Dalam perjalanan pulang dari mansion keluarganya, Ernest hanya diam mengingat keputusan terakhir dari Saudara lelakinya tentang siapa yang akan bertunangan dengan Rosalia kelak. 30 menit yang lalu, saat itu ia masih bersikeras pada Carlisle untuk menjadi satu-satunya calon tunangan Rosalia. Namun jawaban Carlisle justru membuatnya termangu. "Begini saja, karena Ayah telah mengetahui kalau salah seorang dari putraku yang akan bertunangan dengan putri dari keluarga Heart, dan agar adil juga untukmu. Bagaimana jika kamu menjadi kandidat ketiga? Dengan catatan, siapapun yang akan dipilih oleh Rose nantinya, maka kamu harus menerimanya!"Ernest meninju sandaran kursi penumpang untuk melampiaskan kekesalannya, karena di hadapan Carlisle ia tidak bisa menunjukkannya. Dan meskipun tampuk Pimpinan Gail Group diberikan Ayahnya kepadanya, Ernest masih menghormati Carlisle sebagai Saudara tertuanya. Jadi, ia akan selalu mematuhi apapun yang Carlisle katakan. "Sial!" dengus Ernest gusar. Mende
Di dalam kamarnya Rosalia termangu menatap pantulan wajahnya yang tampak pada kaca meja rias yang terdapat di dalam kamar setelah ia mengingat semua percakapannya sebelumnya bersama Ernest di pinggir kolam. "Dia akan menjadi salah satu dari calon tunanganku?" Ia menghela nafas berat, merasa lelah dengan masalah demi masalah yang terus datang padanya dan seakan-akan tidak ingin pergi darinya. Sebelumnya, masalahnya dengan Edward saja belum selesai, tetapi kini ia masih harus memikirkan tentang Ernest. Oke, anggap saja permasalahan Ernest adalah yang pertama, terus Edward adalah yang kedua. Dan setelah ini... Apakah ia harus menghadapi masalah lainnya? Padahal, gara-gara Ernest dan Edward, hari ini ia sampai tidak jadi mendaftar di Universitas terbaik yang ada di Kotanya. Hal itu sedikit menyebalkan untuknya. Meskipun pada awalnya ia masih memiliki keraguan untuk melanjutkan pendidikannya, namun ia juga masih belum yakin ingin menerima tawaran Ernest untuk menjadi Sekretaris Ernest d
Ernest melirik Edward dengan wajah cemburu. Sementara itu Rosalia melangkahkan kakinya ke arah sebuah kursi kosong yang terdapat di samping Oliver lalu menjatuhkan bokong rampingnya di sana. Ernest dan Edward sontak menatap Rosalia ketika menyadari hal itu, merasa bingung mengapa Rosalia lebih memilih duduk disamping Oliver yang terkenal sangat tidak suka apabila dirinya didekati oleh wanita. "Nona Rose, ternyata kamu sama sekali tidak takut pada Kakakku, ya?" ledek Edward. Rosalia mengacuhkannya, meski hatinya terus mengumpat pada Ernest dan Edward. 'Daripada takut terhadap pria berwajah seram ini, aku malah lebih takut terhadapmu dan juga Pamanmu,' batinnya. Tidak hanya Ernest dan Edward, Oliver secara diam-diam ikut melirik Rosalia. Ia mengagumi keberanian gadis belia itu yang tidak menunjukkan rasa takut terhadapnya. Sikap Rosalia itu baginya sangat berbeda dengan para wanita munafik di luar sana. Di hadapannya para wanita itu seolah takut padanya, nyatanya, di belakangnya su
Pukul 12.30 siang di resto Les Jardin. Usai menikmati hidangan pencuci mulut, Ernest pun membersihkan mulutnya kemudian melipat kedua tangannya di dada dan menatap ke arah Rosalia yang tengah mempermainkan hidangan penutupnya. Di hadapannya, saat ini Rosalia tampak sedang memotong pancake es krim miliknya dengan tatapan kosong, tanpa sekalipun memasukkan pancake tersebut ke dalam mulutnya. "Ada apa? Kamu tidak suka hidangan penutupnya?" lontarnya pada Rosalia. Rosalia tersenyum kikuk, "Tidak, aku menyukainya." Sahutnya, seiring dengan itu ia mengangkat wajahnya untuk menatap Ernest. "Oh, lalu mengapa tidak memakannya?" tukas Ernest bingung. "Aku..." Rosalia menggigit bibirnya, sebenarnya ia bukan tidak ingin memakan pancake yang dipesankan oleh Ernest untuknya sebagai hidangan penutup. Tapi... Keinginannya untuk menikmati makanan manis terkalahkan oleh keresahan yang sedang bergelayut manja di dalam hatinya. "Tuan Ernest? Apa aku tidak salah lihat?" Rosalia memalingkan wajahnya
Di dalam sebuah pusat perbelanjaan yang megah, suara kasak-kusuk pengunjung pusat perbelanjaan mulai terdengar di saat beberapa pengunjung yang mengenali Oliver dan Edward melihat Gail bersaudara itu memasuki lobby pusat perbelanjaan sambil menggandeng seorang gadis belia. "Bukankah mereka adalah Gail bersaudara?" para pengunjung wanita menatap Oliver dan Edward dengan penuh kekaguman.Sementara para pengunjung pria yang jarang memiliki kesempatan untuk melihat Oliver dan Edward berdiri di depan umum bersama-sama, diam-diam mencoba mengambil photo Oliver dan Edward. Selain itu tidak ada yang ingin melewatkan momen langka ini. Apalagi bisa memotret secara langsung kedua Ceo dari keluarga Gail yang baru-baru ini wajahnya sering muncul di halaman depan majalah bisnis Eropa, merupakan suatu keberuntungan bagi mereka. "Aku dengar, belum lama ini keluarga Gail telah dipermalukan oleh keluarga Heart." Seorang wanita berbusana mewah dan berdandan sedikit menor, berbisik sinis pada temannya
"Aku... Aku memang ke resto bersama Tuan Ernest, tapi aku menerima tawarannya karena kemarin Tuan Ernest telah membuatku tidak bisa mendaftar ke Universitas yang aku inginkan. Dan sebagai gantinya, dia memintaku untuk bekerja padanya di Gail Group." Rosalia sengaja berbicara bohong agar Oliver dan Edward tidak menaruh curiga bahwa ia dan Ernest memiliki hubungan. Meski nyatanya hal itu tidak benar, ia memang pernah menghabiskan satu malam bersama Ernest. "Paman memintamu untuk bekerja di Gail Group?" Edward dan Oliver saling bertukar pandang, Gail bersaudara ini bahkan mengeryit keheranan. Setahu mereka... Biasanya Ernest hanya akan memperkerjakan orang-orang yang memiliki kredibilitas tinggi. Minimal orang tersebut sudah menyelesaikan pendidikannya hingga Perguruan Tinggi, dan ip terendah yang diterima Ernest tidak kurang dari 3,5. Tidak hanya itu, calon karyawan Gail Group juga diharuskan telah memiliki pengalaman pada bidang yang akan mereka lamar di Gail Group. "Hanya lulusan S
Beberapa saat kemudian, usai berbicara dengan Rosalia. Oliver meminta bantuan Anton untuk mengantar Rosalia ke mobilnya, sedangkan ia sendiri terpaksa tinggal karena ditahan oleh Edward. "Kamu berubah, Oliver!" sindir Edward, di saat ia melihat Oliver tengah memperhatikan punggung Rosalia yang bergerak menjauh. Oliver berdecak pelan lalu diam-diam melirik Edward, "Kamu juga berubah, Ed." Tukasnya sembari tersenyum. "Dan jika tebakanku benar, sepertinya kamu sudah tahu, kan kalau dia bukanlah Rose yang kita kenal?"Edward hanya terkekeh mendengar ucapan Saudaranya itu, "Ah... Menyebalkan!" dengusnya, "Padahal tadinya aku ingin menyembunyikan hal ini darimu," lanjutnya lagi. Dengan kedua telapak tangan ia selipkan ke kantong celana, Edward berdiri dengan angkuhnya. Ia melakukan hal itu untuk menyindir gaya Oliver yang sering kali terlihat seperti Ernest. "Kamu tidak akan bisa bersaing dengan Paman, Oliver!" cetusnya demi sekedar mengingatkan Oliver. Oliver tersenyum dan menganggukkan
"Eng, Tuan Ernest...""Panggil aku Ernest!" sela Ernest cepat sambil memicingkan matanya pada Rosalia, dan di detik berikutnya ia menggelengkan kepalanya. "Mengapa, Rosalia?""Apa?" tidak mengerti dengan maksud ucapan Ernest, Rosalia menatap Ernest dengan kening berkernyit. "Apa aku ini pria brengsek di matamu?" ucap Ernest lirih. "Hah?! Ma-maaf, aku tidak mengerti.""Tatapan matamu, di restoran tadi tatapan matamu padaku seakan aku ini adalah seorang bajingan." Ernest menghela nafas sesaat lalu tersenyum getir. Di saat yang sama, tatapan matanya perlahan-lahan meredup, ia juga melepaskan Rosalia dari kungkungannya dan bahkan membalikkan tubuhnya untuk membelakangi Rosalia. Ada rasa sakit yang tiba-tiba hadir mengisi relung hatinya tatkala ia mengingat bagaimana Rosalia menatapnya siang ini di resto setelah Rosalia mendengar ucapan dari wanita gila yang datang mengganggu kencannya. Padahal baru kali ini ia benar-benar sangat tertarik pada seorang wanita, namun ia tidak mengerti meng
Ini sudah dua hari sejak terakhir Ernest datang menemui Rosalia di rumah peristirahatan milik Ayah mertuanya. Dan selama dua hari ini, suaminya itu sudah tidak pernah lagi mengganggu dirinya. Tidak menemuinya sama sekali. Membuat Rosalia menjadi bingung dan juga berpikir, apakah Ernest benar-benar telah menyerah padanya. "Ed, aku ingin kembali bekerja!" cetusnya di meja makan, saat ia sarapan pagi bersama Edward. Namun Edward hanya menatapnya dengan wajah seolah kurang yakin kalau ia sudah siap untuk bekerja. "Bagaimana tubuhmu, Rosi? Kau yakin ingin melakukan hal ini?"Rosalia mengangguk tegas, keseriusannya itu juga ia tunjukkan lewat tatapan matanya yang tertuju pada Edward. "Aku bosan, Ed," ungkapnya, mencoba menjelaskan alasan tentang mengapa ia memutuskan untuk pergi bekerja. Sesaat, ia sempat menangkap raut wajah Edward tiba-tiba tampak aneh. Seolah ada sesuatu yang sedang disembunyikan Edward darinya. Tapi apa? "Baik, tapi sebaiknya aku menghubungi Luis terlebih dahulu, b
Di dalam kamarnya, duduk bersandar di atas ranjang, Rosalia terus menunggu seandainya Ernest naik ke lantai dua rumah peristirahatan. Lalu menggedor pintu kamarnya sambil berteriak marah memanggil namanya. Tapi hal itu tidak terjadi sama sekali, terlalu hening, terlalu sepi, membuat ia ingin menangis. Tak lama, suara sedan terdengar di pekarangan rumah. Suara itu seolah bergerak menjauh, pergi menjauhi rumah peristirahatan. "Dia menyerah? Haha ... ternyata hanya begitu." Rosalia tertawa lirih, dan di penghujung tawanya, ia justru terisak pelan. Menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang, meringkuk, dan terus terisak di sana hingga ia tertidur. 1 jam kemudian, gagang pintu kamar Rosalia tiba-tiba bergerak turun. Berselang beberapa detik, pintu itu yang ternyata tidak terkunci bahkan didorong perlahan dari luar oleh sesosok tubuh tinggi besar. Sesaat, pria ini melemparkan pandangannya ke arah ranjang. Menatap cukup lama pada Rosalia yang telah tampak pulas, baru kemudian melangkah perlah
Malam hari, usai makan malam. Rosalia terus mengunci dirinya di dalam kamar, duduk termangu di atas ranjang sambil menyembunyikan wajahnya di antara kedua lututnya yang sengaja ia tekuk. Hari ini ia jengkel sekali, sangat jengkel atas semua yang telah Ernest lakukan padanya. Dan ... bagaimana bisa suaminya itu merayunya, menggodanya, menyentuhnya dengan tangan yang pernah menyentuh Barbara sebelumnya, tanpa merasa bersalah pada dirinya? Ernest anggap apa dirinya? 'Itu karena kau juga sengaja membiarkannya melakukan hal itu padamu, Rosi! Kau ... selalu takluk ketika Ernest menyentuhmu. Kau selalu menyerah di bawah kecupannya. Pria itu menyadarinya, Rosalia Heart! Dia mengetahui kelemahanmu!'Rosalia memiringkan kepalanya, mencoba mengacuhkan semua jeritan yang diteriakkan hatinya padanya. Meski ia tahu kalau semua itu memang benar adanya. Yah, ia memang selemah itu di hadapan Ernest. Itu benar, dan ia tidak menampiknya. Ia juga sadar kalau ia tidak bisa melihat sekelilingnya karena h
Perlahan-lahan, Edward membalikkan tubuhnya. Dan ia sontak membeku saat telah berhadapan sempurna dengan Pamannya. Sebab wajah Ernest kini tampak sangat menakutkan. Beberapa saat yang lalu, Ernest hampir berhasil melepaskan satu-satunya kain yang masih melekat di tubuh Rosalia, namun konsentrasinya tiba-tiba terganggu oleh suara bel. Selama beberapa saat ia mencoba untuk mengacuhkannya, tapi naasnya ... suara bel kedua justru membuat Rosalia seketika membuka matanya. Istrinya itu menatap lekat ke arahnya, ia bahkan melihat ada kebencian di wajah Rosalia saat itu. Dan lebih sialnya lagi, suara bel kembali terdengar. Semakin sering, hingga Rosalia yang semula telah terpengaruh oleh sentuhannya, langsung mendorong tubuhnya. Istrinya itu bahkan segera memunguti semua pakaiannya dan bergegas berlari ke kamar mandi. Keributan itu tentu saja membuat Ernest meradang. Karena gara-gara suara bel, gairahnya yang semula telah berada di puncak, akhirnya langsung terjun bebas akibat penolakan Ros
Pukul 11 siang, Edward, Ben, dan juga Elio tampak memasuki lobby hotel. Ketika ketiganya telah memasuki lift, Edward yang sudah menahan kesabarannya sejak turun dari mobil, langsung membuka mulutnya. "Ini terlalu siang!" protesnya pada Ben, "Kau dengar? Rosi pasti sangat kelaparan sekarang," sungutnya. Ben tidak menanggapi celotehan Edward itu, melainkan melirik arloji mewah yang melingkar di pergelangan tangannya. "Sekarang sudah pukul 11? Seharusnya saat ini Tuan sudah terbangun, 'kan? Dan juga sudah berbicara pada Nyonya, 'kan? Apa mereka baik-baik saja?" gumamnya pelan, ada keresahan di dalam nada suara Ben. Begitu pula kala ia melihat lampu lift yang menunjukkan pergantian lantai semakin mendekati lantai tempat di mana kamar Ernest berada. Tepat di saat lift tiba dan pintu lift telah terbuka, dengan wajah ragu ia keluar dari lift. Edward masih berkicau bak burung merpati yang belum diberi makan, namun Ben sengaja menulikan telinganya. Ia bahkan tidak mengerti sejak kapan Edwar
'Jangan!' erang hati Ernest, saat Rosalia tiba-tiba membuka piyama yang ia kenakan. Lalu mengusap tubuhnya yang memanas dengan menggunakan ... apapun itu, kini benda sialan itu sedang menari-nari di atas kulit tubuhnya. Membuat ia sontak menahan nafas ketika benda itu perlahan bergerak turun dan menyusuri perutnya. Menuju ke area ... "Bagaimana ini? Tubuh Ernest semakin panas, apa yang harus kulakukan sekarang? Dan di mana mereka?"Fiuh, Ernest menghela nafas lega. Karena bertepatan ia membuka matanya— di saat yang sama Rosalia tiba-tiba melemparkan pandangannya ke arah pintu kamar. Namun tangan istrinya itu masih mengusap perutnya, bahkan handuk yang Rosalia genggam di tangannya hampir menyentuh ... Ernest melirik benda lembut berwarna putih itu sambil kembali menahan nafas. Sebab, jika benda sialan itu sampai menyentuh miliknya, Rosalia pasti akan segera tahu kalau ia telah terjaga. 'Jangan ke sana! Ukh ....' Ia sontak merapatkan bibirnya kala jari kelingking Rosalia tiba-tiba me
"Sudah 30 menit berlalu, di mana mereka?" Rosalia beranjak dari tepian ranjang, berdiri tegak, lalu melemparkan pandangannya pada pintu kamar. Tanpa menyadari bahwa seseorang telah terjaga dan kini sedang menatap dirinya dengan wajah tak percaya. Pria tampan itu bahkan mengerjapkan matanya, seolah ia sedang bermimpi saat ini. 'Baby? Apa yang terjadi? Mengapa dia ... Dia ada di dalam kamarku?' monolog Ernest dalam hati, tanpa melepaskan pandangannya dari tubuh ramping Rosalia yang sedang membelakangi dirinya. Well, ia sebenarnya sudah bangun sejak merasakan ranjang yang ia tiduri berderit pelan. Saat itu ia menemukan Rosalia tengah mencoba untuk beranjak dari pinggir ranjang. Namun istrinya itu tampak tidak menyadari kalau ia sudah terjaga. Dan sekarang, ia justru sedang berpikir keras tentang apa yang telah terjadi semalam? Mengapa ia sampai tidak tahu kalau Rosalia telah datang ke kamar hotelnya? Dan juga ... dari mana istrinya ini tahu di mana ia menginap? Apakah itu Elio yang tel
Setelah hampir dua jam menunggu Dokter yang Ben katakan akan segera datang, dan sambil mengusap wajah Ernest dengan handuk hangat, Rosalia yang tak sabar akhirnya kembali membuka mulutnya."Di mana Dokternya? Apa kau benar-benar telah menghubunginya, Ben?" sungutnya, seiring ia berpaling pada Asisten suaminya yang justru tidak berani menatap matanya. Aneh, sangat aneh.Keanehan itu juga dirasakan oleh Edward dan Elio. Hanya saja, Elio tidak berani berbicara pada Ben. Selain itu, posisinya hanyalah penjaga rumah. Apa haknya untuk mempertanyakan apa yang telah Ben perbuat, sedangkan pria itu memiliki status yang lebih tinggi darinya?Berbeda dengan Elio, Edward justru segera menarik lengan Ben. Membawa pria itu menjauh dari Rosalia yang terus mengikuti Ben dengan tatapan matanya.Di dekat sofa, Edward langsung melepaskan lengan Ben. Ia bahkan memukul lengan itu seraya berbisik, "Hei, kau ... apa benar kau sudah memanggil Dokter?" gerutunya.Namun Ben, entah apa yang terjadi? Tiba-tiba p
"Apa yang terjadi, Ben?" dengan langkah lebar Rosalia menghampiri Ben yang menyambutnya di lobby hotel. Di belakangnya, Edward dan Elio bergegas mengejar dirinya. "Kita bertemu lagi, Nyonya," sapa Ben seraya menundukkan kepalanya. Usai melakukan hal itu, ia lalu melemparkan pandangannya pada Edward dan Elio. Kemudian mengangguk pada kedua pria itu dan berpaling kembali pada Rosalia. "Maaf, Nyonya. Seharusnya aku tidak menakuti Nyonya seperti ini," cetusnya. "Dan Tuan, mungkin Tuan juga akan marah padaku nanti jika Tuan bangun dan mengetahui apa yang telah kulakukan pada Nyonya. Tapi masalahnya ...." Ben diam sejenak, menurunkan pandangannya juga memasang wajah cemas. Ekspresi Ben itu tentu saja membuat Rosalia menjadi semakin takut. Sementara Edward dan Elio, justru saling bertukar pandang, bertanya-tanya dalam hati apakah telah terjadi sesuatu yang buruk terhadap Ernest? "Ben?!" desak Rosalia, dengan suara sedikit meninggi. Namun setelahnya, ia justru menghela nafas kala menemukan