Hayes memacu kendaraannya lebih cepat, pria itu melihat ke sekitar mencari-cari keberaaan mobil yang ditumpangi oleh Alice. Hayes tidak tahu apa yang sebenarnya telah terjadi, namun jika dilihat dari reaksi orang-orang di depan butik, Hayes bisa merasakan jika telah terjadi sesuatu yang penting.Pupil mata Hayes menyipit melihat sebuah mobil sport yang melaju di depannya. Hayes melewati beberapa kendaraan di depannya untuk menyusul lebih dekat mobil sport itu. Hayes melihat ke sisi, karena atap yang terbuka, Hayes dapat melihat jika Theodor yang berada di mobil sport itu.Jendela di sisi Hayes menurun. “Apa yang kau lakukan di sini?” teriak Hayes bertanya.“Ikuti aku!” Theodor balas berteriak dan mempercepat laju kendaraannya diikuti oleh Hayes.Theodor tidak dapat memberikan penjelasan apapun karena kini situasinya sedang sangat gawat.Hayes langsung mengikuti kemana arah Theodor berkendara, pria itu tidak dapat berpikir apapun sekarang, dia hanya ingin mengetahui seperti apa keadaa
Hayes dan Theodor duduk bersebelahan di sebuah kursi panjang, menunggu Calla keluar dari ruangan dimana dia tengah menangani Alice sejak dua puluh menit yang lalu.Beruntung saja, pengawal yang menjadi sopir Alice bisa diselamatkan dan luka yang di alaminya tidak begitu parah. Beruntung juga rekaman dari dashboard mobil Hayes merekam kejadian saat Giselle celaka sehingga Alice terlepas dari masalah.Sejak kejadian di rel, Hayes dan Theodor tidak terlibat percakapan apapun, bahkan saat polisi datang untuk mengurus mayat Giselle.Kedua pria itu terjebak dalam kecanggungan satu sama lainnya. Hayes yang sebagai suami harus menyetir, sementara Theodor menangani Alice.Tangan Hayes mengepal, disetiap tarikan napasnya dia merasakan perih di dalam hati. Hayes mengingat jelas, sepanjang jalan menuju klinik, Alice merintih memukuli kepala sendiri karena terguncang trauma dan ketakutan.Tidak pernah sekalipun Hayes melihat sisi menyedihkan dan kerapuhan Alice yang seperti ini. Dan, saat Hayes me
Suara air yang jatuh ke ember terdengar saat sebuah tangan kecil memeras kain pelan. Alice membawa pelan itu dan membersihkan setiap sudut ruangan yang ada, hingga mengelap setiap perabotan dengan teliti.Alice bergerak ke sana-kemari sendirian di tengah ruangan yang besar, membersihkan segalanya dengan teliti agar tidak mendapatkan teguran berupa omelan.Peluh keringat membasahi wajah mungilnya yang memerah, sesekali Alice mengatur napasnya dan berdiri untuk meredakan rasa lelahnya, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya.Usia Alice baru enam tahun, dan baru seminggu ini dia diperbolehkan keluar untuk pertama kalinya dari ruang bawah tanah.Alice sangat senang, dia bisa berbicara dengan lebih banyak orang dan bisa berkeliaran bebas meski itu harus di malam hari.Suara klakson yang terdengar di depan rumah membuat Alice berhenti dari pekerjaannya, gadis kecil itu mengintip dari jendela. Begitu tahu siapa yang telah datang, dengan terburu-buru Alice membawa pelan dan menyeret dua ember
“Apa yang sebenarnya ingin kau ketahui?” tanya Damian terdengar begitu berat.“Semuanya,” jawab Hayes dengan tegas, “aku akan menerima apapun yang sebenarnya telah terjadi, karena itu, tolong beritahu aku.”Damian kembali diam dalam waktu yang lama, sangat berat untuk dirinya mengenang kembali apa yang sebenarnya telah terjadi di masa lalu. Setiap kali Damian mengingatnya, dia hanya merasakan kepedihan yang begitu dalam.Sepasang mata zambrud Damian menatap kosong langit sore yang menyilaukan, cukup lama dia terdiam, pria paruh baya itu tenggelam dalam kenangan masa lalunya yang selalu berusaha untuk dia kubur dalam-dalam.“Aku dan Ivana tumbuh besar bersama, kami berteman baik, dia sudah seperti adikku sendiri. Suatu hari Ivana memperkenalkan Giselle padaku.”Suara Damian menghilang di udara, sementara Hayes tetap diam menunggu semua hal yang ingin Damian sampaikan kepadanya.“Aku jatuh cinta pada pandangan pertama Giselle. Giselle gadis yang manis, dia begitu lugu dan cerdas, hatiny
Theodor berdiri di depan pintu, mengintip Alice yang tengah terbaring tidur sendirian. Sejak membawa Alice ke rumah sakit, Theodor tidak lagi mencoba untuk mendekat dan menunjukan diri.Bukan karena tidak peduli, bukan karena tidak mengkhawatirkannya. Namun, kini semua orang sudah tahu tentag keadaan Alice yang sebenarnya seperti apa.Theodor percaya, bahwa Hayes dan Damian akan lebih menjaganya dengan baik. Mereka berdua jauh lebih berhak menjaga Alice karena Hayes suaminya dan Damian adalah ayah msertuanya.Theodor tertunduk melihat dua buah earphone di tangannya. Theodor ingin memberikan benda itu kepada Alice agar dia bisa mendengarkan musik untuk bisa mendapatkan ketenangan, namun Theodor segan untuk menemuinya.Theodor takut jika dia menemui Alice, dia tidak bisa meninggalkan Alice. Sangat sulit untuk mengabaikan gadis itu. “Dia sempat memanggil namamu ketika sadar,” ucap Calla yang ikut berdiri di samping Theodor.Bibir Theodor menekan menahan senyuman sedihnya. “Aku tidak mu
Ivana menelan salivanya dengan kesulitan. Ivana dan Hayes sudah sering terlibat banyak perdebatan, namun tidak pernah sekalipun Ivana mendengar Hayes berbicara kurang ajar seperti ini padanya.Apa yang sebenarnya telah terjadi? Perasaan Ivana menjadi tidak begitu baik.“Jaga kata-katamu Hayes,” bisik Ivana memperingatkan.Wajah Hayes menengadah, beberapa kali dia mengatur napasnya agar bisa tenang dan bisa berbicara dengan benar.Setelah mendengar semua cerita Damian, Hayes tidak lagi membuang waktu untuk bisa sampai di sini.“Aku tidak perlu lagi menjaga kata-kataku pada seseorang yang begitu munafik hingga membuatku bertanya-tanya, apakah masih pantas aku memanggil orang yang sudah melahirkanku dengan sebutan Ibu,” jawab Hayes dengan dingin.Cangkir teh di tangan Ivana langsung terjatuh dan pecah berantakan di lantai. “Apa maksudmu Hayes? Kenapa kau berani berbicara seperti itu pada ibumu sendiri?” tanya Ivana dengan pupil mata bergetar.Ivana mulai khawatir jika terjadi sesuatu yan
Cahaya matahari sudah tidak terlihat, Damian berjalan melintasi lorong rumah sakit. Seluruh beban yang selama ini dia tahan di pundak menghilang membawa kelegaan setelah dia membicarakan segalanya kepada Hayes.Setelah mendengar seluruh cerita Damian, Hayes tidak berbicara apapun, dia pergi meninggalkan Damian dengan langkah yang begitu berat.Damian tahu jika kini perasaan Hayes pasti hancur karena harus menerima kenyataan bahwa sebenarnya Damian adalah kakaknya. Selama ini Damian diam karena dia sudah terlanjur menyayangi Hayes meski dia putra dari hasil perselingkuhan ayahnya. Damian tidak pernah sekalipun membenci Hayes meski kehadiran Hayes sudah membuat ibu Damian terjatuh sakit hingga serangan jantung.Claud Borsman selalu tampil sebagai lakik-laki yang sempurna, setelah berpuluh-puluh tahun tinggal di Jepang. Setiap tahun dia datang ke Neydish hanya untuk merayakan ulang tahun pernikahannya.Orang-orang berpikir bahwa Claud Borsman adalah pria yang luar biasa.Tidak ada yang
“Sebaiknya kau menginap di hotel terdekat untuk beristirahat. Mengenai Alice, biar ayah yang menjaganya,” nasihat Damian melihat Hayes yang sejak tadi banyak diam dan melamun.Sepulang dari rumah, Hayes terlihat kian sumraut, beberapa kali Damian bisa mendengar suara napasnya yang memberat.“Aku akan menunggu disini,” jawab Hayes menantikan Alice keluar dari ruang pemeriksaan untuk melakukan di tes lab.“Kau terlihat sangat lelah,” komentar Damian memperhatikan kantung mata Hayes. “setidaknya tidurlah sejenak.”Hayes menggeleng, Hayes sudah cukup banyak melakukan kesalahan hingga tidak bisa menjaga Alice dengan benar, untuk kali ini dia tidak ingin meninggalkan Alice dan membuat gadis itu kembali berada dalam bahaya. Sebisa mungkin, Hayes akan tetap di samping Alice meski saat ini, jiwa dan raganya tengah lelah. Hayes menyandarkan bahunya pada tembok, suara helaan napasnya terdengar beberapa kali sebelum akhirnya sebuah kelimat terucap, “Aku sudah memutuskan untuk melaporkan ibu ata