Bersambung...
Sore ini Gibran sedang asik bercanda dengan adik perempuannya di ruang keluarga. Dengan memakai kaos bercorak army, celana jeans hitam, dan kalung perak dengan gantungan berbentuk salib yang menggantung di lehernya. Saat ini ia juga tengah mempersiapkan diri untuk menemui seorang wanita yang akan menjadi kekasihnya. Ya, lelaki itu akan menyatakan cintanya hari ini. Ia celingukan mencari ponselnya. Setelah mendapati ponselnya ia segera mengetik tombol nomor untuk menelpon seseorang. “Sudah disiapkan semua, Pak?” tanyanya pada seseorang itu. “Oh gitu, terima kasih,” ucapnya lagi dengan tersenyum lebar. Setelah itu Gibran berdiri karena ingin berpamitan dengan Kyra. Adiknya pun mengiyakan. Gibran mengacak rambut Kyra dan segera menuju garasi untuk memanasi mobilnya. Krinngg! Krinngg! Ponsel Gibran berdering, terpampang sebuah nama dari sahabatnya, yaitu Farrel. Akan tetapi, Gibran tidak mengangkat teleponnya karena sedang mengendarai mobil, ia tidak ingin kejadian yang tidak seharu
Malam ini sudah tepat pukul setengah tujuh. Naira juga sudah selesai mempersiapkan dirinya dengan rapi, tapi masih dengan gayanya yang tomboi dan terkesan modis. Ia mengenakan kemeja berwarna abu-abu dengan celana jeans hitam. Kali ini Naira membiarkan rambutnya terurai dan tidak menggulungnya seperti biasa. Krinngg! Krinngg! Ponsel Naira berdering. Ia segera mengecek siapa yang menelponnya. Gadis itu dengan sigap mengangkat ponselnya dengan berkata, “Halo?” “Gue ke rumah lo ya, Ra? Gue bosan ini di rumah terus.” “Ah! Gue pikir siapa tadi yang nelpon gue, ternyata cuma salah sambung,” ucap Naira dengan ngasal. Karena dipikirnya Gibran yang menelponnya tadi. Ternyata hanya Alisya yang sedang gabut ingin pergi ke rumahnya. “Heh! Salah sambung apaan! Jangan ngada-ngada deh, Ra!” protes Alisya yang dituduh salah menelpon. Naira langsung tertawa setelah mendengar Alisya yang kesal. “Jangan! Gue mau ke luar soalnya, Sya,” jelas Naira. “Jangan bilang ke luar sama si cowok gila itu?”
Dirga menunggu kedatangan ajudannya dengan sesekali mengecek pekerjaan yang kebetulan belum juga selesai sejak seharian ini. Padahal sekarang sudah pukul 22.00 WIB. Terlebih lagi dengan adiknya, si Naira belum juga pulang ke rumah. Ke mana kira-kira Naira saat ini? Padahal sekarang sudah malam. Pikiran Dirga mulai berkecamuk dengan hal-hal negatif mendatangi satu demi satu di dalam kepalanya.“Permisi, Pak?” ujar Pak Bimo yang membuat Dirga terkejut.“Bapak tahu di mana Adik saya?” tanya Dirga lalu berdiri.“Mbak Naira sedang di danau, Pak Dirga,” jelas Pak Bimo.Tanpa rasa berterima kasih, Dirga segera bergegas berjalan ke luar ruangan dan mengambil motornya. Ia segera melajukan motornya untuk mencari keberadaan Naira. Kenapa adiknya berdiam di tepi danau? Padahal tadi Naira sedang ke luar dengan Gibran. Dirga mulai pusing memikirkan kejadian yang menurutnya terasa jangkal ini, dengan segera ia menelpon ajudannya untuk
“Naira!”Alisya berlari menghampiri Naira dengan berteriak heboh sehingga suaranya yang melengking terdengar seantreo koridor. Naira yang melihat tindakannya pun menghentikan langkah kakinya lalu melihat perilaku Alisya yang sangat tidak wajar. Padahal sekarang masih pagi dan ia malah berteriak sehingga membuat setiap siswa-siswi refleks menutup telinganya dengan sigap dan rapat. Naira tersenyum simpul melihat Alisya yang ditertawakan.“Sialan! Semerdu itu suara gue, Ra?” tanya Alisya dengan percada dirinya. Namun, ia tidak mendapatkan jawaban malah mendapati Naira yang tertawa terbahak-bahak. “Ah! Lo sama aja kayak mereka,” ujar Alisya dengan kesal. Ia berjalan meninggalkan Naira yang masih tertawa terbahak-bahak.“Iya, Sya! Merdu banget parah, sampai gendang telinga gue goyang,” pungkas Naira.“Tenang, Ra! Anda tidak perlu khawatir tentang itu, kalau nggak ada gendang bisa lo ganti sama ketipung,&rdq
Hari demi hari sudah banyak yang terlewati. Hari ini, sudah dua minggu setelah ujian dilaksanakan. Seluruh siswa bersorak senang setelah berhasil melewatinya. Begitu pula dengan Naira, ia menampakkan senyumnya yang menawan. Berbeda dengan Alisya yang tengah menaiki kursi dengan berteriak sangat heboh. Ada-ada saja sifatnya yang memalukan itu. Naira hanya menggelengkan kepalanya pelan melihat tingkah sahabatnya.Tiba-tiba saja Naira terdiam sehingga senyumnya memudar. Ia menyangga kepalanya dengan pikiran yang berkecamuk. Karena sudah dua minggu ia tidak mendapatkan kabar dari sahabatnya yang lain, yaitu Gibran Alandra. Mungkin saja Gibran sedang sibuk dengan ujiannya atau memang sengaja melupakan Naira dan bermesraan dengan Hanum pacar barunya. “Arrgghh! Ini namanya cemburu, Nai!” Gadis itu bergumam dalam hati dengan mengacak rambutnya gusar.“Ra? Ra? Setelah ini kita ke mall, yuk?” ucap Alisya dengan mata yang berbinar. Naira bukannya
Ponsel Gibran berdering di atas nakas, dengan malas ia meraih ponselnya dan mengecek siapa yang menelpon di saat dirinya sedang santai seperti ini. Terlihat jelas nomor seorang wanita yang kebetulan sedang dibicarakan oleh Gibran dan Farrel. Ia adalah Hanum Aini.“Tuh kan, gue bilang apa? Pasti dia nyariin gue,” kata Gibran pada Farrel dengan tersenyum simpul. Ia segera mengangkat telepon dan berkata, “Halo?”“Temuin aku di caffetaria sekarang juga!” cetus gadis itu dengan singkat lalu mematikan sambungan teleponnya sepihak. Gibran yang bingung segera mengecek kembali ponselnya, ia mengerutkan keningnya bingung, mengapa Hanum tiba-tiba mengajaknya ketemu? Padahal biasanya kalau ia rindu akan segera ke rumahnya untuk menemui.“Kenapa lo tiba-tiba diam?” tanya Farrel setelah mendapati sahabatnya terdiam mematung. Gibran tidak memperdulikan Farrel dan langsung menghabiskan semangkuk serealnya dengan cepat. Ia
Dirga bersantai di ruang keluarga dengan menonton berita di televisi. Padahal bel rumahnya sudah berbunyi untuk yang ketiga kalinya, ia merasa sangat terganggu oleh bel yang terdengar terus menerus tanpa jeda sedikit pun. Ia menutup telinganya dengan bantal dan fokus lagi ke acara berita di televisi. Tetapi, bel rumahnya masih juga mengganggu aktivitasnya malam ini."Bi Inah! Tolong buka pintunya, Bi, ada tamu!" panggil Dirga dengan berteriak. Namun, Dirga tidak mendengar suara sahutan dari Bi Inah sejak Dirga memanggil namanya selma beberapa kali. Padahal biasanya Bi Inah akan segera datang ketika Dirga meminta bantuannya. Ke mana perginya Bi Inah malam-malam seperti ini."Bibi?" panggilnya lagi dengan mengerutkan keningnya."Astaga, berisik ah!" umpatnya yang kesal sembari mengacak rambutnya gusar. Dirga terpaksa berdiri dan meninggalkan aktivitasnya, karena ia juga ingin tahu siapa yang sudah memencet bel dengan cara yang sangat tidak sopan."Udah! Bia
"Woi, Ra! Cepetan bangun!" Alisya mengetuk pintu kamar Naira dengan kasar dan secara berulang. Sengaja Alisya melakukan itu semua karena sahabatnya sangat susah untuk dibangunkan. "Si bego ngapain sih, ah!" cetus Naira yang kesal karena Alisya sangat berisik. Padahal saat ini sekolah mereka libur karena para guru tengah sibuk mempersiapkan ujian praktik untuk besok pagi."Ra! Lo harus bangun dan buka ini pintu!" teriak Alisya lagi."Pergi aja lo! Ganggu gue aja!" teriak Naira dengan menutup telinganya mengunakan guling yang ada di sampingnya. "Eh, cewek tomboi! Gue punya kabar buruk ini buat lo, yakin lo nggak mau tahu?" Alisya mencoba merayunya. Namun, Naira tidak terbangun juga untuk membuka pintunya."Alah! Paling juga gosip yang nggak bermutu!" cetus Naira lagi."Ini tentang Gibran, Naira!"Ceklek!Naira langsung sigap membuka pintunya setelah mendengar nama lelaki yang disayangnya. "Ya elah! Kalau nama Gibran aja langs