Beranda / Pendekar / 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT / Bab 58 : Serangan Yang Licik

Share

Bab 58 : Serangan Yang Licik

Penulis: Adil Perwira
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-19 17:07:44

Panglima Sanca mendekatkan mulutnya ke kuping Aryajanggala dan berbisik, “Kekuatan perempuan itu ada pada cambuk di tangannya. Kalau kita bisa memutuskan cambuknya, mungkin dia akan lebih mudah dikalahkan.”

“Iya, kau benar sekali,” Aryajanggala sependapat. “Tapi bagaimana cara untuk memutuskan cambuknya. Cambuk itu terlihat sangat kuat, bahkan tadi dengan cambuk itu dia telah melilit lehermu dan melempar dirimu jauh.”

“Kaukan bisa menangkapnya dengan tangan,” ujar Panglima Sanca. “Bila kau berhasil menarik cambuk perempuan itu, maka biar aku yang akan memancungnya dengan pedang sampai putus.”

“Ini pasti tidak akan mudah,” kata Aryajanggala berbisik.

Gandari kembali bersiap dengan gaya kuda-kuda samping. Dia mengangkat dagu dan berseru, “Hei, apa yang sedang kalian berdua bicarakan! Ayo, maju dan hadapi aku lagi!”

“Kali ini tulang-tulangmu akan kubuat remuk, hei Perempuan!” sahut Aryajanggala.

Gandari memegang cambuknya dengan kedua belah tangan. Walau tendangan dari Aryajanggala tadi
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 59 : Puncak Kesaktian Aryajanggala

    Ratu Kalinda Kamala akhirnya tiba di halaman istana bersama dua orang dayang. Alangkah terkejutnya dia saat melihat pemandangan di tempat tersebut, ada banyak sekali prajurit-prajuritnya yang telah tewas malam itu. Kedua dayangnya juga ikut kaget hingga mereka pun menutup mulut dengan telapak tangan.Di bawah cahaya obor dan temaram sinar bulan, sang ratu juga menyaksikan ada sesosok tubuh yang terbaring dengan bersimbah darah. Dia memandangi sosok itu agak lama, mencoba mengenali sampai akhirnya dia tahu kalau itu adalah Gandari, punggawa Kerajaan Ular Kipas.Panglima Sanca dan Aryajanggala kemudian berdiri di hadapan Ratu Kalinda Kamala. Mereka memperhatikan penampilan sang ratu dari mulai kaki hingga ke kepala. Wanita itu mengenakan jubah hijau yang dihiasi sulaman benang emas berupa gambar-gambar awan. Di atas kepalanya ada sebuah mahkota yang bertaburkan batu permata. Sosok dirinya terlihat anggun dan jelita, namun juga tampak berwibawa sebagai seorang pemimpin kerajaan.“Apakah

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-20
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 60 : Kehebatan Rantai Emas

    Mengetahui kalau lawannya sudah mengeluarkan ajian pamungkas, Ratu Kalinda Kamala tidak hanya diam saja dan tercengang menyaksikan pemandangan itu, untuk menghadapi Aryajanggala, dia pun terpaksa harus menggunakan Tiga Mutiara Inti Samudera.Ratu Kalinda Kamala menadahkan tangan kanannya di depan mulut, bibirnya lalu mulai meniup, tiga butir mutiara yang bercahaya seperti bintang pun keluar dari dalam mulutnya dan berkumpul di telapak tangannya. Mutiara-mutiara itu terdiri dari tiga warna, yaitu hijau, putih, dan juga biru, semuanya tampak berkilauan. Inilah mustika Kerajaan Ular Kipas yang selama ini paling diincar di dunia persilatan.Puteri Nilam Sari serta para dayang dibuat kagum dan terpesona akan keindahan sinar yang terpancar dari mustika itu, sebab baru pertama kali ini mereka melihatnya langsung. Di sisi lain, Aryajanggala mulai mengepalkan tangan kiri di samping telinga. Bersamaan dengan itu pula, dia menarik kaki kirinya mundur ke belakang dan mengambil sikap kuda-kuda

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 61 : Kemarahan Mpu Seta

    Saat benang-benang fajar telah terbit mengakhiri waktu malam, Mpu Seta di dalam gua tempat pengasingannya masih khusyuk bermeditasi.Lelaki tua itu duduk bersila di atas sebuah batu besar, matanya terpejam, kedua tangannya terlentang di atas paha, dan tubuhnya sama sekali tidak bergerak.Kala itu cahaya obor masih menyala menerangi dinding-dinding gua, tiba-tiba dari arah luar terdengarlah ada bunyi langkah kaki.Mpu Seta yang menyadari hal itu pun langsung membuka matanya. Dia lalu menoleh ke arah pintu gua, tampaklah di sana ada bayangan manusia sedang berjalan menggunakan tongkat.Dia memperhatikan ke sosok itu, mencoba mengenali siapakah yang datang tersebut, ternyata itu tidak lain adalah Janaloka.“Sudah lama kau tak pernah lagi mengunjungiku,” kata Mpu Seta.Janaloka berjalan ke dalam ruangan gua yang diterangi cahaya obor, dia pun menatap pada Mpu Seta dan berkata, “Kau kelihatan tambah semakin tua saja, Bahuwirya.”Mpu Seta tertawa sambil menggeleng-geleng kepala. “Lalu apa b

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-23
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 62 : Rencana Persaudaraan Iblis

    Bayu Halimum baru saja selesai meracik ramuan dalam sebuah tempurung. Obat itu dibuat untuk mengobati Aryajanggala yang sekujur tubuhnya penuh luka bakar. Manik Maya lalu mengambil racikan itu, dia mendekatkannya ke hidung dan coba mengendus baunya.Ramuan itu mengeluarkan aroma yang khas, sebab terbuat dari racikan daun binahong, daun alpukat, daun sasaladahan, getah jarak pagar, kulit buah manggis, dan juga lidah buaya. Semua bahan tersebut ditumbuk sampai halus dalam tempurung besar dan diberi sedikit air.Manik Maya kemudian menyapukannya ke setiap luka di kulit Aryajanggala. Rasa pedih yang menyengat seketika membuat Aryajanggala terkejut.“Ah, dasar Edan! Pelan-pelanlah sedikit! Perih sekali!”Tangan kiri Manik Maya yang masih berlumur dengan ramuan langsung menempeleng pipi Aryajanggala. “Kau yang edan! Masih untung aku obati. Tidak usah berteriak!”“Iya, tapi pelan-pelan, jangan pakai amarah begitu,” pinta Aryajanggala, sambil nafasnya terhengal menahan pedih.“Sudahlah, Tarin

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-24
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 63 : Amukan Raditiya

    Di waktu pagi saat matahari baru terbit, Kamajaya mendengar ada orang yang mengetuk-ngetuk pintu kamarnya. Saat itu dia sedang duduk menghadap meja sambil menikmati segelas teh hangat.“Mungkin itu kakang Giandra yang sudah kembali dari Gunung Payoda,” ujar Kamajaya menduga dalam hati. Dia menghirup dulu teh hangatnya agak dua tegukan, lalu bangkit dan berjalan menuju pintu.Setelah dia membuka pintu kamar, Kamajaya pun tiba-tiba terkejut, ternyata yang berdiri di hadapannya adalah Sapardi. Wajah lelaki itu kelihatan memar seperti bekas kena pukul, hidungnya juga berdarah dan bibirnya pecah. Pemandangan itu membuat Kamajaya jadi keheranan.Sapardi langsung meremas kedua bahu Kamajaya. Dengan ekpsresi muka yang tampak sedang ketakutan, dia berkata, “Paman Raditiya mengamuk, Kakang! Dia menyerang murid-murid di depan gerbang sampai mereka tewas! Lalu setelahnya dia pun pergi entah kemana. Tidak ada yang sanggup menghalanginya.”Bola mata Kamajaya langsung membesar karena kaget mendengar

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 64 : Pertarungan di Pasar

    "Dasar Biadab! Berarti memang dialah yang sudah membunuh keenam murid di depan pintu gerbang tadi!” ucap Kamajaya mengutuk. Nafasnya pun jadi mendengus karena terbakar amarah.Padmarini yang berada di sebelah kiri Giandra akhirnya juga tak dapat membendung emosi yang sudah meluap. Tangannya mulai bersiap mencabut pedang di pinggang. “Tahan dulu!” ucap Giandra pada kedua sahabatnya itu. “Saat ini paman Raditiya sedang di luar ke sasaran, kita harus berhati-hati.”Kamajaya menoleh pada Giandra dan berkata, “Maaf, Kakang. Orang seperti dia ini harus segera dikirim ke neraka!”“Tunggu, Kamajaya, Sabar!” Giandra menghalangkan tangan kanannya di depan dada Kamajaya, berusaha menahan lelaki itu agar tidak ceroboh.Tapi Kamajaya sudah sangat terbakar amarah, meski Giandra melarangnya supaya jangan terburu-buru bertindak, namun dia tetap berlari ke depan dan langsung mencabut pedang dari punggungnya. Seperti banteng yang memburu kain merah sang matador, Kamajaya berlari tanpa memikirkan apa

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-26
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 65 : Kehebohan Para Penonton

    Seperti manusia yang tengah dirasuki roh jahat, Raditiya berjalan menghampiri Giandra. Dari Sorot mata dan raut mukanya menyiratkan bahwa dia sudah tidak lagi mengenali siapa pun.Yang memenuhi hati Raditiya saat ini hanyalah hasrat untuk membunuh. Pengaruh buruk dari ilmu yang tidak tuntas dia pelajari mungkin telah mengubah jiwanya menjadi iblis.Giandra mengambil sikap pasang, dia bersiap menanti apa yang akan diperbuat oleh Raditiya, namun tiba-tiba, ada sesosok makhluk hitam melompat dari atap warung.Giandra terkejut, sosok itu berdiri membalakanginya dan menghadap ke Raditiya.“Hah, siapa makhluk ini? rasa-rasanya aku pernah melihat,” bisik Giandra pada dirinya sendiri.Makhluk hitam yang berbadan jangkung itu lalu menoleh ke belakang, dan Giandra pun langsung bisa mengenali wajah itu, ternyata dia adalah si Pangeran Kelelawar, siluman yang tempo hari pernah Giandra temui sewaktu dalam perjalanan ke Gunung Payoda.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 66 : Ide di Saat Genting

    Giandra kembali bangun. Dalam hati dia membatin "Bagaimana caranya mengalahkan Raditiya? Bahkan Tenaga Dalam Inti Indurashmi pun tidak mampu menandingi kehebatan ajian miliknya.”Dengan langkah yang tidak seimbang seperti orang mabuk, Raditiya berjalan menuju Giandra, tampaknya dia hendak menyerang lagi untuk mengakhiri pertarungan ini.Giandra terus berpikir untuk mencari sebuah ide, dia yakin pasti ada usaha yang dapat dilakukan untuk mematahakan ajian Tatapan Rajawali Menembus Awan.Raditiya bersiap untuk menggunakan lagi ilmunya. Giandra yang melihat itu pun juga mengambil sikap sedia. Para penonton yang menyaksikan di tepi juga ikut merasa berdebar. Mereka berharap kalau Giandra tidak akan kalah.Saat Raditiya akan mulai menyerang, tiba-tiba muncullah sebuah gada berduri yang melayang dari arah belakangnya, menghantam ke tengkuk Raditiya hingga membuatnya terjerungkup.“Hah, lihat! Ada satu siluman lagi yang muncul!” teriak seorang penonton.Penonton lain kemudian berucap, “Wah,

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29

Bab terbaru

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 113 : Diam-diam Menguping

    Setelah selesai mengobati Prabu Surya Buana di kamarnya, Giandra dan Tubagus Dharmasuri segera dibawa lagi oleh Senopati Wibisana untuk menemui Mpu Bhiantar dan Senopati Taraka yang juga sedang demam akibat keracunan.Dua orang yang sakit itu berada di sebuah ruangan khusus dalam lingkungan istana. Mereka tengah berbaring ditemani oleh Abirama dan juga Alindra.Senopati Wibisana mengetuk pintu dari luar. Alindra pun berdiri dan membukakannya.“Bagaimana keadaan mereka?” tanya Senopati Wibisana.Alindra hanya menggeleng. “Kami sudah memberikan mereka berdua ramuan obat, tapi nampaknya tidak mempan. Aku dan kakang Abirama bahkan tidak tahu jenis racun apa yang digunakan oleh Manik Maya.”Senopati Wibisana lalu melangkah masuk ke dalam ruangan, begitu pula Tubagus Dharmasuri dan Giandra, keduanya mengikutnya di belakang.Mpu Bhiantar kelihatan menggigil seperti orang yang sangat kedinginan. Nafasnya terdengar sesak. Seme

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 112 : Mengobati Sang Prabu

    Giandra dan Tubagus Dharmasuri akhirnya tiba juga di Istana Jayakastara saat hari sudah malam. Baru sebentar mereka melewati para pengawal di depan gerbang dan masuk ke halaman, tiba-tiba Senopati Wibisana langsung muncul menghampiri keduanya.Senopati Wibisana kelihatan kalang kabut. Dia berjalan sangat cepat, membuat Tubagus Dharmasuri jadi curiga kalau telah terjadi sesuatu.“Untunglah Gusti Patih telah kembali. Kita sedang ada masalah di Istana!”Tubagus Dharmasuri memberi isyarat dengan telapak tangan agar Senopati Wibisana tenang dan jangan seperti orang kebangkaran jenggot begitu.“Memangnya ada masalah apa? Bicaralah pelan-pelan.”“Ada orang jahat yang menaruh racun ke dalam tempayan. Gusti Prabu Surya Buana, Senopati Taraka, dan Mpu Bhiantar langsung tiba-tiba mengalami demam parah setelah minum kopi beberapa saat yang lalu.”Tubagus Dharmasuri memandang ke Giandra. “Sepertinya kita terlamba

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 111 : Terciduk di Dapur

    Matahari hampir terbenam di kaki cakrawala. Langit senja sudah semakin pucat. Sebentar lagi hari akan beranjak menuju malam. Dua orang pengawal yang tegak di depan gerbang istana tiba-tiba didatangi oleh laki-laki dan wanita yang mengendarai kereta kuda, mereka tampak membawa peti-peti berukuran besar.Manik Maya kala itu tengah menyamar dengan berpenampilan seperti seorang saudagar kaya raya, sedangkan Bayu merahasiakan tampangnya dengan menutup kepala menggunakan kain hitam.“Berhenti! Siapa kalian berdua? ada urusan apa datang ke istana? Sepertinya kalian bukan orang asli sini,” kata salah satu pengawal.Manik Maya pun mulai mengarang-ngarang cerita. “Kami berdua adalah saudagar dari tempat yang sangat jauh. Sengaja datang kemari untuk menghaturkan hadiah kepada gusti prabu agar beliau mau mendoakan suamiku yang sedang menderita sakit cacar.”Pengawal itu pun memperhatikan ke Bayu Halimun yang kepalanya tertutup kain hitam. &ldq

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 110 : Terpaksa Tunduk

    Beberapa saat waktu telah berlalu. Bayu Halimun dan Manik Maya akhirnya terbangun dari ketikdasaran mereka.Saat keduanya membuka mata, mereka memperdapati kondisi tubuh mereka yang digantung terbalik dengan kaki di atas dan kepala menghadap ke bawah.Badan Bayu Halimun dan Manik Maya dililit dengan kencang oleh akar-akar besar dan juga tumbuhan melayap. Mereka sekarang merasa pusing, sebab seluruh aliran darah menumpuk di bagian kepala.Keduanya mencoba untuk menggerak-gerakkan badan supaya bisa lepas. Namun usaha itu sia-sia belaka. Hanya membuang-buang tenaga dan membikin kepala mereka jadi tambah berdenyut.Nyai Jamanika berjalan di bawah sambil menggunakan tongkat. Dia gelak sekali mentertawakan dua pendekar itu. Kini kegeraman si nenek jelek itu telah terbayarkan dan hatinya pun puas.“Siapa suruh kalian mau coba-coba kabur dariku? Aku meminta baik-baik supaya kalian mengantarku menemui ketua Persaudaraan Iblis, tapi kalian malah cara g

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 109 : Sihir Kabut Hitam Delapan Penjuru

    Manik Maya menduga kalau ada dendam kesumat di hati Nyai Jamanika terhadap Mpu Bhiantar. Pasalnya si nenek berwajah mengerikan ini dahulu pernah ingin merebut kitab catatan racun milik Nyai Maheswari, hingga terjadilah pertarungan di antara keduanya.Dalam perkelahian tersebut hampir saja Nyai Maheswari kalah, tapi Mpu Bhiantar tiba-tiba muncul dan ikut campur, dia menyiramkan ke wajah Nyai Jamanika racun yang bernama “Getah Buah Hutan”. Itu yang membuat wajah Nyai Jamanika pun jadi rusak hingga sekarang.“Katakanlah, hai Nenek Peot, untuk apa dari tadi kau mengendengarkan pembincaraan kami.” desak Bayu Halimun. Dia curiga kalau si nenek ini mata-mata dari kerajaan.“Sebetulnya aku cuma kebetulan lewat dan bertemu kalian di sini. Jika memang kalian ingin berperang melawan Prabu Surya Buana dan para bawahannya, aku tertarik untuk ikut bergabung,” ujar Nyai Jamanika.Bayu Halimun merasa ragu mendengar hal itu. Dia berkata

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 108 : Ada Yang Diam-diam Menguping

    Setelah cukup jauh melarikan diri sambil menggendong Manik Maya, Bayu Halimun kini sampai di tengah hutan belantara yang tak ada satu pun rumah penduduk. Dia mendarat dan kemudian menurunkan wanita itu.“Kau tidak apa-apa?” tanya Bayu Halimun.Manik Maya berjalan menuju ke sebetang pohon beringin. Dia lalu duduk bernaung di bawahnya dan bersandar.Sambil mengusap lambungnya yang masih nyeri, Manik Maya menjawab, “Aku tidak apa-apa. Kalau tadi dirimu tidak segera muncul, maka habislah sudah aku di tangan pendekar itu.”Bayu Halimun tegak di samping Manik Maya. Dia memberitahu, “Aku disuruh oleh Argani Bhadrika untuk mengawasimu dan Celeng Ireng. Sebab Argani tahu bahwa tidak akan mudah bagi kalian untuk menjalankan tugas ini. Setelah bertemu kalian berdua aku pun terkejut, bagaimana bisa sampai terjadi pertarungan dengan para pendekar tadi? Apakah Celeng Ireng terbunuh.Manik Maya menarik Nafas dalam-dalam. Dia pun mena

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 107 : Tewasnya Celeng Ireng

    Melihat temannya yang terkena totokan, Manik Maya segera menotok balik leher Celeng Ireng dengan dua jari untuk membuka lagi aliran darahnya. Namun walau demikian, Giandra dan Tubagus Dharmasuri sudah sampai ke dekat mereka, tak mungkin lagi bagi keduanya untuk kabur.“Sekarang kalian mau lari kemana? Aku tahu kalian pasti sedang merencanakan niat jahat. Cepat katakan!” bentak Tubagus Dharmasuri.Manik Maya dan Celeng Ireng pun saling bertatapan sesaat. Mereka tak menyangka kalau harus bertemu dengan dua pria ini. Tidak mudah bagi mereka untuk bisa selamat jika sudah dalam keadaan begini.“Ilmu Malih Rupomu sangat hebat sekali, hai Siluman Babi. Tapi sayang, kini penyamaranmu telah terbongkar,” ujar Giandra pada Celeng Ireng.Karena memang tidak ada pilihan lain kecuali bertarung, Manik Maya pun segera mencabut pedangya dari pinggang. Celeng Ireng juga mengangkat tangan kirinya, lalu tombak trisula pun tiba-tiba langsung muncul di

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 106 : Sihir Tipuan

    Di waktu siang saat terik matahari menjilati kulit, langit biru begitu cerah dan gumpalan awan putih berkilauan hingga ke ujung cakrawala, Giandra dan Tubagus Dharmasuri masih dalam perjalanan menuju istana. Mereka sudah bergerak dari pagi tadi meninggalkan padepokan, dan sekarang telah keluar dari kawasan Desa Tanjung Bambu.Perut keduanya kini mulai keroncongan, dahaga terasa menggelegak di tenggorokan, butir-butir keringat membasahi leher dan juga lengan mereka, bahkan kuda yang jadi tunggangan pun kelihatannya sudah capek dan ingin beristirahat.Karena hari beranjak semakin siang, akhirnya mereka pun memutuskan untuk berhenti dahulu demi melepas lelah. Tidak jauh di hadapan mereka terlihat ada sebuah warung tempat makan, Giandra mengajak Tubagus Dharmasuri untuk mampir di sana sebentar.Sesampainya mereka di depan warung itu, Keduanya pun turun dari atas tunggangan. Giandra menyeret kudanya dan kuda Tubagus Dharmasuri ke dekat pohon kelapa di seberang jalan,

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 105 : Berakhirnya Buruk Rupa Argani Bhadrika

    Di puncak Gunung Ratri, di depan pintu gua yang pernah menjadi sarang Iblis Hitam, tujuh orang anggota Persaudaraan Iblis bersama Dewa Kalajengking kembali akan melakukan ritual. Malam ini adalah penyempurnaan bersatunya sukma Iblis Hitam ke dalam tubuh Argani Bhadrika.Sambil berdiri menghadapi Dewa Kalajengking yang tegak di depan pintu gua, Argani Bhadrika memegang dua cupak tempurung di kedua belah tangannya yang berisi darah perawan. Dia menuangkan darah dalam cupak-cupak tempurung itu ke mulutnya secara bergantian kiri dan kanan. Pada kedua tepian bibirnya melelehlah sisa darah itu hingga ke bawah dagunya.Sesuah selesai minum, Argani lalu melemparkan kedua tempurung itu ke atas tumpukan tempurung-tempurung lain yang berserakan di tanah. Dia kemudian menyapu bekas lelehan darah di dagunya dengan punggung tangan.“Darah belas gadis perawan telah habis aku minum. Rasanya sangat manis dan kental. Sekarang lanjutkanlah upacaranya, hai Dewa Kalajengking!&

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status