"Rosi, siapa dia? Apakah dia Tuan Ernest?" bisik Luna yang telah diseret untuk mengikuti Rosalia sebelum ia sempat meminum pesanannya. Rosalia menggeleng, tanpa sekalipun melepaskan pandangannya dari pria yang saat ini sedang berdiri tak jauh darinya. "Dia bukan Tuan Ernest, dia... Putra kedua Paman Carlisle, Edward Gail!"Pria itu yang sedang dibicarakan oleh Rosalia tersenyum miring ketika ia samar-samar mendengar Rosalia menyebutkan namanya pada Sahabatnya. "Nona Rose, apa itu membuatmu bangga dengan memberitahu orang lain kalau aku merupakan salah satu dari pria yang akan ditunangkan padamu?"Rosalia mendengus dan mendelikkan matanya sembari berpikir apakah otak Edward ini sedikit bermasalah? Dari mana pria ini melihat kalau saat ini wajahnya sedang terlihat bangga? "Tolong minggir!"Mendengar permintaan itu, Edward sontak mengerutkan keningnya. Di saat yang sama, senyum yang semula tampak di bibirnya langsung berganti menjadi garis lurus. "Mengapa? Apakah kamu merasa malu unt
Dari Edward, Ernest yang baru tiba mengalihkan pandangannya pada Rosalia. Ia telah sampai beberapa menit yang lalu, tetapi ketika turun bersama Ben dari sedannya, ia tanpa sengaja melihat Edward sedang menghampiri Rosalia. Hal itu sontak saja membuat ia merasa cemburu. Ia tak tahu sejak kapan rasa ketertarikan kuat terhadap Rosalia mulai bersemu di hatinya, namun yang pasti, ia benar-benar tidak ingin melepaskan Rosalia dari genggamannya. Oke, ia akui, kemarin dan malam kemarin, ia sempat berpikir untuk mengikat Rosalia di sisinya hanya demi membalas perbuatan gadis belia itu yang telah berani menggodanya. Tidak cukup sampai di situ, keesokan harinya, Rosalia yang telah menerima kebaikan hatinya justru menawarkan diri untuk menjalin hubungan dengan salah seorang keponakannya. Sebagai seorang Casanova yang selalu digilai oleh para wanita, Ernest tentu saja tidak bisa menerima bahwa gadis seperti Rosalia bisa semudah itu melupakan sentuhan sensual yang ia berikan pada Rosalia pada mal
"Tung-tunggu dulu, Tuan Ernest!" Rosalia mencoba menjeda percakapan Ernest dengan seseorang yang berada di seberang panggilan yang ia yakini itu adalah Carlisle. "A-aku belum memutuskan untuk memilih siapapun!" tukasnya takut-takut. Bagaimana ia tidak takut? Sekarang saja ia sangat shock ketika mendengar Ernest akan menjadi pilihan satu-satunya sebagai kandidat calon tunangannya. Padahal saat ini ia belum bisa memutuskan apa yang diinginkan oleh hatinya. Sementara Ernest, ia langsung memutuskan panggilan setelah ia mendengar ucapan Rosalia, meski di seberang sana kicauan Saudaranya masih saja terdengar memarahi dirinya. Sesaat setelah melempar ponsel miliknya ke atas dashboard mobil, Ernest lalu memiringkan tubuhnya ke arah Rosalia. Menatap gadis belia itu dengan tajam. Berusaha untuk membaca apa yang ada di dalam benak Rosalia saat ini. "Rosalia Heart, kamu tahu, kan kalau kamu tidak memiliki pilihan lain selain memilihku?!" tanyanya dingin. Rosalia mengangguk canggung. "Jadi ap
Setelah mengantar Rosalia kembali ke Kafe untuk bertemu dengan Luna, Ernest dan Ben kembali ke Gail Group. Di dalam perjalanan, Ben berkata pada Ernest bahwa ia belum lama ini telah dihubungi oleh Oliver tentang perihal kepergian Ernest ke proyek danau buatan. "Tidak hanya Tuan Oliver, Tuan Carlisle juga telah menghubungiku, Tuan Ernest." Terang Ben sambil menatap jalanan yang ada di depannya dengan wajah serius. "Aku tahu," cetus Ernest. Beberapa saat yang lalu, setelah percakapannya dengan Carlisle tentang keinginannya untuk mengeluarkan Oliver dan Edward dari perjodohan dengan keluarga Heart. Ernest yakin jika Saudara lelakinya itu pasti akan menghubungi Ben untuk bertanya tentang mengapa ia berubah. "Apakah Carlisle menanyakan padamu tentang di mana aku?" lontar Ernest datar. "Tidak, Tuan. Karena Tuan Carlisle telah mengetahui di mana anda berada. Tapi... Tuan Carlisle bertanya padaku, apakah aku bersama Tuan?""Dan jawabanmu?""Aku mengatakan iya, Tuan. Untungnya Tuan Oliver me
Geram terhadap apa yang Rosalia lakukan, sang pemilik mobil pun melepaskan cengkeramannya dari kerah supir taksi. Lalu, ia mengayunkan tinjunya ke arah Rosalia. Bakk!! Luna reflek menutup matanya dengan telapak tangannya ketika ia menyaksikan pemilik mobil mengayunkan pukulannya ke arah Rosalia. Meski dulu ia sering melihat Rosalia terlibat perkelahian, namun baru kali ini ia menyaksikan Rosalia menghadapi seorang pria yang bertubuh tinggi besar bak pegulat di dalam siaran televisi yang sering ditonton oleh Ayahnya secara diam-diam. Suasana hening selama beberapa saat, dan ketika Luna mencoba mengintip dari sela-sela jarinya, ia terperangah dengan pemandangan yang ada di hadapannya. Karena kini tak jauh darinya, tepat di hadapan Rosalia, seorang pria berjas rapi sedang menahan pukulan sang pemilik mobil dengan tangannya. Tinggi pria tersebut hampir setinggi sang pemilik mobil, namun tubuhnya lebih ramping. Penampilannya terlihat elegan dengan setelan mahal yang membalut tubuhnya.
Malam hari, seperti permintaan Carlisle... Bersama Ben, Ernest mengunjungi Saudara lelakinya itu di mansion keluarganya. Setibanya di mansion, kedatangannya disambut oleh Carlisle dengan wajah muram. "Duduklah, Ernest!" titah Carlisle, "Ada sesuatu yang harus kamu jelaskan padaku tentang telponmu tadi siang, dan aku pikir itu sebaiknya kita bicarakan secara langsung." Carlisle menghempaskan bokongnya pada sofa tepat di hadapan Ernest, lalu memberi isyarat pada Ben agar meninggalkannya bersama Adiknya itu. Melihat isyarat dari Carlisle, Ben pun mengangguk patuh kemudian berbicara pada Ernest kalau ia akan menunggu Ernest di mobil. "Pergilah, Ben!" tukas Ernest seraya menganggukkan kepalanya. Ben menundukkan kepalanya dengan hormat. Ia tidak hanya melakukannya pada Ernest, tapi juga pada Carlisle. Setelahnya ia pergi meninggalkan ruang tamu mansion. Sepeninggal Ben, tanpa basa-basi lagi Carlisle langsung menginterogasi Ernest tentang permintaannya siang ini yang menginginkan kedua
Dalam perjalanan pulang dari mansion keluarganya, Ernest hanya diam mengingat keputusan terakhir dari Saudara lelakinya tentang siapa yang akan bertunangan dengan Rosalia kelak. 30 menit yang lalu, saat itu ia masih bersikeras pada Carlisle untuk menjadi satu-satunya calon tunangan Rosalia. Namun jawaban Carlisle justru membuatnya termangu. "Begini saja, karena Ayah telah mengetahui kalau salah seorang dari putraku yang akan bertunangan dengan putri dari keluarga Heart, dan agar adil juga untukmu. Bagaimana jika kamu menjadi kandidat ketiga? Dengan catatan, siapapun yang akan dipilih oleh Rose nantinya, maka kamu harus menerimanya!"Ernest meninju sandaran kursi penumpang untuk melampiaskan kekesalannya, karena di hadapan Carlisle ia tidak bisa menunjukkannya. Dan meskipun tampuk Pimpinan Gail Group diberikan Ayahnya kepadanya, Ernest masih menghormati Carlisle sebagai Saudara tertuanya. Jadi, ia akan selalu mematuhi apapun yang Carlisle katakan. "Sial!" dengus Ernest gusar. Mende
Di dalam kamarnya Rosalia termangu menatap pantulan wajahnya yang tampak pada kaca meja rias yang terdapat di dalam kamar setelah ia mengingat semua percakapannya sebelumnya bersama Ernest di pinggir kolam. "Dia akan menjadi salah satu dari calon tunanganku?" Ia menghela nafas berat, merasa lelah dengan masalah demi masalah yang terus datang padanya dan seakan-akan tidak ingin pergi darinya. Sebelumnya, masalahnya dengan Edward saja belum selesai, tetapi kini ia masih harus memikirkan tentang Ernest. Oke, anggap saja permasalahan Ernest adalah yang pertama, terus Edward adalah yang kedua. Dan setelah ini... Apakah ia harus menghadapi masalah lainnya? Padahal, gara-gara Ernest dan Edward, hari ini ia sampai tidak jadi mendaftar di Universitas terbaik yang ada di Kotanya. Hal itu sedikit menyebalkan untuknya. Meskipun pada awalnya ia masih memiliki keraguan untuk melanjutkan pendidikannya, namun ia juga masih belum yakin ingin menerima tawaran Ernest untuk menjadi Sekretaris Ernest d
Ini sudah dua hari sejak terakhir Ernest datang menemui Rosalia di rumah peristirahatan milik Ayah mertuanya. Dan selama dua hari ini, suaminya itu sudah tidak pernah lagi mengganggu dirinya. Tidak menemuinya sama sekali. Membuat Rosalia menjadi bingung dan juga berpikir, apakah Ernest benar-benar telah menyerah padanya. "Ed, aku ingin kembali bekerja!" cetusnya di meja makan, saat ia sarapan pagi bersama Edward. Namun Edward hanya menatapnya dengan wajah seolah kurang yakin kalau ia sudah siap untuk bekerja. "Bagaimana tubuhmu, Rosi? Kau yakin ingin melakukan hal ini?"Rosalia mengangguk tegas, keseriusannya itu juga ia tunjukkan lewat tatapan matanya yang tertuju pada Edward. "Aku bosan, Ed," ungkapnya, mencoba menjelaskan alasan tentang mengapa ia memutuskan untuk pergi bekerja. Sesaat, ia sempat menangkap raut wajah Edward tiba-tiba tampak aneh. Seolah ada sesuatu yang sedang disembunyikan Edward darinya. Tapi apa? "Baik, tapi sebaiknya aku menghubungi Luis terlebih dahulu, b
Di dalam kamarnya, duduk bersandar di atas ranjang, Rosalia terus menunggu seandainya Ernest naik ke lantai dua rumah peristirahatan. Lalu menggedor pintu kamarnya sambil berteriak marah memanggil namanya. Tapi hal itu tidak terjadi sama sekali, terlalu hening, terlalu sepi, membuat ia ingin menangis. Tak lama, suara sedan terdengar di pekarangan rumah. Suara itu seolah bergerak menjauh, pergi menjauhi rumah peristirahatan. "Dia menyerah? Haha ... ternyata hanya begitu." Rosalia tertawa lirih, dan di penghujung tawanya, ia justru terisak pelan. Menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang, meringkuk, dan terus terisak di sana hingga ia tertidur. 1 jam kemudian, gagang pintu kamar Rosalia tiba-tiba bergerak turun. Berselang beberapa detik, pintu itu yang ternyata tidak terkunci bahkan didorong perlahan dari luar oleh sesosok tubuh tinggi besar. Sesaat, pria ini melemparkan pandangannya ke arah ranjang. Menatap cukup lama pada Rosalia yang telah tampak pulas, baru kemudian melangkah perlah
Malam hari, usai makan malam. Rosalia terus mengunci dirinya di dalam kamar, duduk termangu di atas ranjang sambil menyembunyikan wajahnya di antara kedua lututnya yang sengaja ia tekuk. Hari ini ia jengkel sekali, sangat jengkel atas semua yang telah Ernest lakukan padanya. Dan ... bagaimana bisa suaminya itu merayunya, menggodanya, menyentuhnya dengan tangan yang pernah menyentuh Barbara sebelumnya, tanpa merasa bersalah pada dirinya? Ernest anggap apa dirinya? 'Itu karena kau juga sengaja membiarkannya melakukan hal itu padamu, Rosi! Kau ... selalu takluk ketika Ernest menyentuhmu. Kau selalu menyerah di bawah kecupannya. Pria itu menyadarinya, Rosalia Heart! Dia mengetahui kelemahanmu!'Rosalia memiringkan kepalanya, mencoba mengacuhkan semua jeritan yang diteriakkan hatinya padanya. Meski ia tahu kalau semua itu memang benar adanya. Yah, ia memang selemah itu di hadapan Ernest. Itu benar, dan ia tidak menampiknya. Ia juga sadar kalau ia tidak bisa melihat sekelilingnya karena h
Perlahan-lahan, Edward membalikkan tubuhnya. Dan ia sontak membeku saat telah berhadapan sempurna dengan Pamannya. Sebab wajah Ernest kini tampak sangat menakutkan. Beberapa saat yang lalu, Ernest hampir berhasil melepaskan satu-satunya kain yang masih melekat di tubuh Rosalia, namun konsentrasinya tiba-tiba terganggu oleh suara bel. Selama beberapa saat ia mencoba untuk mengacuhkannya, tapi naasnya ... suara bel kedua justru membuat Rosalia seketika membuka matanya. Istrinya itu menatap lekat ke arahnya, ia bahkan melihat ada kebencian di wajah Rosalia saat itu. Dan lebih sialnya lagi, suara bel kembali terdengar. Semakin sering, hingga Rosalia yang semula telah terpengaruh oleh sentuhannya, langsung mendorong tubuhnya. Istrinya itu bahkan segera memunguti semua pakaiannya dan bergegas berlari ke kamar mandi. Keributan itu tentu saja membuat Ernest meradang. Karena gara-gara suara bel, gairahnya yang semula telah berada di puncak, akhirnya langsung terjun bebas akibat penolakan Ros
Pukul 11 siang, Edward, Ben, dan juga Elio tampak memasuki lobby hotel. Ketika ketiganya telah memasuki lift, Edward yang sudah menahan kesabarannya sejak turun dari mobil, langsung membuka mulutnya. "Ini terlalu siang!" protesnya pada Ben, "Kau dengar? Rosi pasti sangat kelaparan sekarang," sungutnya. Ben tidak menanggapi celotehan Edward itu, melainkan melirik arloji mewah yang melingkar di pergelangan tangannya. "Sekarang sudah pukul 11? Seharusnya saat ini Tuan sudah terbangun, 'kan? Dan juga sudah berbicara pada Nyonya, 'kan? Apa mereka baik-baik saja?" gumamnya pelan, ada keresahan di dalam nada suara Ben. Begitu pula kala ia melihat lampu lift yang menunjukkan pergantian lantai semakin mendekati lantai tempat di mana kamar Ernest berada. Tepat di saat lift tiba dan pintu lift telah terbuka, dengan wajah ragu ia keluar dari lift. Edward masih berkicau bak burung merpati yang belum diberi makan, namun Ben sengaja menulikan telinganya. Ia bahkan tidak mengerti sejak kapan Edwar
'Jangan!' erang hati Ernest, saat Rosalia tiba-tiba membuka piyama yang ia kenakan. Lalu mengusap tubuhnya yang memanas dengan menggunakan ... apapun itu, kini benda sialan itu sedang menari-nari di atas kulit tubuhnya. Membuat ia sontak menahan nafas ketika benda itu perlahan bergerak turun dan menyusuri perutnya. Menuju ke area ... "Bagaimana ini? Tubuh Ernest semakin panas, apa yang harus kulakukan sekarang? Dan di mana mereka?"Fiuh, Ernest menghela nafas lega. Karena bertepatan ia membuka matanya— di saat yang sama Rosalia tiba-tiba melemparkan pandangannya ke arah pintu kamar. Namun tangan istrinya itu masih mengusap perutnya, bahkan handuk yang Rosalia genggam di tangannya hampir menyentuh ... Ernest melirik benda lembut berwarna putih itu sambil kembali menahan nafas. Sebab, jika benda sialan itu sampai menyentuh miliknya, Rosalia pasti akan segera tahu kalau ia telah terjaga. 'Jangan ke sana! Ukh ....' Ia sontak merapatkan bibirnya kala jari kelingking Rosalia tiba-tiba me
"Sudah 30 menit berlalu, di mana mereka?" Rosalia beranjak dari tepian ranjang, berdiri tegak, lalu melemparkan pandangannya pada pintu kamar. Tanpa menyadari bahwa seseorang telah terjaga dan kini sedang menatap dirinya dengan wajah tak percaya. Pria tampan itu bahkan mengerjapkan matanya, seolah ia sedang bermimpi saat ini. 'Baby? Apa yang terjadi? Mengapa dia ... Dia ada di dalam kamarku?' monolog Ernest dalam hati, tanpa melepaskan pandangannya dari tubuh ramping Rosalia yang sedang membelakangi dirinya. Well, ia sebenarnya sudah bangun sejak merasakan ranjang yang ia tiduri berderit pelan. Saat itu ia menemukan Rosalia tengah mencoba untuk beranjak dari pinggir ranjang. Namun istrinya itu tampak tidak menyadari kalau ia sudah terjaga. Dan sekarang, ia justru sedang berpikir keras tentang apa yang telah terjadi semalam? Mengapa ia sampai tidak tahu kalau Rosalia telah datang ke kamar hotelnya? Dan juga ... dari mana istrinya ini tahu di mana ia menginap? Apakah itu Elio yang tel
Setelah hampir dua jam menunggu Dokter yang Ben katakan akan segera datang, dan sambil mengusap wajah Ernest dengan handuk hangat, Rosalia yang tak sabar akhirnya kembali membuka mulutnya."Di mana Dokternya? Apa kau benar-benar telah menghubunginya, Ben?" sungutnya, seiring ia berpaling pada Asisten suaminya yang justru tidak berani menatap matanya. Aneh, sangat aneh.Keanehan itu juga dirasakan oleh Edward dan Elio. Hanya saja, Elio tidak berani berbicara pada Ben. Selain itu, posisinya hanyalah penjaga rumah. Apa haknya untuk mempertanyakan apa yang telah Ben perbuat, sedangkan pria itu memiliki status yang lebih tinggi darinya?Berbeda dengan Elio, Edward justru segera menarik lengan Ben. Membawa pria itu menjauh dari Rosalia yang terus mengikuti Ben dengan tatapan matanya.Di dekat sofa, Edward langsung melepaskan lengan Ben. Ia bahkan memukul lengan itu seraya berbisik, "Hei, kau ... apa benar kau sudah memanggil Dokter?" gerutunya.Namun Ben, entah apa yang terjadi? Tiba-tiba p
"Apa yang terjadi, Ben?" dengan langkah lebar Rosalia menghampiri Ben yang menyambutnya di lobby hotel. Di belakangnya, Edward dan Elio bergegas mengejar dirinya. "Kita bertemu lagi, Nyonya," sapa Ben seraya menundukkan kepalanya. Usai melakukan hal itu, ia lalu melemparkan pandangannya pada Edward dan Elio. Kemudian mengangguk pada kedua pria itu dan berpaling kembali pada Rosalia. "Maaf, Nyonya. Seharusnya aku tidak menakuti Nyonya seperti ini," cetusnya. "Dan Tuan, mungkin Tuan juga akan marah padaku nanti jika Tuan bangun dan mengetahui apa yang telah kulakukan pada Nyonya. Tapi masalahnya ...." Ben diam sejenak, menurunkan pandangannya juga memasang wajah cemas. Ekspresi Ben itu tentu saja membuat Rosalia menjadi semakin takut. Sementara Edward dan Elio, justru saling bertukar pandang, bertanya-tanya dalam hati apakah telah terjadi sesuatu yang buruk terhadap Ernest? "Ben?!" desak Rosalia, dengan suara sedikit meninggi. Namun setelahnya, ia justru menghela nafas kala menemukan