“Sebaiknya kau menginap di hotel terdekat untuk beristirahat. Mengenai Alice, biar ayah yang menjaganya,” nasihat Damian melihat Hayes yang sejak tadi banyak diam dan melamun.Sepulang dari rumah, Hayes terlihat kian sumraut, beberapa kali Damian bisa mendengar suara napasnya yang memberat.“Aku akan menunggu disini,” jawab Hayes menantikan Alice keluar dari ruang pemeriksaan untuk melakukan di tes lab.“Kau terlihat sangat lelah,” komentar Damian memperhatikan kantung mata Hayes. “setidaknya tidurlah sejenak.”Hayes menggeleng, Hayes sudah cukup banyak melakukan kesalahan hingga tidak bisa menjaga Alice dengan benar, untuk kali ini dia tidak ingin meninggalkan Alice dan membuat gadis itu kembali berada dalam bahaya. Sebisa mungkin, Hayes akan tetap di samping Alice meski saat ini, jiwa dan raganya tengah lelah. Hayes menyandarkan bahunya pada tembok, suara helaan napasnya terdengar beberapa kali sebelum akhirnya sebuah kelimat terucap, “Aku sudah memutuskan untuk melaporkan ibu ata
Malam yang sudah larut dan tidak banyak orang yang berkeliaran membuat kepergian Alice tidak disadari siapapun. Alice terus melangkah pergi meninggalkan rumah sakit dan berjalan menyusuri bahu jalan dengan pakaian pasiennnya dan kaki yang tanpa alas. Hembusan kencang angin yang membawa dingin tidak menghentikan Alice untuk terus berjalan, Alice duduk di halte, menunggu sebuah bus yang akan datang.Kaki Alice bergerak menyapu kerikil yang terasa di telapak kakinya, rambut panjang yang terurai tersapu angin bergerak tidak beraturan.Sepuluh menit sudah Alice menunggu, bus yang ditunggu belum datang, hanya ada beberapa mobil dan taksi yang melintas di depan mata.Alice melihat ke sisi, memperhatikan bayangan dirinya di dinding kaca yang diterangi oleh lampu, menciptakan bayangan jelas wajahnya. Dulu Alice kesulitan untuk menangis, kini dia mulai kesulitan untuk menunjukan senyuman.Alice menghela napasnya dengan berat, gadis itu tertunduk melihat telapak tangannya sendiri. Masih bisa Al
“Kemana seharusnya aku mencari?” tanya Hayes terdengar putus asa. Sudah hampir satu jam Hayes menyusuri jalanana untuk mencari, namun dia tidak menemukan Alice.Setiap blok jalan sudah disusuri, kini Hayes bingung harus mencari kemana lagi.Sudah ada banyak orang yang ditugaskan berpencar mencari, tidak ada satupun dari mereka yang memberi kabar baik. Kemana sebenarnya Alice pergi? Hayes tidak memiliki petunjuk apapun.“Seharusnya kau tidak perlu tidur,” bisik Hayes penuh sesal. Hayes terlalu lelah, dia sampai ketiduran, andai dia tahu akan berakhir seperti ini, mungkin Hayes akan berusaha sebisa mungkin agar tetap terjaga.Apa yang sebenarnya membuat Alice pergi dari rumah sakit? Hayes memacu mobilnya lebih cepat, bergerak tanpa arah. Kepergian Alice seperti ini menyadarkan Hayes akan banyak hal. Hayes tidak benar-benar mengenal Alice, tidak mengetahui apa yang dia suka dan apa yang dia takuti, bahkan Hayes tidak tahu apa yang sebenarnya kini Alice inginkan dalam hidupnya.Hayes te
Tangan yang terpasang infusan menjadi pemandangan pertama yang Alice lihat ketika dia kembali mendapatkan kesadarannya. Gadis itu terbaring kehilangan banyak tenaga dan melihat ke penjuru arah, menyadari bahwa kini dia kembali berada di rumah sakit.Seharusnya Alice tidak berada di sini, ini bukan tempat tujuannya, seharusnya Alice sudah tidak ada di dunia lagi dan tenggelam di dalam lautan. ‘Siapa yang telah membawaku ke sini? Mengapa seseorang menyelamatkanku? Mengapa aku harus masih tetap hidup?’ Banyak pertanyaan muncul di kepala Alice, hingga tercetus sebuah pertanyaan lain. Jika dirinya masih hidup, scenario apa lagi yang Tuhan persiapkan dalam hidupnya?Suara orang yang berbicara terdengar seperti sebuah keributan, sorang dokter dan dua perawat datang dan melakukan sesuatu padanya. Setelah beberapa menit kembali mendapatkan kesadarannya hingga penglihatannya kembali jelas, Alice masih tidak berbicara apapun.Dalam diamnya, Alice hanya bisa menerka-nerka, apa yang sebenarnya
Alice termangu menatap Hayes yang kini tengah menunggu jawaban darinya.Pikiran Alice mulai berkecamuk. Alice tidak tahu, apa yang harus dia ucapkan sebagai jawaban, Alice tidak mengerti dengan perasaannya sendiri yang tersentuh namun juga tercekik rasa takut.Hayes bilang, dia sudah jatuh cinta kepada Alice.Tapi, Alice tidak memahami arti sebuah cinta. Apa itu cinta? Bagaimana rasanya?Sampai detik ini, bahkan Alice tidak tahu, perasaan dan ikatan apa yang dia miliki bersama Hayes.Alice menarik napasnya dalam-dalam. Segala hal yang Hayes ucapkan mengejutkan dirinya. Alice bingung dan bertanya-tanya di dalam hatinya, apa yang Hayes lihat dari diri Alice hingga ingin menjadikan Alice isterinya yang sesungguhnya? Jika Alice memberi kesempatan kedua, Hayes menjanjikan akan berubah dan memperbaiki apa yang telah terjadi. Tapi, apakah itu cukup layak untuk ditukarkan dengan sisa hidup Alice? Dan, fakta sebenarnya, sampai kapanpun, Alice yang sesungguhnya harus berubah karena semua hal
***Hayes duduk termenung di depan ruangan Alice di rawat, penolakan gadis itu yang tetap menginginkan perceraian membuat hati Hayes merana. Entah harus dengan cara apa mempertahankan pernikahan mereka.Terlalu banyak masa lalu kelam yang mengikuti, dan Hayes bisa memahami alasan Alice menolaknya.Bisakah Hayes tetap untuk serakah mempertahankan pernikahan mereka meski itu sepihak?Hayes menghela napasnya dengan berat, matanya terpejam terngiang kembali ucapan Alice beberapa saat yang lalu. Tegas tanpa keraguan seakan semuanya sudah dia persiapkan sejak lama.Tidakkah ada sedikit saja ada kasih sayang di dalam hati Alice untuk dirinya? Hayes bisa menunggu Alice berpapun lamanya dan mengizinkan gadis itu pergi jauh untuk mencari jati dirinya tanpa perlu ada perceraian.Jika Alice dan Hayes tetap bercerai, apakah gadis itu akhirnya akan memilih Theodor?Sesak, itulah yang Hayes rasakan. Meski mulut Hayes bisa berkata merelakan perpisahan mereka, namun hatinya tidak akan sanggup melihat
Ivana duduk di sebuah bangku, wanita itu termenung. Wajahnya terlihat merah dan matanya membengkak karena terlalu banyak menangis.Ivana lelah menangis, dia menjerit keras ditengah keramaian saat tubuhnya diseret paksa keluar dari kediamannya. Tidak ada yang membantunya, orang-orang terdiam memperhatikan. Ivana tercekik rasa takut dan malu secara bersamaan, tidak ada yang berbelas kasihan padanya, mereka tetap menyeret pergi Ivana dan mengurungnya di tempat mengerikan ini.Ivana sama sekali tidak pernah menyangka bahwa dia akan berakhir di tempat ini, terkurung sendirian di tempat yang begitu sempit dan membuatnya sangat frustasi.Dunia Ivana sudah sangat kacau dan menyesakan sejak dia kehilangan penglihatannya, kini derita kian bertambah. Ivana tidak hanya terkurung dalam kebutaan, raganya itu terkurung di balik jeruji besi.Ivana terisak sambil menyingkirkan air matanya yang sempat terjatuh. Hati Ivana sangat sakit, dia marah karena semesta telah mempermainkan dirinya.‘Mengapa aku
“Bagaiamana kabarmu?” tanya Theodor masih berada di posisi yang sama.Alice tersenyum samar, tubuhnya terasa lebih baik setelah beberapa hari mendapatkan perawatan terbaik. “Aku merasa lebih baik.”“Aku senang mendengarnya,” jawab Theodor dengan nada suara yang menggantung. “Kuharap kau segera pulih Alice, akan sangat menyenangkan bila melihatmu berhasil berjuang.”Alice tertunduk malu mengingat apa yang telah dia lakukan pagi kemarin. “Kau sudah berjuang sampai sejauh ini, mengorbankan banyak hal yang kau miliki. Jangan menyerah setelah Tuhan menjawab do’amu dengan menyingkiran orang-orang yang telah menyakitimu,” nasihat Theodor dengan suara yang tenang.Alice berkedip pelan, gadis itu mencerna kata-kata Theodor yang sudah menyadarkan dirinya bahwa kepergian Giselle dan orang-orang di rumah itu, mungkin adalah jawaban yang Tuhan berikan atas do’a Alice selama ini.“Apa yang ingin kau lakukan setelah ini Alice?” tanya Theodor.Alice terperanjat, teringat jika hari ini adalah terakhir