"Buat apa? Dulu mereka yang buang aku. Kenapa harus ketemu lagi?" "Mamanya sakit keras. Beliau selalu bilang pengen minta maaf sama kamu dan ada sesuatu yang mau dikasih sama Tasya." Sebelum Dafa menikah dia memang sempat berbicara empat mata dengan Ferdi, Ferdi menceritakan keinginan Ibunya saat ini."Aku udah maafin mereka semua. Lagian kalau mau kasih sesuatu, anaknya tau tempat kerja aku dan kalau mau juga bisa titipin barang itu sama kamu. Nggak harus repot ketemu.""Mungkin ada hal yang nggak bisa dititipin, nggak mau ketemu sebentar aja?" bujuk Dafa."Mungkin nanti, kalau dalam waktu dekat ini aku nggak siap. Aku emang mau berdamai dengan masa lalu apalagi ada Tasya yang harus mengenal sosok ayah kandungnya, tapi itu masih butuh waktu. Nanti kalau udah siap aku pasti ngenalin mereka sama Tasya," jelas Najwa. "Aku nggak akan maksa kamu, aku bakal bantu kamu buat sembuhin sakit itu. Sekarang kamu nggak boleh ingat-ingat terus sakitnya dulu, kamu harus bahagia sama aku." Dafa me
"Mas Radi." Najwa cukup terkejut bertemu dengan Radi, mantan suami Nisa."Kok bisa ketemu disini? Sama siapa nih?" Radi melihat lelaki yang ada di samping Najwa dan seorang anak kecil di depannya."Sama suami, sama anak saya. Mas Radi sendiri sama siapa?" "Sama istri tapi lagi ke toilet. Ini anak aku baru umur dua tahun. Anak kamu udah gede, ya?" Radi cukup terkejut melihat anak Najwa yang sudah besar. Apakah Najwa langsung menikah lagi setelah berpisah dengan Ferdi?"Udah lima tahun. Lama nggak ketemu ya, Mas. Nggak tau kalau Mas Radi udah nikah lagi.""Iya, lama banget. Terakhir ya waktu kamu pergi dari rumah itu. Kabarmu baik, kan, Wa?"Satu-satunya orang yang tidak menghakimi Najwa saat itu hanya Radi. Bahkan saat Najwa akan pergi, Radi masih sempat memberinya sejumlah uang. Radi sudah menganggap Najwa sebagai adiknya sendiri."Baik, Mas, alhamdulillah." Mereka berbincang cukup lama, sampai istri Radi kembali dari toilet. Setelah berkenalan, Radi dan istrinya lalu berpamitan."
Tiga bulan sudah usia pernikahan Dafa dan Najwa. Hari ini mereka berencana mengunjungi salah satu keluarga Dafa yang tengah melahirkan di rumah sakit. Ayah dan Ibu Dafa sudah berangkat dari kemarin pagi."Kadonya udah di bawa?" tanya Najwa pada Tasya, karena tadi malam Tasya berkeras untuk menyimpan kado di kamarnya."Udah di bawa Papa ke mobil," jawab Tasya, ia segera berlari menyusul sang Ayah yang sudah bersiap di kursi kemudi.Najwa membuka pintu belakang untuk Tasya, lalu pintu depan untuk dirinya sendiri. "Sudah siap semuanya? Baju buat ganti udah siap, kan?""Udah, aku masukin bagasi, kadonya juga," terang Dafa. Mereka segera meluncur menuju tempat tujuan.Saudara Dafa melahirkan di rumah sakit umum di kotanya, jadi tidak heran jika banyak orang dengan penyakit berbeda yang sedang berlalu lalang. Ruangan saudara Dafa berada di lantai tiga, mereka menaiki lift khusus pengunjung lalu menuju kamar yang sudah disebutkan melalui sambungan telepon tadi.Dafa mengetuk pintu lalu mengu
Ferdi segera berjongkok untuk mensejajarkan tinggi dengan anaknya. "Tasya, kok bisa di sini?""Tadi abis liat dedek, tapi nggak jadi karena dedeknya nggak boleh keluar," jelas Tasya. Ia lalu mencium punggung tangan Ferdi."Siapa yang sakit, Pak?" tanya Dafa. Ia mendekat pada Ferdi, sementara Najwa memilih duduk di kursi tak jauh dari mereka."Ibu saya sedang sakit, Pak. Lima hari ini sudah tidak bisa makan apa-apa, cuma pakek selang aja," ungkap Ferdi. Ia mengajak Dafa dan Tasya untuk duduk karena Ibunya masih dicek dokter."Semoga lekas sembuh ya," ucap Dafa tulus."Terima kasih, Pak. Boleh saya bicara sama Najwa?" tanya Ferdi hati-hati.Setelah Dafa mengizinkan, Ferdi berjalan mendekati Najwa lalu duduk di sampingnya. "Wa, aku boleh mohon satu permintaan aja?" tanya Ferdi, Najwa hanya diam menyimak."Izinin Mama ketemu Tasya sebentar aja, Wa. Mungkin ini kesempatan terakhir Mama. Dari kemarin Mama cuma minta ketemu sama cucunya buat minta maaf. Aku mohon, Wa." Ferdi audah sangat fr
"Maaf, Pak, kami sudah melakukan semaksimal mungkin tapi Tuhan berkehendak lain. Mohon untuk mengikhlaskan." Dokter menepuk pundak Ferdi membuat Ferdi langsung terduduk lemas."Terimakasih banyak, Dok," ujar Ferdi.Ferdi merasa kepergian ibunya terlalu cepat. Baru saja mereka merasakan bahagia, tetapi ibunya sudah dipanggil Tuhan. Tidak terasa air mata itu menetes membasahi pipinya. "Om kenapa?" Tasya meraih tangan Ferdi yang ia gunakan untuk menutupi wajahnya.Ferdi menatap Tasya, ia tidak boleh lemah saat ini. Masih banyak yang harus ia perjuangkan. Ia juga harus membuktikan kalau ia layak diakui menjadi ayah. "Nggak apa-apa, om cuma sedih karena Ibu om sudah nggak ada. Tasya mau, kan, jadi temen om?"Tasya mulai paham arti tiada saat Maminya meninggal beberapa bulan yang lalu, ia juga sedih saat itu. Jadi ia merasa harus memberi semangat pada Ferdi. "Mau, Om bisa main sama Tasya kalau Om lagi sedih. Kita teman ya." Ferdi meraih Tasya dalam pelukan. Meski hanya seperti ini, tetapi
"Makasih ya, Pak, sudah berkenan hadir ke rumah saya," ucap Ferdi pada Dafa."Maaf ya, ini Tasya masih tidur. Capek banget kayaknya." Dafa menggendong Tasya yang tertidur saat dalam perjalanan."Nggak pa-pa, ditidurin di kamar aja, Pak. Biar saya siapin." Ferdi bahagia bisa melihat anaknya tertidur dengan begitu damai."Digendong aja, paling bentar lagi juga bangun." Dafa mengikuti Ferdi untuk masuk ke dalam rumah."Sebentar saya panggil istri saya untuk membuat minum dulu, silahkan duduk." Ferdi berlalu ke belakang untuk mencari istrinya."Kamu nggak pa-pa, kan, kalau ke sini?" tanya Dafa saat melihat raut istrinya yang begitu tegang."Nggak masalah. Aku baik-baik aja kok," jawab Najwa.Sebenarnya saat masuk ke rumah ini, perasaan Najwa merasa sedikit sesak. Banyak kenangan yang ia lalui di rumah ini. Dari kenangan yang manis sampai kenangan buruk yang hampir merenggut anaknya.Lima menit kemudian, Ferdi datang bersama Ranti. Sedari awal melihat Najwa, raut wajah Ranti sudah terlihat
"Bukan begitu, Mbak. Jangan salah paham. Aku cuma ingin pernikahanku dan Mas Ferdi baik-baik saja. Mbak Najwa, kan, bisa punya anak lagi dari suami barunya.""Saya masih cukup mampu untuk mengurus anak saya sendiri. Meski nanti Tuhan memberi saya banyak anak sekali pun, saya tidak akan menyerahkan anak saya pada orang lain," tegas Najwa."Tapi Mas Ferdi itu ayahnya, dia juga berhak untuk mengasuh anaknya. Mbak nggak bisa egois untuk menguasai anak itu sendiri." Ranti masih berkeras."Menguasai? Kenapa baru sekarang? Setelah kamu tidak bisa memberi keturunan, kamu baru mengatakan hal itu? Kenapa tidak dari dulu saat saya berjuang sendiri membesarkan anak saya.""Kalau saja aku bisa memberi anak, aku nggak akan mau memohon seperti ini sama Mbak.""Sepertinya Tuhan tidak mengizinkan kamu mempunyai keturunan, karena kamu punya hati yang busuk. Harusnya kamu bersyukur, Ferdi tidak mencari wanita lain agar mempunyai anak dan tidak meninggalkanmu."Najwa merasa pembicaraan ini mulai tidak s
"Tadi pas duduk sama istrinya Ferdi, dia bilang biar Tasya dia yang asuh aja," ungkap Najwa. Ia lalu menceritakan semua yang sudah dikatakan Ranti padanya.Dafa tidak menyangka, istri Ferdi yang selama ini ia ketahui cukup pendiam, ternyata bisa menyatakan banyak hal yang cukup mengganggu perasaan istrinya. "Kamu tenang aja, Sayang, aku nggak akan biarin siapa pun ngambil Tasya dari kamu. Sampai kapan pun Tasya tetap ikut sama kita. Aku sayang sama Tasya karena dia itu anakku."Pernyataan Dafa cukup mampu menenangkan keadaan Najwa, ia merasa sedikit lega karena kini sudah ada yang melindungi dia dan putrinya dengan setulus hati.Tidak terasa waktu dua jam telah mereka lewati dengan bercerita banyak hal, mereka memang sepakat untuk tidak menyembunyikan apapun itu dari pasangannya.**Ai**"Ma, besok Bian ulang tahun. Mau dirayain di sekolah. Anterin Tasya beli kado ya," rengek Tasya saat Najwa baru pulang dari resort. Sebenarnya hari ini ia merasa tidak enak badan, tapi demi sang putri