"Kok Tasya tega, sih? Om nangis, loh, nanti." Sandi pura-pura menangis."Abisnya Om jahat, nggak pernah main ke sini lagi. Terus Tasya cari Om ganteng baru, deh."Sandi tidak bisa menahan tawa karena kelucuan Tasya, ia memang begitu dekat dengan keponakannya itu. Dulu saat masih awal-awal kuliah ia sering bermain ke rumah Najwa, karena jarak tempat ia kuliah dan rumah Najwa cukup dekat. Tapi setelah ia kuliah sambi bekerja ia jadi jarang kesini. Apalagi sekarang ia sudah pulang ke rumah orang tuanya dan bekerja di sana jadi semakin jauh jarak mereka."Sekarang Om Sandi, kan, udah kerja. Katanya Tasya mau punya tante kayak tantenya Bian. Kalau Om nggak kerja nanti nggak ada tante yang mau, gimana?" terang Sandi, ia berbicara seolah lawannya orang dewasa."Kamu, tuh, jelasinnya kayak sama Ibu aja, Tasya mana ngerti kamu ngomong gitu," tegur Rahma."Ngerti lah, Buk, Tasya, kan, anak pinter," jawab Sandi."Ponakan Om Sandi gitu, lho," ucap Tasya dan Sandi kompak. Najwa dan Rahma tertawa
"Ada tamu kok nggak disuruh masuk," ujar Bari. "Silahkan masuk, Pak. Maaf ini tadi habis makan bakso.""Terimakasih, Pak.""Buatin minum, Wa.""Nggak usah repot-repot, Pak. Sebenarnya tadi cuma mau ketemu Tasya. Maaf ganggu acara kumpulnya." Dafa duduk, Tasya langsung duduk di pangkuan Dafa. Melihat kedekatan Dafa dan cucunya membuat Bari senang."Temannya Najwa?" tebak Bari. Ia memang belum tahu cerita tentang Dafa."Kebetulan saya adik dari temannya Mas Yogi, dan rumah orang tua saya berada di dekat sini. Saya juga pernah menyewa Resortnya Mbak Najwa," jelas Dafa.Mereka mengobrol sembari menunggu Najwa membuat minuman. Rahma memilih duduk di ruang tengah sementara Sandi memilih menyusul sang kakak di dapur."Mbak ada hubungan apa sama Pak Dafa?" cecar Sandi tanpa basa-basi."Hubungan apaan, sih? Kamu, tuh, yang ada hubungan sama dia," jawab Najwa."Ya jelas kalau itu, dia, kan, Bos aku. Mbak beneran, lho, aku tanya. Di kantor dia itu terkenal baik tapi dingin sama cewek-cewek. Ko
Rahma mengaminkan ucapan Najwa. Najwa berjalan menuju ruang tamu untuk menemui ayahnya dan Dafa, terlihat mereka tengah asyik berbincang. Sesekali mereka tertawa, entah apa yang mereka bahas Najwa tidak tahu."Mama." Tasya turut dari pangkuan Dafa lalu menarik tangan Mamanya untuk duduk."Tasya mau ke mana?" tanya Najwa karena melihat anaknya berjalan ke belakang bersama Sandi."Mau ke tempat Nenek. Kata Om Sandi, Nenek mau bikinin Tasya makanan enak," terang Tasya, ia lalu menjauh bersama Sandi.Hening sesaat setelah Tasya dan Sandi pergi."Nak Dafa mau bicara apa?" tanya Bari memecah keheningan.Najwa menatap Dafa dan Dafa juga tengah memandangnya dengan senyuman, lalu Dafa beralih menata Bari. "Maaf sebelumnya kalau ini terlalu mendadak, sebenarnya saya masih belum membahas ini dengan putri Bapak. Namun, karena saya bertemu Bapak di sini, maka saya akan mengatakannya."Bari diam memperhatikan pemuda tampan di hadapannya. Dari cara dia memperlakukan cucunya, ia tahu kalau Dafa lelak
Dafa diam, ia cukup terkejut dengan apa yang di katakan Najwa. Cukup lama ia terdiam sehingga Bari dan Najwa mengira ia keberatan dengan keadaan Najwa."Kalau Nak Dafa memilih mundur sekarang, Bapak dan Najwa tidak akan keberatan. Banyak hal yang harus Nak Dafa pikirkan, terutama kedua orang tua Nak Dafa, pasti mereka keberatan dengan keadaan Najwa," ucap Bari setelah menunggu Dafa terdiam cukup lama."Saya tidak melarang kamu dekat dengan Tasya, tetapi saya mohon jangan beri dia harapan yang tidak bisa kamu penuhi," tegas Najwa."Saya tidak keberatan dengan keadaan Najwa, saya hanya tidak menyangka begitu banyak rasa sakit yang Najwa alami selama ini," jelas Dafa. Ia memang tidak keberatan dengan masa lalu Najwa, ia merasa prihatin dengan banyak hal buruk yang menimpa Najwa."Saya rasa orang tua saya juga tidak keberatan jika saya menjalin sebuah hubungan dengan Najwa, karena kebetulan Ibu saya juga sudah mengenal Najwa dengan baik." Ibunya memang mengatakan kalau beliau merasa cocok
"Om ganteng.," seru Tasya saat melihat Dafa sudah berada di depan rumahnya."Halo kesayangannya Om. Sudah cantik banget, sih." Dafa menggendong Tasya lalu masuk ke dalam rumah, Najwa masih sibuk di dapur mencuci piring kotor."Mama." Tasya turun dari gendongan Dafa lalu menghampiri Mamanya."Awas basah, Tasya duduk sama Om Dafa dulu ya." Najwa segera mencuci tangan lalu berjalan mendekati Dafa. "Sudah makan?""Udah tadi di rumah Mama. Nanti Mama pengen kamu ke sana. Katanya Mama bikin kue bolu terus pengen Tasya sama kamu cicipin," terang Dafa."Iya, nanti jam tigaan ya. Tadi aku bikin salad buah, mau nyoba nggak?""Mau, dong," sahut Dafa antusias. Mereka sudah mulai membuka diri dan selama dua minggu ini semua berjalan lancar.Najwa berjalan menuju kulkas lalu membukanya, ia mengeluarkan dua cup salad buah lalu memberikan pada Dafa dan Tasya."Mau disuapin Om ganteng," pinta Tasya."Jangan manja, dong, Sya. Om Dafa, kan, juga mau makan. Sini sama Mama aja." Najwa akan meraih cup beri
Najwa cukup terkejut dengan ucapan Astuti karena Dafa yang ia kenal sejauh ini ialah Dafa yang begitu dekat dengan Tuhan, ia sering membangunkan Najwa saat tiba waktu salat subuh."Kamu nggak keberatan kalau ibu cerita masa lalu Dafa?" tanya Astuti, ia ingin Najwa mengetahui masa lalu Dafa seperti Dafa sudah mengetahui masa lalu Najwa."Kalau ibu nggak keberatan cerita, saya akan mendengarkan." Najwa tidak keberatan karena ia yakin hal itu akan memudahkan langkah mereka ke depannya."Dafa dulu berpacaran dengan Nila selama lima tahun. Nila dan Rudi adalah sahabat masa kecil Dafa. Mereka begitu dekat hingga kuliah pun satu universitas. Setelah lulus kuliah Dafa menyatakan cintanya pada Nila dan mereka akhirnya pacaran." Astuti menghela nafas, Dafa memang menceritakan hampir semua hal pada ibunya. Najwa hanya mendengar tanpa menyela."Saat itu Nila dan Rudi diterima di perusahaan yang sama, sementara Dafa memilih berbisnis sendiri. Awalnya dia membuka percetakan kecil. Alhamdulillah sek
"Kan, tadi ibu udah jawab," ujar Najwa, matanya tidak lepas melihat tawa anaknya."Katanya nggak boleh bohong?" Dafa memberikan satu buah apel pada Najwa."Makasih. Seger banget ya kalau baru petik dari pohon gini.""Nggak usah alihin omongan, deh. Ayok, apa tadi yang diceritain Mama?" Dafa penasaran kenapa Mamanya menangis."Ibu tadi ceritain masa lalu kamu sama Nila. Ibu sedih kamu pernah mau bunuh diri," jelas Najwa."Iya, kalau inget dulu aku berasa bodoh banget. Hampir nggak percaya sama Tuhan cuma karena dua pengkhianat. Tapi aku bersyukur Tuhan dengan cepat tunjukin orang-orang yang jahat sama aku dan sekarang dikasih ganti dua bidadari sekaligus.""Ih, mulai gombal, nih?""Beneran, aku bersyukur banget bisa ketemu sama kamu dan Tasya. Ternyata bener kalau akan ada pelangi setelah badai. Makasih ya udah mau nerima aku dan percaya sama aku."Najwa tersenyum menanggapi ucapan Dafa. Entah mengapa hatinya bergetar mendapat pernyataan dari Dafa.***"Mama, nanti pulang sekolah aku m
"Pak Dafa, Najwa.""Pak Ferdi, kok bisa kebetulan ketemu di sini?" Dafa melihat raut terkejut Ferdi, ia tidak menyangka mereka bisa bertemu di tempat ini."Ah, iya, Pak. Saya sedang makan dengan keluarga saya," jawab Ferdi. Dilihatnya Najwa hanya diam tidak menanggapi, bahkan memandangnya pun tidak. "Bapak kok bisa sama Najwa?""Iya, Najwa ini tu ....""Om Papa." Belum sempat Dafa menyelesaikan ucapannya, Tasya berlari dari belakang sambil berteriak.Ferdi menegang di tempatnya, "bagaimana bisa ia mengenaliku sebagai Papanya, apa Najwa memperlihatkan fotoku padanya?" batin Ferdi.Hampir saja Ferdi berjongkok menyambut sang putri, hingga tiba-tiba putrinya melewatinya begitu saja, ia justru berlari ke pangkuan Dafa."Om Papa, tadi di belakang ada ikan bagus banget. Tasya mau dibeliin yang kayak gitu," rengek Tasya, memang sudah satu minggu ini Tasya mengganti panggilan dari om ganteng jadi om Papa.Ferdi mematung di tempatnya. Tasya, nama yang dulu Najwa ucapkan kalau suatu saat ia mem
Tasya dan Bian menoleh, ternyata Dafa sudah berdiri di ambang pintu."Om." Bian mendekat, ia lalu mencium tangan Dafa."Baru nyampek, Pa," jawab Tasya seraya mendekati papanya."Mau masuk dulu?" tawar Dafa.Sebenarnya Bian tidak enak hati untuk menolak, tetapi ia harus segera pulang. Besok pagi sekali dia harus kembali ke kota sebelah untuk mengumpulkan rupiah."Lain kali aja, Om. Ditungguin mama," tolak Bian. "Kalau gitu Bian pulang, ya, Om. Salam buat mama Najwa sama Davin."Bian berjalan keluar gerbang, Dafa mengikuti untuk menutup gerbangnya. "Udah makan?" tanya Dafa seraya merangkul pundak anaknya, lalu mereka masuk bersama."Udah," jawab Tasya. "Mama sama Davin mana?" Dilihatnya tidak ada orang selain Dafa."Davin lagi ke rumah temennya. Kalau mama ada di kamar. Mau dipanggilin?"Tasya menggeleng. "Papa kalau udah capek istirahat aja, Tasya mau ke atas," ujar Tasya. Ia kini berjalan meninggalkan Dafa."Sya."Tasya berhenti saat papanya memanggil. Lama Tasya memperhatikan papany
"Kapan nih, nikah? Tante udah nggak sabar lihat kalian di pelaminan," tanya Rania. Kini acara susah selesai. Selain keluarga inti Bian, tinggal Tasya dan Rania beserta keluarganya.Mereka tengah berkumpul di ruang tengah. Saat ini Tania sedang berganti baju, tinggallah Rania dan Tasya di sana."Doakan saja, Tante," jawab Tasya. Semua masih rencana, tidak baik untuk diutarakan."Anak Tante sebenarnya juga udah waktunya nikah, tapi sampai sekarang anteng-anteng aja. Nggak tau maunya yang kayak gimana," ujar Rania. Usia anak sulungnya selisih tujuh tahun dari Bian dan Tasya. Harusnya Revan sudah menikah dan Rania susah menimang cucu. Tapi apalah daya, anaknya masih betah sendiri hingga usia tiga puluhan."Mungkin memang belum ketemu jodohnya, Tante," jawab Tasya. Tidak mungkin ia mengatakan karena anak Rania itu memang sombong, jadi susah mendapatkan pasangan. Pasti Rania akan marah padanya."Mbak Tasya, mau minta foto." Radea, anak kedua Rania datang menghampiri."Boleh," jawab Tasya.
"Ma, aku mau berangkat dulu, ya," pamit Tasya pada ibunya.Tidak terasa waktu berjalan dengan cepat. Tasya kini sudah beranjak dewasa. Ia bahkan sudah menjalin kasih dengan Bian, sahabat yang dipuja Tasya sejak kecil."Iya, salam buat mama Tania, ya."Najwa masih sibuk di dapur untuk membuat makan siang. Dafa masih bekerja, sementara Davin belum pulang dari sekolah."Siap, Mamaku yang paling cantik."Tasya mencium pipi mamanya, setelah itu Bian bersalaman dengan Najwa untuk berpamitan."Bian pergi dulu, ya, Ma. Nanti Tasyanya Bian anterin agak malam. Setelah acara selesai," ujar Bian pada Najwa."Iya, Sayang. Mama nitip Tasya. Nanti kalau rewel kamu jewer aja.""Ih, Mama. Tasya udah gede, ya. Nggak ada rewel-rewel segala," protes Tasya yang membuat Najwa dan Bian tertawa.Tasya dan Bian menaiki mobil. Mereka akan pergi ke rumah Bian untuk menghadiri acara keluarga. Sudah beberapa kali Tasya menghadiri acara keluarga di rumah Bian, begitu pun dengan Bian yang juga sering ikut saat ada
Tidak terasa waktu berjalan dengan cepat. Kedekatan antara Ferdi dan Rina akhirnya berakhir ke pelaminan.Saat ini Najwa dan Dafa tengah mempersiapkan perjalanan menuju rumah Ferdi, sementara Tasya sudah di sana sejak beberapa hari yang lalu."Udah masuk semua?" tanya Dafa. Sedari tadi ia sudah memasukkan beberapa tas ke dalam bagasi mobil."Udah kayaknya," jawab Najwa seraya melihat barang-barang yang sudah masuk.Rencananya Najwa dan Dafa akan menginap selama dua hari, sementara Tasya akan menginap selama satu minggu."Aku ganti baju dulu, Davin masih tidur di kamar bawah," ujar Najwa seraya meninggalkan Dafa yang tengah memanasi mobil.Najwa tidak langsung memakai baju untuk acara, tetapi ia memakai baju biasa dulu. Mengingat perjalanan dari rumahnya menuju rumah Ferdi cukup jauh.Mereka berangkat setelah semua sudah siap. Davin masih terlelap saat mereka memulai perjalanan.Sesampainya di rumah Ferdi, suasana sudah sangat meriah. Pesta akan dilaksanakan di rumah Ferdi saja karena
"Rudi yang bilang, Ma?" tanya Dafa pada ibunya Nila. Mereka sudah sangat akrab dari Dafa kecil, jadilah Dafa memanggilnya mama juga."Iya," jawab Lastri. "Mama mau minta maaf atas nama Nila dan Rudi. Selama ini mereka sudah nyakitin kamu. Mama masih punya banyak uang untuk membayarnya dan itu juga bukan tanggung jawabmu," lanjut Lastri.Sejahat apa pun Nila dan Rudi, Dafa tetap menyayangi Lastri. Baginya, Lastri tetaplah ibu yang baik."Dafa emang pengen ngasih, tapi bukan paksaan dari Rudi juga. Ini murni keinginan Dafa. Mama terima, semoga bisa membantu." Dafa menyerahkan amplop pada Lastri. Sebelum ini, ia sudah berbicara pada istrinya dan mereka sepakat untuk memberi sumbangan."Jangan, Nak. Mama nggak mau bebanin kamu," tolak Lastri seraya mengembalikan amplop itu pada Dafa."Dafa ikhlas, Ma. Nggak banyak, tapi semoga bisa bermanfaat. Terima ya, Ma." Akhirnya Lastri mengalah. Ia menerima uang pemberian dari Dafa seraya mengucap terimakasih.Hingga sore Dafa dan Najwa masih berad
"Ada apa?" Najwa bertanya saat dilihatnya suaminya hanya diam seraya menatap ponsel yang menyala."Lihat ini." Dafa memberikan ponselnya pada Najwa.Najwa menggelengkan kepalanya. Merasa heran karena masih ada orang yang tidak tahu malu macam Rudi."Kamu nggak perlu menanggapinya. Ini bukan tanggung jawabmu, Mas."Najwa menyerahkan kembali ponsel Dafa, ia lalu meraih Davin untuk memandikan anak itu.Dafa memilih memblokir nomor Rudi. Ia tidak ingin rasa sakit hati mempengaruhi kehidupan rumah tangganya. Rudi sudah sangat dewasa untuk mengatasi masalahnya sendiri."Aku mau beli nasi goreng dulu, ya," pamit Dafa."Iya," jawab Najwa dari kejauhan. Ia sudah bersiap untuk melepas baju Davin.Davin sudah wangi dan tampan. Rambutnya yang lebat dibelah pinggir. Pipi besarnya membuat siapa pun pasti gemas saat melihat Davin.Davin kini sudah kembali bermain, sementara Najwa mengambil piring untuk menikmati nasi goreng yang dibeli Dafa."Mama tadi kirim pesan," ujar Dafa seraya menyuap nasi gore
"lucu kamu, Rud." Hanya itu komentar Dafa. "Maafkan atas semua kesalahanku dulu, Daf. Aku tau kamu masih marah, tapi tolong pikirkan nasib anak kecil yang tengah kritis."Andai tidak kritis, pasti Rudi tidak akan datang menemui Dafa."Aku serius, Daf. Saat ini anak aku di rumah sakit sama ibunya. Anakku butuh donor darah karen dia sudah kehabisan banyak darah," ungkap Rudi.Dafa tidak habis pikir kenapa dulu ia bisa bersahabat dengan orang-orang yang tidak punya hati."Cari saja orang lain, itu bukan urusanku."Secara tiba-tiba Rudi merosot, ia kini sudah bersimpuh memohon pada Dafa. "Kali ini saja, aku mohon bantuin aku. Cuma kamu satu-satunya harapanku, Daf."Dafa memalingkan wajahnya. Satu sisi ia tidak tega dengan anak itu, tapi di sisi lain ia juga amat membenci orang tuanya."Pergi kamu!" usir Dafa."Kamu mau bantu kan, Daf?" Rudi masih saja memohon."Lihat nanti," ujar Dafa seraya beranjak dari tempatnya duduk. "Pergi dari sini kalau mau aku bantu," lanjut Dafa.Wajah Rudi kin
Dafa hanya membunyikan klakson sebagai tanda pada orang yang ada di dalam untuk membukakan pintu. Ia tidak sedikit pun berniat untuk turun dari mobil menemui Rudi.Najwa turun terlebih dahulu setelah mobil berhenti di halaman rumah mereka, sementara Dafa masih terdiam di tempatnya."Sayang, aku bawa Davin masuk dulu. Abis ini aku ke sini lagi," ujar Najwa. Ia sangat mengerti kegelisahan yang dirasakan suaminya. "Kalau kamu belum siap ketemu, tunggu aku aja," lanjutnya lalu meninggalkan Dafa untuk membawa Davin ke kamarnya."Pak, ada tamu yang ingin bertemu," ujar Seto setelah mengetuk pintu mobil majikannya itu.Dafa menghela napas kasar. Semua sudah berlalu, Dafa memang harus berdamai dengan masa lalu."Suruh dia masuk, Pak," putus Dafa. Ia turun dari mobil. Berjalan dengan gontai ke dalam rumah.Dafa terus berjalan hingga ia sampai di dapur. Dafa mengisi gelas kosong dengan air dingin. Berharap isi kepalanya juga ikut dingin."Tenang. Semua masalah pasti bisa kamu atasi. Ada aku di
"Lho, ada tamu ternyata."Najwa dan Dafa menoleh saat ada seseorang yang datang ke rumah Ferdi. Ternyata itu adalah Rina, ibu dari Sena."Ini ibunya Sena?" Najwa segera berdiri untuk menghampiri Rina.Rina menerima uluran tangan Najwa. "Iya, Mbak. Saya Rina.""Saya Najwa, ibunya Tasya," ujar Najwa memperkenalkan diri. Beberapa kali hanya mengetahui dari cerita anaknya, akhirnya kini Najwa bisa berkenalan secara langsung.Cantik, adalah kesan pertama yang Najwa lihat dari Rina. Orangnya juga ramah dan supel. "Saya kira tadi Tasya dijemput papanya seperti biasa, ternyata dianterin sekeluarga ke sini. Akhirnya bisa ketemu juga ya, Mbak."Rina kini ikut duduk di ruang tamu Ferdi, bercengkrama dengan keluarga Najwa."Tasya itu anaknya ceria banget, jadinya Sena kebawa suasana. Biasanya dia pendiam kalau pas sendiri. Makanya saya senang kalau Tasya pas nginep sini," ujar Rina berterus terang.Sena sudah berusia delapan tahun saat orang tuanya bercerai, jadi wajar kalau ia mengalami dampak