Dirga bersantai di ruang keluarga dengan menonton berita di televisi. Padahal bel rumahnya sudah berbunyi untuk yang ketiga kalinya, ia merasa sangat terganggu oleh bel yang terdengar terus menerus tanpa jeda sedikit pun. Ia menutup telinganya dengan bantal dan fokus lagi ke acara berita di televisi. Tetapi, bel rumahnya masih juga mengganggu aktivitasnya malam ini.
"Bi Inah! Tolong buka pintunya, Bi, ada tamu!" panggil Dirga dengan berteriak. Namun, Dirga tidak mendengar suara sahutan dari Bi Inah sejak Dirga memanggil namanya selma beberapa kali. Padahal biasanya Bi Inah akan segera datang ketika Dirga meminta bantuannya. Ke mana perginya Bi Inah malam-malam seperti ini.
"Bibi?" panggilnya lagi dengan mengerutkan keningnya.
"Astaga, berisik ah!" umpatnya yang kesal sembari mengacak rambutnya gusar. Dirga terpaksa berdiri dan meninggalkan aktivitasnya, karena ia juga ingin tahu siapa yang sudah memencet bel dengan cara yang sangat tidak sopan.
"Udah! Bia
Bersambung...
"Woi, Ra! Cepetan bangun!" Alisya mengetuk pintu kamar Naira dengan kasar dan secara berulang. Sengaja Alisya melakukan itu semua karena sahabatnya sangat susah untuk dibangunkan. "Si bego ngapain sih, ah!" cetus Naira yang kesal karena Alisya sangat berisik. Padahal saat ini sekolah mereka libur karena para guru tengah sibuk mempersiapkan ujian praktik untuk besok pagi."Ra! Lo harus bangun dan buka ini pintu!" teriak Alisya lagi."Pergi aja lo! Ganggu gue aja!" teriak Naira dengan menutup telinganya mengunakan guling yang ada di sampingnya. "Eh, cewek tomboi! Gue punya kabar buruk ini buat lo, yakin lo nggak mau tahu?" Alisya mencoba merayunya. Namun, Naira tidak terbangun juga untuk membuka pintunya."Alah! Paling juga gosip yang nggak bermutu!" cetus Naira lagi."Ini tentang Gibran, Naira!"Ceklek!Naira langsung sigap membuka pintunya setelah mendengar nama lelaki yang disayangnya. "Ya elah! Kalau nama Gibran aja langs
Pagi ini Naira sudah terlihat dengan seragam yang dikenakannya secara rapi. Ia menenteng tas sekolah dan tas kecil berbentuk persegi, isinya adalah alat-alat yang akan digunakan untuk praktik nanti. Akan tetapi, botol spesimen-nya masih kosong karena ia lupa belum membeli sperm yang akan digunakan untuk ujian praktik. Ah, kenapa sahabatnya tidak menelponnya semalam? Harapannya hanya pada Alisya pagi ini. Ia mondar-mandir tidak jelas karena merasa sangat cemas."Neng? Ayo sarapan dulu," kata Dirga sembari menyiapkan sarapan."Siap!" jawabnya dengan tersenyum lebar. Naira meraih piring yang di suguhkan oleh kakaknya. Ia meletakkan tasnya sembarangan dan duduk di kursi untuk makan. Sebentar, suara siapa yang berlari itu?"Gue ikutan dong!" Ternyata Alisya yang berlari dengan berteriak menuju meja makan. Kenapa ia tidak makan di rumahnya saja? Kenapa harus di rumahnya Naira? Oh mungkin ia tidak dapat jatah makan dari maminya tercinta, karena mengha
Naira telah sampai pada rumah sakit yang tempatnya berada di kota Jakarta. Ia segera memarkirkan motor dan melepas helmnya. Ia juga menggulung rambutnya ke atas agar terlihat rapi, karena Naira tidak suka ketika rambutnya terurai. Gadis itu berjalan dengan sesekali berlari memasuki rumah sakit."Suster? Saya mau nanya dong?” tanya Naira dengan sopan pada seorang suster yang kebetulan sedang melintas. Suster yang mendengar segera menoleh dan berkata, “Iya, Mbak?“Di sini ada pasien atas nama Gibran Alandra nggak, Sus?”“Oh, pasien yang kakinya patah itu, ya? Ada di ruangan VIP lantai delapan kamar nomor tiga," jelasnya pada Naira. Naira yang mendengarnya pun refleks terkejut, karena baru saja suster itu mengatakan kalau kaki Gibran patah. Ia terdiam sejenak lalu berkata, “M...Makasih, Suster.” Suster itu tersenyum dan pegi meninggalkan Naira yang masih berdiri mematung.Naira segera berlari menyusuri rumah sakit un
Pagi yang cerah dengan suasananya yang sangat sejuk. Ponsel Naira berbunyi di atas nakas berkali-kali sehingga aktivitas tidurnya terganggu. Naira langsung melirik ponselnya sekilas dan meraihnya dengan sesekali memejamkan matanya karena masih mengantuk. Kira-kira siapa seorang yang menelponnya di pagi buta seperti ini? Sangat menganggu acara tidurnya saja, pikir Naira.“Aku pergi dulu ya, Nai? Kamu jangan nangis, nanti jelek tahu!”Itulah isi pesan yang dikirim oleh Gibran Alandra pagi ini. Ya, yang diucapkan Gibran memang ada benarnya. Setelah pulang kemarin Naira menangis di dalam kamar hingga tertidur. Sekuat-kuatnya seseorang pasti akan menangis juga, bukan? Naira segera membelalakkan matanya setelah membaca pesan singkat itu.“Siapa juga yang nangis, bego!” balas Naira dengan berbohong.“Ih! Naira kasar banget sih sama pangeran kodok.” Naira langsung tersenyum geli setelah membaca pesannya, karen
Hai, Naira? Kamu apa kabar di sana?Aku kangen banget pengen bikin kamu kesel lagi.Aku juga pengen cerita banyak sama kamu, Nai.Maafin aku ya. Maaf karena sudah seminggu aku tidak ada kabar. Aku belum bisa pulang ke Indonesia. Oh iya, aku juga udah putus sama Hanum, soalnya dia selingkuhin aku, Nai. Tapi kamu tenang aja, aku nggak apa-apa kok di sini. Surat ini sengaja aku tulis buat kamu.Aku bosan, Nai, aku pengen ke Indonesia. Nanti malam aku mau bilang sama mama biar aku bisa kembali ke sana dan gangguin kamu lagi. Do’ain ya, Nai, semoga aku boleh pulang ke sana.Gimana kamu di sana? Udah punya gebetan? Haha. Kalau udah kamu cerita, ya? Aku siap dengarin semuanya kok. Jangan kelamaan jomblonya, Nai. Nanti kujodohin sama satpam sekolah mau? Haha.Salam rindu,Pangeran kodok yang ganteng seduniaItulah isi sur
Pagi ini para guru mengumumkan adanya kegiatan ekstrakulikuler atau yang biasanya disebut dengan kegiatan di luar sekolah setelah upacara dilaksanakan. Para siswa-siswi juga masih berbaris dengan sangat rapi. Mulai dari kelas sepuluh hingga kelas dua belas. Seorang guru yang tengah berpidato di depan ingin mereka mengikuti kegiatan ekstra yang akan diadakan mulai minggu ini, dengan cara setiap kelas harus memiliki perwakilannya masing-masing. Kegiatan yang baru ditambahkan ini adalah ekstra seni bela diri, basket, dan juga dance.Naira yang kebetulan menguasai seni bela diri pun pasti akan ditunjuk oleh Alisya yang kebetulan adalah ketua kelasnya. Ia tampak menghembuskan napasnya dengan kasar dan berkata, “Udah ketebak, pasti gue.” Dengan mengalihkan pandangannya ke samping.“Ketua kelas di kelas sepuluh silahkan angkat tangannya!” teriak seorang guru yang berpidato tadi. Beliau adalah kepala sekolah.“Saya, Bu!” jawa
Kedua gadis itu sedang menikmati makanannya di kantin sekolah. Akan tetapi, Naira melamun sejak tadi karena perasaannya yang resah karena kepikiran Gibran. Ia rindu akan gangguan yang biasanya dilakukan oleh Gibran. Alisya yang melihat temannya melamun mulai merasa kesal. Ia membuka botol minuman untuk mengambil sedikit air, dengan tersenyum simpul Alisya mulai mencipratkan air yang berada ditangannya sehingga Naira terkejut.“Apaan sih lo! Basah nih baju gue!” jerit Naira dengan penuh emosi.“Makannya jangan ngelamun terus!” cetus Alisya dengan mengibaskan rambut panjangnya. Naira langsung berdiri dari tempat duduknya. Ia ingin ke kamar mandi tanpa berpamitan ke Alisya yang masih sibuk dengan makanannya.Setelah sampai di kamar mandi, Naira mendapati Kevin yang mengikutinya dari arah belakang. Naira bingung, kenapa Kevin malah mengikuti dirinya? Padahal Naira akan menuju ke toilet wanita.Lima menit setelahnya, Naira sudah ke luar
Alisya tampak kebingungan karena tidak ada kabar dari sahabatnya. Apalagi Naira tidak masuk sekolah pagi ini. Ia juga sudah menghubungi kakak lelaki Naira, tapi Dirga tidak segera mengangkat teleponnya. Bahkan Farrel pun berkata kalau Kevin juga tidak masuk sekolah. Ke mana mereka berdua? Alisya mondar-mandir tidak jelas di kantin sekolah. Makanannya diabaikan begitu saja sampai dingin. Farrel menatap Alisya dengan dahi yang mengerut.“Kamu kenapa, Sya?” tanya Farrel. Namun gadis itu belum juga merespon ucapan Farrel. Bisa jadi bahwa Alisya sudah terhanyut ke dalam pikirannya.“Alisya?” panggil Farrel lagi.“Alisya cantik?”Alisya yang mendengar dirinya dipuji pun langsung berhenti mondar-mandir. Ia refleks menoleh ke arah Farrel yang sudah tersenyum lebar. Sangat tampan. Alisya menggaruk tengkuh lehernya dengan tersenyum kecut dan berkata, “I..Iya?”“Nggak kenapa-kenapa kok, kamu yang kenapa mo