Dimitri tengah mengamati adiknya yang sedang menata beberapa botol kaca tabung reaksi dan perlengkapan lainnya, Dimitri terus melihat ekspresi Demian yang terlihat sumringah dan bahagia, sedangkan di sudut lain sudah ada Wilson dengan beberapa tumpukan berkas yang sudah menggunung di depannya, Wilson terlihat begitu kacau dan kusut.Entah berapa lama Wilson tak mandi dan membersihkan diri, kerena penampilannya kini mirip sekali seperti orang yang baru bangun tidur, lengkap dengan rambut yang sudah acak-acakan dan jangan lupakan lingkar hitam di kelopak matanya sudah sangat ketara sekali.“Cih, bahagia sekali kamu, Dek? Kita mau melihat TKP bukan untuk tamasya, kenapa barang bawaanmu sudah mirip orang yang mau pindah rumah,” pekik Dimitri yang menghampiri Demian yang sedang sibuk menata perlengkapan dan Dimitri memandang beberapa koper dan tas milik Demian yang sudah berjejer rapi di samping meja. “Mau pindah planet sekalian? Bukankah kita hanya pergi ke gedung di sebelah kantor utama
Sammuel bersandar di kursi kerjanya sambil memejamkan mata, sudah hampir semalaman dia meneliti berkas yang diberikan Wilson sedari siang bahkan hampir seharian tanpa istirahat sama sekali.Bahkan malam harinya Sammuel masih di sodorkan beberapa berkas lagi laporan hasil penelitian oleh Wilson yang lebih akurat ketika kedua anak demitnya selesai menyelidiki TKP.Beberapa hembusan napas kasar terdengar lirih namun berat dari sammuel. Walaupun di Ruangan itu hanya ada Sammuel saja, tetapi entah mengapa rasanya ruangan luas itu serasa sempit sekali, bahkan untuk bernapas Sammuel seorang diri saja masih begitu berat dan sesak terasa.Sammuel mengusap wajahnya kasar seolah tengah berusaha meluapkan emosinya. Di meja kerjanya sudah terpampang Nenerapa tumpukan foto yang sedari tadi membuatnya begitu emosional, ada foto yang menampilkan seorang Ayah dan seorang anak yang tengah memegang medali yang melingkar di lehernya, anak yang berusia sekitar sepuluh tahun itu tersenyum begitu bahagia b
Emily menatap kekasihnya dengan pandangan iba, sebutan manusia kulkas yang Emily sematkan pada Wilson agaknya sekarang sudah berubah menjadi manusia Freezer. Sejak kemarin Wilson terlihat begitu pendiam walaupun biasanya juga dia sedikit bicara, tetapi kali ini ditambah aura yang begitu lain, seperti aura penuh kebencian, kekesalan dan dendam yang menyelimuti begitu kuat.Hanya respon skin ship dari Emily yang dapat ia lakukan, tangan Emily terus menggenggam erat tangan Wilson yang terasa dingin sedangkan sang pemilik hanya diam seribu bahasa.“Are you oke?” lirih Emily yang menoleh kearah Wilson yang sedang bersandar di sandaran jok mobil dengan mata terpejam, sedangkan tangan mereka terus bertaut sejak ketika keluar dari kantor utama EDSAM Corp.Saat ini mobil yang mereka tumpangi sedang menuju kearah kediaman salah satu sniper senior yang menjadi korban pembantaian diatas gedung properti milik EDSAM Corp.“Hmm,” hanya suara deheman lirih yang dapat Wilson ucapkan, entah mengapa ras
“Let’s do it,” lirih Emily sambil menggandeng tangan Wilson ketika sudah berada di depan rumah kayu yang terlihat begitu asri dengan beberapa pohon perdu yang kini hampir habis daunnya karena musim gugur yang sedikit lebih panjang dari tahun kemarin. Emily tersenyum tipis memandang Wilson, berusaha memberi semangat kepada kekasihnya yang terlihat gugup dan sedikit tertekan. Bahkan hembusan napas kasar Wilson merupakan tanda bahwa lelaki tampan yang berdiri disebelahnya ini sedang tidak baik-baik saja. Mereka berdua berjalan menapaki setapak kecil yang sudah di tumbuhi lumut dan rumput kecil. Daun-daun yang gugur bertebangan tertiup angin menambah suasana menjadi semakin begitu dilematis. Emily memencet bel Rumah dan menunggu pemilik rumah membukakan pintu, nampak seorang anak kecil dengan senyum menawan terlihat begitu bahagia membukakan pintu walupun sorot matanya tersirat sedihan, masih terlihat jelas bahwa mata itu masih memerah dan sedikit membengkak seperti anak yang habis men
Wilson dan Emily tengah menunggu kedatangan dua keluarga dari kedua sniper yang menjadi korban penembakan.Bahkan para sejawat, rekan kerja dan beberapa orang yang satu tim dengan kedua sniper itu sudah memenuhi tiap sudut gedung krematorium dengan berpakaian jas berwarna hitam dengan sangat rapi.Bahkan para pengawal dan pasukan bayangan pun tak luput menggunakan pakaian yang sama untuk menghormati dan memberi doa untuk melepas kepergian kedua sniper senior untuk terkahir kalinya.Satu keluarga dari korban sniper sudah menunggu di ruang tunggu, sedangkan Wilson sedang menunggu kedatangan Jordan dan Neneknya yang tengah dalam perjalanan dengan begitu antusias, bahkan Emily sampai heran dibuatnya. Karena sejak kejadian pembantaian baru kali ini Wilson terlihat begitu bersemangat dan bahagia. Senyum Wilson terus mengembang sepanjang waktu, yang membuat Emily semakin kesal dibuatnya.Emily ingat betul senyum Wilson yang senantiasa mengembang sejak pergi dari kediaman Jordan, bahkan hingg
“Apa ada yang belum kau sampaikan padaku, Will?” pekik Sammuel sambil mengamati iPad yang berada di tangannya, Edward yang duduk di samping Sammuel langsung menoleh mamandang Sammuel sambil mengerutkan keningnya kemudian memandang Wilson yang duduk di bangku penumpang yang berada di depan, bersebelahan dengan Benny yang sedang mengemudikan mobil sedan mewah berwarna hitam itu.“Maaf, Tuan. Saya masih belum sempat melaporkan kepada Anda,” jawab lirih Wilson yang menoleh sekilas sambil menundukkan kepala. Wilson seakan paham dan tahu kemana arah dari ucapan Sammuel.“Does he know?”“Maaf, Tuan, Saya rasa begitu,” jawab Wilson yang membuat Edward mengerutkan keningnya semakin dalam, seakan mencoba mencerna dan memahami bahasan obrolan dari Sammuel dan Wilson. Melihat mimik wajah dari Sammuel sepertinya obralan kali ini sudah sangat serius dan sepertinya penting sekali.“How much does he know?”“Everythings, maybe?” jawab singkat Wilson dengan pasti namun sedikit ragu-ragu dengan ucapan y
Sammuel tengah mengamati kedua manusia yang saat ini sedang duduk di depannya, tepatnya di bangku pengemudi sudah ada Benny dan di bangku penumpang depan sudah ada Wilson yang masih sibuk mengutak-atik iPad yang berada di tangannya, entah mengapa perasaannya serasa di pecundangi oleh dua orang yang posisinya adalah kaki tangan kepercayaannya itu. “Mungkin kedepannya aku akan semakin waspada dengan kalian,” pekik Sammuel sambil menyilangkan kaki dan melipat tangannya di dada dengan pandangan masih menatap Wilson dan Benny bergantian dari arah bangku penumpang di belakang Wilson dan Benny. “Aku merasakan seperti sedang di permainkan oleh kalian, apa kalian memang berencana untuk berlaku curang kepadaku? Silahkan saja, tapi tanggung sendiri akibatnya,” ucap tegas Sammuel yang masih mengamati Wilson dan Benny dengan sangat intens disertai tatapan tajam. Wilson dan Benny hanya bisa menelan ludah kasar kala ucapan Sammuel yang bernada ancaman terdengar, pandangan Benny bahkan sempat berad
Sammuel seperti menemukan mainan baru ketika disuguhkan dengan data dari iPad miliknya dan milik Wilson, bahkan ketika kendaraan yang di tumpangi sudah sampai di markas utama pun, pandangan Sammuel masih saja terus fokus kearah layar iPad yang berada di kedua tangannya. Ketika berjalan menuju ke ruang kendali pun, pandangan Sammuel masih terus fokus menatap layar iPad yang berbeda di tangannya. Hingga membuat Dimitri, Demian dan Kiev yang sudah berada di dalam ruang kendali hanya bisa saling tatap dan menggerakkan bahu saja menanggapi bahasa isyarat dari tatapan mereka ketika melihat Sammuel yang datang dengan menunduk menatap iPad yang ia pegang, bahkan tanpa melihat jalan sekalipun Sammuel bisa sangat tahu dan paham letak kursi yang biasa ia duduki tanpa menabrak apapun yang di sisi jalan yang telah ia lalui, sungguh luar biasa bukan? “Kenapa dia?” tanya Dimitri yang berkomunikasi dengan Wilson dengan menggunakan bahasa gerakan bibir saja, tanpa bersuara sama sekali. Wilson hanya
“Apa Nona mencari Tuan Samm?” sapa Emily yang datang ke ruang rawat inap Risha dengan membawa seikat bunga mawar putih yang semerbak wanginya langsung memenuhi ruangan itu. Wajah Risha seketika menjadi sedikit bersemu merah dengan sedikit menunduk seolah sedang menghindari tatapan mata dengan gadis cantik yang menjadi sekertaris pribadi Sammuel itu. Bukan karena takut, tapi Risha tahu betul jika berurusan dengan Emily seakan dirinya tengah dikuliti hidup-hidup. Karena Emily bisa tahu betul apa yang sedang Risha pikirkan dan Risha ucapkan dalam hati. Bahkan hanya lewat tatapan mata saja Emily bisa tahu apa yang sedang ada di dalam benak Risha. “Aku hanya sedang melihat keindahan pantai saja, jangan berpikiran yang tidak-tidak dan jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan,” jawab dusta sekaligus sedikit tergugup dari Risha sambil terus menghindari tatapan mata dari Emily. Dapat Emily tangkap semua tanda vital dan gestur tubuh dari Risha yang menyatakan jika gadis di depannya ini sedan
“Semuanya sudah siap?” pekik Sammuel yang datang ke basecamp Brian dan pasukannya yang sudah terlihat siap siaga dengan pakaian seragam VantaBlack yang lengkap dengan atribut dan senjata sudah di bawa setiap masing-masing personil pasukan yang Brian pimpin. “Semua sudah siap, Tuan. Armada darat, laut, dan udara juga sudah siap menunggu perintah,” jawab Brian yang langsung mendapat anggukan pelan oleh Sammuel. “Baiklah, ayo segera kita selesaikan misi ini. Tetapi, untuk kali ini aku meminta kepada kalian, aku mohon jaga diri kalian baik-baik. Jangan gegabah, ingatlah, nyawa kalian hanya satu tak ada cadangan ataupun gantinya, oleh sebab itu, berhati-hatilah,” ucap Sammuel yang membuat sebagian dan beberapa orang yang menyimak pidato absurb yang singkat dari Sammuel tertawa lirih, Sammuel tahu jika semua yang berada di sana tersenyum hanya saja senyum mereka tak bisa terlihat karena topeng yang mereka kenakan. “Apa aku terlambat?” pekik Kiev yang datang dengan sedikit berlari ke arah
Deru suara tembakan masih saling bersahutan, diiringi dengan beberapa kali terdengar suara ledakan yang terdengar dari kejauhan. “Bagaimana kondisi di sana?” ucap Dimitri sambil memegang earpiece yang terpasang di telinganya. Dimitri masih menyimak suara yang ia dengar dari alat komunikasi yang terhubung dengan beberapa pasukan dan markas pusat dengan di selingi beberapa anggukan kepala serta ke dua matanya masih terus mengawasi dan waspada dengan kondisi di sekitarnya. Demian yang berada di samping Dimitri juga ikut menyimak suara yang sama terdengarnya di alat bantu komunikasi sambil mencocokan dengan iPad yang berada di pangkuannya, rupanya Demian sedang memantau kondisi di sekitar dengan bantuan beberapa drone yang ia terbangkan di beberapa sudut. “Masih ada beberapa musuh dengan persenjataan lengkap di beberapa titik. Melihat dari pola serangan, sepertinya tujuan mereka bukan menyerang pasukan kita, tetapi menurut dugaanku, sepertinya mereka menyasar gudang yang berada di ujung
“Apakah urusanmu sudah selesai, Son?”“Kenapa?” jawab sewot Dimitri yang sedang merakit senjata yang menumpuk dan berada di depannya.“Ibumu sedang mengkhawatirkan kalian. Cepat hubungi dia dan kabari dia, aku sudah lelah di terornya seharian ini, sampai-sampai aku memblokir nomornya hanya untuk pergi ke kamar mandi saja, sungguh menyebalkan sekali,” keluh Sammuel sambil merebahkan tubuhnya di kursi yang berada di samping Demian yang nampak serius sedang menyetel sudut teropong senjata miliknya agar terlihat presisi.Demian menoleh ke arah Dimitri yang masih asik merakit senjatanya tanpa mempedulikan ucapan Sammuel sama sekali, bahkan menoleh sedikitpun tak Dimitri lakukan.“Kenapa lagi dia? Jelek sekali mukanya jika sedang cemberut seperti itu,” sambung Sammuel yang bertanya kepada Demian, yang membuat Demian menoleh ke arah Sammuel yang terlihat mengerutkan keningnya kala memandang Dimitri.“Dia sedang terkena virus malarindu tropi kangen,” jawab spontan Demian tanpa memalingkan muk
“Bagaimana persiapan di Markas, Ben?” ucap Sammuel yang melihat ke arah jalanan yang ternyata sudah mendekati menuju area Markas miliknya. “Semuanya sudah siap, Tuan.” “Baiklah, kita gunakan jalan rahasia di tikungan pertama. Perintahkan pengawas membuka akses ke sana, untuk tamu yang sedari tadi membuntuti kita itu, terserah kalian saja, mau kalian apakan mereka aku tak peduli, hubungi Kiev jika urusannya selesai, aku akan menghubungi Moppie untuk membersihkannya,” jawab Sammuel dengan terus mengawasi pergerakan Klan Hargov yang menyerang bagian timur markas di iPad yang terhubung langsung dengan satelit milik Klan Collins Brothers. “Apa kamu ada acara setelah ini, Ben?” “Sebetulnya saya ingin bergabung dengan Tim Jack, Tuan. Agaknya badan saya sudah terlalu lama tidak berolah raga beberapa waktu ini, ikut andil di Tim Jack mungkin bisa sedikit meregangkan otot-otot saya yang kaku,” sarkas Benny yang sebenarnya ingin ikut dalam misi dari Tim Jack yang sedang menunggu kedatangan tam
Mobil semi truk berwarna biru dongker itu melaju membelah jalanan ibukota. Mobil yang di rancang khusus untuk misi penyamaran itu bahkan sudah sangat detail sekali segala desainnya untuk menyerupai mobil yang biasa digunakan oleh beberapa masyarakat umum dan kalangan luas. Memang terlihat sangat lusuh dan sangat begitu kotor serta banyak sekali titik noda atau beberapa bagian body mobil yang terlihat berkarat seperti tak terawat, namun itu hanya kamuflase saja untuk menyembunyikan kemewahan dan kecanggihan fasilitas yang terdapat di dalam mobil yang memang dirancang khusus untuk keperluan melarikan diri dan menghindar dari musuh. Mobil berbodi besar dan kekar itu bahkan sering kali digunakan Sammuel untuk misi penyamaran beberapa tahun silam, Mobil RAM pick up yang biasa disebut Dodge RAM ini adalah mobil Double Cabin dengan bagian belakang terdapat bak terbuka yang biasa digunakan untuk mengangkut berbagai barang keperluan, seperti layaknya sekarang ini, di belakang mobil sudah terd
“Lebih baik, aku bawa dia ke Markas saja, di sana peralatan dan perlengkapan medisnya lebih mumpuni ketimbang di rawat di sini. Lagian aku juga bisa memantaunya sepanjang hari jika aksesnya nanti tak terkendali jarak dan juga lebih efisien menurutku,” ucap Sammuel yang mengembalikan penlight milik Axelo yang di angguki oleh Axelo dan Dorothea hampir bersamaan. “Terserah padamu, Samm. Keputusan mutlak ada padamu, kita hanya berusaha melakukan yang terbaik dan semaksimal mungkin. Untuk kedepannya memang hanya kamulah yang bisa menjaganya,” jawab Axelo yang membuat Sammuel mengerutkan keningnya, kala mendengar ucapan Axelo yang membuat Sammuel berpikir atas jawaban dari pertanyaan abigu dari Axelo. “Baiklah, aku akan mempersiapkan persiapan untuk perpindahan Risha. Tapi apa ada yang sedang mengganggumu, Samm?” lirih Dorothea yang membuat Sammuel langsung menoleh ke arah Dorothea yang sedang berada di samping Axelo. “Entahlah, aku sedang tak bisa berpikir panjang untuk sekarang ini,” ja
Sammuel terjaga dari tidurnya, mungkin pengaruh efek samping dari obat tidur yang diberikan Dimitri yang membuatnya terlelap begitu nyenyak, entah sudah berapa lama ia terlelap. Terlebih Sammuel merasakan badannya seperti baru saja menemukan sumber tenaga baru kembali.Alarm beserta lampu merah yang terdapat di meja kerjanya sudah menyala dan mengeluarkan bunyi khas yang menandakan jika ada tanda bahaya yang sedang terjadi atau ada sesuatu yang telah menyerang Markasnya.Sammuel beranjak menuju komputer di meja kerjanya yang masih menyala sedangkan laptopnya sudah mati kehabisan daya.Sammuel mengerutkan keningnya, kala melihat jam yang menunjukkan sudah sore hari, sedangkan di ingatannya dia beranjak tidur kala siang hari. Sammuel jadi berpikir, jika tak mungkin jika dirinya istirahat hanya tiga jam saja. Sammuel pernah merasakan bugar seperti ini ketika ia istirahat total selama hampir lima hari lamanya beberapa waktu yang lampau.Sammuel membulatkan mata dan beranjak menuju ke Ruan
“Ayah, Istirahatlah!” lirih Demian menghampiri Sammuel yang sedang bergelut dengan laptop di depannya. Hampir seminggu ini Sammuel tak terlihat beristirahat sejenak, hingga membuat Demian khawatir dengan kesehatan Ayah babtisnya itu. “Sebentar lagi, Son.” Kata-kata itu juga yang selalu Sammuel ucapkan hampir seminggu ini kepada Demian, kala Demian menyuruh Sammuel beristirahat. Beberapa berkas memang sudah menumpuk di meja kerja di kantor yang berada di Markas Pusat, bahkan tiap hari pasti data beberapa tumpuk lagi berkas yang langsung di tangani Sammuel langsung, Sammuel masih belum bisa kembali ke Kantor EDSAM Corp., karena Sammuel merasa masih belum siap mengenang Edward dan menerima kenyataan Edward sudah tiada. Bayangan kenangan Edward masih menghantui Sammuel kala berada di Kantor yang biasanya di gunakan Edward. Maka dari itu, segala urusan kantor di kirim ke Kantor Sammuel yang berada di Markas Pusat, guna memberikan kenyamanan pada Sammuel kala mengerjakan berkas yang di