Saat ia berbalik badan sungguh dirinya kaget akan kehadiran Daffin yang berada di sisinya. Matanya langsung terbuka lebar, niat menjauh malah yang ada Daffin semakin mendekatkan.
“Kamu mau ngapain?” tanya Alvira melihat Daffin semakin mendekat.
Dengan refleks Alvira menjauhkan tubuhnya dari Daffin. Namun, Daffin malah semakin mendekatkan tubuhnya hingga berada tepat di depan wajah Alvira. Alvira sudah kembali siaga. Ia memperhatikan dengan intens pergerakkan Daffin takut akan terjadi sesuatu lagi.
“Aku cuma mau ambil ini saja,” ucap Daffin yang mengambil kotoran di kepala Alvira yang menyangkut di rambut hitamnya.
Setelah itu ia menjauhkan kembali tubuhnya, tapi posisinya kini berhadapan dengan sang istri. Saling memandang,”Aku minta maaf ya,” ucapnya lagi.
Alvira langsung menghembuskan nafasnya pelan,” sudah kita sama-sama salah,” sahut Alvira pelan.
“Lupakan aja yang terjadi tadi,
Deg!Jantung Alvira seakan berhenti berdetak, mendengar pertanyaan dari Daffin. Ia tahu pasti yang menelepon dirinya itu adalah Kevin.Karena yang kemarin siang yang menelepon dirinya itu adalah Kevin, sudah pasti itu juga pasti Kevin. Apalagi saat Daffin mengatakan jika nomor yang sama menelepon dirinya berulang kali.“Siapa?” tanya Daffin lagi melihat Alvira yang hanya diam saja.“Aku nggak tahu siapa? Kan nomornya nggak ada di kontak aku,” kilah Alvira, membuat Daffin mengangguk.Perjalanan mereka akhirnya sampai di rumah sakit, Alvira langsung keluar dari mobil Daffin tapi ia tidak lupa untuk mencium tangan suaminya itu. Walaupun pernikahan itu hanya sandiwara tapi ia tetap menghormati Daffin sebagai suaminya. Hanya satu yang ia belum bisa berikan kesuciannya.Daffin menatap Alvira dari dalam mobilnya. Hingga Alvira menghilang battu ia kembali menyalakan mobilnya dan pergi dari pelataran rumah sakit itu.Se
Arka tidak langsung menjawab ia diam saja melihat Maya yang langsung nyelonong duduk di tepi ranjang bersama dengannya padahal di sana tadi ada Raka dan juga Alvira. Perlahan kedua anaknya menjauh dari sana memberikan waktu untuk ayahnya dan Maya berbicara. Alea yang sejak tadi membereskan perlengkapan Arka juga sama, ia hanya diam melihat keduanya berbicara.“Gimana mau kan?” tanya Maya lagi.Arka mengelengkan kepalanya. “Aku akan ikut mereka pulang,” jelas Arka.Arka kekeh akan mengakhiri hubungannya dengan Maya apapun ancaman Maya sekarang tak pedulikan lagi karena ia sudah mengetahui yang benar-benar tulus siapa.“Sudah siap?” tanya Daffin, memecahkan keheningan mereka.“Ayo, sekarang aja,” ajak Arka.“Kalian pulang duluan, aku mau ambil obat ayah dulu,” pinta Raka.“Lah, terus kamu nanti sama siapa?” tanya Alvira.“Biar sama gua aja. Biar gua tun
Raka berjalan menuju pintu depan, dan saat pintu itu terbuka lebar, ia dihadapkan dengan wanita yang tidak ingin dilihatnya.“Ngapain kamu ke sini?” hardik Raka pada Maya.Bukannya menjawab, Maya malah nyelonong masuk tanpa mempedulikan Raka yang teriak memanggilnya.“Maaf saya ikut makan malam di sini karena suami saya di sini?” Ujar Maya yang langsung mengambil tempat duduk di sisi Aris. Tempat di mana tadi diduduki oleh Raka.Semua yang ada di ruangan itu seketika diam, yang tadinya suasana itu begitu hangat kini menjadi kaku dan tidak ada percakapan lagi di antara mereka.“Kok diam? Ayo makan,” ujar Maya lagi tanpa merasa bersalah. Maya langsung saja mengambil nasi beserta lauknya. Raka yang melihatnya sudah mengepalkan tangannya di samaping. Rasa geram sudah merasuki ubun-ubunnya.Tanpa berbicara Raka langsung menarik lengan Maya dan diseretnya hingga keluar rumah.“Auw....”
Tawa Daffin tidak berhenti ia begitu senang menertawakan Alvira yang malu akan ketidak sengajanya menyentuh area sensitif Daffin.“Dia nggak akan menganggu kamu, jika kamu nggak menganggu dia. Apa kamu mau diganggu?” goda Daffin kini semakin maju mendekatkannya pada Alvira.“Jauh....”Alvira berteriak lagi, Daffin tersenyum miring tanpa mempedulikan ucapan Alvira ia tetap melangkah maju. Seringainya itu membuat Alvira semakin takut, kini Alvira semakin memundurkan tubuhnya hingga ia sudah berada di pinggir ranjang jika mundur lagi maka ia akan jatuh.Kini tubuh keduanya sudah saling berhadapan dengan jarak yang begitu dekat. Helaan nafas keduanya terdengar di telinga mereka, Alvira memasang wajah yang panik. Ia takut Daffin akan menyentuhnya malam ini. Karena dirinya belum siap untuk menyerahkan semua untuk Daffin walaupun laki-laki itu kini sudah berhasil mengisi hatinya.“Kamu mau ngapain?” tanya Alvira d
Daffin kini bergegas keluar, ia ingin melihat dengan siapa Alvira janjian makan siang. Tadi sebelum meninggalkan kantor Daffin menghubungi Alvira untuk mengajaknya makan siang tapi Alvira menolaknya dengan alasan ia akan makan siang bersama Vita.Daffin sudah berada di pelataran rumah sakit di mana Alvira bertugas. Karena ia tidak tahu lokasi makan siang Alvira jadi sengaja ia menunggu sepuluh menit lebih dulu sebelum jam istirahat istrinya.Sambil bermain ponsel mata tajam Daffin terus mengawasi daerah luar. “Itu dia?” gumam Daffin saat melihat Alvira keluar dari bangunan tinggi itu.Perlahan Daffin menyalakan mobilnya, saat Alvira menaiki taksi online dan menjauh baru lah Daffin mengikutinya dari belakang.“Memangnya mau bertemu sama siapa dia?” gumam Daffin sendiri di dalam mobil.Mobil yang Alvira tumpang berhenti di depan sebuah kafe. Daffin masih memantau dari dalam mobil, setelah mobil yang digunakan Alvira tadi menja
“Tadi saya sengaja mengikutinya karena saya curiga ia menyimpan sesuatu dan benar saja, dia bertemu dengan mantannya yang berengsek itu sepertinya mereka punya perjanjian dan saya tidak tahu apa itu, karena saya mendengar percakapan mereka samar-samar saja,” adu Daffin.“Nah, bapak justru harus segera mengungkapkan apa yang bapak rasakan jangan sampai ada orang lain yang mendahului bapak. Karena wanita itu tidak ingin menunggu kepastian yang lama.”“Saya berani berkata seperti ini karena itu salah satu pengalaman saya.”Reiki mencoba memberikan pendapatnya, sesuai dengan pengalaman pribadinya. Ia tidak ingin orang terdekatnya merasakan gimana rasa kecewanya dia saat itu.Daffin mengangguk.”Makasih ya.”“Kalau bapak perlu bantuan, bilang saja, saya siap bantu bapak,” lanjut Reiki.Daffin mengangguk lagi.“Kalau gitu saya pernisi dulu ya pak, masih ada kerjaan yang harus
Daffin sudah memikirkannya kapan ia akan mengatakan tentang perasaannya kepada Alvira. Setalah beberapa hari belakangan ini dirinya harus menahan diri untuk tidak emosi melihat Kevin terus ada di rumah sakit saat ia menjemput Alvira.Hari ini ia telah mempersiapkan segala untuk sang istri. Pengacaranya juga sudah ada di kantornya. Saat ini Daffin tengah berjalan menghampiri Alvira yang masih berada di dalam ruangannya.Belum sampai di depan ruangan Alvira, Alvira sudah terlihat jalan menghampiri dirinya.“Sudah?” tanya Daffin.“Iya.”Alvira menjawab dengan wajah bengongnya, tak biasa Daffin menanyakan ini kepadanya.Daffin meninggalkan parkiran, kini ia sudah tak sabar untuk sampai di kantornya untuk membatalkan surat perjanjian pernikahan mereka. Alvira merasa heran tapi ia mengikuti saja ke mana suaminya itu mengajaknya. Karena ini hari terakhir mereka menjadi sepasang suami istri, dan besok semuanya akan berakhir.
Alvira diam sejenak mendengar pertanyaan dari Daffin. Ia bingung harus menjawab apa. Keraguannya itu terlihat jelas di mata indahnya.“Kamu kenapa? Katakan saja, jika kamu memang memilih dia, aku akan mundur dan memutuskan semuanya dengan baik-baik tapi jika kamu memilih pernikahan ini, aku akan menemani kamu untuk berbicara pada Kevin,” ungkap Daffin pelan, tangannya sudah menggenggam tangan Alvira yang berada di pahanya.Dengan keberanian yang sedikit, akhirnya Alvira menceritakan apa yang sebenarnya ia rasakan saat ini.“Sebenarnya aku juga memiliki perasaan yang sama seperti kamu, hanya saja aku tidak berani untuk mengungkapkannya mengingat surat perjanjian itu. Akhirnya aku memilih menerima tawaran Kevin dan ibunya dan mencoba melawan perasaan yang sebenarnya,” ungkap Alvira.Tanpa berbicara Daffin langsung maju dan memeluk tubuh Alvira,” terima kasih,” ucapnya.Alvira yang mendapatkan serangan tiba-tiba dar