"Iya deh harus sabar, semoga besok bisa terlaksana. Nggak kasian apa kamu, liat perjaka ting-ting yang ngebet sampek ubun-ubun tiba-tiba dipaksa berhenti?" Ucapan Dafa membuat Najwa tidak bisa menahan tawa. "Kok diketawain, sih?" ujar Dafa kesal."Abisnya kamu lucu. Sabar dulu ya, Sayang, anggep aja latihan menjaga nafsu.""Iya deh, sini deket aku. Cium sama peluk aja boleh, kan?" pinta Dafa seraya mengerlingkan mata. Najwa akhirnya mendekati Dafa lalu berbaring di sampingnya.**Ai**Pagi ini cukup ramai karena keluarga Najwa tengah berkumpul, ia tengah membantu Rahma dan mbok Sani membuat sarapan."Manten anyar kok jam segini udah di dapur," goda mbok Sani."Mana bisa menikmati to, Mbok, orang tadi malem anaknya nyusul ke kamar, kok. Tak ajak tidur sama aku nggak mau, katanya pengen didongengin sama Papanya." Rahma dan Sani tertawa."Ya resiko nikahin janda punya anak, kan, Buk. Palingan Ayah sama Ibuk dulu juga gitu. Apalagi dulu Sandi anaknya usil banget," ujar Najwa."Mana ada. D
"Tasya mau ikut sama Kakek pulang?" tanya Najwa saat ia menemui anaknya di kamar."Iya, Ma, Tasya mau main sama Mas Reno. Tasya mau bikin kue sama Nenek juga," ucap Tasya antusias."Nangis nggak nanti? Rumah Kakek sama rumah Mama jauh lho, ya," ujar Najwa, ia memang belum pernah berpisah jauh dengan Tasya."Tasya udah gede kok, Ma. Nggak nangisan lagi," jawab Tasya.Najwa berdiri lalu menyiapkan perlengkapan Tasya. Selama satu minggu ke depan Tasya akan berada di rumah Ayahnya."Nanti sering-sering telepon Mama ya." "Iya, Mama. Tasya pasti kangen Mama."Najwa memeluk anaknya. Anak yang ia besarkan dengan penuh perjuangan, kini sudah besar. Tasya juga punya pola pikir yang dewasa, mungkin karena keadaan yang membuatnya begitu."Mama, kan, udah dijagain Papa, jadi Tasya bisa main sama Kakek dan Nenek.""Di sana nggak boleh nakal ya. Nurut kalau dibilangin Kakek sama Nenek. Nggak boleh nolak makan, sama vitaminnya harus di minum." "Siap, Mama. Tasya pasti jadi anak baik. Kalau Tasya ba
"Itu kalau malem, Sayang. Kalau masih sore gini ya enak kalau ada Tasya." "Mama tadi telepon, katanya kamu disuruh ke sana. Ada temen kamu yang dateng." Najwa menyampaikan ucapan ibu Dafa."Kamu nggak ikut?" tanya Dafa."Besok aja, deh. Aku mau beresin kamar sama masak aja. Kamu mau makan apa?""Semua yang kamu masak aku pasti suka. Aku ke rumah Mama dulu ya, nanti aku cepet pulang kok." Dafa mencium pipi Najwa.Setelah Dafa pergi, Najwa segera membersihkan kamarnya dari bunga-bunga yang mulai mengering. Ia lalu memasak untuk makan malam, udang goreng tepung dan ikan sambal balado siap menjadi menu makan malam.Dafa tiba tepat saat jam makan malam, ia membawa beberapa bingkisan dari teman-temannya."Hmm, baunya enak banget, bikin laper," ucap Dafa, setelah meletakkan bingkisan di kursi lalu duduk di kursi sebelahnya."Banyak banget yang dibawa. Kenapa nggak biarin di rumah Mama aja?" tanya Najwa saat melihat cukup banyak yang dibawa Dafa."Ini cuma dikit. Yang dari sodara-sodara masi
Pagi ini senyum Dafa begitu cerah, setelah melewati satu minggu penuh perjuangan, akhirnya tadi malam ia bisa melepas gelarnya sebagai perjaka ting-ting."Seneng banget kayaknya?" tanya Najwa saat melihat suaminya tidak berhenti tersenyum."Iyalah, akhirnya gol juga setelah melewati masa sulit berhari-hari," ujar Dafa, ia duduk lalu bersiap untuk menyantap sarapannya. Hari ini semua terasa spesial. Walau hanya sarapan dengan nasi goreng dan segelas teh hangat sudah membuat Dafa begitu lahap. Karena sesuatu hal, Tasya akan diantar pulang dua hari lagi.Setelah selesai sarapan, mereka memilih untuk duduk di kursi ruang keluarga. Dafa memangku laptopnya untuk membuka email, sementara Najwa tengah sibuk berbicara dengan Linda melalui sambungan telepon.Selama hampir satu jam mereka sibuk dengan pekerjaan masing-masing, akhirnya kini bisa lebih santai."Udah selesai?" tanya Dafa seraya meletakkan laptopnya di meja. Ia memilih untuk tidak setiap hari berangkat bekerja. Hanya saat pertemuan
"Siapa yang bilang?" Najwa heran kenapa gosip itu bisa beredar, sebelum ini sudah beberapa orang yang bertanya padanya."Ada yang bilang katanya setelah pindah Ibu akan pindah ikut suami. Kalau Ibu pindah, saya gimana?""Saya memang mau pindah, tapi masih lama. Mungkin satu tahun lagi, nunggu Mas Yogi pindah ke sini," jelas Najwa."Kalau Pak Yogi ke sini, terus saya gimana, Bu?""Gimana apanya?""Saya kerja sama siapa? Masak saya harus cari kerja lagi?""Ya kamu kerja sama Mas Yogi, lah. Ngapain cari kerja lagi," jelas Najwa."Saya nggak mau kerja sama pak Yogi, Bu." Ucapan Linda membuat Najwa terkejut."Kenapa emangnya kalau kerja sama Mas Yogi?" tanya Najwa."Orangnya galak, saya takut.""Kan, karena belum terbiasa. Kalau udah tau karakternya nanti juga terbiasa. Lagian, Mas Yogi itu sebenernya nggak galak, kamu cukup tanya aja maunya apa," jelas Najwa, "masih lama, kok, kamu fokus aja sama kerjaanmu sekarang.""Baik, Bu." Linda kembali ke tempat kerjanya.Karena sudah tidak ada pek
"Wa, selamat ya atas pernikahannya." Sebenarnya Ferdi sudah mempersiapkan hati tentang hal ini, sewaktu-waktu pasti dia akan bertemu dengan Najwa. Tapi saat keadaan ini benar-benar terjadi, ia tetap tidak siap melihat Najwa bersanding dengan orang lain.Najwa melihat seseorang yang berada di sampingnya, ia cukup terkejut dengan perubahan Ferdi. Dulu Ferdi selalu memperhatikan penampilan. Namun, sangat berbeda dengan saat ini. Rambut yang tidak rapi, wajah kusut, kantung mata menghitam. Sungguh bukan karena Najwa ingin memperhatikan, tetapi waktu yang begitu lama bersama membuat ia tahu banyak perubahan Ferdi."Terimakasih," sahut Najwa singkat."Halo, Om, ketemu lagi," sapa Tasya lalu mendekat pada Ferdi, ia mengulurkan tangan untuk menyalami Ferdi. Didikan dari Najwa yang harus menghormati orang yang lebih tua membuat Tasya menjadi anak yang mempunyai sopan santun.Ferdi meraih tangan mungil itu dengan perasaan terkejut dan berbunga. Ingin rasanya ia meraih anak di depannya dalam pe
"Buat apa? Dulu mereka yang buang aku. Kenapa harus ketemu lagi?" "Mamanya sakit keras. Beliau selalu bilang pengen minta maaf sama kamu dan ada sesuatu yang mau dikasih sama Tasya." Sebelum Dafa menikah dia memang sempat berbicara empat mata dengan Ferdi, Ferdi menceritakan keinginan Ibunya saat ini."Aku udah maafin mereka semua. Lagian kalau mau kasih sesuatu, anaknya tau tempat kerja aku dan kalau mau juga bisa titipin barang itu sama kamu. Nggak harus repot ketemu.""Mungkin ada hal yang nggak bisa dititipin, nggak mau ketemu sebentar aja?" bujuk Dafa."Mungkin nanti, kalau dalam waktu dekat ini aku nggak siap. Aku emang mau berdamai dengan masa lalu apalagi ada Tasya yang harus mengenal sosok ayah kandungnya, tapi itu masih butuh waktu. Nanti kalau udah siap aku pasti ngenalin mereka sama Tasya," jelas Najwa. "Aku nggak akan maksa kamu, aku bakal bantu kamu buat sembuhin sakit itu. Sekarang kamu nggak boleh ingat-ingat terus sakitnya dulu, kamu harus bahagia sama aku." Dafa me
"Mas Radi." Najwa cukup terkejut bertemu dengan Radi, mantan suami Nisa."Kok bisa ketemu disini? Sama siapa nih?" Radi melihat lelaki yang ada di samping Najwa dan seorang anak kecil di depannya."Sama suami, sama anak saya. Mas Radi sendiri sama siapa?" "Sama istri tapi lagi ke toilet. Ini anak aku baru umur dua tahun. Anak kamu udah gede, ya?" Radi cukup terkejut melihat anak Najwa yang sudah besar. Apakah Najwa langsung menikah lagi setelah berpisah dengan Ferdi?"Udah lima tahun. Lama nggak ketemu ya, Mas. Nggak tau kalau Mas Radi udah nikah lagi.""Iya, lama banget. Terakhir ya waktu kamu pergi dari rumah itu. Kabarmu baik, kan, Wa?"Satu-satunya orang yang tidak menghakimi Najwa saat itu hanya Radi. Bahkan saat Najwa akan pergi, Radi masih sempat memberinya sejumlah uang. Radi sudah menganggap Najwa sebagai adiknya sendiri."Baik, Mas, alhamdulillah." Mereka berbincang cukup lama, sampai istri Radi kembali dari toilet. Setelah berkenalan, Radi dan istrinya lalu berpamitan."
Tasya dan Bian menoleh, ternyata Dafa sudah berdiri di ambang pintu."Om." Bian mendekat, ia lalu mencium tangan Dafa."Baru nyampek, Pa," jawab Tasya seraya mendekati papanya."Mau masuk dulu?" tawar Dafa.Sebenarnya Bian tidak enak hati untuk menolak, tetapi ia harus segera pulang. Besok pagi sekali dia harus kembali ke kota sebelah untuk mengumpulkan rupiah."Lain kali aja, Om. Ditungguin mama," tolak Bian. "Kalau gitu Bian pulang, ya, Om. Salam buat mama Najwa sama Davin."Bian berjalan keluar gerbang, Dafa mengikuti untuk menutup gerbangnya. "Udah makan?" tanya Dafa seraya merangkul pundak anaknya, lalu mereka masuk bersama."Udah," jawab Tasya. "Mama sama Davin mana?" Dilihatnya tidak ada orang selain Dafa."Davin lagi ke rumah temennya. Kalau mama ada di kamar. Mau dipanggilin?"Tasya menggeleng. "Papa kalau udah capek istirahat aja, Tasya mau ke atas," ujar Tasya. Ia kini berjalan meninggalkan Dafa."Sya."Tasya berhenti saat papanya memanggil. Lama Tasya memperhatikan papany
"Kapan nih, nikah? Tante udah nggak sabar lihat kalian di pelaminan," tanya Rania. Kini acara susah selesai. Selain keluarga inti Bian, tinggal Tasya dan Rania beserta keluarganya.Mereka tengah berkumpul di ruang tengah. Saat ini Tania sedang berganti baju, tinggallah Rania dan Tasya di sana."Doakan saja, Tante," jawab Tasya. Semua masih rencana, tidak baik untuk diutarakan."Anak Tante sebenarnya juga udah waktunya nikah, tapi sampai sekarang anteng-anteng aja. Nggak tau maunya yang kayak gimana," ujar Rania. Usia anak sulungnya selisih tujuh tahun dari Bian dan Tasya. Harusnya Revan sudah menikah dan Rania susah menimang cucu. Tapi apalah daya, anaknya masih betah sendiri hingga usia tiga puluhan."Mungkin memang belum ketemu jodohnya, Tante," jawab Tasya. Tidak mungkin ia mengatakan karena anak Rania itu memang sombong, jadi susah mendapatkan pasangan. Pasti Rania akan marah padanya."Mbak Tasya, mau minta foto." Radea, anak kedua Rania datang menghampiri."Boleh," jawab Tasya.
"Ma, aku mau berangkat dulu, ya," pamit Tasya pada ibunya.Tidak terasa waktu berjalan dengan cepat. Tasya kini sudah beranjak dewasa. Ia bahkan sudah menjalin kasih dengan Bian, sahabat yang dipuja Tasya sejak kecil."Iya, salam buat mama Tania, ya."Najwa masih sibuk di dapur untuk membuat makan siang. Dafa masih bekerja, sementara Davin belum pulang dari sekolah."Siap, Mamaku yang paling cantik."Tasya mencium pipi mamanya, setelah itu Bian bersalaman dengan Najwa untuk berpamitan."Bian pergi dulu, ya, Ma. Nanti Tasyanya Bian anterin agak malam. Setelah acara selesai," ujar Bian pada Najwa."Iya, Sayang. Mama nitip Tasya. Nanti kalau rewel kamu jewer aja.""Ih, Mama. Tasya udah gede, ya. Nggak ada rewel-rewel segala," protes Tasya yang membuat Najwa dan Bian tertawa.Tasya dan Bian menaiki mobil. Mereka akan pergi ke rumah Bian untuk menghadiri acara keluarga. Sudah beberapa kali Tasya menghadiri acara keluarga di rumah Bian, begitu pun dengan Bian yang juga sering ikut saat ada
Tidak terasa waktu berjalan dengan cepat. Kedekatan antara Ferdi dan Rina akhirnya berakhir ke pelaminan.Saat ini Najwa dan Dafa tengah mempersiapkan perjalanan menuju rumah Ferdi, sementara Tasya sudah di sana sejak beberapa hari yang lalu."Udah masuk semua?" tanya Dafa. Sedari tadi ia sudah memasukkan beberapa tas ke dalam bagasi mobil."Udah kayaknya," jawab Najwa seraya melihat barang-barang yang sudah masuk.Rencananya Najwa dan Dafa akan menginap selama dua hari, sementara Tasya akan menginap selama satu minggu."Aku ganti baju dulu, Davin masih tidur di kamar bawah," ujar Najwa seraya meninggalkan Dafa yang tengah memanasi mobil.Najwa tidak langsung memakai baju untuk acara, tetapi ia memakai baju biasa dulu. Mengingat perjalanan dari rumahnya menuju rumah Ferdi cukup jauh.Mereka berangkat setelah semua sudah siap. Davin masih terlelap saat mereka memulai perjalanan.Sesampainya di rumah Ferdi, suasana sudah sangat meriah. Pesta akan dilaksanakan di rumah Ferdi saja karena
"Rudi yang bilang, Ma?" tanya Dafa pada ibunya Nila. Mereka sudah sangat akrab dari Dafa kecil, jadilah Dafa memanggilnya mama juga."Iya," jawab Lastri. "Mama mau minta maaf atas nama Nila dan Rudi. Selama ini mereka sudah nyakitin kamu. Mama masih punya banyak uang untuk membayarnya dan itu juga bukan tanggung jawabmu," lanjut Lastri.Sejahat apa pun Nila dan Rudi, Dafa tetap menyayangi Lastri. Baginya, Lastri tetaplah ibu yang baik."Dafa emang pengen ngasih, tapi bukan paksaan dari Rudi juga. Ini murni keinginan Dafa. Mama terima, semoga bisa membantu." Dafa menyerahkan amplop pada Lastri. Sebelum ini, ia sudah berbicara pada istrinya dan mereka sepakat untuk memberi sumbangan."Jangan, Nak. Mama nggak mau bebanin kamu," tolak Lastri seraya mengembalikan amplop itu pada Dafa."Dafa ikhlas, Ma. Nggak banyak, tapi semoga bisa bermanfaat. Terima ya, Ma." Akhirnya Lastri mengalah. Ia menerima uang pemberian dari Dafa seraya mengucap terimakasih.Hingga sore Dafa dan Najwa masih berad
"Ada apa?" Najwa bertanya saat dilihatnya suaminya hanya diam seraya menatap ponsel yang menyala."Lihat ini." Dafa memberikan ponselnya pada Najwa.Najwa menggelengkan kepalanya. Merasa heran karena masih ada orang yang tidak tahu malu macam Rudi."Kamu nggak perlu menanggapinya. Ini bukan tanggung jawabmu, Mas."Najwa menyerahkan kembali ponsel Dafa, ia lalu meraih Davin untuk memandikan anak itu.Dafa memilih memblokir nomor Rudi. Ia tidak ingin rasa sakit hati mempengaruhi kehidupan rumah tangganya. Rudi sudah sangat dewasa untuk mengatasi masalahnya sendiri."Aku mau beli nasi goreng dulu, ya," pamit Dafa."Iya," jawab Najwa dari kejauhan. Ia sudah bersiap untuk melepas baju Davin.Davin sudah wangi dan tampan. Rambutnya yang lebat dibelah pinggir. Pipi besarnya membuat siapa pun pasti gemas saat melihat Davin.Davin kini sudah kembali bermain, sementara Najwa mengambil piring untuk menikmati nasi goreng yang dibeli Dafa."Mama tadi kirim pesan," ujar Dafa seraya menyuap nasi gore
"lucu kamu, Rud." Hanya itu komentar Dafa. "Maafkan atas semua kesalahanku dulu, Daf. Aku tau kamu masih marah, tapi tolong pikirkan nasib anak kecil yang tengah kritis."Andai tidak kritis, pasti Rudi tidak akan datang menemui Dafa."Aku serius, Daf. Saat ini anak aku di rumah sakit sama ibunya. Anakku butuh donor darah karen dia sudah kehabisan banyak darah," ungkap Rudi.Dafa tidak habis pikir kenapa dulu ia bisa bersahabat dengan orang-orang yang tidak punya hati."Cari saja orang lain, itu bukan urusanku."Secara tiba-tiba Rudi merosot, ia kini sudah bersimpuh memohon pada Dafa. "Kali ini saja, aku mohon bantuin aku. Cuma kamu satu-satunya harapanku, Daf."Dafa memalingkan wajahnya. Satu sisi ia tidak tega dengan anak itu, tapi di sisi lain ia juga amat membenci orang tuanya."Pergi kamu!" usir Dafa."Kamu mau bantu kan, Daf?" Rudi masih saja memohon."Lihat nanti," ujar Dafa seraya beranjak dari tempatnya duduk. "Pergi dari sini kalau mau aku bantu," lanjut Dafa.Wajah Rudi kin
Dafa hanya membunyikan klakson sebagai tanda pada orang yang ada di dalam untuk membukakan pintu. Ia tidak sedikit pun berniat untuk turun dari mobil menemui Rudi.Najwa turun terlebih dahulu setelah mobil berhenti di halaman rumah mereka, sementara Dafa masih terdiam di tempatnya."Sayang, aku bawa Davin masuk dulu. Abis ini aku ke sini lagi," ujar Najwa. Ia sangat mengerti kegelisahan yang dirasakan suaminya. "Kalau kamu belum siap ketemu, tunggu aku aja," lanjutnya lalu meninggalkan Dafa untuk membawa Davin ke kamarnya."Pak, ada tamu yang ingin bertemu," ujar Seto setelah mengetuk pintu mobil majikannya itu.Dafa menghela napas kasar. Semua sudah berlalu, Dafa memang harus berdamai dengan masa lalu."Suruh dia masuk, Pak," putus Dafa. Ia turun dari mobil. Berjalan dengan gontai ke dalam rumah.Dafa terus berjalan hingga ia sampai di dapur. Dafa mengisi gelas kosong dengan air dingin. Berharap isi kepalanya juga ikut dingin."Tenang. Semua masalah pasti bisa kamu atasi. Ada aku di
"Lho, ada tamu ternyata."Najwa dan Dafa menoleh saat ada seseorang yang datang ke rumah Ferdi. Ternyata itu adalah Rina, ibu dari Sena."Ini ibunya Sena?" Najwa segera berdiri untuk menghampiri Rina.Rina menerima uluran tangan Najwa. "Iya, Mbak. Saya Rina.""Saya Najwa, ibunya Tasya," ujar Najwa memperkenalkan diri. Beberapa kali hanya mengetahui dari cerita anaknya, akhirnya kini Najwa bisa berkenalan secara langsung.Cantik, adalah kesan pertama yang Najwa lihat dari Rina. Orangnya juga ramah dan supel. "Saya kira tadi Tasya dijemput papanya seperti biasa, ternyata dianterin sekeluarga ke sini. Akhirnya bisa ketemu juga ya, Mbak."Rina kini ikut duduk di ruang tamu Ferdi, bercengkrama dengan keluarga Najwa."Tasya itu anaknya ceria banget, jadinya Sena kebawa suasana. Biasanya dia pendiam kalau pas sendiri. Makanya saya senang kalau Tasya pas nginep sini," ujar Rina berterus terang.Sena sudah berusia delapan tahun saat orang tuanya bercerai, jadi wajar kalau ia mengalami dampak