“It’s something wrong?” lirih Demian yang seakan tak mengerti dengan ekspresi di tunjukkan oleh ke empat orang yang berada disana. Padahal yang ia tahu katanya tak perlu ada yang di tutupi lagi, kenapa respon ke empat orang yang berada disana terlihat berbeda?Apa ada yang salah? Kenapa respon keempat orang yang berada disana begitu terkejut dan tertegun? Bukankan ini biasa saja, jika mengingat yang telah membuat kekacauan adalah pimpinan dari Klan Collins Brothers yang berjuluk manusia iblis dan Anak Demit?Seharusnya kekacauan kecil seperti ini tak akan ada masalah, bukan? Demian hanya bisa reflek menggaruk kepalanya yang tak terasa gatal.Perlu diketahui setelah Demian menyibak tirai, pemandangan ruangan tempat dirawatnya Sammuel dan Dimitri ternyata sudah berantakan luluh lantak, lubang bekas tembakan bahkan sudah memenuhi hampir seluruh dinding, sedangkan beberapa senjata juga sudah berserakan dimana-mana.Awalnya Demianlah yang berusaha menutupinya, dikarenakan menurut informasi
“Halah modus, ini bukan rayuan, kan? Agar kau terbebas dan agar aku tak menanyakan apapun lagi, kan? Maaf, tuan, itu tak akan berhasil,” bantah Risha sambil menggelengkan kepala pelan seakan tak peduli dan tak mempercayai ucapan Edward. “Aku berbicara jujur, Sweetheart. Katakanlah apa yang hendak kau tanyakan, aku pasti menjawabnya, dengan sejujur-jujurnya, tanpa ada yang di tutupi lagi,” potong Edward sambil berdiri di depan Risha yang sedang mengamati tumpukan pistol di depannya.“Really?”Edward hanya mengangguk pelan menjawab pertanyaan Risha sambil memegang pistol yang di pegang oleh Risha, “Apa kau pernah memegang pistol sebelumnya?” tanya Edward yang memasukkan satu buah magazine yang sudah penuh dengan peluru kedalam pistol yang Risha pegang.Sedangkan Risha hanya menggeleng pelan menjawab pertanyaan Edward, “ini pertama kalinya aku memegang pistol asli, ternyata berat juga ya?” jawab Risha yang masih menimbang pistol yang berada di tangannya. Padahal ini kedua kalinya Risha
Edward membopong tubuh Risha yang sudah bergelung dengan selimut, terlihat dari motifnya rupanya selimut itu ternyata dari Rumah Sakit, bahkan tubuh mungil itu seakan tenggelam dengan selimut tebal yang telah membelitnya.Dengan hati-hati Edward membopong Risha, seakan takut jika nanti kekasihnya ini terbangun dari tidur lelapnya.Uhuk!Suara batuk dari arah ruang keluarga yang terdapat di tengah mansion membuat Edward menoleh ketika akan menaiki tangga, rupanya suara itu berasal dari Dimitri yang sedang minum bersama dengan Sammuel di ruangan tengah yang terdapat tangga besar melingkar, yang biasanya digunakan untuk akses menuju ke lantai ke dua di mansion Edward, walaupun di mansion sudah tersedia lift tapi entah mengapa Edward lebih senang memakai tangga untuk menuju ke lantai dua di mansionnya.Seketika Sammuel menutup mata Dimitri dengan tangannya yang membuat Dimitri terkejut dan langsung meronta serta berontak dari sergapan tiba-tiba Sammuel, Dimitri ingin melihat sesuatu yang
Edward sedang tersenyum lebar kala melihat interaksi ketiga orang dari lantai kedua mansionnya, tadinya Edward ingin sekali bergabung hanya saja Edward urungkan kerena ia lebih memilih mengabadikan momen itu dengan smartphone miliknya. Bahkan beberapa gambar dan video sudah memenuhi galeri handphonenya.“Apa kau tak ingin bergabung dengan mereka?” lirih Dorothea yang ternyata sudah berada di samping Edward dengan melipat tangan di dadanya. Entah, molai kapan ibu dari kedua anak demitnya ini sudah berada di sana.“Ternyata bakat mengintaimu masih belum hilang sepenuhnya, aku saja tak menyadari sejak kapan kau sudah berada di sini,” lirih Edward sambil melirik sekilas Dorothea.“Sejak kau melangkahkan kaki di anak tangga ketiga tapi kemudian kau urungkan,” jawab Dorothea jujur dengan pandangan masih memandang kebawah yang mana sudah ada tiga manusia yang sedang berdebat tak tentu arah.“Apa urusanmu dengan Axelo sudah selesai? Karena aku dapat mencium parfum Axelo yang sangat kuat denga
“Mama...”Suara rengekan dari arah Dimitri sudah menggema kembali seiring dengan langkah kaki Dorothea yang semakin mendekat, bahkan dengan manjanya Dimitri merentangkan kedua tangan kearah Dorothea seolah ingin di peluk.Di sudut lain ada Sammuel dan Demian yang sama-sama memutar bola matanya kala melihat tingkah Dimitri, bahkan Demian sudah menampilkan mimik wajah ingin muntah ketika melihat tingkah Dimitri yang manja ke Dorothea.“Astaga, apa kau masih mau menyalahkan ku, hah? Lihatlah wajah anakmu ketika berada di belakangmu,” pekik Sammuel yang kesal melihat Dimitri sedang mengejeknya karena di pelototi oleh Dorothea.Dorothea menoleh sekilas kearah Dimitri yang langsung memasang muka memelas setelah tadi menjulurkan lidahnya kearah Sammuel.Dorothea melirik kearah meja yang terdapat satu buah pistol yang sangat ia kenal betul siapa pemiliknya, seketika Dorothea memandang kearah Demian setelah melihat pistol diatas meja , seolah sedang memintan jawaban dari pemilik pistol yang te
Benny dan Wilson segera menuju kearah puncak gedung yang berjarak satu blok dengan gedung utama milik perusahaan Edward dan Sammuel, gedung yang disinggahi Wilson dan Benny ini juga merupakan properti milik Edward dan Sammuel dibawah naungan EDSAM Corp.“Bagaimana pendapatmu, Will?” ucap Benny yang melihat kerah Wilson setelah dihadapkan dengan dua mayat dari sniper bayangan milik Klan Collins Brothers yang sudah ada dihadapan Wilson dan Benny dengan kondisi mengenaskan.Wilson sudah memejamkan mata sambil menarik napas dalam-dalam, sedangkan tangannya mengepal begitu erat, seolah sedang menahan amarah yang tak dapat ia lampiaskan. Tempat teratas gedung yang juga terdapat Helipad itu sudah terlihat sangat kacau balau dan begitu mengerikan.Kekacauan yang terjadi merupakan tanda bahwa ditempat itu telah dan pernah terjadi pertarungan sengit oleh beberapa orang, bahkan noda darah sudah ada dimana-mana. Para petugas pencari bukti milik Klan Collins Brothers yang sudah memakai baju APD le
“Lihatlah sekelilingmu? Apa kau menemukan sesuatu yang wajib sniper bayangan punya?” lirih Wilson yang membuat Benny mengedarkan pandangan ke sekitar area, kemudian mata Benny membulat sempurna seolah-oleha dia sudah mengetahui jawaban dari pertanyaan yang Wilson lontarkan.“Jangan-jangan...” Benny membulatkan matanya kala memandang Wilson, “Aku hampir melupakan itu, dimana senjata mereka?” pekik Benny dengan lantang kala teringat bahwa kedua mayat itu adalah sniper tapi kenapa tak ada senjata ataupun tas senjata mereka di tempat kejadian.“Ada poin penting yang seharusnya masih tertinggal disini,” pekik Wilson yang kembali mengedarkan pandangan dan menyusuri tiap sudut tempat di lantai teratas gedung 20 tingkat tersebut.Setelah beberapa waktu mencari dan menelusuri hampir tiap sudut gedung akhirnya mata Wilson membulat kala menukan sesuatu yang memang ia cari sejak tadi, “i got it!” pekik Wilson yang menjepit dengan pinset satu buah benda yang mirip sekali dengan kawat melingkar ber
Dimitri tengah mengamati adiknya yang sedang menata beberapa botol kaca tabung reaksi dan perlengkapan lainnya, Dimitri terus melihat ekspresi Demian yang terlihat sumringah dan bahagia, sedangkan di sudut lain sudah ada Wilson dengan beberapa tumpukan berkas yang sudah menggunung di depannya, Wilson terlihat begitu kacau dan kusut.Entah berapa lama Wilson tak mandi dan membersihkan diri, kerena penampilannya kini mirip sekali seperti orang yang baru bangun tidur, lengkap dengan rambut yang sudah acak-acakan dan jangan lupakan lingkar hitam di kelopak matanya sudah sangat ketara sekali.“Cih, bahagia sekali kamu, Dek? Kita mau melihat TKP bukan untuk tamasya, kenapa barang bawaanmu sudah mirip orang yang mau pindah rumah,” pekik Dimitri yang menghampiri Demian yang sedang sibuk menata perlengkapan dan Dimitri memandang beberapa koper dan tas milik Demian yang sudah berjejer rapi di samping meja. “Mau pindah planet sekalian? Bukankah kita hanya pergi ke gedung di sebelah kantor utama