku agak malaman pulangnya. Emang ada apa?" tanya Habib, mengeluarkan kunci mobil dari saku celananya.Ada jeda beberapa detik setelah ucapan Habib. "Ini, ayah kamu..."Habib yang tiba-tiba dihinggapi perasaan tidak enak mendadak khawatir. "Kenapa sama ayah, Bu?" tanya laki-laki itu tidak sabaran karena sepertinya Nisa akan menggantungkan ucapannya lagi."Ibu sekarang lagi di rumah sakit, darah tinggi ayah kamu tadi kambuh, Bib. Sekarang lagi diperiksa sama dokter."Benar saja, perasaannya mendadak tidak enak karena salah satu anggota keluarganya sedang terkena musibah
Gibran berada di rumah Anita bukanlah penampakan yang langka semenjak dekat dengan Ivan, laki-laki itu memang sering berkunjung ke kediaman Radiga. Seperti saat ini, Gibran baru saja duduk di ruang keluarga setelah selesai makan malam bersama keluarga Anita, ia duduk bersama Radiga dan juga Ivan membicarakan tentang bisnis dan persiapan pameran kolaborasi yang sedang mereka rancang. "Papa tau, kedatangan kamu yang hampir sering ini bukan harnya untuk bertemu dengan Ivan saja kan?" tanya Radiga tiba-tiba setelah mereka selesai membahas masalah lokasi untuk pameran. Gibran yang mendengar itu mendadak kaku lalu melihat ke arah Radiga dan Ivan bergantian, laki-laki itu menggaruk kepala belakangnya yang tidak gatal tampak seperti orang yang baru saja ketahuan melakukan sesuatu yang memalukan. "Gak usah pura-pura lagi, kami tau kok. Yang kurang peka di sini untuk masalah begituan cuma Anita, kalau yang lain peka apalagi mama.
Mesin mobil Miko baru saja mati setelah selesai parkir di posisi yang tepat, Anita turun terlebih dahulu membawa map yang berisi seluruh berkas-berkas penting yang ia perlukan nanti. "Permisi, mbak. Saya mau ketemu sama pak Regan, beliau ada?" tanya Anita setelah sampai di meja resepsionis. "Dengan mbak Anita?" tanya sang resepsionis membuat Anita mengangguk membenarkan. "Mari, mbak ikut saya. Bapak sudah menunggu di ruangannya, beliau sudah berpesan bahwa mbak diminta langsung menghadap beliau." ujar sang resepsionis. Anita dan Miko mengikuti resepsionis yang mengantar mereka ke ruangan Regan, saat melewati lorong-lorong ruangan kaca dan berbelok ke arah kanan, Anita tak sengaja melihat Habib yang baru keluar dari ruangannya begi
Weekendini menjadiweekendtersibuk yang pernah dialami keluarga Anita, pasalnya mereka akan menerima tamu dibeberapa jam ke depan. Adit yang biasanya tak pernah heboh kini ikut heboh membantu persiapan untuk membersihkan rumah bersama Ivan dan Radiga, sementara Anita dan Talita berada di dapur untuk membuat makanan kecil untuk menyambut tamu mereka."Ma, ini barang di ruang tengah gak ada yang perlu dipindah kemana-mana kan, ma?" tanya Adit yang baru saja masuk ke dalam dapur."Enggak ada, Dit. Ruang tengahnya di kosongkan dikit, siapa tahu kita perlu menggelar karpet untuk tamu mbakmu." ujar Talita, sementara Adit langsung mengangguk dan menghilang kembali ke ruang tamu."Bolu pisangnya udah selesai, Ta?" tanya Talita melihat pekerjaan sang putri.Anita mengangguk. "Udah masuk ke dalam oven, ma. Ini mama jadi mau buat risol atau pastel sayur aja?" tanya wanita itu karena sejak tadi sang mama tampak santai belum me
Pintu kamar Anita diketuk dari luar, wanita itu membuka pintunya. Adit yang berencana akan mengomeli wanita itu karena belum juga turun mendadak bungkam, Anita tampil sangat cantik dengan baju kebaya yang hampir menyentuh lutut berwarna hijau pastel yang tampak membalut pas di tubuh Anita dengan bawahan kain batik."Mbak cantik banget sih." komentar Adit spontan tersenyum kagum.Anita yang mendengar itu hanya tertawa kecil, Adit memang senang memujinya cantik jika ia tidak tampil seperti biasanya dan mungkin itu juga sudah menjadi kebiasaan sang adik. "Iya iya makasih ya. Yasudah ayo kita turun." ujarnya menggandeng tangan sang adik.Adit dan Anita bergandengan melangkah menuruni tangga, semua mata yang duduk di ruang tamu tampak kagum melihat Anita yang hari ini tampil sangat cantik.
Anita sudah menormalkan kembali wajah terkejutnya, wanita itu mulai mengeluarkan beberapa kertas dan juga bolpoin. "Baik, untuk menyingkat waktu kita mulai saja untuk konsultasinya karena saya yakin pak Dito juga memiliki janji lain." ujar Anita."Iya, saya juga punya janji temu lagi setelah ini." ujar Dito menimpali."Saya sudah membaca hasil konsultasi kemarin secara garis besar untuk desain rumah yang kalian inginkan. Dan dari desain tersebut..." ujar Anita membuka tabnya lalu mencari sesuatu.Wanita itu menunjukkan layar tabnya kepada Dito dan Gina. "Ada beberapa tempat yang kalian minta secara khusus desainnya dan ini gambaran kasar dari hasil konsultasi kalian kemarin."Dito dan Gina mulai melihat secara teliti hasil gambaran kasar yang sedang tertampil di layar tab itu, Dito menggeser gambar dengan jarinya dengan lambat sembari mengamati desain yang tertampil. Begitu pula Gina, wanita itu sibuk mengamati sembari sedang mencari-cari sesuatu.
Jam di ruang tamu kediaman Radiga sudah hampir menuju ke angka 12 malam, tapi ruangan itu masih ramai. Hampir pukul 11, Habib datang dengan keadaan lusuh dan berantakan. Sudah hampir satu jam lamanya laki-laki itu berada di ruang tamu bersama seluruh keluarga Anita dan termasuk wanita itu juga. "Jadi sebenarnya, hal yang nak Habib mau itu apa? Bukannya hubungan kalian sudah selesai semenjak nak Habib lebih memilih Gina daripada anak papa." ujar Radiga bertanya, pria paruh baya itu sudah mulai bosan melihat pemuda yang sudah berhasil menyakiti hati sang putri dengan kejamnya. "Gak mungkin, lo balikkan lagi sama mbak Anita, gak mungkin banget!" protes Adit, laki-laki itu tampak sekali tidak suka dengan kehadiran Habib di rumahnya. Habib melihat ke arah Anita yang tidak mengeluarkan suaranya sedikit pun, wanita itu sekarang tampak lebih cantik menurut Habib. Apakah itu hanya perasaan Habib saja karena ketika bersama dulu, Habib tidak benar-benar melihat Anita da