"Sudahlah, jangan menolak niat baik. Ibumu adalah ibuku juga. Aku tak mau ada sesuatu yang terjadi jika kamu yang menjemputnya. Nanti kamu share loc lokasi ibu ke WA. Oke?"
Tidak membantah lagi, Hana memilih diam. Diam itu bisa diartikan setuju oleh Mahendra."Nanti sore aku yang jemput, ya. Siangnya aku minta supir Mommy jemput Kai dari sekolah, langsung ke rumah."Hana menoleh dan si suami sepertinya paham arti dari sorot matanya. Dia pun melanjutkan sebelum Hana membuka mulut."Nanti Pak Dadang, kan, mau jemput Ibu pakai mobil Aldo. Mobil kantor masih di bengkel, perbaikannya belum bisa kelar satu dua hari ini. Jika selesai, rencananya mobil itu dijual dan beli yang baru saja. Biar nggak ribet, mogok lagi malah nyusahin istri dan anakku."Akhir kalimat yang diucapkan Mahendra sukses menggelitik hati Hana. Entah mengapa, dia merasa geli kosakata itu. Untuk menyimpan rasa tersebut, dia memutar kepala menuju ke kaca jendela lalu tanpa seDuduk bersandar di sofa, Hana pun menselonjorkan kedua kaki. Betisnya sering baal karena durasi berdiri yang lama, mengharuskan dirinya meluruskan kedua alat gerak itu. Matanya terpejam dan berusaha mengolah napas untuk melakukan meditasi sejenak. Mencari ketenangan karena tiba-tiba di benak Hana mengingat kembali pertemuan tak terduga tadi sore dengan wanita 27 tahun yang bernama Nadhira itu. Cara wanita itu menatap suaminya cukup mengusik perasaan Hana. Prasangka buruk mulai menghantui, ditambah lagi dengan ucapan Nadhira tentang penasaran dirinya terhadap Hana.Akankah kehadiran Nadhira mengancam rumah tangga mereka? Mengapa Mahendra terlihat peduli dengan anak laki-laki yang bernama Sammy itu? Apakah mereka ada hubungan darah atau? Astaga.Hana buru-buru beristigfar karena mulai ngelantur dengan kehaluannya. Inilah akibat dia yang terlalu sering membaca novel online genre rumah tangga. Tidak-tidak, bacaan itu tidak boleh meracuni pikirannya.
"Hana?"Seseorang memanggilnya setelah pintu kaca terbuka. Pemilik nama itu menoleh dan mendapati wajah pria yang ditemui kemarin."Kak Arsen?"Dokter itu masuk dengan ragu lantaran melihat ketegangan di wajah para karyawan dan Hana. Mereka semua berkumpul untuk menyaksikan rekaman ulang CCTV demi mencari kebenaran yang sesungguhnya. Termasuk tiga orang pelanggan yang tak sengaja masuk dan kepo dengan peristiwa yang terjadi."Ada apa ini? Kenapa rame-rame?" bisiknya setelah berdiri tepat di samping Hana.Lalu, Hana menarik tangan Arsen dan menjauhi diri dari kelompok orang yang sedang mengamati rekaman tersebut. Di sana, Hana menceritakan sekilas kejadian dan Arsen bisa langsung mengerti permasalahannya. Layar itu terus berputar dan sudah sampai di mana ada seorang ibu masuk ke dalam toko. Dia mengelilingi etalase seperti ingin memilih kue yang akan dibeli. Luna menghampiri dan mengambil kue yang ditunjuk ibu tadi. Sampailah kak
"Jika tidak mau diperiksa, aku tidak akan segan-segan melaporkan Anda ke polisi dengan kasus mencemarkan nama baik toko kami. Luna, tolong kamu ambil foto dan video peristiwa ini.""Ja-jangan la-lakukan itu. A-aku ngaku salah. Tapi ini murni bukan keinginanku. A-aku hanya iseng."Tanpa aba-aba, Sinta menarik paksa tas yang ada di tubuhnya. Tak permisi, tangan itu membuka resleting dan menemukan sesuatu yang membuat Hana menggelengkan kepala. Kini, dia bisa bernapas lega dan berharap malam ini bisa tidur dengan nyenyak."Apa-apaan iki?""Aya aya wae.""Wah, dasar orang toksin banget.""Bawa ke polisi aja karena mencemarkan nama baik toko ini.""Iya, kita sudah langganan di sini, belum pernah kecewa dengan kualitas dan rasanya.""Bawa aja, Pak. Bu Hana, jangan biarkan orang ini berkeliaran, nanti makin menjadi-jadi."Timpalan demi timpalan pun saling bersahutan. Luna merekam semua kejadian termasuk bebera
"Baru ditinggal tiga minggu, wajah kamu pucat dan tubuhmu sedikit kurus, ya? Apa kamu tidak makan, Nak?"Ibu baru diantar Pak Dadang ke toko kue. Perjalanan jauh dari Bandung ke Jakarta membutuhkan empat jam, membuat tubuh ibu sedikit lelah. Meski begitu, beliau tetap dapat mengamati perubahan si anak."Aku nggak apa-apa, Bu. Apa Ibu sudah makan? Kalau belum, aku pesan makanan online, ya. Tadi pagi aku hanya sempat masak untuk pagi dan siang. Sore ini aku be....""Nggak usah. Ibu belum lapar. Nanti malam saja baru pesan."Jam sudah menunjukkan angka lima saat ibu sampai ke toko. Ada banyak oleh-oleh dari kota Bandung dan sebagian dibagikan kepada karyawan toko. Selama Hana menikah, Ibu menolak untuk tinggal satu rumah dengan besan dan menantunya. Beliau memilih tinggal di lantai dua ruko tersebut. Alasannya simpel, yaitu bisa mengerjakan pekerjaan dapur di pagi hari sebelum toko dibuka. Apalagi jika ada PO kue yang membludak, ibu tidak p
"Siang tadi Kai dijemput Tante Nadhira dan dia kasih ini."Ucapan Kai berhasil mengerutkan dahi Hana. Lantaran penasaran, si mama pun mulai mengintrogasinya. Dia tak terima karena orang yang menjemput putranya adalah wanita itu."Kok bisa Tante itu yang jemput? Papa bilang supir oma yang akan jemput Kai di sekolah. Lagi pula kamu tidak boleh sembarangan ikut orang lain yang tidak kamu kenal baik."Bocah ganteng itu menaikkan kedua bahunya dan menjawab dengan polos. Kedua tangan Kai memegang sebuah kotak berbentuk kubus bergambar Lego model mobil."Tadi tante itu telepon Papa saat Kai tolak. Bahkan Bu Yuli juga sempat bicara dengan Papa pakai hape tante itu. Papa bilang Kai ikut Tante Nadhira ke mobil dan akan diantar pulang. Ternyata ya, Ma, anaknya yang bernama Sammy itu juga sekolah di sana."Penuturan panjang lebar Kai mendapatkan helaan panjang Hana. Mahendra tidak mengabari hal itu kepadanya. Dia menggeleng tak percaya dengan perubah
Shit, Hana tak butuh harta kekayaan yang terlalu berlimpah. Meski dia paham pepatah 'uang memang memegang peranan penting dalam hidup.' Namun, bukan begini jalannya. Hana bisa hidup sederhana dan berhemat. Kehidupan Mahendra bisa dikatakan lebih dari cukup. Jadi, tak perlu mati-matian mencari lebih dari itu. Tidak semua kebahagiaan dibayar dengan uang. Mempunyai uang banyak, tetapi belum tentu bahagia. Hana hanya butuh perhatian dan cinta tulus."Sedang apa kamu sendirian di sini?"Suara itu menghancurkan lamunan Hana. Spontan kepala itu bergerak mencari pemilik suara tersebut.Radit.Pria itu melangkah masuk ke dalam dapur ketika Hana menoleh ke arahnya. Dengan senyuman terbaik, Radit menarik salah satu kursi dan duduk. "Aku sedang menunggu Mas Hendra."Tak ingin berlama-lama menatap wajah Radit, Hana menyimpan kembali kotak jus ke dalam kulkas. Dia pun tak ingin berada di satu ruang yang sama dengannya karena merasa
Entah kapan Mahendra pulang dan menginjakkan kaki di rumah. Saat itu, dia mendengar suara berisik dari arah dapur kala kakinya hendak menaiki anak tangga. Lantaran penasaran, dia mengurungkan niat ke tujuan semula lalu menyeret langkah ke dapur dan mendengar sebagian kalimat hinaan Radit yang ditujukan pada istrinya.Bungkam, jantung Radit bergetar hebat. Ketakutan mulai menjajaki pikirannya. Kentara sekali, wajah itu berubah menjadi pucat dan arah matanya lebih sering dijatuhkan ke lantai. Tubuh 170 cm tersebut pun mundur dan sedikit bersembunyi di belakang istrinya. "Bang, aku hanya tak habis pikir dengan kamu. Begitu banyak wanita yang menunggu dan menawarkan diri untuk dijadikan istri. Bahkan aku dengar wanita itu cantik, pendidikan tinggi dan karir yang baik. Kenapa Abang malah memilih wanita ini? Lihat aja tingkahnya, wajahnya. Tidak ada bagus-bagusnya sedikit pun.""Stop, Risa! Kamu juga tak berhak mengatakan itu di depan Hana. Kamu tahu, dia adala
"Orang lain?"Bibir itu mengulang dua kata seraya mengurai pelukan. Kepalanya menunduk untuk mengamati rona paras wanita hamil yang masih dicintainya."Maksud kamu siapa orang lain?"Mahendra bertanya lagi setelah sekian detik belum mendapatkan respons apa pun dari Hana yang masih tidak berniat menatapnya. Wanita itu lelah dengan sikap Mahendra yang seolah-olah tidak mengerti maksudnya. Entahlah, sejak kehamilan kedua, perasaan Hana benar-benar sensitif. Hatinya mudah tersentil apalagi semua yang ada tentang Mahendra. Dia merasa pria itu berubah atau semuanya hanya karena perasaan ibu hamil yang sedang rawan."Mas tahu, kan, sekarang lagi maraknya penculikan anak. Mereka pura-pura baik, menyodorkan diri menjemput anak kita. Lalu, dia bersama komplotannya membunuh dan mutilasi, mengambil organ dalam lalu menjualnya. Lagi viral di kalangan sekolah dan media sosial. Aku hanya wanti-wanti aja."Tiba-tiba emosi Hana meledak. Dia yang