Sambil mengikuti Ernest ke Parkiran Perusahaan cabang Zurich, Ben terus memperhatikan wajah Bosnya itu yang tampak menggelap. Hal itu terjadi sejak Ernest menerima telpon dari Oliver. Bahkan ketika Bosnya itu masuk kembali ke dalam sedan yang terus menunggunya di Parkiran, Ernest tetap bungkam. Hingga setelah sedan meninggalkan Parkiran Perusahaan cabang, Bosnya itu baru meminta Ben untuk menghubungi Edward. "Katakan pada Edward, bahwa dia harus menjaga Rosi dengan baik. Ikuti ke mana pun Rosi pergi, dan jangan sampai dia kehilangan istriku itu!" titah Ernest. Tidak hanya itu, Ernest juga memerintahkan pada Ben untuk mengumpulkan para Bodyguard Ayahnya yang bekerja di Perusahaan cabang. Hal ini membuat Ben tanpa sadar reflek bertanya. "Apa yang terjadi, Tuan?" lontarnya dengan wajah penasaran. Alih-alih menjawab, Ernest justru berkata. "Lakukan saja semua yang telah kukatakan tadi, nanti akan ku jelaskan padamu setelah kita berada di Hotel." Ujar Ernest, sambil menatap Ben dengan
Dada Ernest berdetak semakin cepat kala ia menyapu tanda terima panggilan, lalu menempatkan ponselnya ke samping telinga kanannya. Melihat tingkah sang Bos yang tampak gelisah, Ben pun mengernyitkan keningnya. Hingga Ernest menyapa seseorang yang telah menghubunginya itu. Di saat itu, ia baru mengerti mengapa sebelumnya sang Bos menatap tegang layar ponselnya. "Baby?"Selama beberapa saat hanya hening dan hembusan nafas pelan yang menyapa indera pendengaran Ernest. Namun setelah berlalu beberapa menit, si penelpon akhirnya berbicara padanya. "Aku memimpikanmu berada di sini."Ernest hanya diam, berharap suara di seberang sana mau lebih banyak berbicara padanya. Oh, Tuhan. Betapa ia merindukan suara itu. Ia rindu suara itu merintih memanggil namanya di saat ia menyatukan tubuhnya pada tubuh sang empunya suara. Yang belakangan ini sedang tidak ingin bertemu dengannya. "Bagaimana kabarmu?"Ernest tergugu, ingin rasanya ia segera menjawab pertanyaan itu. Namun lidahnya tiba-tiba terasa
"Ini masih siang, Tuan Edward." Luis menatap Edward yang datang bersama Rosalia ke ruang kantornya. Sedikit bersyukur bahwa Ernest sudah pergi, karena jika tidak... Keberadaan putra bungsu Majikannya itu pasti akan diketahui oleh Rosalia. Sementara Ernest sendiri tidak ingin hal itu sampai terjadi."Telponlah Kakekku! Katakan pada beliau jika Rosi belum sembuh," usul Edward. Setelah beberapa menit yang lalu ia meminta ijin pada Luis untuk mengantar Rosalia pulang ke rumah peristirahatan milik Kakeknya."Eng." Luis melirik Rosalia, saat ini wajah mungil wanita itu memang tampak sedikit pucat. Jadi, haruskah ia memberikan libur pada Edward dan juga Rosalia selama beberapa hari ke depan? Lagipula, belum lama ini, ia juga baru mendapat kabar dari Ernest bahwa nyawa Rosalia sedang dalam bahaya. "Dua hari, apa itu cukup?" tukas Luis tegas.Mendengar ucapan Luis, Edward langsung menurunkan pandangannya. Melirik ke arah Rosalia yang tengah termangu, entah apa yang sedang dipikirkan oleh wanit
Friesstrasse 8, pukul 2.44 siang. Saat ini dua sedan hitam tiba-tiba berhenti di depan sebuah hotel tua yang tampak bak bangunan pra sejarah. Dari sedan pertama turun Ben, Ernest, dan juga 2 pria berpakaian rapi layaknya Bodyguard yang Ernest miliki di Kota L. Dan dari sedan kedua, 4 pria berpakaian rapi lagi-lagi keluar dari sedan itu. Keempat pria ini segera bergabung dengan dua pria lainnya, mengikuti Ernest dan Ben dari belakang. "Hanya satu nomor ponsel yang sekarang terlacak di bangunan ini, Tuan Ernest." Lapor Ben, sambil memperhatikan ponsel miliknya yang memiliki program pelacak di dalamnya. "Bagaimana dengan pemilik nomor ponsel yang satu lagi? Di mana dia?" lontar Ernest datar, mengikuti Ben memasuki bangunan hotel yang berdiri tegak di hadapannya. "Pria itu..." Sesaat Ben tampak ragu untuk mengatakannya pada Ernest, namun hal itu justru membuat Ernest menjadi penasaran dan menoleh pada Asistennya itu. "Ada apa, Ben?" "Tuan, nomor ponsel lainnya... Saat ini sedang be
"Rosi!" Edward menerobos masuk setelah pintu kamar Rosalia terbuka, diikuti Elio dari belakang. Namun Rosalia tidak tampak di dalam kamar, membuat Edward menjadi semakin merasa cemas. "Rosi!" teriaknya lagi, lalu memalingkan pandangannya ke arah pintu kamar mandi yang sedang tertutup rapat. Di mana ia mendengar suara kucuran air dari dalam sana. Menyadari jika Rosalia kemungkinan sedang berada di dalam kamar mandi, ia segera meminta Elio untuk keluar dari dalam kamar Rosalia. Sementara ia sendiri akan tetap tinggal untuk berjaga-jaga. Setelah kepergian Elio, Edward menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya dalam satu kali hentakan. Baru melangkahkan kakinya ke arah kamar mandi. Ia, mengetuk pintu kamar mandi berkali-kali, sambil terus memanggil nama Rosalia. Dan seperti sebelumnya, wanita itu masih tidak juga menjawab panggilannya. Hingga Edward yang khawatir telah terjadi sesuatu pada Rosalia, memutuskan untuk membuka pintu tersebut. Di dalam kamar mandi, ia menemukan Rosal
"Tuan Edward?"Tiba-tiba pintu kamar diketuk dari luar. Edward yang mendengar hal itu langsung mengalihkan pandangannya dari Rosalia ke arah pintu. Mengernyit menatap pintu dengan wajah bingung.Tak lama, dari luar jendela ... keributan sontak terdengar. Suara-suara itu seakan berasal dari pekarangan rumah peristirahatan. Di tengah keributan, suara tembakan menyusul setelahnya.Menyadari sesuatu yang tak beres sedang terjadi, Edward bergegas ke arah lemari. Mengambilkan pakaian santai untuk Rosalia serta satu set pakaian dalam sport. Wajahnya merona ketika menyentuh pakaian dalam itu, tapi ia dengan cepat mengalihkan perhatiannya. Membawa semua yang telah ia ambil dan memberikannya pada Rosalia yang menatap heran ke arah dirinya."Kenakan pakaianmu! Dan tetaplah berada di dalam kamar," titahnya pada wanita cantik itu. Setelah Rosalia mengambil semua yang ia berikan pada wanita itu."Apa yang terjadi, Ed?""Bukankah tadi aku sudah menjelaskannya padamu kalau Barbara telah membayar sese
"Jika tidak ... mungkin dia benar-benar akan pergi."Ucapan Edward itu terus terngiang-ngiang di telinga Ernest hingga dua jam ke depan. Tepatnya saat ini, ketika ia telah berada di rumah Luis. Duduk bersama pria itu di kursi taman, sambil memperhatikan dua pria yang tengah duduk berlutut di atas rerumputan. Mereka adalah kedua pembunuh yang telah dibayar oleh Barbara untuk menyakiti Rosalia. Dan Ben telah berhasil menangkap salah satunya di saat ia menangkap yang lainnya. "Tuan Ernest, bagaimana Tuan ingin menghukum kedua pria ini?" celetuk Luis. Ernest tidak langsung menanggapinya, melainkan justru meraih segelas whisky yang terdapat di atas meja yang ada di hadapannya. Ia menyesap whisky tersebut terlebih dahulu baru kemudian membuka mulutnya untuk menjawab pertanyaan Luis tadi. "Bagaimana jika kau hubungi saja Ayahku? Lalu mari lihat apa keputusannya," usulnya pada Luis. Luis Gracewell mengangguk patuh, merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah ponsel dari sana. Ia bahkan
"Tuan Ernest, apakah kita kembali ke hotel sekarang?" tanya Ben yang tengah duduk di samping Ernest.Sementara di depan Ernest, seorang Bodyguard yang telah membantunya sore ini, kini kembali Ernest minta untuk pergi bersamanya. Menjadi supir untuknya."Benar, tapi sebelum itu ...." Ernest melirik kaca spion mobil. Memberi isyarat pada Bodyguard yang sedang duduk di hadapannya dan kebetulan sedang memperhatikan dirinya melalui kaca tersebut. "Aku ingin melihat rumah peristirahatan sebelum kembali ke hotel!" titahnya pada Bodyguard itu, yang langsung ditanggapi oleh sang Bodyguard dengan anggukan pelan.Setelah hampir satu jam, kini sedan pun akhirnya tiba di depan rumah peristirahatan milik Tuan Gail tua. Ernest meminta pada Bodyguard yang kini bertugas sebagai supirnya untuk berhenti sebentar. Ia bahkan mendongak ke atas setelah mobil yang membawanya telah berhenti di depan pagar rumah peristirahatan. Melemparkan pandangannya pada jendela kaca yang sore ini ia lihat tertutupi oleh ti