"Rosalia?" Ernest kembali menegur Rosalia ketika ia melihat gadis belia itu sama sekali tidak bergeming dan hanya terus menatapnya.Di sisi lain, Rosalia yang mendengar teguran itu, akhirnya melangkahkan kakinya ke arah kursi yang berhadapan dengan Ernest. Ia, sengaja tidak duduk di samping Oliver sebab takut jika Oliver akan melihat luka yang terdapat di bibirnya. Meski luka itu telah ia samarkan dengan lipstik, tetap saja luka itu akan terlihat oleh Oliver jika ia duduk di samping putra tertua Carlisle itu. Ini yang membuatnya mengambil kursi di ujung meja yang berhadapan dengan Ernest. Sementara itu, apa yang Rosalia lakukan itu sontak saja membuat Oliver menautkan alisnya dan melemparkan pandangannya pada Edward. Bahkan, di dalam hatinya berkelebat ribuan tanya untuk Adiknya itu tentang apa yang telah Edward lakukan terhadap Rosalia kemarin. Karena, gara-gara perlakuan Edward kemarin, hari ini ia dijauhi oleh Rosalia. Bukan hanya itu, kemarin ia juga sempat melihat Ernest yang te
Beberapa saat kemudian sarapan pagi pun dihidangkan, tapi tidak seorang pun dari yang berada di sekeliling meja makan terlihat berselera untuk mengunyah makanan mereka. Mereka justru sibuk dengan pikirannya masing-masing. Usai makan pagi bersama, Edward langsung beranjak pergi. Disusul oleh Oliver yang sangat ingin berbicara pada Adiknya itu. Kini, di ruang makan hanya menyisakan Rosalia, Ernest, dan juga Anne yang sedang memerintahkan kepada para pelayan wanita untuk segera merapikan meja makan dan menyingkirkan semua piring serta gelas-gelas kotor yang sudah tidak lagi dipergunakan. Kecuali dua gelas yang berada di hadapan Rosalia dan juga Majikannya. Ketika Rosalia beranjak dari kursi yang ia duduki, Ernest langsung menegurnya. "Kita harus bicara, Rosalia. Ini penting, dan tidak bisa ditunda!" tekan Ernest, membuat Rosalia yang ingin melangkahkan kakinya untuk meninggalkan ruang makan-- Segera mengurungkan niatnya itu. "Tetapi jangan di sini!" lanjut Ernest lagi sembari beranja
Memasuki area tengah griya tawang, Ernest melihat Ben tengah berbicara dengan Bill dan juga seorang pria yang ia kenal sebagai Pemilik dari griya tawang yang sekarang tengah ia datangi."Bagaimana? Apakah semua berkas pembelian griya tawang ini sudah lengkap?!" celetuknya, membuat ketiga pria yang sedang duduk di sofa sontak menoleh padanya.Melihat Ernest membawa Rosalia bersamanya, Bill pun mengalihkan pandangannya ke arah gadis belia itu lalu turun pada tangan Rosalia yang berada di dalam genggaman Ernest. Menyaksikan hal itu, ia sontak mengulum senyum."Cih, gerakanmu cukup cepat juga Bung." Sindirnya."Hmmm..." Sahut Ernest singkat tanpa ingin menatap Sahabatnya itu. "Ben?" panggilnya pada Asistennya yang sedang melirik Bill, membuat Ben langsung berpaling ke arahnya."Ya, Tuan. Semua dokumennya sudah lengkap. Hanya tinggal menunggu tanda tangan Tuan saja," cetus Ben. Ia lalu beranjak dari sofa, menunduk sebentar pada Mr. Gilberth sang Pemilik griya tawang, kemudian pergi menghamp
"Bagaimana? Suka dengan tempat tinggal barumu?" Dari belakang Rosalia, Ernest yang baru bergabung langsung menempatkan kedua tangannya pada pagar balkon di mana tubuh mungil Rosalia sedang bersandar di sana. Tubuh Ernest yang terbalut oleh piyama sutra dan menempel pada punggungnya, menimbulkan sensasi hangat pada punggung Rosalia. Kehangatan itu terus menjalar hingga ke wajahnya. Membuat wajah mungilnya yang putih pucat perlahan-lahan bersemu merah. "Apa yang kamu lakukan?!" protesnya pada Ernest setengah berbisik. Ernest hanya berdehem pelan.Sementara itu, di samping Rosalia, Bill yang melihat tingkah Sahabatnya itu lagi-lagi mencebikkan bibirnya. "Bung, tolong hargai temanmu ini. Jangan bermesraan di hadapan seorang jomblo sepertiku, oke?!" ia juga ikut-ikutan memprotes. Namun, Bill sontak membeku ketika Ernest berpaling padanya. Sejak tiba beberapa saat yang lalu, Ernest selalu memberinya tatapan mata yang sangat mengerikan. Tatapan posesif yang seolah mengatakan 'AKU AKAN ME
Kembali ke griya tawang, Ernest dan Rosalia menemukan Ben tengah mondar-mandir di depan pintu lift. Asisten Muda berwajah tampan itu terlihat sangat cemas, membuat Rosalia dan Ernest yang menyaksikan tingkah Ben tersebut sontak mengerutkan kening mereka. "Ben?" tegur Ernest sembari melangkahkan kakinya keluar dari lift. Kini ia sudah tidak lagi menyeret Rosalia, karena sejak adegan panas yang ia lakukan pada Rosalia di parkiran tadi, hingga saat ini gadis belia itu terus mengikutinya sambil tersenyum malu-malu. Beberapa saat yang lalu, di parkiran P1. Ernest yang tidak tahan melihat Rosalia menengadah menatapnya dengan bibirnya yang sedikit terbuka dan wajahnya yang merona, tanpa sadar menarik tengkuk Rosalia dan melumat bibir berwarna peachy itu dengan buas. Tidak lagi ia acuhkan luka yang terdapat di bibir Rosalia, karena gairah yang ia rasakan terhadap gadis belia itu sudah naik hingga ke ubun-ubun dan hampir meledakkan kepalanya. Tidak cukup hanya melumat bibir Rosalia, di saat
Dua jam kemudian, 3 pria bertubuh tinggi tegap dalam balutan setelan mewah dan rapi turun dari mobil di halaman mansion Tuan Gail tua. Mereka adalah Ernest dan kedua Keponakannya. Ernest sengaja menyeret Oliver dan Edward ke mansion Ayahnya setelah ia menemukan kedua Keponakannya itu di area kolam renang mansion miliknya dengan kondisi bibir mereka tampak lebam. Sepertinya kedua Keponakannya itu saling adu debat yang berakhir dengan perkelahian ketika ia pergi tadi. Untungnya, ia membawa Rosalia meninggalkan mansionnya saat keributan itu terjadi. Jika tidak, mungkin gadis belia itu akan merasa bersalah karena telah membuat Oliver dan Edward menjadi bertengkar hebat. Padahal ia sendiri juga awalnya sangat ingin memukul Edward, namun ia tidak ingin membuat Rosalia menyalahkan dirinya atas kejadian itu. Memang, kemarin, di saat ia bertanya pada Rosalia-- Saat itu Rosalia sama sekali tidak mengatakan apapun. Tapi dari cerita Anne lah ia bisa menebak jika Edward telah mencium paksa Rosali
Pukul 3 sore di mansion keluarga Heart. Kedatangan Rosalia ke mansion keluarganya ini dengan dikawal oleh Ben dan 2 Bodyguard kepercayaan Ernest yang pernah mengantarnya pulang setelah ia melakukan one night stand dengan Ernest, disambut oleh Ayah dan Ibunya dengan wajah bingung bercampur heran. Karena hari ini adalah hari minggu, tentu saja Ayahnya akan berada di mansion. Selain itu, ia juga mengerti mengapa Ayah dan Ibunya terus menatapnya dengan tatapan yang penuh tanda tanya. Sebab, kali ini ia pergi mengunjungi kedua orang tuanya ini bersama Ben dan 2 Bodyguard yang terus mengikutinya hingga ia masuk ke dalam mansion. Seakan kedua Bodyguard itu ingin terus menempel padanya. Baik, ini memang permintaan Ernest setelah Kekasihnya itu mengetahui bahwa Saudarinya, Rose. Kini telah berada di sini. Ya, ia dan Ernest telah resmi menjadi sepasang Kekasih pasca adegan panas yang ia lakukan bersama Ernest di parkiran P1 di mana Ernest baru saja membeli sebuah griya tawang mewah di sana. Sa
"Nona, bagaimana keadaan kedua orang tua Nona?" tanya Ben pada Rosalia dalam perjalanan menuju griya tawang baru Ernest sambil menatap gadis belia itu lewat kaca spion mobil.Rosalia yang duduk tepat di belakang Ben hanya menggelengkan kepalanya, di saat yang sama-- Senyum getir terukir di bibirnya yang berwarna peachy.Menyaksikan ekspresi Rosalia, Ben tiba-tiba merasa bersalah terhadap Alston dan juga Elizabeth. Sebab ia telah mengatakan semua yang telah Ernest perintahkan padanya tanpa terlebih dahulu mempersiapkan mental kedua orang tua Rosalia itu hingga membuat Alston dan Elizabeth yang mendengar penjelasan darinya menjadi sangat ketakutan. Tapi ia bisa apa? Perintah Ernest tetap harus ia sampaikan. Di sisi lain, dengan begitu ia juga telah berusaha memperingatkan Alston, bahwa ulah Rose dan penipuan yang Alston serta keluarganya lakukan terhadap keluarga Gail bisa saja menimbulkan dampak yang sangat buruk di kemudian hari. Meski begitu, ia masih berbaik hati bahwa ia masih bel
Ini sudah dua hari sejak terakhir Ernest datang menemui Rosalia di rumah peristirahatan milik Ayah mertuanya. Dan selama dua hari ini, suaminya itu sudah tidak pernah lagi mengganggu dirinya. Tidak menemuinya sama sekali. Membuat Rosalia menjadi bingung dan juga berpikir, apakah Ernest benar-benar telah menyerah padanya. "Ed, aku ingin kembali bekerja!" cetusnya di meja makan, saat ia sarapan pagi bersama Edward. Namun Edward hanya menatapnya dengan wajah seolah kurang yakin kalau ia sudah siap untuk bekerja. "Bagaimana tubuhmu, Rosi? Kau yakin ingin melakukan hal ini?"Rosalia mengangguk tegas, keseriusannya itu juga ia tunjukkan lewat tatapan matanya yang tertuju pada Edward. "Aku bosan, Ed," ungkapnya, mencoba menjelaskan alasan tentang mengapa ia memutuskan untuk pergi bekerja. Sesaat, ia sempat menangkap raut wajah Edward tiba-tiba tampak aneh. Seolah ada sesuatu yang sedang disembunyikan Edward darinya. Tapi apa? "Baik, tapi sebaiknya aku menghubungi Luis terlebih dahulu, b
Di dalam kamarnya, duduk bersandar di atas ranjang, Rosalia terus menunggu seandainya Ernest naik ke lantai dua rumah peristirahatan. Lalu menggedor pintu kamarnya sambil berteriak marah memanggil namanya. Tapi hal itu tidak terjadi sama sekali, terlalu hening, terlalu sepi, membuat ia ingin menangis. Tak lama, suara sedan terdengar di pekarangan rumah. Suara itu seolah bergerak menjauh, pergi menjauhi rumah peristirahatan. "Dia menyerah? Haha ... ternyata hanya begitu." Rosalia tertawa lirih, dan di penghujung tawanya, ia justru terisak pelan. Menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang, meringkuk, dan terus terisak di sana hingga ia tertidur. 1 jam kemudian, gagang pintu kamar Rosalia tiba-tiba bergerak turun. Berselang beberapa detik, pintu itu yang ternyata tidak terkunci bahkan didorong perlahan dari luar oleh sesosok tubuh tinggi besar. Sesaat, pria ini melemparkan pandangannya ke arah ranjang. Menatap cukup lama pada Rosalia yang telah tampak pulas, baru kemudian melangkah perlah
Malam hari, usai makan malam. Rosalia terus mengunci dirinya di dalam kamar, duduk termangu di atas ranjang sambil menyembunyikan wajahnya di antara kedua lututnya yang sengaja ia tekuk. Hari ini ia jengkel sekali, sangat jengkel atas semua yang telah Ernest lakukan padanya. Dan ... bagaimana bisa suaminya itu merayunya, menggodanya, menyentuhnya dengan tangan yang pernah menyentuh Barbara sebelumnya, tanpa merasa bersalah pada dirinya? Ernest anggap apa dirinya? 'Itu karena kau juga sengaja membiarkannya melakukan hal itu padamu, Rosi! Kau ... selalu takluk ketika Ernest menyentuhmu. Kau selalu menyerah di bawah kecupannya. Pria itu menyadarinya, Rosalia Heart! Dia mengetahui kelemahanmu!'Rosalia memiringkan kepalanya, mencoba mengacuhkan semua jeritan yang diteriakkan hatinya padanya. Meski ia tahu kalau semua itu memang benar adanya. Yah, ia memang selemah itu di hadapan Ernest. Itu benar, dan ia tidak menampiknya. Ia juga sadar kalau ia tidak bisa melihat sekelilingnya karena h
Perlahan-lahan, Edward membalikkan tubuhnya. Dan ia sontak membeku saat telah berhadapan sempurna dengan Pamannya. Sebab wajah Ernest kini tampak sangat menakutkan. Beberapa saat yang lalu, Ernest hampir berhasil melepaskan satu-satunya kain yang masih melekat di tubuh Rosalia, namun konsentrasinya tiba-tiba terganggu oleh suara bel. Selama beberapa saat ia mencoba untuk mengacuhkannya, tapi naasnya ... suara bel kedua justru membuat Rosalia seketika membuka matanya. Istrinya itu menatap lekat ke arahnya, ia bahkan melihat ada kebencian di wajah Rosalia saat itu. Dan lebih sialnya lagi, suara bel kembali terdengar. Semakin sering, hingga Rosalia yang semula telah terpengaruh oleh sentuhannya, langsung mendorong tubuhnya. Istrinya itu bahkan segera memunguti semua pakaiannya dan bergegas berlari ke kamar mandi. Keributan itu tentu saja membuat Ernest meradang. Karena gara-gara suara bel, gairahnya yang semula telah berada di puncak, akhirnya langsung terjun bebas akibat penolakan Ros
Pukul 11 siang, Edward, Ben, dan juga Elio tampak memasuki lobby hotel. Ketika ketiganya telah memasuki lift, Edward yang sudah menahan kesabarannya sejak turun dari mobil, langsung membuka mulutnya. "Ini terlalu siang!" protesnya pada Ben, "Kau dengar? Rosi pasti sangat kelaparan sekarang," sungutnya. Ben tidak menanggapi celotehan Edward itu, melainkan melirik arloji mewah yang melingkar di pergelangan tangannya. "Sekarang sudah pukul 11? Seharusnya saat ini Tuan sudah terbangun, 'kan? Dan juga sudah berbicara pada Nyonya, 'kan? Apa mereka baik-baik saja?" gumamnya pelan, ada keresahan di dalam nada suara Ben. Begitu pula kala ia melihat lampu lift yang menunjukkan pergantian lantai semakin mendekati lantai tempat di mana kamar Ernest berada. Tepat di saat lift tiba dan pintu lift telah terbuka, dengan wajah ragu ia keluar dari lift. Edward masih berkicau bak burung merpati yang belum diberi makan, namun Ben sengaja menulikan telinganya. Ia bahkan tidak mengerti sejak kapan Edwar
'Jangan!' erang hati Ernest, saat Rosalia tiba-tiba membuka piyama yang ia kenakan. Lalu mengusap tubuhnya yang memanas dengan menggunakan ... apapun itu, kini benda sialan itu sedang menari-nari di atas kulit tubuhnya. Membuat ia sontak menahan nafas ketika benda itu perlahan bergerak turun dan menyusuri perutnya. Menuju ke area ... "Bagaimana ini? Tubuh Ernest semakin panas, apa yang harus kulakukan sekarang? Dan di mana mereka?"Fiuh, Ernest menghela nafas lega. Karena bertepatan ia membuka matanya— di saat yang sama Rosalia tiba-tiba melemparkan pandangannya ke arah pintu kamar. Namun tangan istrinya itu masih mengusap perutnya, bahkan handuk yang Rosalia genggam di tangannya hampir menyentuh ... Ernest melirik benda lembut berwarna putih itu sambil kembali menahan nafas. Sebab, jika benda sialan itu sampai menyentuh miliknya, Rosalia pasti akan segera tahu kalau ia telah terjaga. 'Jangan ke sana! Ukh ....' Ia sontak merapatkan bibirnya kala jari kelingking Rosalia tiba-tiba me
"Sudah 30 menit berlalu, di mana mereka?" Rosalia beranjak dari tepian ranjang, berdiri tegak, lalu melemparkan pandangannya pada pintu kamar. Tanpa menyadari bahwa seseorang telah terjaga dan kini sedang menatap dirinya dengan wajah tak percaya. Pria tampan itu bahkan mengerjapkan matanya, seolah ia sedang bermimpi saat ini. 'Baby? Apa yang terjadi? Mengapa dia ... Dia ada di dalam kamarku?' monolog Ernest dalam hati, tanpa melepaskan pandangannya dari tubuh ramping Rosalia yang sedang membelakangi dirinya. Well, ia sebenarnya sudah bangun sejak merasakan ranjang yang ia tiduri berderit pelan. Saat itu ia menemukan Rosalia tengah mencoba untuk beranjak dari pinggir ranjang. Namun istrinya itu tampak tidak menyadari kalau ia sudah terjaga. Dan sekarang, ia justru sedang berpikir keras tentang apa yang telah terjadi semalam? Mengapa ia sampai tidak tahu kalau Rosalia telah datang ke kamar hotelnya? Dan juga ... dari mana istrinya ini tahu di mana ia menginap? Apakah itu Elio yang tel
Setelah hampir dua jam menunggu Dokter yang Ben katakan akan segera datang, dan sambil mengusap wajah Ernest dengan handuk hangat, Rosalia yang tak sabar akhirnya kembali membuka mulutnya."Di mana Dokternya? Apa kau benar-benar telah menghubunginya, Ben?" sungutnya, seiring ia berpaling pada Asisten suaminya yang justru tidak berani menatap matanya. Aneh, sangat aneh.Keanehan itu juga dirasakan oleh Edward dan Elio. Hanya saja, Elio tidak berani berbicara pada Ben. Selain itu, posisinya hanyalah penjaga rumah. Apa haknya untuk mempertanyakan apa yang telah Ben perbuat, sedangkan pria itu memiliki status yang lebih tinggi darinya?Berbeda dengan Elio, Edward justru segera menarik lengan Ben. Membawa pria itu menjauh dari Rosalia yang terus mengikuti Ben dengan tatapan matanya.Di dekat sofa, Edward langsung melepaskan lengan Ben. Ia bahkan memukul lengan itu seraya berbisik, "Hei, kau ... apa benar kau sudah memanggil Dokter?" gerutunya.Namun Ben, entah apa yang terjadi? Tiba-tiba p
"Apa yang terjadi, Ben?" dengan langkah lebar Rosalia menghampiri Ben yang menyambutnya di lobby hotel. Di belakangnya, Edward dan Elio bergegas mengejar dirinya. "Kita bertemu lagi, Nyonya," sapa Ben seraya menundukkan kepalanya. Usai melakukan hal itu, ia lalu melemparkan pandangannya pada Edward dan Elio. Kemudian mengangguk pada kedua pria itu dan berpaling kembali pada Rosalia. "Maaf, Nyonya. Seharusnya aku tidak menakuti Nyonya seperti ini," cetusnya. "Dan Tuan, mungkin Tuan juga akan marah padaku nanti jika Tuan bangun dan mengetahui apa yang telah kulakukan pada Nyonya. Tapi masalahnya ...." Ben diam sejenak, menurunkan pandangannya juga memasang wajah cemas. Ekspresi Ben itu tentu saja membuat Rosalia menjadi semakin takut. Sementara Edward dan Elio, justru saling bertukar pandang, bertanya-tanya dalam hati apakah telah terjadi sesuatu yang buruk terhadap Ernest? "Ben?!" desak Rosalia, dengan suara sedikit meninggi. Namun setelahnya, ia justru menghela nafas kala menemukan