"Tuan Edward?"Tiba-tiba pintu kamar diketuk dari luar. Edward yang mendengar hal itu langsung mengalihkan pandangannya dari Rosalia ke arah pintu. Mengernyit menatap pintu dengan wajah bingung.Tak lama, dari luar jendela ... keributan sontak terdengar. Suara-suara itu seakan berasal dari pekarangan rumah peristirahatan. Di tengah keributan, suara tembakan menyusul setelahnya.Menyadari sesuatu yang tak beres sedang terjadi, Edward bergegas ke arah lemari. Mengambilkan pakaian santai untuk Rosalia serta satu set pakaian dalam sport. Wajahnya merona ketika menyentuh pakaian dalam itu, tapi ia dengan cepat mengalihkan perhatiannya. Membawa semua yang telah ia ambil dan memberikannya pada Rosalia yang menatap heran ke arah dirinya."Kenakan pakaianmu! Dan tetaplah berada di dalam kamar," titahnya pada wanita cantik itu. Setelah Rosalia mengambil semua yang ia berikan pada wanita itu."Apa yang terjadi, Ed?""Bukankah tadi aku sudah menjelaskannya padamu kalau Barbara telah membayar sese
"Jika tidak ... mungkin dia benar-benar akan pergi."Ucapan Edward itu terus terngiang-ngiang di telinga Ernest hingga dua jam ke depan. Tepatnya saat ini, ketika ia telah berada di rumah Luis. Duduk bersama pria itu di kursi taman, sambil memperhatikan dua pria yang tengah duduk berlutut di atas rerumputan. Mereka adalah kedua pembunuh yang telah dibayar oleh Barbara untuk menyakiti Rosalia. Dan Ben telah berhasil menangkap salah satunya di saat ia menangkap yang lainnya. "Tuan Ernest, bagaimana Tuan ingin menghukum kedua pria ini?" celetuk Luis. Ernest tidak langsung menanggapinya, melainkan justru meraih segelas whisky yang terdapat di atas meja yang ada di hadapannya. Ia menyesap whisky tersebut terlebih dahulu baru kemudian membuka mulutnya untuk menjawab pertanyaan Luis tadi. "Bagaimana jika kau hubungi saja Ayahku? Lalu mari lihat apa keputusannya," usulnya pada Luis. Luis Gracewell mengangguk patuh, merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah ponsel dari sana. Ia bahkan
"Tuan Ernest, apakah kita kembali ke hotel sekarang?" tanya Ben yang tengah duduk di samping Ernest.Sementara di depan Ernest, seorang Bodyguard yang telah membantunya sore ini, kini kembali Ernest minta untuk pergi bersamanya. Menjadi supir untuknya."Benar, tapi sebelum itu ...." Ernest melirik kaca spion mobil. Memberi isyarat pada Bodyguard yang sedang duduk di hadapannya dan kebetulan sedang memperhatikan dirinya melalui kaca tersebut. "Aku ingin melihat rumah peristirahatan sebelum kembali ke hotel!" titahnya pada Bodyguard itu, yang langsung ditanggapi oleh sang Bodyguard dengan anggukan pelan.Setelah hampir satu jam, kini sedan pun akhirnya tiba di depan rumah peristirahatan milik Tuan Gail tua. Ernest meminta pada Bodyguard yang kini bertugas sebagai supirnya untuk berhenti sebentar. Ia bahkan mendongak ke atas setelah mobil yang membawanya telah berhenti di depan pagar rumah peristirahatan. Melemparkan pandangannya pada jendela kaca yang sore ini ia lihat tertutupi oleh ti
Waktu hampir menunjukkan pukul 12 malam ketika sedan yang membawa Ernest tiba di salah satu rumah sakit ternama yang ada di Pusat Kota Zurich.Ernest sebenarnya tidak peduli terhadap luka yang dideritanya, tapi dengan wajah muram ia terpaksa turun dari sedan atas paksaan Ben yang bersikeras agar ia mengobati lukanya terlebih dahulu."Bukankah sudah kukatakan ini hanya luka kecil?" protesnya pada Asistennya itu.Dan Ben, dengan kukuh menjawab. "Sudah menjadi tugasku untuk memperhatikan kesehatan anda, Tuan Ernest!"Ernest mendengus menghadapi sikap keras kepala Asistennya itu.Di dalam sebuah ruangan di rumah sakit, setelah memeriksa luka yang Ernest derita, seorang Dokter sang empunya ruangan lalu melanjutkan tugasnya dengan membersihkan serta membalut luka Ernest. Membuat Ben yang melihatnya sontak memikirkan sesuatu.Tak lama, usai Ernest mendapatkan pengobatan yang dibutuhkannya ... diam-diam Ben mendekati Dokter yang telah memeriksa Bosnya itu kemudian berbisik pada Dokter itu.Awa
"Apa yang terjadi, Ben?" dengan langkah lebar Rosalia menghampiri Ben yang menyambutnya di lobby hotel. Di belakangnya, Edward dan Elio bergegas mengejar dirinya. "Kita bertemu lagi, Nyonya," sapa Ben seraya menundukkan kepalanya. Usai melakukan hal itu, ia lalu melemparkan pandangannya pada Edward dan Elio. Kemudian mengangguk pada kedua pria itu dan berpaling kembali pada Rosalia. "Maaf, Nyonya. Seharusnya aku tidak menakuti Nyonya seperti ini," cetusnya. "Dan Tuan, mungkin Tuan juga akan marah padaku nanti jika Tuan bangun dan mengetahui apa yang telah kulakukan pada Nyonya. Tapi masalahnya ...." Ben diam sejenak, menurunkan pandangannya juga memasang wajah cemas. Ekspresi Ben itu tentu saja membuat Rosalia menjadi semakin takut. Sementara Edward dan Elio, justru saling bertukar pandang, bertanya-tanya dalam hati apakah telah terjadi sesuatu yang buruk terhadap Ernest? "Ben?!" desak Rosalia, dengan suara sedikit meninggi. Namun setelahnya, ia justru menghela nafas kala menemukan
Setelah hampir dua jam menunggu Dokter yang Ben katakan akan segera datang, dan sambil mengusap wajah Ernest dengan handuk hangat, Rosalia yang tak sabar akhirnya kembali membuka mulutnya."Di mana Dokternya? Apa kau benar-benar telah menghubunginya, Ben?" sungutnya, seiring ia berpaling pada Asisten suaminya yang justru tidak berani menatap matanya. Aneh, sangat aneh.Keanehan itu juga dirasakan oleh Edward dan Elio. Hanya saja, Elio tidak berani berbicara pada Ben. Selain itu, posisinya hanyalah penjaga rumah. Apa haknya untuk mempertanyakan apa yang telah Ben perbuat, sedangkan pria itu memiliki status yang lebih tinggi darinya?Berbeda dengan Elio, Edward justru segera menarik lengan Ben. Membawa pria itu menjauh dari Rosalia yang terus mengikuti Ben dengan tatapan matanya.Di dekat sofa, Edward langsung melepaskan lengan Ben. Ia bahkan memukul lengan itu seraya berbisik, "Hei, kau ... apa benar kau sudah memanggil Dokter?" gerutunya.Namun Ben, entah apa yang terjadi? Tiba-tiba p
"Sudah 30 menit berlalu, di mana mereka?" Rosalia beranjak dari tepian ranjang, berdiri tegak, lalu melemparkan pandangannya pada pintu kamar. Tanpa menyadari bahwa seseorang telah terjaga dan kini sedang menatap dirinya dengan wajah tak percaya. Pria tampan itu bahkan mengerjapkan matanya, seolah ia sedang bermimpi saat ini. 'Baby? Apa yang terjadi? Mengapa dia ... Dia ada di dalam kamarku?' monolog Ernest dalam hati, tanpa melepaskan pandangannya dari tubuh ramping Rosalia yang sedang membelakangi dirinya. Well, ia sebenarnya sudah bangun sejak merasakan ranjang yang ia tiduri berderit pelan. Saat itu ia menemukan Rosalia tengah mencoba untuk beranjak dari pinggir ranjang. Namun istrinya itu tampak tidak menyadari kalau ia sudah terjaga. Dan sekarang, ia justru sedang berpikir keras tentang apa yang telah terjadi semalam? Mengapa ia sampai tidak tahu kalau Rosalia telah datang ke kamar hotelnya? Dan juga ... dari mana istrinya ini tahu di mana ia menginap? Apakah itu Elio yang tel
'Jangan!' erang hati Ernest, saat Rosalia tiba-tiba membuka piyama yang ia kenakan. Lalu mengusap tubuhnya yang memanas dengan menggunakan ... apapun itu, kini benda sialan itu sedang menari-nari di atas kulit tubuhnya. Membuat ia sontak menahan nafas ketika benda itu perlahan bergerak turun dan menyusuri perutnya. Menuju ke area ... "Bagaimana ini? Tubuh Ernest semakin panas, apa yang harus kulakukan sekarang? Dan di mana mereka?"Fiuh, Ernest menghela nafas lega. Karena bertepatan ia membuka matanya— di saat yang sama Rosalia tiba-tiba melemparkan pandangannya ke arah pintu kamar. Namun tangan istrinya itu masih mengusap perutnya, bahkan handuk yang Rosalia genggam di tangannya hampir menyentuh ... Ernest melirik benda lembut berwarna putih itu sambil kembali menahan nafas. Sebab, jika benda sialan itu sampai menyentuh miliknya, Rosalia pasti akan segera tahu kalau ia telah terjaga. 'Jangan ke sana! Ukh ....' Ia sontak merapatkan bibirnya kala jari kelingking Rosalia tiba-tiba me