Rinty Architeam, salah satu Firma yang memberikan jasa pelayanan terbaik di kota ini. Menjadi salah satu firma memiliki reputasi baik membuat Rinty Architeam banyak dikenal dikalangan pembisnis, dikenal bukan dari nama ataupun brandnya yang besar, Rinty Architeam diperkenalkan oleh mulut ke mulut orang-orang yang sudah pernah menggunakan jasa dari firma itu.
Para arsitek dan karyawan lain sesuai dengan bidangnya yang berkerja juga sudah memiliki segudang pengalaman yang dapat dikatakan sangat cukup untuk diberi kepercayaan mengurus proyek kecil maupun mega proyek sekalipun. Firma ini sangat mengutamakan kepuasan para pelanggan mereka, maka dari itu tak jarang jika mereka sering kebanjiran orderan proyek penting.
Anita yang baru saja tiba di ruangan timnya langsung disodorkan telepon oleh Rifa, mulut perempuan itu bergerak seakan mengatakan bahwa telepon itu dari klien penting mereka. Wanita itu segera menerima telepon tersebut dan setelah beberapa menit mengob
Anita terdiam mendengar pertanyaan Ivan, mendadak persaannya tidak enak setelah Ivan bertanya begitu. Apa ia telah melewatkan sesuatu yang dapat membuat sang kakak bertanya dengan raut curiga seperti itu? Anita mencoba berpikir untuk kemungkinan-kemungkinan yang telah terjadi tanpa sepengetahuan dirinya, tidak ingin membuat Ivan lebih curiga wanita itu mengulas senyum kecil. “Nyembuyiin apa sih, mas?” tanyanya menatap Ivan serius agar sang kakak dapat percaya. Kini Ivan yang melihat adiknya serius seperti sedang mencari sesuatu. “Bener gak ada apa-apa?” tanya laki-laki itu akhirnya karena ia pikir akan percuma jika Anita tidak ingin menceritaknnya, usaha membujuknya akan sia-sia saja. “Enggak ada, mas.” jawab Anita meletakkan pensilnya lalu duduk di kursi seberang Ivan. “Persiapan pamerannya udah selesai, mas?” tanya wanita itu mencari topik lain agar Ivan tidak terus menanyainya. “Udah, weekend ini kamu gak ada acarakan?” “Udah Tata kosongi
Sesuai yang sudah dijadwalkan, hari ini adalah jadwal pameran Ivan dilaksanakan. Menyewa salah satu galeri besar yang di kota itu, seperti terasa sesak karena banyak sekali tamu yang hadir. Ini adalah pameran ketiga laki-laki itu, pameran kali ini diadakan bertujuan untuk membantu biaya pendidikan anak panti asuhan yang didirikan oleh keluarga Jayagra. Anita yang sejak tadi berkeliling berhenti di salah satu lukisan dengan gambar sosok perempuan tapi di dalam suasana kelam, wanita itu lama memperhatikan lukisan itu dan jika dilihat baik-baik sepertinya Ivan menggambarkan dirinya. Anita tersenyum tipis melihat lukisan itu. Saking seriusnya memperhatikan lukisan itu, ia tidak sadar jika sudah ada Gibran yang berdiri di sampingnya. “Serius banget, Nit.” ujar laki-laki itu tersenyum kecil. Anita yang mendengar itu melihat ke arah Gibran lalu tersenyum kecil. “Bang Gibran juga di sini? Undangan perusahaan atau?” wanita itu menggantungkan kalimatnya. Gibran
"Tapi, pa. Anita udah gak bisa berpikiran positif tentang mas Habib. Anita ngerasa mas Habib makin jauh dari Tata."Talita yang mendengar penuturan sang putri menghela napas pelan, ia tahu bagaimana gundahnya sang putri sekarang ditambah lagi hari H pernikahan keduanya kurang lebih sebulan lagi akan berlangsung."Sayang, kamu jangan berpikiran begitu."ujar Talita pelan, kini ia sudah duduk di samping Anita mengusap tangan sang putri lembut."Lebih baik kita lihat sama-sama sampai mana keseriusan niat Habib untuk menjalin hubungan dengan kamu. Agar kamu nantinya enggak salah langkah dan berakhir penyesalan tapi jika memang nantinya akan berakhir tidak baik, kamu segera lepaskan ya. Jangan menyimpan atau memaksakan sesuatu yang gak bisa kita miliki karena itu akan menyakiti diri kita sendiri sayang." tambah Talita berpesan kepada sang putr
Setelah makan malam bersama, Anita dan Fika berpisah dengan wanita itu yang sudah dijemput oleh Erga di depan mall sementara Anita harus berjalan memasuki parkiran untuk mengeluarkan mobilnya dari sana. Mobil yang dikendari Anita sudah melaju keluar dari pelataran mall.Mata wanita itu fokus melihat ke arah jalanan, hari ini ia menggunakan mobil sang papa karena mobilnya sendiri sedang berada di bengkel untuk perawatan bulanan. Anita memasang sein untuk berbelok ke arah kanan, saat memastikan jalanan kosong mobilnya melaju secara perlahan dan tanpa diduga ada mobil kencang yang menabraknya dari arah belakang, mengakibatkan mobil yang Anita kendarai kehilangan kendali dan menabrak pembatas jalan. ☁️☁️☁️ Ponsel yang ada di saku Ivan berdering, laki-laki itu segera mengeluarkan bendah berbentuk persegi itu dari dalam sakunya. "Halo." ujarnya k
Habib baru saja sampai di stasiun kereta api lokal sembari menunggu taksi online yang ia pesan, laki-laki itu berbelok ke salah satu stan penjual kopi. Ia merenggangkan lehernya secara perlahan ke kiri dan kanan. Mengeluarkan ponselnya dari saku jaket yang sedang ia kenakan, mengecek notifikasi yang masuk.Kenapa Anita dan kamu dua hari ini gak ada kabar?batin laki-laki itu. Habib memang tidak mengabari Anita tentang kepulangannya hari ini karena ia ingin memberikan kejutan untuk sang tunangan. Setelah kopi pesanannya selesai, Habib berjalan meninggalkan stan penjual karena ada pemberitahuan bahwadrivernya sudah sampai dan sudah menunggunya di depan. Laki-laki itu mengecek ponsel sebentar, ada sebuah pesan masuk dari orang yang sejak 2 hari ini ia tunggu-tunggu kabarnya.
"Kondisi Anita sudah membaik, mungkin sore ini Anita sudah bisa pulang. Untuk lukanya yang lain mungkin bisa kita cek sembari kontrol sekali lagi minggu depan." ujar dokter yang baru selesai memeriksa seluruh luka yang Anita alami.Ivan, Radiga dan Talita yang mendengar apa yang dikatakan sang dokter tersenyum lega sekaligus bersyukur untuk kesembuhan yang diberikan Allah kepada wanita itu."Terima kasih, dok." ujar Radiga tersenyum berterima kasih kepada sang dokter.Dokter dan suster pamit dari ruangan Anita, tinggallah keluarganya yang ada di ruang rawat wanita itu. "Alhamdulillah, Ta. Akhirnya kamu udah bisa pulang ke rumah." ujar Talita tersenyum mencium rambut sang putri.Ivan duduk di sofa, laki-laki itu mendadak menjadi diam s
Setelah beberapa hari istirahat di rumah, Anita akhirnya kembali beraktivitas seperti biasa dan kondisi wanita itu sudah membaik. Anita yang baru saja ingin mendorong pintu firma terhenti kerena ada Miko yang sudah membukakannya dari dalam. "Pagi, mbak." ujar laki-laki itu tersenyum melihat Anita yang tampak segar."Pagi, Mik. Gimana tim, bik-baik aja kan? Atau ada gosip yang baru?" tanya Anita yang sudah melakukanfinger printuntuk mengisi absennya pagi ini."Enggak ada yang penting kok, mbak. Mbak Ta udah beneran sehatkan?" tanya Miko dengan raut wajah khawatir.Anita tersenyum mengangguk. "Alhamdulillah udah, Mik." ujar wanita itu menyakinkan.Keduanya berjalan menuju ruang tim, Anita yang baru muncul di F
Sore ini rumah Anita kedatangan tamu tanpa diduga, Miko dan Gibran baru saja turun dari mobil Pajero putih milik Miko. "Assalamu'alaikum." ujar laki-laki itu sedikit kencang agar suaranya terdengar hingga seluruh penjuru rumah. "Waalaikumsalam." ujar Radiga yang tak lama muncul dari arah dapur. "Eh ada tamu, sebentar papa panggil yang lain dulu." tambah Radiga kembali menuju dapur. Semenjak Gibran selalu ikut Miko sering bertamu ke kediaman Anita, laki-laki itu menjadi dekat dengan keluarga wanita itu bahkan Radiga menyuruh Gibran memanggilnya dengan sebutan papa karena laki-laki itu sudah tidak lagi memiliki sosok papa semenjak menduduki bangku SMP. "Eh ada nak Gibran dan Miko, udah bilang Tata mau ke sini? Dia belum pulang soalnya." ujar Talita tersenyum, tangan wanita paruh baya
Minggu menjadi hari liburnya aktifitas dan seluruh kegiatan yang diwajibkan atau lebih dikenal dengan hari leha-leha, Anita dan Talita sudah ada di dapur dibantu dengan Adit dan Mbak ART rumah mereka. Adit sedang membantu memotongi wortel membantu sang kakak, sementara sang ibu sedang mengecek rasa masakan yang dibumbui oleh sang putri barusan. "Mas Ivan udah bangun, Dit?" tanya sang ibu, pasalnya sang sulung tidur setelah sholat subuh hingga sekarang sudah hampir pukul setengah delapan. "Udah, ma. Udah gabung kok sama Mas GIbran sama papa di halaman belakang." ujar Adit masih fokus dengan kegiatan memotong dan mengupasnya. "Kamu sendiri kok gak ikutan?" tanya Anita melihat adiknya yang lebih memilih sibuk membantu mereka di dapur, tidak ikut bermain bulu tangkis di belakang rumah. "Enggak, mbak. Capek nanti aku mau jalan sama anak gadis orang." ujar Adit tersenyum sumringah. "Ada aja alasan kamu itu, bilang aja males." ujar Anita menyindir sang adik dengan senyuman menge
Tepat puku jam 11 malam Anita dan Gibran masuk ke dalam kamar setelah selesai membereskan beberapa barang di taman belakang membantu Ivan, Adit dan sepupu-sepupu perempua itu yang lain. Anita mendudukkan dirinya di sofa single tempat biasa ia membaca buku, sementara Gibran masih berdiri di depan meja rias perempuan itu."Mau mas dulu atau Tata yang bersihkan badan?" tanya Gibran melepas jam tangannya lalu meletakan di atas meja rias wanita itu."Mas dulu aja, Tata masih kepengen duduk. Pegel banget pinggangnya." ujar perempuan itu melepas sendal yang hanya setinggi 3 cm."Ya sudah kalau begitu, mas duluan yang mandi." ujar Gibran melangkah menuju kamar mandi lalu tiba-tiba langkahnya terhenti."Mas sebentar, handuknya belum." ujar perempuan itu buru-buru bangkit melangkah menuju lemari sudut yang berisi selimut, handuk, seprai dan barang-barang lainnya kecuali pakaian."Ini mas." ujar Anita mengangsurkan handuk putih kepada Gibran yang diterima dengan baik oleh laki-laki itu."Terima
Selesai menemani Ivan makan, Anita yang ingin kembali pergi ke kamarnya tidak jadi karena ia kedatangan tamu tidak diundang. Anita dan sang tamu duduk di ruang tamu rumahnya dan jangan lupa ada Adit yang duduk tak jauh dari mereka dengan tatapan tajam dan mengawasi."Ada apa, bang?" tanya Anita. Tamunya adalah Habib, laki-laki itu tiba-tiba datang setelah diberitahukan oleh salah satu sepupu laki-laki Anita yang sedang duduk di depan teras rumahnya."Gak ada apa-apa, Ta." ujar Habib.Anita yang mendengar itu sedikit terdiam, jika bertemu tidak memiliki kepentingan atau suatu hal yang akan dibahas kenapa harus bertemu? apalagi ini Habib Darmawangsa, laki-laki memiliki sejuta jadwal penting yang harus segera dikerjakan. "Berarti gak ada yang mau diomongin, bang?" tanya wanita itu melihat Habib tidak minat.Habib terdiam mendengar itu, laki-laki itu tampak bimbang dalam diamnya. Ia bingung ingin mengutarakannya bagaimana perasaannya tapi jika ia tidak berbicara jujur maka ia akan kehilan
Habib yang melihat benda asing di atas meja ruang keluarganya, berjalan mendekati benda itu dan ternyata itu adalah sebuah undangan. Anita & Gibran Nama yang menghiasi depan undangan itu, undangan putih biru itu memiliki desain yang cantik dan simpel. Anita sekali desain ini, batin Habib melihat undangan itu karena teringat sosok Anita.Laki-laki itu menghembuskan napasnya lalu kembali meletakkan undangan itu di atas meja, ada beban berat yang baru saja menambah di pundaknya yaitu beban penyesalan, rasa penyesalan yang masih setia menghantuinya sampai saat ini.Bisakah ia mulai belajar ikhlas? Mengikhlaskan semuanya tentang Anita dan dirinya dulu? Memang benar apa yang dikatakan Adit tempo hari bahwa dia adalah seorang laki-laki yang tidak tahu terima kasih karena telah menyakiti Anita padahal perempuan itu yang membantunya keluar dari kelamnya dunianya dulu setelah ditinggal pergi oleh Gina begitu saja. Ia harus belajar untuk mengikhlaskan Anita yang bukan lagi miliknya atas segala
Seluruh keluarga Anita sudah berkumpul di ruang tamu dengan tambahan Gibran karena laki-laki itu sudah berada di rumah Anita sebelum jam makan malam dimulai. "Kemarin surat dinas dari perusahaan sudah keluar, pa." ujar Gibran membuka percakapan melihat ke arah Radiga dengan wajah serius. "Dinasnya dapat di luar kota, kalau sesuai dengan jadwal yang tertera harusnya sebulan lagi baru berangkat tapi karena ada beberapa problem di cabang yang harus Gibran selesaikan segera, dinasnya dipercepat seminggu lagi dan Gibran harus berangkat." ujar laki-laki itu. Anita dan sekeluarga tampak diam setelah mendengar penjelasan Gibran. "Jadi gimana, nak? Bukannya pernikahan kalian 2 minggu lagi akan dilaksanakan?" tanya Talita yang menanggapi lebih dulu dari pada yang lain, ia melihat calon menantunya yang seperti terperangkap dalam kebimbangan. Gibran menghela napas pelan. "Gibran mau tanya pendapat mama sama papa, bagusnya gimana? Apakah pernikahannya kami diundu
Jam di ruang tamu kediaman Radiga sudah hampir menuju ke angka 12 malam, tapi ruangan itu masih ramai. Hampir pukul 11, Habib datang dengan keadaan lusuh dan berantakan. Sudah hampir satu jam lamanya laki-laki itu berada di ruang tamu bersama seluruh keluarga Anita dan termasuk wanita itu juga. "Jadi sebenarnya, hal yang nak Habib mau itu apa? Bukannya hubungan kalian sudah selesai semenjak nak Habib lebih memilih Gina daripada anak papa." ujar Radiga bertanya, pria paruh baya itu sudah mulai bosan melihat pemuda yang sudah berhasil menyakiti hati sang putri dengan kejamnya. "Gak mungkin, lo balikkan lagi sama mbak Anita, gak mungkin banget!" protes Adit, laki-laki itu tampak sekali tidak suka dengan kehadiran Habib di rumahnya. Habib melihat ke arah Anita yang tidak mengeluarkan suaranya sedikit pun, wanita itu sekarang tampak lebih cantik menurut Habib. Apakah itu hanya perasaan Habib saja karena ketika bersama dulu, Habib tidak benar-benar melihat Anita da
Anita sudah menormalkan kembali wajah terkejutnya, wanita itu mulai mengeluarkan beberapa kertas dan juga bolpoin. "Baik, untuk menyingkat waktu kita mulai saja untuk konsultasinya karena saya yakin pak Dito juga memiliki janji lain." ujar Anita."Iya, saya juga punya janji temu lagi setelah ini." ujar Dito menimpali."Saya sudah membaca hasil konsultasi kemarin secara garis besar untuk desain rumah yang kalian inginkan. Dan dari desain tersebut..." ujar Anita membuka tabnya lalu mencari sesuatu.Wanita itu menunjukkan layar tabnya kepada Dito dan Gina. "Ada beberapa tempat yang kalian minta secara khusus desainnya dan ini gambaran kasar dari hasil konsultasi kalian kemarin."Dito dan Gina mulai melihat secara teliti hasil gambaran kasar yang sedang tertampil di layar tab itu, Dito menggeser gambar dengan jarinya dengan lambat sembari mengamati desain yang tertampil. Begitu pula Gina, wanita itu sibuk mengamati sembari sedang mencari-cari sesuatu.
Pintu kamar Anita diketuk dari luar, wanita itu membuka pintunya. Adit yang berencana akan mengomeli wanita itu karena belum juga turun mendadak bungkam, Anita tampil sangat cantik dengan baju kebaya yang hampir menyentuh lutut berwarna hijau pastel yang tampak membalut pas di tubuh Anita dengan bawahan kain batik."Mbak cantik banget sih." komentar Adit spontan tersenyum kagum.Anita yang mendengar itu hanya tertawa kecil, Adit memang senang memujinya cantik jika ia tidak tampil seperti biasanya dan mungkin itu juga sudah menjadi kebiasaan sang adik. "Iya iya makasih ya. Yasudah ayo kita turun." ujarnya menggandeng tangan sang adik.Adit dan Anita bergandengan melangkah menuruni tangga, semua mata yang duduk di ruang tamu tampak kagum melihat Anita yang hari ini tampil sangat cantik.
Weekendini menjadiweekendtersibuk yang pernah dialami keluarga Anita, pasalnya mereka akan menerima tamu dibeberapa jam ke depan. Adit yang biasanya tak pernah heboh kini ikut heboh membantu persiapan untuk membersihkan rumah bersama Ivan dan Radiga, sementara Anita dan Talita berada di dapur untuk membuat makanan kecil untuk menyambut tamu mereka."Ma, ini barang di ruang tengah gak ada yang perlu dipindah kemana-mana kan, ma?" tanya Adit yang baru saja masuk ke dalam dapur."Enggak ada, Dit. Ruang tengahnya di kosongkan dikit, siapa tahu kita perlu menggelar karpet untuk tamu mbakmu." ujar Talita, sementara Adit langsung mengangguk dan menghilang kembali ke ruang tamu."Bolu pisangnya udah selesai, Ta?" tanya Talita melihat pekerjaan sang putri.Anita mengangguk. "Udah masuk ke dalam oven, ma. Ini mama jadi mau buat risol atau pastel sayur aja?" tanya wanita itu karena sejak tadi sang mama tampak santai belum me