"Tasya mau ikut sama Kakek pulang?" tanya Najwa saat ia menemui anaknya di kamar."Iya, Ma, Tasya mau main sama Mas Reno. Tasya mau bikin kue sama Nenek juga," ucap Tasya antusias."Nangis nggak nanti? Rumah Kakek sama rumah Mama jauh lho, ya," ujar Najwa, ia memang belum pernah berpisah jauh dengan Tasya."Tasya udah gede kok, Ma. Nggak nangisan lagi," jawab Tasya.Najwa berdiri lalu menyiapkan perlengkapan Tasya. Selama satu minggu ke depan Tasya akan berada di rumah Ayahnya."Nanti sering-sering telepon Mama ya." "Iya, Mama. Tasya pasti kangen Mama."Najwa memeluk anaknya. Anak yang ia besarkan dengan penuh perjuangan, kini sudah besar. Tasya juga punya pola pikir yang dewasa, mungkin karena keadaan yang membuatnya begitu."Mama, kan, udah dijagain Papa, jadi Tasya bisa main sama Kakek dan Nenek.""Di sana nggak boleh nakal ya. Nurut kalau dibilangin Kakek sama Nenek. Nggak boleh nolak makan, sama vitaminnya harus di minum." "Siap, Mama. Tasya pasti jadi anak baik. Kalau Tasya ba
"Itu kalau malem, Sayang. Kalau masih sore gini ya enak kalau ada Tasya." "Mama tadi telepon, katanya kamu disuruh ke sana. Ada temen kamu yang dateng." Najwa menyampaikan ucapan ibu Dafa."Kamu nggak ikut?" tanya Dafa."Besok aja, deh. Aku mau beresin kamar sama masak aja. Kamu mau makan apa?""Semua yang kamu masak aku pasti suka. Aku ke rumah Mama dulu ya, nanti aku cepet pulang kok." Dafa mencium pipi Najwa.Setelah Dafa pergi, Najwa segera membersihkan kamarnya dari bunga-bunga yang mulai mengering. Ia lalu memasak untuk makan malam, udang goreng tepung dan ikan sambal balado siap menjadi menu makan malam.Dafa tiba tepat saat jam makan malam, ia membawa beberapa bingkisan dari teman-temannya."Hmm, baunya enak banget, bikin laper," ucap Dafa, setelah meletakkan bingkisan di kursi lalu duduk di kursi sebelahnya."Banyak banget yang dibawa. Kenapa nggak biarin di rumah Mama aja?" tanya Najwa saat melihat cukup banyak yang dibawa Dafa."Ini cuma dikit. Yang dari sodara-sodara masi
Pagi ini senyum Dafa begitu cerah, setelah melewati satu minggu penuh perjuangan, akhirnya tadi malam ia bisa melepas gelarnya sebagai perjaka ting-ting."Seneng banget kayaknya?" tanya Najwa saat melihat suaminya tidak berhenti tersenyum."Iyalah, akhirnya gol juga setelah melewati masa sulit berhari-hari," ujar Dafa, ia duduk lalu bersiap untuk menyantap sarapannya. Hari ini semua terasa spesial. Walau hanya sarapan dengan nasi goreng dan segelas teh hangat sudah membuat Dafa begitu lahap. Karena sesuatu hal, Tasya akan diantar pulang dua hari lagi.Setelah selesai sarapan, mereka memilih untuk duduk di kursi ruang keluarga. Dafa memangku laptopnya untuk membuka email, sementara Najwa tengah sibuk berbicara dengan Linda melalui sambungan telepon.Selama hampir satu jam mereka sibuk dengan pekerjaan masing-masing, akhirnya kini bisa lebih santai."Udah selesai?" tanya Dafa seraya meletakkan laptopnya di meja. Ia memilih untuk tidak setiap hari berangkat bekerja. Hanya saat pertemuan
"Siapa yang bilang?" Najwa heran kenapa gosip itu bisa beredar, sebelum ini sudah beberapa orang yang bertanya padanya."Ada yang bilang katanya setelah pindah Ibu akan pindah ikut suami. Kalau Ibu pindah, saya gimana?""Saya memang mau pindah, tapi masih lama. Mungkin satu tahun lagi, nunggu Mas Yogi pindah ke sini," jelas Najwa."Kalau Pak Yogi ke sini, terus saya gimana, Bu?""Gimana apanya?""Saya kerja sama siapa? Masak saya harus cari kerja lagi?""Ya kamu kerja sama Mas Yogi, lah. Ngapain cari kerja lagi," jelas Najwa."Saya nggak mau kerja sama pak Yogi, Bu." Ucapan Linda membuat Najwa terkejut."Kenapa emangnya kalau kerja sama Mas Yogi?" tanya Najwa."Orangnya galak, saya takut.""Kan, karena belum terbiasa. Kalau udah tau karakternya nanti juga terbiasa. Lagian, Mas Yogi itu sebenernya nggak galak, kamu cukup tanya aja maunya apa," jelas Najwa, "masih lama, kok, kamu fokus aja sama kerjaanmu sekarang.""Baik, Bu." Linda kembali ke tempat kerjanya.Karena sudah tidak ada pek
"Wa, selamat ya atas pernikahannya." Sebenarnya Ferdi sudah mempersiapkan hati tentang hal ini, sewaktu-waktu pasti dia akan bertemu dengan Najwa. Tapi saat keadaan ini benar-benar terjadi, ia tetap tidak siap melihat Najwa bersanding dengan orang lain.Najwa melihat seseorang yang berada di sampingnya, ia cukup terkejut dengan perubahan Ferdi. Dulu Ferdi selalu memperhatikan penampilan. Namun, sangat berbeda dengan saat ini. Rambut yang tidak rapi, wajah kusut, kantung mata menghitam. Sungguh bukan karena Najwa ingin memperhatikan, tetapi waktu yang begitu lama bersama membuat ia tahu banyak perubahan Ferdi."Terimakasih," sahut Najwa singkat."Halo, Om, ketemu lagi," sapa Tasya lalu mendekat pada Ferdi, ia mengulurkan tangan untuk menyalami Ferdi. Didikan dari Najwa yang harus menghormati orang yang lebih tua membuat Tasya menjadi anak yang mempunyai sopan santun.Ferdi meraih tangan mungil itu dengan perasaan terkejut dan berbunga. Ingin rasanya ia meraih anak di depannya dalam pe
"Buat apa? Dulu mereka yang buang aku. Kenapa harus ketemu lagi?" "Mamanya sakit keras. Beliau selalu bilang pengen minta maaf sama kamu dan ada sesuatu yang mau dikasih sama Tasya." Sebelum Dafa menikah dia memang sempat berbicara empat mata dengan Ferdi, Ferdi menceritakan keinginan Ibunya saat ini."Aku udah maafin mereka semua. Lagian kalau mau kasih sesuatu, anaknya tau tempat kerja aku dan kalau mau juga bisa titipin barang itu sama kamu. Nggak harus repot ketemu.""Mungkin ada hal yang nggak bisa dititipin, nggak mau ketemu sebentar aja?" bujuk Dafa."Mungkin nanti, kalau dalam waktu dekat ini aku nggak siap. Aku emang mau berdamai dengan masa lalu apalagi ada Tasya yang harus mengenal sosok ayah kandungnya, tapi itu masih butuh waktu. Nanti kalau udah siap aku pasti ngenalin mereka sama Tasya," jelas Najwa. "Aku nggak akan maksa kamu, aku bakal bantu kamu buat sembuhin sakit itu. Sekarang kamu nggak boleh ingat-ingat terus sakitnya dulu, kamu harus bahagia sama aku." Dafa me
"Mas Radi." Najwa cukup terkejut bertemu dengan Radi, mantan suami Nisa."Kok bisa ketemu disini? Sama siapa nih?" Radi melihat lelaki yang ada di samping Najwa dan seorang anak kecil di depannya."Sama suami, sama anak saya. Mas Radi sendiri sama siapa?" "Sama istri tapi lagi ke toilet. Ini anak aku baru umur dua tahun. Anak kamu udah gede, ya?" Radi cukup terkejut melihat anak Najwa yang sudah besar. Apakah Najwa langsung menikah lagi setelah berpisah dengan Ferdi?"Udah lima tahun. Lama nggak ketemu ya, Mas. Nggak tau kalau Mas Radi udah nikah lagi.""Iya, lama banget. Terakhir ya waktu kamu pergi dari rumah itu. Kabarmu baik, kan, Wa?"Satu-satunya orang yang tidak menghakimi Najwa saat itu hanya Radi. Bahkan saat Najwa akan pergi, Radi masih sempat memberinya sejumlah uang. Radi sudah menganggap Najwa sebagai adiknya sendiri."Baik, Mas, alhamdulillah." Mereka berbincang cukup lama, sampai istri Radi kembali dari toilet. Setelah berkenalan, Radi dan istrinya lalu berpamitan."
Tiga bulan sudah usia pernikahan Dafa dan Najwa. Hari ini mereka berencana mengunjungi salah satu keluarga Dafa yang tengah melahirkan di rumah sakit. Ayah dan Ibu Dafa sudah berangkat dari kemarin pagi."Kadonya udah di bawa?" tanya Najwa pada Tasya, karena tadi malam Tasya berkeras untuk menyimpan kado di kamarnya."Udah di bawa Papa ke mobil," jawab Tasya, ia segera berlari menyusul sang Ayah yang sudah bersiap di kursi kemudi.Najwa membuka pintu belakang untuk Tasya, lalu pintu depan untuk dirinya sendiri. "Sudah siap semuanya? Baju buat ganti udah siap, kan?""Udah, aku masukin bagasi, kadonya juga," terang Dafa. Mereka segera meluncur menuju tempat tujuan.Saudara Dafa melahirkan di rumah sakit umum di kotanya, jadi tidak heran jika banyak orang dengan penyakit berbeda yang sedang berlalu lalang. Ruangan saudara Dafa berada di lantai tiga, mereka menaiki lift khusus pengunjung lalu menuju kamar yang sudah disebutkan melalui sambungan telepon tadi.Dafa mengetuk pintu lalu mengu