"Tadi gimana perjalanannya, lancar?" tanya Najwa pada ayah, ibu juga adiknya. Mereka baru saja tiba setelah tiga jam perjalanan dari rumahnya."Alhamdulillah, lancar Macet pas di jembatan baru tapi nggak lama," jawab Bari."Tasya mana?" tanya Rahma, istri Bari. Meski ibu tiri tapi Rahma menyayangi Najwa selayaknya ibu kandung, karena rumah yang jauh membuat mereka jarang bertemu."Masih tidur, habis pulang renang. Paling bentar lagi bangun." Najwa mempersilakan tamunya masuk. "Makan siang dulu aja ya? Tadi Mbok Sani udah masak kesukaan Ayah sama Ibu." Najwa mengajak mereka menuju ruang makan."Kesukaan aku nggak ada, Mbak?" tanya Sandi, adik tiri Najwa. Meski bukan saudara kandung, tetapi mereka cukup dekat."Kamu, kan, pemakan segala. Jadi semua pasti kamu suka," ucap Rahma."Bener banget, tukang ngabisin makan kalau lagi ngumpul." Najwa menimpali."Kan sayang kalau makanan dibuang, mending disempurnakan." Jawaban pria berusia dua puluh lima tahun itu membuat semua tertawa. Ia memang
"Kok Tasya tega, sih? Om nangis, loh, nanti." Sandi pura-pura menangis."Abisnya Om jahat, nggak pernah main ke sini lagi. Terus Tasya cari Om ganteng baru, deh."Sandi tidak bisa menahan tawa karena kelucuan Tasya, ia memang begitu dekat dengan keponakannya itu. Dulu saat masih awal-awal kuliah ia sering bermain ke rumah Najwa, karena jarak tempat ia kuliah dan rumah Najwa cukup dekat. Tapi setelah ia kuliah sambi bekerja ia jadi jarang kesini. Apalagi sekarang ia sudah pulang ke rumah orang tuanya dan bekerja di sana jadi semakin jauh jarak mereka."Sekarang Om Sandi, kan, udah kerja. Katanya Tasya mau punya tante kayak tantenya Bian. Kalau Om nggak kerja nanti nggak ada tante yang mau, gimana?" terang Sandi, ia berbicara seolah lawannya orang dewasa."Kamu, tuh, jelasinnya kayak sama Ibu aja, Tasya mana ngerti kamu ngomong gitu," tegur Rahma."Ngerti lah, Buk, Tasya, kan, anak pinter," jawab Sandi."Ponakan Om Sandi gitu, lho," ucap Tasya dan Sandi kompak. Najwa dan Rahma tertawa
"Ada tamu kok nggak disuruh masuk," ujar Bari. "Silahkan masuk, Pak. Maaf ini tadi habis makan bakso.""Terimakasih, Pak.""Buatin minum, Wa.""Nggak usah repot-repot, Pak. Sebenarnya tadi cuma mau ketemu Tasya. Maaf ganggu acara kumpulnya." Dafa duduk, Tasya langsung duduk di pangkuan Dafa. Melihat kedekatan Dafa dan cucunya membuat Bari senang."Temannya Najwa?" tebak Bari. Ia memang belum tahu cerita tentang Dafa."Kebetulan saya adik dari temannya Mas Yogi, dan rumah orang tua saya berada di dekat sini. Saya juga pernah menyewa Resortnya Mbak Najwa," jelas Dafa.Mereka mengobrol sembari menunggu Najwa membuat minuman. Rahma memilih duduk di ruang tengah sementara Sandi memilih menyusul sang kakak di dapur."Mbak ada hubungan apa sama Pak Dafa?" cecar Sandi tanpa basa-basi."Hubungan apaan, sih? Kamu, tuh, yang ada hubungan sama dia," jawab Najwa."Ya jelas kalau itu, dia, kan, Bos aku. Mbak beneran, lho, aku tanya. Di kantor dia itu terkenal baik tapi dingin sama cewek-cewek. Ko
Rahma mengaminkan ucapan Najwa. Najwa berjalan menuju ruang tamu untuk menemui ayahnya dan Dafa, terlihat mereka tengah asyik berbincang. Sesekali mereka tertawa, entah apa yang mereka bahas Najwa tidak tahu."Mama." Tasya turut dari pangkuan Dafa lalu menarik tangan Mamanya untuk duduk."Tasya mau ke mana?" tanya Najwa karena melihat anaknya berjalan ke belakang bersama Sandi."Mau ke tempat Nenek. Kata Om Sandi, Nenek mau bikinin Tasya makanan enak," terang Tasya, ia lalu menjauh bersama Sandi.Hening sesaat setelah Tasya dan Sandi pergi."Nak Dafa mau bicara apa?" tanya Bari memecah keheningan.Najwa menatap Dafa dan Dafa juga tengah memandangnya dengan senyuman, lalu Dafa beralih menata Bari. "Maaf sebelumnya kalau ini terlalu mendadak, sebenarnya saya masih belum membahas ini dengan putri Bapak. Namun, karena saya bertemu Bapak di sini, maka saya akan mengatakannya."Bari diam memperhatikan pemuda tampan di hadapannya. Dari cara dia memperlakukan cucunya, ia tahu kalau Dafa lelak
Dafa diam, ia cukup terkejut dengan apa yang di katakan Najwa. Cukup lama ia terdiam sehingga Bari dan Najwa mengira ia keberatan dengan keadaan Najwa."Kalau Nak Dafa memilih mundur sekarang, Bapak dan Najwa tidak akan keberatan. Banyak hal yang harus Nak Dafa pikirkan, terutama kedua orang tua Nak Dafa, pasti mereka keberatan dengan keadaan Najwa," ucap Bari setelah menunggu Dafa terdiam cukup lama."Saya tidak melarang kamu dekat dengan Tasya, tetapi saya mohon jangan beri dia harapan yang tidak bisa kamu penuhi," tegas Najwa."Saya tidak keberatan dengan keadaan Najwa, saya hanya tidak menyangka begitu banyak rasa sakit yang Najwa alami selama ini," jelas Dafa. Ia memang tidak keberatan dengan masa lalu Najwa, ia merasa prihatin dengan banyak hal buruk yang menimpa Najwa."Saya rasa orang tua saya juga tidak keberatan jika saya menjalin sebuah hubungan dengan Najwa, karena kebetulan Ibu saya juga sudah mengenal Najwa dengan baik." Ibunya memang mengatakan kalau beliau merasa cocok
"Om ganteng.," seru Tasya saat melihat Dafa sudah berada di depan rumahnya."Halo kesayangannya Om. Sudah cantik banget, sih." Dafa menggendong Tasya lalu masuk ke dalam rumah, Najwa masih sibuk di dapur mencuci piring kotor."Mama." Tasya turun dari gendongan Dafa lalu menghampiri Mamanya."Awas basah, Tasya duduk sama Om Dafa dulu ya." Najwa segera mencuci tangan lalu berjalan mendekati Dafa. "Sudah makan?""Udah tadi di rumah Mama. Nanti Mama pengen kamu ke sana. Katanya Mama bikin kue bolu terus pengen Tasya sama kamu cicipin," terang Dafa."Iya, nanti jam tigaan ya. Tadi aku bikin salad buah, mau nyoba nggak?""Mau, dong," sahut Dafa antusias. Mereka sudah mulai membuka diri dan selama dua minggu ini semua berjalan lancar.Najwa berjalan menuju kulkas lalu membukanya, ia mengeluarkan dua cup salad buah lalu memberikan pada Dafa dan Tasya."Mau disuapin Om ganteng," pinta Tasya."Jangan manja, dong, Sya. Om Dafa, kan, juga mau makan. Sini sama Mama aja." Najwa akan meraih cup beri
Najwa cukup terkejut dengan ucapan Astuti karena Dafa yang ia kenal sejauh ini ialah Dafa yang begitu dekat dengan Tuhan, ia sering membangunkan Najwa saat tiba waktu salat subuh."Kamu nggak keberatan kalau ibu cerita masa lalu Dafa?" tanya Astuti, ia ingin Najwa mengetahui masa lalu Dafa seperti Dafa sudah mengetahui masa lalu Najwa."Kalau ibu nggak keberatan cerita, saya akan mendengarkan." Najwa tidak keberatan karena ia yakin hal itu akan memudahkan langkah mereka ke depannya."Dafa dulu berpacaran dengan Nila selama lima tahun. Nila dan Rudi adalah sahabat masa kecil Dafa. Mereka begitu dekat hingga kuliah pun satu universitas. Setelah lulus kuliah Dafa menyatakan cintanya pada Nila dan mereka akhirnya pacaran." Astuti menghela nafas, Dafa memang menceritakan hampir semua hal pada ibunya. Najwa hanya mendengar tanpa menyela."Saat itu Nila dan Rudi diterima di perusahaan yang sama, sementara Dafa memilih berbisnis sendiri. Awalnya dia membuka percetakan kecil. Alhamdulillah sek
"Kan, tadi ibu udah jawab," ujar Najwa, matanya tidak lepas melihat tawa anaknya."Katanya nggak boleh bohong?" Dafa memberikan satu buah apel pada Najwa."Makasih. Seger banget ya kalau baru petik dari pohon gini.""Nggak usah alihin omongan, deh. Ayok, apa tadi yang diceritain Mama?" Dafa penasaran kenapa Mamanya menangis."Ibu tadi ceritain masa lalu kamu sama Nila. Ibu sedih kamu pernah mau bunuh diri," jelas Najwa."Iya, kalau inget dulu aku berasa bodoh banget. Hampir nggak percaya sama Tuhan cuma karena dua pengkhianat. Tapi aku bersyukur Tuhan dengan cepat tunjukin orang-orang yang jahat sama aku dan sekarang dikasih ganti dua bidadari sekaligus.""Ih, mulai gombal, nih?""Beneran, aku bersyukur banget bisa ketemu sama kamu dan Tasya. Ternyata bener kalau akan ada pelangi setelah badai. Makasih ya udah mau nerima aku dan percaya sama aku."Najwa tersenyum menanggapi ucapan Dafa. Entah mengapa hatinya bergetar mendapat pernyataan dari Dafa.***"Mama, nanti pulang sekolah aku m