Gail Group pukul 10 pagi. "Tuan Edward, anda tidak boleh masuk!"Keributan terdengar di depan ruangan kantor Ernest. Di dalam kantor, Oliver yang mendengar keributan itu langsung menutup laptopnya. 10 menit yang lalu, ia baru saja menerima email dari Ernest yang masih berada di Las Vegas. Dalam email tersebut Pamannya itu mengatakan padanya bahwa sebagian besar dana yang telah digelapkan oleh mantan kontraktornya saat ini telah berhasil diamankan dan akan segera dikirimkan padanya sebelum Ernest pergi ke Dubai untuk menangani proyeknya. Oliver tentu saja merasa senang mendapatkan kabar itu dari Pamannya, dengan begitu-- Kerugian yang perlu ia tutupi sudah tidak terlalu banyak lagi. Namun, sebelum ia sempat membalas email Ernest, tiba-tiba ia mendengar keributan di luar kantor Ernest yang sekarang sedang ia tempati untuk menggantikan Ernest menangani Gail Group. "Tuan Edward!"Ceklekk! Brakk!! Oliver melemparkan tatapannya pada pintu yang telah didorong keras hingga menghantam dind
Pukul 12 siang, dari sebuah Mal besar yang terdapat tak jauh dari Resto Les Jardin-- Edward dan Anton melangkah terburu-buru keluar dari Mal tersebut. Sesekali mereka tampak terlibat pembicaraan serius sambil berjalan kaki menuju Resto Les Jardin, tanpa mengacuhkan tatapan para wanita cantik yang sedang tertuju pada mereka, terutama Edward. Belakangan ini, sejak Edward mulai memasang wajah dinginnya yang terlalu berlebihan, ia justru tanpa sadar menarik perhatian para wanita di sekitarnya. Ditambah lagi langkahnya yang tegap berderap saat memasuki semua Mal yang ia kunjungi, membuat banyak wanita tidak bisa melepaskan diri dari pesona tubuh tingginya yang kekar. Meski Edward tampak sedikit urakan dengan rambut panjangnya yang dibiarkan menyentuh pundak, namun tatanan rambutnya yang ditata rapi dengan menggunakan gel membuat aura yang ia tampilkan bak pemeran dracula dalam serial televisi. Selama ini, Edward memang tidak terlalu peduli pada lingkungan di sekitarnya. Tidak ada yang bi
Dua hari kemudian, sore hari di Burj Khalifa, Dubai. Ernest membawa Rosalia menemui salah seorang rekan bisnisnya di restoran gedung pencakar langit ini. Tiba di lantai teratas Burj Khalifa, seorang pria tinggi besar berdandan parlente tiba-tiba datang menghampirinya dan juga Ben yang berdiri di sampingnya. "Mr. Ernest?" sapa pria tersebut dalam bahasa inggris yang memiliki logat timur tengah. Pria ini langsung menjabat tangan Ernest setibanya ia di hadapan Ernest. "Aku sudah menunggu anda sejak kemarin." Ia terkekeh sambil menepuk punggung tangan Ernest yang menjabat tangannya. Kemudian, ia melirik ke samping Ernest. Pada wanita muda yang dibawa oleh rekan bisnisnya itu. Melihat mata Nizam, sang rekan bisnisnya tertuju pada Rosalia-- Ernest pun memperkenalkan Rosalia pada rekan bisnisnya itu. "Mr. Nizam, perkenalkan! Dia... Adalah TUNANGANKU." Ia sengaja menekankan kata-kata tunanganku di akhir kalimat seiring ia memberi isyarat pada Rosalia agar menjabat tangan Nizam. Ernest melak
Pukul 9 malam, satu sedan mewah dan satu sedan hitam berhenti di depan sebuah Klub privasi di daerah Sheikh Zayed Road. Sebuah Klub yang hanya bisa dimasuki oleh para Milyuner. Dari dalam sedan mewah Ben keluar tergesa-gesa untuk membukakan pintu bagi Ernest dan Rosalia yang duduk di kursi belakang sedan. Sementara dari sedan hitam, 4 Bodyguard Ernest juga turut meninggalkan sedan. Para Bodyguard ini mengambil posisi dengan berdiri di samping Rosalia dan Ernest saat Ernest melangkahkan kakinya menuju pintu masuk Klub. Dan Ben, ia justru mengikuti Ernest di belakang Bosnya itu. Melewati pintu masuk, Ernest dihantarkan ke sebuah pintu khusus oleh dua pria berpakaian rapi yang menyambutnya setelah ia menyebutkan namanya. Di balik pintu khusus tersebut, cahaya temaram yang mewah menyorot tubuhnya. Cahaya berwarna-warni itu berasal dari lampu-lampu sorot yang diarahkan ke setiap kristal yang menggantung di langit-langit lounge. Kristal-kristal indah ini menjuntai bak tumbuhan merambat, na
"Wanita murahan!"Rosalia memutar pergelangan tangannya yang ditahan oleh Nizam dan balik mencengkram tangan Nizam. Tidak cukup sampai di situ, ia juga memelintir tangan Nizam ke belakang tubuh pria itu lalu menendang bokong Nizam hingga Nizam tersungkur dan mendarat di lantai lounge yang dingin. Dihajar oleh seorang gadis kecil di depan banyak orang, wajah Nizam sontak menjadi merah padam. Namun, tepat di saat ia ingin bangkit untuk menyerang Rosalia-- Satu sepatu kulit brand ternama tiba-tiba menginjak tangannya yang ia tekankan ke lantai untuk mengangkat tubuhnya. Nizam menggeram kala merasakan buku-buku tangannya terasa perih akibat bergesekan dengan alas sepatu kulit tersebut. Dan di saat ia menengadah mengangkat wajahnya, keringat dingin perlahan-lahan muncul di keningnya. Di hadapannya, dengan wajah arogan dan sorot matanya yang dingin, saat ini Ernest tengah menatapnya. Dan seakan tidak peduli dengan kerjasama mereka, Ernest semakin keras menginjak tangannya. "Cukup!! Lelak
"Ben? Masuk! Kita kembali ke hotel!" titah Ernest dengan wajah gusar. Kata-kata Bosnya itu membuat Ben yang ingin memprotes sikap Ernest terhadap Rosalia, sontak mengurungkan niatnya dan segera berlari ke sisi kanan sedan Ernest. Masuk pada pintu bagian pengemudi. Di saat ia telah menempatkan tangannya pada setir, ia... Sejenak melirik kaca spion mobil. Memperhatikan Ernest yang masuk di pintu bagian belakang dan langsung menangkap pinggang ramping Rosalia yang ingin keluar melalui pintu lainnya. "Lepaskan! Aku tidak ingin kembali ke hotel bersamamu!" teriak Rosalia garang sambil memukuli kedua lengan Ernest yang melingkar erat di pinggangnya. Sementara tubuhnya yang ramping kini ditempatkan di atas pangkuan Kekasihnya itu. "Acuhkan dia! Sekarang jalan, Ben!" titah Ernest lagi. Dengan berat hati, Ben pun mulai menjalankan sedan untuk meninggalkan parkiran Klub. Di sepanjang perjalanan menuju hotel, keributan kecil terus terdengar dari kursi belakang. Keributan itu berasal dari Ros
Pukul 9 pagi di resto hotel."Setelah ini aku akan memeriksa pekerjaanku terlebih dahulu." Ernest memperhatikan Rosalia yang tengah duduk di hadapannya. Tidak seperti beberapa hari kemarin, hari ini Kekasih kecilnya itu masih terlihat kesal dan tampak enggan menyentuh makanannya. Melihat hal itu, ia pun merogoh saku bagian dalam jas miliknya. Mengeluarkan 1 black card dari dalam sakunya itu dan menyodorkannya pada Rosalia. "Ini! Pergilah berbelanja selama aku bekerja, tapi jangan lupa untuk membawa ponselmu agar aku bisa menghubungimu!" tukasnya arogan. Rosalia hanya melirik kartu yang Ernest sodorkan ke hadapannya, lalu mengalihkan tatapannya pada Ernest yang sedang mencoba tersenyum padanya. Senyum menyebalkan yang membuatnya sangat ingin memukul wajah tampan itu sekarang juga. "Aku ingin pulang, Ernest. Dan tentang hubungan kita..." Ia sengaja menggantungkan kalimatnya, menunggu reaksi yang akan Ernest tampilkan di wajahnya. Harapannya itu terwujud, kini-- Di hadapannya, Ernest
Tak lama setelah kepergian Ernest dan Ben, Rosalia bergegas meninggalkan restoran hotel diikuti oleh keempat Bodyguard Ernest. Sesekali ia melirik para Bodyguard itu yang mengawalnya dengan wajah serius, namun setelahnya-- Ia lalu menatap kartu hitam yang telah diberikan Ernest padanya. Di dalam lift, menuju lantai tempat di mana kamarnya berada, ia melemparkan kartu hitam itu beberapa kali ke udara. Tanpa mengacuhkan tatapan para Bodyguard Ernest yang geleng-geleng kepala melihat tingkahnya itu. Bagi keempat Bodyguard, baru kali ini mereka melihat seorang wanita Bangsawan yang bertingkah seperti Rosalia. Padahal kartu yang berada di tangan Rosalia sekarang limitnya mampu untuk membeli sebuah pulau, tapi Rosalia justru memainkan kartu tersebut dengan santai. Seolah ia tidak peduli pada kartu itu yang biasanya akan dijaga sangat hati-hati oleh para wanita Bangsawan lainnya. Satu lemparan ke atas, dua lemparan ke atas, beberapa lemparan lagi--Takk!! Kartu terlepas dari tangkapan Ro
Ini sudah dua hari sejak terakhir Ernest datang menemui Rosalia di rumah peristirahatan milik Ayah mertuanya. Dan selama dua hari ini, suaminya itu sudah tidak pernah lagi mengganggu dirinya. Tidak menemuinya sama sekali. Membuat Rosalia menjadi bingung dan juga berpikir, apakah Ernest benar-benar telah menyerah padanya. "Ed, aku ingin kembali bekerja!" cetusnya di meja makan, saat ia sarapan pagi bersama Edward. Namun Edward hanya menatapnya dengan wajah seolah kurang yakin kalau ia sudah siap untuk bekerja. "Bagaimana tubuhmu, Rosi? Kau yakin ingin melakukan hal ini?"Rosalia mengangguk tegas, keseriusannya itu juga ia tunjukkan lewat tatapan matanya yang tertuju pada Edward. "Aku bosan, Ed," ungkapnya, mencoba menjelaskan alasan tentang mengapa ia memutuskan untuk pergi bekerja. Sesaat, ia sempat menangkap raut wajah Edward tiba-tiba tampak aneh. Seolah ada sesuatu yang sedang disembunyikan Edward darinya. Tapi apa? "Baik, tapi sebaiknya aku menghubungi Luis terlebih dahulu, b
Di dalam kamarnya, duduk bersandar di atas ranjang, Rosalia terus menunggu seandainya Ernest naik ke lantai dua rumah peristirahatan. Lalu menggedor pintu kamarnya sambil berteriak marah memanggil namanya. Tapi hal itu tidak terjadi sama sekali, terlalu hening, terlalu sepi, membuat ia ingin menangis. Tak lama, suara sedan terdengar di pekarangan rumah. Suara itu seolah bergerak menjauh, pergi menjauhi rumah peristirahatan. "Dia menyerah? Haha ... ternyata hanya begitu." Rosalia tertawa lirih, dan di penghujung tawanya, ia justru terisak pelan. Menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang, meringkuk, dan terus terisak di sana hingga ia tertidur. 1 jam kemudian, gagang pintu kamar Rosalia tiba-tiba bergerak turun. Berselang beberapa detik, pintu itu yang ternyata tidak terkunci bahkan didorong perlahan dari luar oleh sesosok tubuh tinggi besar. Sesaat, pria ini melemparkan pandangannya ke arah ranjang. Menatap cukup lama pada Rosalia yang telah tampak pulas, baru kemudian melangkah perlah
Malam hari, usai makan malam. Rosalia terus mengunci dirinya di dalam kamar, duduk termangu di atas ranjang sambil menyembunyikan wajahnya di antara kedua lututnya yang sengaja ia tekuk. Hari ini ia jengkel sekali, sangat jengkel atas semua yang telah Ernest lakukan padanya. Dan ... bagaimana bisa suaminya itu merayunya, menggodanya, menyentuhnya dengan tangan yang pernah menyentuh Barbara sebelumnya, tanpa merasa bersalah pada dirinya? Ernest anggap apa dirinya? 'Itu karena kau juga sengaja membiarkannya melakukan hal itu padamu, Rosi! Kau ... selalu takluk ketika Ernest menyentuhmu. Kau selalu menyerah di bawah kecupannya. Pria itu menyadarinya, Rosalia Heart! Dia mengetahui kelemahanmu!'Rosalia memiringkan kepalanya, mencoba mengacuhkan semua jeritan yang diteriakkan hatinya padanya. Meski ia tahu kalau semua itu memang benar adanya. Yah, ia memang selemah itu di hadapan Ernest. Itu benar, dan ia tidak menampiknya. Ia juga sadar kalau ia tidak bisa melihat sekelilingnya karena h
Perlahan-lahan, Edward membalikkan tubuhnya. Dan ia sontak membeku saat telah berhadapan sempurna dengan Pamannya. Sebab wajah Ernest kini tampak sangat menakutkan. Beberapa saat yang lalu, Ernest hampir berhasil melepaskan satu-satunya kain yang masih melekat di tubuh Rosalia, namun konsentrasinya tiba-tiba terganggu oleh suara bel. Selama beberapa saat ia mencoba untuk mengacuhkannya, tapi naasnya ... suara bel kedua justru membuat Rosalia seketika membuka matanya. Istrinya itu menatap lekat ke arahnya, ia bahkan melihat ada kebencian di wajah Rosalia saat itu. Dan lebih sialnya lagi, suara bel kembali terdengar. Semakin sering, hingga Rosalia yang semula telah terpengaruh oleh sentuhannya, langsung mendorong tubuhnya. Istrinya itu bahkan segera memunguti semua pakaiannya dan bergegas berlari ke kamar mandi. Keributan itu tentu saja membuat Ernest meradang. Karena gara-gara suara bel, gairahnya yang semula telah berada di puncak, akhirnya langsung terjun bebas akibat penolakan Ros
Pukul 11 siang, Edward, Ben, dan juga Elio tampak memasuki lobby hotel. Ketika ketiganya telah memasuki lift, Edward yang sudah menahan kesabarannya sejak turun dari mobil, langsung membuka mulutnya. "Ini terlalu siang!" protesnya pada Ben, "Kau dengar? Rosi pasti sangat kelaparan sekarang," sungutnya. Ben tidak menanggapi celotehan Edward itu, melainkan melirik arloji mewah yang melingkar di pergelangan tangannya. "Sekarang sudah pukul 11? Seharusnya saat ini Tuan sudah terbangun, 'kan? Dan juga sudah berbicara pada Nyonya, 'kan? Apa mereka baik-baik saja?" gumamnya pelan, ada keresahan di dalam nada suara Ben. Begitu pula kala ia melihat lampu lift yang menunjukkan pergantian lantai semakin mendekati lantai tempat di mana kamar Ernest berada. Tepat di saat lift tiba dan pintu lift telah terbuka, dengan wajah ragu ia keluar dari lift. Edward masih berkicau bak burung merpati yang belum diberi makan, namun Ben sengaja menulikan telinganya. Ia bahkan tidak mengerti sejak kapan Edwar
'Jangan!' erang hati Ernest, saat Rosalia tiba-tiba membuka piyama yang ia kenakan. Lalu mengusap tubuhnya yang memanas dengan menggunakan ... apapun itu, kini benda sialan itu sedang menari-nari di atas kulit tubuhnya. Membuat ia sontak menahan nafas ketika benda itu perlahan bergerak turun dan menyusuri perutnya. Menuju ke area ... "Bagaimana ini? Tubuh Ernest semakin panas, apa yang harus kulakukan sekarang? Dan di mana mereka?"Fiuh, Ernest menghela nafas lega. Karena bertepatan ia membuka matanya— di saat yang sama Rosalia tiba-tiba melemparkan pandangannya ke arah pintu kamar. Namun tangan istrinya itu masih mengusap perutnya, bahkan handuk yang Rosalia genggam di tangannya hampir menyentuh ... Ernest melirik benda lembut berwarna putih itu sambil kembali menahan nafas. Sebab, jika benda sialan itu sampai menyentuh miliknya, Rosalia pasti akan segera tahu kalau ia telah terjaga. 'Jangan ke sana! Ukh ....' Ia sontak merapatkan bibirnya kala jari kelingking Rosalia tiba-tiba me
"Sudah 30 menit berlalu, di mana mereka?" Rosalia beranjak dari tepian ranjang, berdiri tegak, lalu melemparkan pandangannya pada pintu kamar. Tanpa menyadari bahwa seseorang telah terjaga dan kini sedang menatap dirinya dengan wajah tak percaya. Pria tampan itu bahkan mengerjapkan matanya, seolah ia sedang bermimpi saat ini. 'Baby? Apa yang terjadi? Mengapa dia ... Dia ada di dalam kamarku?' monolog Ernest dalam hati, tanpa melepaskan pandangannya dari tubuh ramping Rosalia yang sedang membelakangi dirinya. Well, ia sebenarnya sudah bangun sejak merasakan ranjang yang ia tiduri berderit pelan. Saat itu ia menemukan Rosalia tengah mencoba untuk beranjak dari pinggir ranjang. Namun istrinya itu tampak tidak menyadari kalau ia sudah terjaga. Dan sekarang, ia justru sedang berpikir keras tentang apa yang telah terjadi semalam? Mengapa ia sampai tidak tahu kalau Rosalia telah datang ke kamar hotelnya? Dan juga ... dari mana istrinya ini tahu di mana ia menginap? Apakah itu Elio yang tel
Setelah hampir dua jam menunggu Dokter yang Ben katakan akan segera datang, dan sambil mengusap wajah Ernest dengan handuk hangat, Rosalia yang tak sabar akhirnya kembali membuka mulutnya."Di mana Dokternya? Apa kau benar-benar telah menghubunginya, Ben?" sungutnya, seiring ia berpaling pada Asisten suaminya yang justru tidak berani menatap matanya. Aneh, sangat aneh.Keanehan itu juga dirasakan oleh Edward dan Elio. Hanya saja, Elio tidak berani berbicara pada Ben. Selain itu, posisinya hanyalah penjaga rumah. Apa haknya untuk mempertanyakan apa yang telah Ben perbuat, sedangkan pria itu memiliki status yang lebih tinggi darinya?Berbeda dengan Elio, Edward justru segera menarik lengan Ben. Membawa pria itu menjauh dari Rosalia yang terus mengikuti Ben dengan tatapan matanya.Di dekat sofa, Edward langsung melepaskan lengan Ben. Ia bahkan memukul lengan itu seraya berbisik, "Hei, kau ... apa benar kau sudah memanggil Dokter?" gerutunya.Namun Ben, entah apa yang terjadi? Tiba-tiba p
"Apa yang terjadi, Ben?" dengan langkah lebar Rosalia menghampiri Ben yang menyambutnya di lobby hotel. Di belakangnya, Edward dan Elio bergegas mengejar dirinya. "Kita bertemu lagi, Nyonya," sapa Ben seraya menundukkan kepalanya. Usai melakukan hal itu, ia lalu melemparkan pandangannya pada Edward dan Elio. Kemudian mengangguk pada kedua pria itu dan berpaling kembali pada Rosalia. "Maaf, Nyonya. Seharusnya aku tidak menakuti Nyonya seperti ini," cetusnya. "Dan Tuan, mungkin Tuan juga akan marah padaku nanti jika Tuan bangun dan mengetahui apa yang telah kulakukan pada Nyonya. Tapi masalahnya ...." Ben diam sejenak, menurunkan pandangannya juga memasang wajah cemas. Ekspresi Ben itu tentu saja membuat Rosalia menjadi semakin takut. Sementara Edward dan Elio, justru saling bertukar pandang, bertanya-tanya dalam hati apakah telah terjadi sesuatu yang buruk terhadap Ernest? "Ben?!" desak Rosalia, dengan suara sedikit meninggi. Namun setelahnya, ia justru menghela nafas kala menemukan