Home / Rumah Tangga / 100 Hari Bilang Sayang / Bab 2 - Hello Jakarta!

Share

Bab 2 - Hello Jakarta!

Author: Ekayaki
last update Last Updated: 2022-06-12 18:29:37

Sesosok dua wanita tengah mondar mandir di basement parkiran. Sampai akhirnya, seseorang datang untuk menuju mobil sport warna merah. Salah seorang wanita meminta temannya untuk bersiap-siap dan mengecek baju serta makeup-nya.

Ternyata, dua wanita tadi sengaja menunggu Prabu yang selesai nge-gym. Saat Prabu akan memasuki mobilnya, dua wanita tadi menghadang Prabu. Salah satu wanita berambut warm hazelnut maju dan menutup pintu mobil Prabu. Ia kemudian duduk di kap mobilnya, kemudian membuka cardigan yang menutupi sampai pahanya. Ia sengaja memperlihatkan kemulusan tubuhnya karena ia hanya memakai celana pendek dan tank topnya.

"Hai, tampan. Kamu mau pulang?" goda wanita itu sambil tangannya menyentuh wajah serta tubuh Prabu.

"Namaku Merin, aku sudah lama mengincarmu. Namamu Prabu, kan?" goda lagi wanita itu dengan mendesah.

"Oh iya, how do you know me?" tanya Prabu.

"Well, kita nge-gym ditempat yang sama dan aku mencari tahu siapa kamu. Aku rasa, aku suka kamu. Kamu hot! idaman aku." desah Merin kepada Prabu.

Prabu sudah biasa menghadapi beragam wanita yang mengejarnya. Ia akhirnya mengikuti permainan dari wanita tersebut. Prabu berpura-pura tergoda olehnya, agar wanita itu merasa bisa menaklukkan Prabu. Sampai akhirnya, Merin menjatuhkan ciuman di pipi Prabu dan membisikkan sesuatu.

"Aku bisa memberimu lebih dari ini, kita pulang bersama-sama yuk! Mungkin kita butuh waktu untuk mengenal lebih dalam." goda Merin lagi.

Prabu hanya tertawa smirk. Ia akhirnya menyanggupi. Prabu kemudian meminta Merin menunggunya dan pergi ke belakang mobil mengecek kendaraannya itu. Merin kemudian menengok ke temannya yang sedang memantau di belakang dan memberikan isyarat kalau dia berhasil menaklukkan Prabu. Tak lama, Prabu memanggil Merin.

"Uhmm.. sorry Merin. Kamu bisa ke belakang mobil gak? Aku mau mengeluarkan mobil dulu. Kamu ke belakang saja, biar aku tidak merusak kulit indahmu dengan goresan mobilku. Cantik," kata Prabu sambil menggodanya. Merin pun menuruti perintah Prabu dan berada di belakang knalpot mobilnya.

Prabu segera masuk ke mobil. Ia mulai menyalakan mesinnya dan sampailah tiba saatnya dia memberi pelajaran kepada Merin. Tak lama, dalam posisi mobil netral, ia menekan gas dengan keras sehingga membuat udara pada knalpot keluar dan sesuatu terjadi pada Merin.

"Ah.. ah... ah.. apa ini ah...!" teriak Merin.

Prabu mengerjai Merin dengan menaruh bubuk kopi di dalam knalpotnya. Saat ia di belakang, udara yang keluar dari knalpot saat Prabu menekan pedal gas dengan kencang yang membuat bubuk kopi berterbangan ke Merin.

Ia menengok Merin melalui spion, ia tertawa terbahak-bahak dan segera memacu mobilnya. Merin yang tadinya mulus dan bersih menjadi wanita yang habis dikerjai saat ulang tahun. Teman satunya menghampiri Merin untuk membantunya. Prabu kemudian menghentikan mobil di depan mereka berdua.

"Hey, Merin.. it's you? Haha.. wajahmu kenapa kotor? Dan bau?" tanya Prabu. Merin dan temannya terdiam.

"I'm sorry. Aku gak bisa mengantar kamu pulang, sepertinya mobilku ini tidak mau di tumpangi oleh wanita jorok sepertimu. Aku lebih merasa kasihan jika mobilku dikotori oleh mu. Haha.." sindir Prabu kepada Merin yang sudah berani memegang tubuhnya dan mobil kesayangannya.

Dengan kacamata Gucci hitamnya, Ia melambaikan tangan kepada kedua wanita tersebut dan memacu mobilnya dengan kencang sambil mengacungkan jari tengahnya. Setelah keluar dari parkiran, ia menekan tombol agar atap mobilnya tertutup.

Selama di jalanan ia mengomel di dalam mobil. Ia heran dengan para wanita yang mengejarnya rata-rata matre dan memanfaatkan dirinya. Mereka ingin menumpang gratis di mobil sport-nya serta memajang foto untuk status media sosial dan berlomba-lomba mendapatkan pengakuan "Who is the best!". Ia heran dengan pemikiran perempuan sekarang.

"Shit! ada-ada saja kelakuan cewek sekarang. Bikin gue muak!" Prabu yang meluapkan amarahnya saat menyetir. Tak lama ia terngiang oleh omongan Denias tadi mengenai Ninda.

Ninda merupakan wanita yang pernah singgah di hati Prabu. Hanya dia yang bisa mengubah Prabu yang playboy menjadi jinak di hadapan Ninda. Sikap Ninda yang perhatian dan sangat memperhatikan Prabu, menjadikan Prabu nyaman dan semakin cinta terhadapnya. Namun, suatu hari Ninda berubah menjadi mantan karena suatu kejadian.

Saat itu, Prabu yang habis pulang minum dari Kelab Malam melihat ada mobil yang ia kenali. Mobil itu merupakan pemberiannya kepada Ninda sebagai hadiah ulangtahun Ninda. Ia senang, Ninda mampir ke rumah keluarganya. Saat masuk ke dalam rumah, ia melihat Ninda memeluk erat Bima, kakak tertua Prabu.

"Kak Bima, aku mencintaimu kak! hanya kamu! Aku gak bisa mencintai Prabu. Prabu hanya ku anggap sebagai teman." tegas Ninda kepada Bima.

Bima hanya terdiam dan bingung. Karena tak ada jawaban, Ninda pun akhirnya memberikan ciuman di bibir Bima sebagai bukti ia mencintainya. Sampai akhirnya, ia berhenti karena ada seseorang wanita yang meneriakinya.

"Apa yang kalian lakukan di rumahku!" teriak seorang wanita tua yang keluar dari kamarnya. Ternyata, pemilik rumah itu adalah Nyonya Mira, yang merupakan nenek Prabu dan Bima. Tak lama, Nyonya Mira menengok ke arah Prabu.

"Prabu, kamu mabuk lagi! Kebiasaan kamu!" gertak nenek kepada Prabu.

Bima dan Ninda kaget kemudian menoleh karena Prabu datang. Prabu yang tersulut amarah langsung memukul wajah kakaknya, Bima. Semua orang di rumah itu membantu melerai perkelahian Bima dan Prabu. Akhirnya, Ninda menarik Prabu. Ia meminta maaf karena selama ini ia tidak mencintai Prabu, yang ia cintai selama ini hanyalah Bima. Bima merupakan cinta pertama Ninda, ia meminta mengakhiri hubungannya dengan Prabu. Setelah mendengar kata itu, Prabu sakit hati dan mengusir Ninda pergi dari rumah. Setelah kejadian itu, tidak ada satupun yang berani berbicara. Nyonya Mirna memberitahukan kepada yang terlibat kejadian itu untuk tidak memberi tahu kepada siapapun dan menganganggap kejadiaan saat itu tidak ada. Sampai saat ini, yang mengetahui kejadian itu adalah Nenek Mirna, Bima, Prabu, Pak Entis dan Cing Emon sebagai pembantu di rumah neneknya.

Hal itu menimbulkan efek hubungan Bima dan Prabu semakin renggang. Bahkan, Prabu seperti tidak mengenal kakaknya lagi, begitupun juga kepada Ninda. Ia mulai cuek kepada Ninda. Ninda akhirnya memilih pergi ke Paris untuk mengejar karirnya sebagai model internasional. Kejadian itu, yang akhirnya juga membuat Nyonya Mirna, neneknya sakit-sakitan. Dalam hati, ia tidak ingin berlama-lama berselisih dengan kakaknya. Karena ia tahu, neneknya pasti kepikiran hal tersebut. Namun, ego mengalahkan segalanya.

Lampu jalan menyala warna merah. Prabu menghentikkan mobilnya. Diluar, hujan semakin deras. Ditengah suara hujan dari luar, Prabu bergumam.

"Andai di dunia ini, ada seseorang yang bantu gue dari semua masalah ini. Yang buat nenek bahagia. Lucky me." gumam Prabu sambil menunggu lampu hijau menyala.

Tibalah saatnya, H-1 sebelum berangkat ke Jakarta. Saat di kelas, aku menyampaikan kepada siswaku tercinta untuk selama sebulan mengerjakan tugas yang kuberikan dengan mengerjakan sungguh-sungguh. Serta memfoto jawaban ke e-mail sembari melihat keefektifan materi yang ku berikan. Sepulang sekolah, aku mengucapkan terima kasih kepada Bu Siti dan berpamitan dengan guru dan karyawan di MTs Al Husna.

Keesokannya, Aku diantar oleh ibu dan Eyang di stasiun Weleri. Kami berpamitan dan saling berpelukan. Eyang merasa sedih karena tidak ada yang membelikannya Pisang Goreng lagi. Aku meledeknya karena ia punya masalah dengan kolestrolnya untuk puasa satu bulan dari makan gorengan. Klakson kereta berbunyi yang menandakan untuk penumpang segera memasuki gerbong kereta, dan aku bergegas menuju ke dalam gerbong. Perjalanan selama 8 jam ku tempuh dari Weleri ke Jakarta. Tak lupa selama di kereta, aku mengecek kembali akomodasi dan kelengkapan selama di Jakarta nanti.

Kereta mengakhiri perjalanannya di stasiun Senen. Tas ransel, tas jinjing dan koper aku bawa keluar dari stasiun. Di depan pagar Stasiun Senen, untuk menunggu jemputan ojek online pesananku. Dari arah utara, datanglah seseorang pengendara yang melajukan sepeda motor bebeknya dengan pelan sambil beberapa kali menoleh ke sebelah kiri sampai tepat dia berhenti di hadapanku.

"Dengan Mbak Eka?" tanya pengemudi ojek.

"Anda Pak Sarto?" tanyaku mengenai nama pengemudi tersebut dan dijawab dengan anggukkan. Ternyata ojek pesananku sesuai aplikasi telah datang.

Akhirnya aku mengendarai ojek online itu untuk menuju ke tempat penginapanku, yaitu Kost Tiara. Terpaksa memilih tempat itu karena penginapan tersebut jaraknya lebih dekat dengan Universitas Pandawa, tempat dimana aku akan menjalani pelatihan di sana. Selain itu juga murah. Jadi, tidak repot-repot membuang pengeluaran yang besar.

Selama di perjalanan, Pak Sarto menceritakan tentang kehebatan Universitas Pandawa kepadaku. Universitas tersebut merupakan universitas swasta paling bergengsi di Jakarta. Rata-rata mahasiswa di sana adalah kalangan kelas atas seperti artis, anak-anak pengusaha yang punya pabrik dimana-mana serta anak pejabat. Dan bahkan, lulusannya sukses bekerja di luar negeri. Bekerja sebagai dosen di sana bisa mengkoleksi tiga mobil mewah selama satu tahun.

Tapi, Aku mengelak mengenai cerita Pak Sarto. Menurutku, sebagus apapun Universitas jika orang yang memasukinya tidak memanfaatkan kesempatan yang ada, maka akan sia-sia. Pak Sarto pun menyetujui pendapatku. Karena aku seseorang yang baru pertama kali di Jakarta, ia memberi rekomendasi tempat makanan yang enak, harga kaki lima. Sampai akhirnya perjalanan berakhir di Kost Tiara. Pak Sarto kemudian memberikan kartu namanya dimana ada foto kepalanya yang diedit menjadi besar. Jika butuh bantuan, bisa menghubungi Pak Sarto. Aku menerimanya dan berpamitan kepada Pak Sarto. Dan, tak lupa satu kebiasaanku adalah mengucapkan "Terima Kasih" karena itu sebagai bentuk penghargaan orang telah membantu kita.

Beralih ke Balairung Universitas Pandawa, panitia acara dan para vendor sedang sibuk mempersiapkan acara untuk besok. Disudut lain datanglah tiga pria. Semua mata wanita tertuju pada tiga pria itu. Ternyata mereka adalah "trio PAD" yaitu Prabu, Alvaro dan Denias. Mereka sedang kroscek persiapan acara.

"Nih balairung tiap hari gak pernah sepi, ada aja acaranya. Nanti gue nikahan bakal ngadain di sini ah. Kek-nya keren nih." kehaluan dari Denias.

"Mau nikah gimana, cewek aja belum jelas. Pikirin tuh barisan mantan lo kalau datang trus nambah masalah. Bisa-bisa kampus ini jadi trending topik di berita, ya gak Prab?" tanya Alvaro kepada Prabu.

Karena tidak ada jawaban, Alvaro dan Denias menoleh ke Prabu. Ternyata, dirinya sedang sibuk dengan handphonenya yang tengah bernegosiasi dengan sales motor balap impiannya. Motor balap tersebut terdapat tanda tangan idolanya, Fabio Quartararo.

"Ada cewek baru ya Prab?" tanya Denias sambil merangkul Prabu yang akhirnya ditepis oleh Prabu.

"Diem lo, nih gue lagi deal-dealan nih. Susah banget negonya." keluh Prabu.

Karena tidak ada jawaban dari sales motor itu, akhirnya ia memutuskan pergi ke dealer motor sambil mengajak teman-temannya.

Sesampainya di sana, Prabu bersaing dengan seorang anak SMA berumur 16 tahun yang meminta dibelikan motor tersebut sebagai hadiah ulang tahunnya. Peperangan tawar-menawar harga pun dimulai dihadapan sales tersebut. Sempat hampir kalah, ia akhirnya mengeluarkan jurus kegantengannya dan rayuan mautnya untuk memikat sales wanita tersebut. Tangan sales itu dipegang dan gombalan-gombalan ia keluarkan membuat sales tersebut terpesona. Dan akhirnya, pemenangnya adalah Prabu. Kedua temannya pun geleng-geleng melihat kelakuan Prabu demi mendapatkan motor impiannya yang kemudian ia bawa pulang ke apartemennya, sambil merasakan kemenangannya mendapatkan motor balap impiannya yang sekaligus terdapat tanda tangan eksklusif dari Fabio Quartararo. Ia selalu mengelus-elus motor tersebut layaknya kekasih. Sampai-sampai orang terheran-heran. Ganteng sih, tapi pacaran sama motor?

Related chapters

  • 100 Hari Bilang Sayang   Bab 3 - Unconditional First Meeting

    Hari pembukaan telah dimulai. Yup, bertepatan dengan hari Sabtu di bulan Oktober akhir. Semua peserta yang terdiri dari guru se-Indonesia mulai memasuki kawasan kampus tersebut, termasuk Aku. Beberapa mahasiswa menyambut dan membagikan sebuah road map untuk membantu peserta pelatihan menyusuri kampus. Di satu sisi, para panitia mulai sibuk bersiap-siap, antara lain Alvaro dan Denias. Mereka berdua tengah kebingungan mencari keberadaan Prabu yang belum nongol di Balairung Hastinapura."Varo, nih anak satu dimana sih? Jam segini belum nyampe! Awas lo kalau telat Prab!" keluh Denias kepada Alvaro yang kesal dengan Prabu yang belum datang saat acara genting."Paling nih anak kebanyakan pacaran sama motornya nih." keluh Alvaro.Padahal, sebenarnya Prabu tengah mengendarai motornya terjebak macet karena ada pohon tumbang di jalan yang sering ia lewati. Akhirnya, ia memutuskan untuk putar arah dan mencari jalan alternatif lain karena terburu-buru. Dan setelah beberapa waktu, akhirnya Prabu da

    Last Updated : 2022-06-12
  • 100 Hari Bilang Sayang   Bab 4 - Menjadi Bestie

    Enam bulan yang lalu, melalui grup chat kantor. Kepala Sekolahku yaitu Bu Siti mengirimkan sebuah poster mengenai lomba membuat desain modul yang kreatif dan komunikatif. Jika desainnya bagus dan 3 peserta mendapatkan nilai tertinggi, maka akan mendapatkan hadiah berupa uang tunai sebesar tiga juta sampai sepuluh juta Rupiah dan juga mendapatkan kesempatan untuk terlibat langsung dalam proyek nasional Kementerian Pendidikan yaitu membuat Modul Nasional. Proyek tersebut dikhususkan untuk membuat modul pembelajaran yang akan digunakan secara merata di seluruh Indonesia. Maka, peserta lomba tersebut terdiri dari guru-guru se-Indonesia. Jadi, setiap tingkatan jenjang sekolah dasar sampai menengah atas dan per mata pelajarannya, hanya 102 peserta yang bisa lolos untuk bisa masuk ke proyek ini. Jika di total akan ada dua ribu orang yang terlibat dalam proyek ini. Fasilitas yang didapatkan adalah pelatihan gratis, jalan-jalan gratis serta sertifikat untuk bisa menambah jenjang karir karena di

    Last Updated : 2022-06-12
  • 100 Hari Bilang Sayang   Bab 5 - Kali Kedua

    Semua peserta berhamburan di kampus Pandawa. Mereka memanfaatkan momen untuk berfoto bersama, ada yang selfie bahkan bersantai sambil menikmati pemandangan di kampus tersebut. Tak terasa, jam menunjukkan pukul 13.00 WIB. Semua handphone peserta berbunyi secara sahut menyaut yang menandakan bahwa mereka harus memasuki nomor ruangan yang di instruksikan. Mereka pun akhirnya satu per satu berpisah. Termasuk Ulma dan Aku. Tapi, kami hanya bersebelahan kelas saja."Eka, aku di gedung Sadewa lantai 3F. Kamu dapat dimana?" tanya Ulma."Aku dapat di gedung Sadewa lantai 3E." jawabku.Kami berdua kegirangan karena mereka bisa bersama walau hanya berpisah beberapa jam di ruang terpisah. Ulma sempat menyayangkan tidak bisa satu kelas denganku karena tidak bisa ngobrol lebih lama. Aku menenangkan Ulma agar menerima keputusaan yang sudah ditetapkan.Sesampainya di gedung Sadewa lantai 3, kami berdua berpisah. Ulma masuk ke kelas F, dan Aku memasuki kelas E yang dimana terdapat 4 barisan meja panjan

    Last Updated : 2022-06-12
  • 100 Hari Bilang Sayang   Bab 6 - Hawai Bar

    Jam dinding Hawai Bar menunjukkan waktu delapan malam. Prabu tiba di sana lebih dulu. Sekitar sepuluh menit ia duduk, lantas segera menghubungi temannya kembali menanyakan keberadaan mereka. Tak lama menunggu sekitar tujuh menit, Alvaro dan Denias turun dari taxi. Mereka berdua memasuki Bar tersebut dan Prabu yang melihat segera melambaikan tangan kepada dua sahabatnya itu untuk memberikan tanda tempat nongkrongnya. Mereka berdua kemudian menuju ke tempat Prabu duduk. “Lo berdua lagi balas dendam sama gue ya!” sindir Prabu kepada kedua sahabatnya yang telat datang. Sama halnya saat Prabu telat datang di perhelatan tadi pagi. “Makanya, lain kali jangan mulai dulu. Tumbenan lo kalau urusan alkohol nomor satu lo!” jawab Denias yang balik menyindir. Alvaro melerai perdebatan kecil mereka dan meminta Prabu segera menyiapkan pesanan. “Hei, you two! kalian ini dosen tapi sekali ribut kaya anak SD. Oke Prab, sebelum kita mendengar permintaan maaf dari lo, beernya siapkan dahulu dong.” pint

    Last Updated : 2022-06-21
  • 100 Hari Bilang Sayang   Bab 7 - Pelatihan Perdana

    Weekend terakhir sudah terlewati, hari pelatihan pertama pun tiba. Semua rombongan yang saat hari sabtu kemarin kembali menapaki halaman Universitas Pandawa, bedanya mereka tidak ke Balairung lagi. Jika dilihat, nampak sekilas seperti anak kampus yang berangkat kuliah di gedung. Jam menunjukkan pukul tujuh pagi, beberapa orang mulai memasuki ruangan masing-masing termasuk Aku. Di dalam gedung Sadewa ruangan 3E, Aku berdo’a agar selama pelatihan nanti berjalan lancar, tidak terjadi masalah dan tidak membuat kesalahan kepada Pak Prabu. Tak lama, tim desain yang satu kelompok denganku datang. Kami akhirnya berkenalan. Pertama, yang menjadi ketua kelompok tiga bernama Pak Emil dari Bandung, berikutnya yang umurnya tak jauh dari Pak Emil adalah Bu Zeva yang berasal dari Palangkaraya, dan yang terakhir ia guru yang paling muda di kelompok bernama Bu Nafis yang berasal dari Makasar. Mereka pun sempat berbincang dan bercanda, walau di lubuk hatiku di hantui rasa was-was akan pelatihan hari pe

    Last Updated : 2022-06-22
  • 100 Hari Bilang Sayang   Bab 8 - Serangan Pertama

    Setelah introspeksi tiga kesalahannya di waktu lalu, ditambah masih ada 25 hari aku masih bertempur di kampus tersebut dan tahu bahwa perjalanan ini bakal lebih berat. Dengan mengucapkan basmalah, aku merapikan jilbab, kemudian melangkahkan kaki keluar dari pagar kos untuk siap mengahadapi sisa waktu di Universitas Pandawa. Pelatihan hari keempat dimulai. Seperti biasa, kampus penuh dengan para peserta pelatihan proyek. Ulma yang berada di parkiran motor menungguku di atas joknya. Tak lama ada suara memanggilnya dari kejauhan. “Ulma!” teriakku. Ulma berbalik dan menghampiri. “Eka, are you ready today?” tanya Ulma yang penuh semangat, karena temannya itu sedang berusaha bangkit agar tidak insecure lagi. Hal itu ku jawab dengan teriakan “iya” secara lantang sembari mengepalkan kedua tangan. Akhirnya, kami berdua menuju ke lantai 3 gedung Sadewa, tempat pelatihan kami. Kebersamaan tersebut akhirnya berhenti saat di ruangan 3E, dimana tempat tersebut merupakan ruangan pelatihanku. Kami

    Last Updated : 2022-06-26
  • 100 Hari Bilang Sayang   Bab 9 - Kembalinya Bima

    Akhirnya, tugas sesungguhnya datang. Tugas tersebut adalah membuat desain modul berdasarkan bab yang sudah ditentukan bersama kelompoknya. Kelompok 3 yang terdiri dari aku, Pak Emil, Bu Zeva dan Nafis mendapatkan materi "lingkaran". Kami berempat membuat grup chat lagi untuk pembahasan lebih mendetail. Sampai tak terasa, pelatihan hari itu berakhir pada jam dua sore. Kami semua diminta mengumpulkan hasil desain modulnya pada hari senin depan. Artinya, masih ada waktu tiga hari untuk mengerjakannya. Selama tiga hari, Aku dan kelompokku berkutat mendesain modul. Aku dan Pak Emil bagian desain. Sedangkan Nafis dan Bu Zeva bagian tipografi atau penulisannya. Sampailah tiba hari senin, kami semua berkumpul lagi di kelas. Di dalam sana, kami tengah sibuk mengecek persiapan yang akan ditampilkan saat presentasi nanti. Tak selang beberapa lama Prabu, Pak Nofal dan Nadeo memasuki ruangan. Semua tampak biasa saja di awal, terkecuali Prabu hari ini. Entah kenapa raut mukanya lebih seram dibandin

    Last Updated : 2022-06-28
  • 100 Hari Bilang Sayang   Bab 10 - Comeback

    Esok harinya, pelatihan berjalan seperti biasa. Yang membedakan hanyalah Prabu yang absen dua hari karena mendapatkan sanksi dari kampus. Sehingga, yang mengisi materi hanyalah Pak Nofal saja. Sebelum pelatihan berakhir, Pak Nofal memberi tahu kepada peserta di ruangan 3E mengenai kehadiran Prabu yang direncanakan besok sudah bisa kembali mengajar. Semua peserta di ruangan tersebut langsung berkeluh kesah karena merasa tidak damai. Rasanya seperti akan maju ke medan tempur lagi setelah suasana damai. Salah satu peserta protes dan meminta untuk Pak Nofal saja yang mengajar karena selama absennya Prabu, pelatihan berjalan lancar. Namun, Pak Nofal tidak bisa menolak karena sudah termasuk SOP proyeknya. Update mengenai kehadiran Prabu akan dikabari nanti malam melalui chat grup. Akhirnya Nadeo dan Pak Nofal menutup kegiatan. “Aduh, besok Pak Prabu datang.” keluh Nafis “Harus beli minyak kayu putih lagi nih. Belum apa-apa malah sudah pusing lagi.” Bu Zeva kemudian mengeluarkan minyak puti

    Last Updated : 2022-07-04

Latest chapter

  • 100 Hari Bilang Sayang   Bab 50 - Tak Tahu Diri

    Setelah satu jam berurusan dengan Bank, akhirnya hutang Ibuku lunas ! Tak lama Paman Yanto menghubungiku. Kebetulan ia berada di bank daerahnya. Ia begitu kaget bahwa aku bisa mengembalikan uang seratus juta kepadanya. Tak lama percakapan kami dipotong oleh Eyang yang merebut ponselku. Nada bicaranya mulai berubah kepada anak kesayangannya. Tak lama, panggilan pun ditutup.“Bagaimana Eyang, sudah puas kan?” tanyaku dengan culas.Eyang hanya terdiam, kemudian pertikaian kami dihentikan oleh Kakek. Akhirnya kami pulang bersama.Sesampainya di rumah, aku menyuruh Reza untuk membawa Ibu ke kamarnya karena butuh istirahat. Ia kemudian menuntun Ibu ke kamarnya. Kemudian, kakek menghentikanku dan mengajakku bicara.Di ruang tamu, Kakek dan Eyang duduk berhadapan denganku.“Bagaimana kamu bisa mendapatkan uang sebesar itu ?” Tanya kakek yang begitu tak percaya.Aku terdiam awalnya, tapi Eyang masih saja berpikir negatif tentangku.“Kamu gak mungkin kerja bareng om-om kan? Tahu gak mas, itu te

  • 100 Hari Bilang Sayang   Bab 49 - Pertaruhan

    Aku benar-benar bisa gila. Seumur hidupku baru kali ini aku melihat nominal sembilan digit ini di dalam rekeningku. Paling maksimal saja cuma tujuh digit saja. Tak pernah lebih dari itu. Harus ku apakan semua uang ini. Karena terlalu banyak berpikir, tukang ojek yang aku pesan memintaku untuk segera membayarnya karena ia akan lanjut mengambil orderan. "Baik Pak, maaf sebentar lagi ya," balasku.Ia pun menuruti. Aku mulai menjernihkan pikiranku. Dan segera mengatur anggaran yang harus dikeluarkan. Manakah yang anggaran yang paling urgensi dulu. Setelah aku pertimbangkan."Bayar biaya rumah sakit, setelahnya melunasi hutang Ibuku dahulu. Sip!" Kemudian aku mengambil uang sebesar satu juta untuk keperluan Ibuku selama di Rumah sakit. Setelah itu, membayar segala administrasinya secara kontan."SERRRR .... KLEKK" bunyi ATM yang melakukan transaksi. Uang lembaran seratus ribu keluar dari mulut mesin itu. Setelah ku rasa nominalnya sudah benar, aku kemudian keluar dan membayar tagihan oje

  • 100 Hari Bilang Sayang   Bab 48 - Signed

    Matanya mengeluarkan aura yang sangat tajam. Kali ini ia tidak boleh ada kata GAGAL, agar bisa mempertahankan warisan dari Nyonya Mirna. Kali ini aku terjebak oleh permainannya. Ia sudah mengetahui apa yang menjadi kelemahanku saat ini yaitu Ibuku. "Kalau aku jadi kau, aku tak terima jika hal itu terjadi pada keluargaku. Walau yang menghina adalah kerabat terdekatku. Solusi dariku adalah pisahkan Ibumu dari Eyangmu. Kita lihat apakah ia mampu bertahan dan buat dia semakin jera karena menyesal melakukan tindakan bodoh itu!" desaknya. Tak lama, ia menyodorkan surat yang sudah diberi meterai dan nama terangku. "Don't waste the time! gunakan kesempatan emasmu ini!" ucapnya dengan seringai. Aku mulai melihat sekilas surat kontrak itu. Kemudian menghela napas. "Satu tahun ?" tanyaku. "Kata dokter, usia nenek bertahan satu tahun lagi. Kemungkinan bisa panjang, bisa juga tidak." jelasnya. Satu tahun, aku harus hidup dengannya dengan penuh sandiwara kemudian setelah ditinggal Nyonya Mirn

  • 100 Hari Bilang Sayang   Bab 47 - Kerjasama

    Aku menceritakan apa yang terjadi setelah Reza menanyakan hasilnya. Ibu mendengar, langsung menangis sesenggukan. Dipeluklah ia oleh Reza dan berusaha menenangkan. Baru kali ini aku melihat mata Reza yang berkaca-kaca. Mungkin, sebagai anak laki-lakai berpikir bahwa sudah saatnya dia harus memikul beban keluarga juga. Lalu, bagaimana dengan kuliahnya? Walaupun sudah dibantu dengan biaya Bidikmisi, tapi sama saja belum cukup untuk membantu orangtuanya itu. Hatiku semakin tersayat mengingat sebagai anak pertama dan perempuan. Sempat ada rasa sesal karena tak bisa berbuat banyak. Di satu sisi, aku ingin membantu ekonomi keluarga, tapi pekerjaan sebagi guru honorer tak bisa membantu apa-apa kepada keluargaku.Ibu setelah menjalani perawatan kemudian tertidur pulas. Terlihat wajahnya yang sudah lelah itu. Belum juga pasti kepikiran perkataan nenek tadi. Di lantai, Reza juga tertidur pulas. Tak lama, seorang perawat masuk untuk pengecekan pasien. Setelahnya, ia memanggilku dan meminta untuk

  • 100 Hari Bilang Sayang   Bab 46 - Menunggu

    Keesokan harinya, Ulma bangun dari tidur nyenyaknya. Kebetulan juga ia mau menunaikan salat subuh berjama’ah di mushola penginapan tersebut. Sembari memakai mukena, tak lupa ia mengecek sesuatu. Dengan harapan, ia bisa bertemu dengan Denias. Tak lama, adzan subuh berkumandang. Inilah saatnya Ulma beraksi. Ia keluar dari kamarnya dan tak lupa menguncinya. Setelahnya, ia berjalan menuju ke mushola, sesekali ia memantau sekitar untuk melihat batang hidung dosen idolanya itu. Sesampainya di depan mushola, ia beberapa kali menunggu kehadiran Denias. Tapi, tak kunjung muncul juga. Sampai akhirnya, Tuti yang datang lebih dahulu di masjid, menengok kelakuan Ulma yang tak kunjung masuk masjid. Ia pun meninggalkan sajadahnya dan menghampiri Ulma. “Duh, dari tadi gak nongol-nongol ya. Di dalam juga gak ada, apa dia salat sendiri?” gumam Ulma. Tuti kemudian berada di belakangnya, dan mendengar omongan darinya. Melihat temannya sedang risau, sebuah kaplokan kencang dari Tutut terhempas di punggu

  • 100 Hari Bilang Sayang   Bab 45 - Masalah yang Tak Kunjung Berakhir

    Prabu masih tak percaya mengenai kampus yang memperlakukannya seperti ini. Lantas, Alvaro pun menyanggahnya dengan melihatkan bukti berupa surat keterangan dari kampusnya secara resmi di hadapan Prabu. Terlebih, ia juga sudah mengkonfirmasi dengan sang ketua program studi, Pak Abimana dan dikonfirmasi bahwa benar ia tidak masuk dalam daftar dosen pendamping PKM tahun ini. Prabu mengeluarkan kekecewaannya karena ia tak dianggap, padahal beberapa tahun silam ia meloloskan beberapa tim-nya bahkan hampir semuanya lolos. Denias menenangkannya, dengan alasan mungkin kampus ingin adanya pembaruan. Sehingga, mau tidak mau kampus harus meregulasi semua timnya. Ia juga menambahkan, bahwa dosen pendamping yang tahun lalu yang meloloskan selain Prabu juga tidak diikutkan. Dengan begitu, Prabu merasa setidaknya ia tak sendiri. Ia pun bernapas lega. Sayangnya, berita lebih buruknya adalah besok subuh mereka harus pulang lebih awal karena mereka berdua wajib hadir dalam rapat dengan dosen pendamping

  • 100 Hari Bilang Sayang   Bab 44 - Baper

    Ulma menyodorkan bukti struk pembayaran ke Tuti perihal pemesanan kamar penginapan. Setelah selesai, Tuti menanyakan kondisi Ibuku dan keadaan keluarga, terlebih mereka yang paling tahu tentangkeadaan keluarga dan problema yang ku hadapi. Beberapa kali mereka menjadi tempat curhatanku di kala sedang bermasalah. Betapa pahamnya mereka mengenai kondisiku. Tak lama, namanya naluri cewek pasti ingin bergosip. Tuti menceritakan beberapa tamu yang memesan penginapan, karena rata-rata tempat penginapannya di dominasi oleh kaum pria. Rata-rata pekerjaannya adalah sopir truk, sales dan beberapa yang sedang melakukan perjalanan dinas. Dan salah satunya, ia menceritakan pria yang bekerja sebagai sales yang diakui sebagai gebetannya yang bernama Reno. Itu dikarenakan ia telah mengenal pria tersebut selama 5 tahun. Dan ditambah bahwa Reno merupakan pelanggan setia yang selalu menginap di Hotel Jati Sari. Belum lagi, mereka mulai akrab ketika Reno ketika berkeluh kesah perihal pekerjaannya ketika s

  • 100 Hari Bilang Sayang   Bab 43 - Bertemu Kembali

    Pandangan Prabu terpaku dengan seorang wanita dengan memakai kerudung segiempat berwarna dark grey tengah linglung berjalan sambil menyeruput air minuman kemasan. Tak tahu mengapa, Prabu seperti tak asing dengan melihatnya berjalan.“Kok, aku pernah lihat ya? Tapi dimana?” ragu Prabu.Kemudian, wanita yang ia sorot itu beberapa kali menengok ke arah kanannya karena bunyi klakson mobil yang lewat. Seketika mata Prabu membulat, akhirnya ia bertemu denganku. Saat akan mengejar, petugas keamanan rumah sakit tersebut menutup gerbang yang khusus untuk orang-orang yang menjaga pasien. Karena tak berhasil, ia pun segera berbalik dan menghampiri teman-temannya. Sesampainya di bagian informasi, Ulma menanyakan ruangan Ibuku dirawat.“Halo, selama sore Ibu. Ada yang bisa dibantu?” sapa resepsionis itu.“Permisi mbak. Untuk pasien atas nama Ibu Isti, dirawat di kamar nomor berapa mbak?” tanya Ulma. Resepsionis meminta Ulma dan kawan-kawan menunggu. Secepatnya ia mencari data di komputernya. Setela

  • 100 Hari Bilang Sayang   Bab 42 - Menyerah?

    Pak Bejo akhirnya kepada mereka berempat bahwa saat ini dia butuh tambahan uang untuk membayar pajak mobil dalam kurun waktu terdekat. Sehingga, ia rela melakukan pekerjaan driver online dan offline agar penghasilannya bertambah. Tapi, tak disangka pada aplikasi driver online-nya ia lupa mematikan notifikasinya. Sehingga, ketika Ulma menelpon, ia sempat kaget tapi ia butuh uang juga. Akhirnya, ia mengaku salah dan mempersilahkan mereka berempat masuk secara bersamaan. “Hemm … jadinya kita naik taxi online rasa angkot ya,” sindir Denias yang ditujukan kepada Alvaro. Sontak Alvaro berdecak. Prabu dengan segera meminta Pak Bejo mengantarkan mereka, terlebih mereka menuju ke orang yang sama, yaitu Aku. Ia meminta Ulma duduk di depan sebagai penunjuk jalan ke arah rumahku. Ulma pun menyanggupi. Akhirnya, Pak Bejo pun mengangkut barang-barang mereka dan pergi menuju ke rumahku. *** Sesampainya mereka tiba di kediamanku. Ada kakek yang menemui mereka, dan ia pun sekilas melihat Ulma. Deng

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status