"Wanita murahan!"Rosalia memutar pergelangan tangannya yang ditahan oleh Nizam dan balik mencengkram tangan Nizam. Tidak cukup sampai di situ, ia juga memelintir tangan Nizam ke belakang tubuh pria itu lalu menendang bokong Nizam hingga Nizam tersungkur dan mendarat di lantai lounge yang dingin. Dihajar oleh seorang gadis kecil di depan banyak orang, wajah Nizam sontak menjadi merah padam. Namun, tepat di saat ia ingin bangkit untuk menyerang Rosalia-- Satu sepatu kulit brand ternama tiba-tiba menginjak tangannya yang ia tekankan ke lantai untuk mengangkat tubuhnya. Nizam menggeram kala merasakan buku-buku tangannya terasa perih akibat bergesekan dengan alas sepatu kulit tersebut. Dan di saat ia menengadah mengangkat wajahnya, keringat dingin perlahan-lahan muncul di keningnya. Di hadapannya, dengan wajah arogan dan sorot matanya yang dingin, saat ini Ernest tengah menatapnya. Dan seakan tidak peduli dengan kerjasama mereka, Ernest semakin keras menginjak tangannya. "Cukup!! Lelak
"Ben? Masuk! Kita kembali ke hotel!" titah Ernest dengan wajah gusar. Kata-kata Bosnya itu membuat Ben yang ingin memprotes sikap Ernest terhadap Rosalia, sontak mengurungkan niatnya dan segera berlari ke sisi kanan sedan Ernest. Masuk pada pintu bagian pengemudi. Di saat ia telah menempatkan tangannya pada setir, ia... Sejenak melirik kaca spion mobil. Memperhatikan Ernest yang masuk di pintu bagian belakang dan langsung menangkap pinggang ramping Rosalia yang ingin keluar melalui pintu lainnya. "Lepaskan! Aku tidak ingin kembali ke hotel bersamamu!" teriak Rosalia garang sambil memukuli kedua lengan Ernest yang melingkar erat di pinggangnya. Sementara tubuhnya yang ramping kini ditempatkan di atas pangkuan Kekasihnya itu. "Acuhkan dia! Sekarang jalan, Ben!" titah Ernest lagi. Dengan berat hati, Ben pun mulai menjalankan sedan untuk meninggalkan parkiran Klub. Di sepanjang perjalanan menuju hotel, keributan kecil terus terdengar dari kursi belakang. Keributan itu berasal dari Ros
Pukul 9 pagi di resto hotel."Setelah ini aku akan memeriksa pekerjaanku terlebih dahulu." Ernest memperhatikan Rosalia yang tengah duduk di hadapannya. Tidak seperti beberapa hari kemarin, hari ini Kekasih kecilnya itu masih terlihat kesal dan tampak enggan menyentuh makanannya. Melihat hal itu, ia pun merogoh saku bagian dalam jas miliknya. Mengeluarkan 1 black card dari dalam sakunya itu dan menyodorkannya pada Rosalia. "Ini! Pergilah berbelanja selama aku bekerja, tapi jangan lupa untuk membawa ponselmu agar aku bisa menghubungimu!" tukasnya arogan. Rosalia hanya melirik kartu yang Ernest sodorkan ke hadapannya, lalu mengalihkan tatapannya pada Ernest yang sedang mencoba tersenyum padanya. Senyum menyebalkan yang membuatnya sangat ingin memukul wajah tampan itu sekarang juga. "Aku ingin pulang, Ernest. Dan tentang hubungan kita..." Ia sengaja menggantungkan kalimatnya, menunggu reaksi yang akan Ernest tampilkan di wajahnya. Harapannya itu terwujud, kini-- Di hadapannya, Ernest
Tak lama setelah kepergian Ernest dan Ben, Rosalia bergegas meninggalkan restoran hotel diikuti oleh keempat Bodyguard Ernest. Sesekali ia melirik para Bodyguard itu yang mengawalnya dengan wajah serius, namun setelahnya-- Ia lalu menatap kartu hitam yang telah diberikan Ernest padanya. Di dalam lift, menuju lantai tempat di mana kamarnya berada, ia melemparkan kartu hitam itu beberapa kali ke udara. Tanpa mengacuhkan tatapan para Bodyguard Ernest yang geleng-geleng kepala melihat tingkahnya itu. Bagi keempat Bodyguard, baru kali ini mereka melihat seorang wanita Bangsawan yang bertingkah seperti Rosalia. Padahal kartu yang berada di tangan Rosalia sekarang limitnya mampu untuk membeli sebuah pulau, tapi Rosalia justru memainkan kartu tersebut dengan santai. Seolah ia tidak peduli pada kartu itu yang biasanya akan dijaga sangat hati-hati oleh para wanita Bangsawan lainnya. Satu lemparan ke atas, dua lemparan ke atas, beberapa lemparan lagi--Takk!! Kartu terlepas dari tangkapan Ro
35 menit kemudian, setelah berpamitan pada kedua rekan bisnisnya, mengebut di jalanan berpasir, dan membuat Ben yang berada di sampingnya mengalami shock terapi, akhirnya Ernest tiba di sirkuit yang telah Ben perlihatkan sebelumnya padanya melalui online map. Setibanya di sirkuit ini, ia bergegas meninggalkan sedan mewahnya. Mengacuhkan Ben yang baru saja keluar dari sedan sambil menahan mual di perutnya. Di gerbang masuk sirkuit, kehadirannya disambut oleh dua Bodyguard yang telah ia perintahkan untuk mengawal Rosalia. Sedangkan dua Bodyguard lainnya baru ia lihat setelah ia memasuki sirkuit. Berdiri di pagar pembatas sirkuit yang terbuat dari baja. Tatapan kedua Bodyguard itu fokus ke tengah lintasan, di mana 3 motor ramping saling menyalip dalam kecepatan tinggi. Ketika Ernest menghampiri kedua Bodyguard itu dan bertanya, "Di mana dia? Di mana Nyonya kalian?!" dengan setengah membentak-- Salah seorang dari kedua Bodyguard itu pun menunjuk ke tengah lintasan, pada pengendara seped
"Itu tidak akan terjadi, Baby!""Oh? Apakah kamu yakin dengan ucapanmu itu?" "Tentu saja, sebab aku telah memperingatkan Rose agar tidak memilihku." "Bagaimana jika Ayahmu yang memintanya?"Semua percakapannya bersama Rosalia di area sirkuit beberapa saat yang lalu terus berkelebat di dalam benak Ernest hingga ia tiba di hotel. Ia bahkan tidak memperhatikan bahwa Rosalia memerintahkan pada salah seorang Bodyguardnya untuk membawa motor balapnya ke hotel. Hingga ia turun dari sedannya dan melihat Bodyguard tersebut menyeret motor balap yang ia benci ke parkiran hotel. "Kamu, kemarilah!" titahnya pada Bodyguard itu, membuat Bodyguard yang ingin memarkir motor milik Rosalia sontak mengurungkan niatnya dan malah menyeret motor yang ia bawa ke hadapan Ernest. "Ya, Tuan." Sahut sang Bodyguard sambil menundukkan kepalanya setibanya ia di hadapan Ernest. Ernest mengacuhkan Bodyguard itu, tatapan matanya lurus ke arah motor yang ingin sekali ia hancurkan saat di sirkuit tadi. "Siapa yang
Di dalam kamar hotel setelah kepergian Ben. "Ini!" Rosalia mengulurkan tangannya pada Ernest, mengembalikan kartu hitam milik Ernest yang baru saja ia keluarkan dari saku jaketnya. "Aku tidak membutuhkannya," tukasnya. Ernest melirik kartu tersebut sesaat, lalu menatap Rosalia dengan kedua alis menyatu di tengah. "Kartu itu milikmu, Rosi. Aku mengajukan pembuatan kartu itu sehari setelah kita bertemu di Klub.""Hah?! Kartu ini atas namaku? Ta... Tapi Ernest, mengapa? Mak-maksudku, sehari setelah kita bertemu di Klub? C'mon, apakah kamu sudah merencanakan hal ini sejak lama?"Ernest tersenyum tipis, meraih pinggang ramping Rosalia yang berdiri tepat di hadapannya dan menarik tubuh mungil itu agar semakin mendekat padanya. Dalam tampilan santainya seperti sekarang, tubuh Rosalia terlihat sangat indah baginya. Kaki ramping Rosalia yang panjang terlihat semakin jenjang dalam balutan jeans, sementara tubuh mungil Kekasihnya ini dengan dua gundukan berukuran sedang di bagian dada-- Tampa
Keesokan harinya, usai sarapan pagi bersama di restoran hotel, Ernest mengajak Rosalia, Ben dan semua Bodyguard yang mengikuti dirinya untuk meninggalkan Dubai. Karena kedatangannya ke Dubai semula hanyalah untuk memantau telah berjalan sejauh mana proyek yang ia kerjakan. Sisanya, sudah ia percayakan pada Cedro dan kedua rekan bisnisnya. Pukul 8.15 ia bersama yang lain akhirnya telah berada di kabin pesawat pribadinya, pesawat yang selalu ia pergunakan untuk bepergian ke berbagai belahan Dunia di mana tempat cabang perusahaan bisnisnya berada. Dari Dubai menuju kota kelahirannya memakan waktu sekitar 7 jam, dan Ernest mempergunakan waktu tersebut untuk beristirahat setelah semalam suntuk ia mengajak Rosalia untuk melayani dirinya. Meskipun awalnya Rosalia terus menolaknya. Namun Ernest sudah mengetahui kelemahan Kekasih kecilnya itu, hingga ia bisa membuat Rosalia takluk di bawah kungkungannya. "Tidurlah! Kamu sudah cukup lelah semalam," nasehatnya pada Rosalia yang sedang menatap