Ternyata Daffin sengaja datang lebih awal untuk menjemput Alvira. Ia ingin mengetahui apa yang dilakukan Alvira saat selesai dinasnya. Kini ia menunggu di depan ruang Alvira.
Dari rumah sakit Daffin akan mengajak Alvira untuk membesuk ayah mertuanya, Daffin ingin memenuhi janjinya pada Alvira sebelum usia pernikahan mereka berakhir.
Masih ada tiga puluh menit lagi jam dinas Alesya selesai, sambil bermain ponsel ia duduk sendiri di kursi tunggu itu. Alvira tidak mengetahui jika dirinya sudah dijemput oleh sang suami. Alvira masih berada di ruang UGD membantu pasien yang baru saja masuk.
Saat jam dinasnya berakhir, Alvira segera bergegas pergi ke ruangannya setelah serah terima sift. Namun, langkahnya terhenti. Ia melupakan sesuatu. Ia ingin mengunjungi ruang Kevin lebih dulu, untuk membicarakan sesuatu.
Iapun berbelok mengarah pada pintu lift. Menunggu kotak besi itu terbuka, saat terbuka ia langsung meneka tombol enam di mana ruang rawat Kevin berada. Set
Perlahan Arka membuka matanya dan langsung melihat Maya yang berada di sana. Matanya langsung mengintari isi ruangan itu mencari keberadaan Alea. Arka langsung menghembuskan nafas leganya saat melihat Alea duduk di sofa bersama Alvira dan juga Daffin.“Kamu kenapa sayang?” tanya Maya mendengar Arka menghembuskan nafasnya.“Enggak apa kok,” sahut Arka santai.“Besok kamu pulangkan!”“Aku jemput ya?” ucap Maya lagi.Sedetik kemudian Arka langsung mengalihkan pandangannya mencari keberadaan Alea. Alea yang duduk jauh dari ranjangnya membuat Arka tidak bisa melihatnya hanya melihat bayang-bayang Alea saja.Arka tidak menjawab ia hanya diam.“Aku jemput ya.”Maya kembali berucap, tapi tetap tidak dijawab oleh Arka.” Ayah ikut kami, biar ayah tinggal bersama kami. Kami akan mengurusnya,” sahut Raka yang baru saja datang.Maya langsung mendengus kesal mende
Daffin dan kedua orang tuanya berpisah dengan menggunakan mobil masing-masing. Saat di dalam mobil ponsel Alvira terus berdering, membuat Daffin curiga. Karena Alvira tidak mengangkatnya dan malah mengabaikan ponselnya.“Siapa?” tanya Daffin.“Em, nggak tahu nomor nggak dikenal. Malas angkatnya,” kilah Alvira.“Coba sini aku aja yang jawab,” tawar Alvira.“Enggak usah ah, nggak penting! Lagian kamu kan lagi nyetir,”kilah Alvira.Daffin diam tapi ia memikirkannya. Hingga sampainya di basement apartement keduanya saling diam tidak banyak bicara. Alvira langsung keluar dari mobil dan berjalan masuk meninggalkan Daffin yang masih berada di dalam mobil.“Kenapa dia?” gumam Daffin.Daffin dengan cepat menyusul Alvira yang sudah berada di depan lift. Keduanya menuju unit apartemen. Saat berada di dalam lift, Daffin memperhatikan Alvira dengan begitu intens, untung saja di dala
Daffin tidak peduli dengan ucapan Alvira ia semakin mendekatkan bibirnya dengan cuping Alvira. Bibir itu pun terus berjelajah hingga ia berada di bibir mungil Alvira. Awalnya Daffin hanya melakukan ciuman biasa saja.Namun, ciuman itu berubah menjadi begitu menuntun. Alvira tanpa sadar juga mengikuti gerakan yang dilakukan Daffin. Hingga tanpa sadar kancing piayama Alvira sudah terlepas dan menyisakan penutup bukit kembarnya saja.Saat kesadaran Alvira kembali ia langsung menjauhkan tubuhnya dan memungut pakaiannya lalu berlari keluar menuju kamarnya.Tidak ingin terlihat oleh Daffin jika ia sedang mengeluarkan air mata, kini dirinya masuk ke kamar mandi dan menanggis di sana. Ia menanggis menyesali perbuatannya yang tidak bisa mengontrol dirinya sendiri.“Ini tidak boleh,” gumam Alvira sambil menggelengkan kepalanya dengan kuat.Walaupun ia sah menjadi istri Daffin baik di mata agama maupun hukum tapi ia tetap tidak bisa melakukan kewa
Saat ia berbalik badan sungguh dirinya kaget akan kehadiran Daffin yang berada di sisinya. Matanya langsung terbuka lebar, niat menjauh malah yang ada Daffin semakin mendekatkan.“Kamu mau ngapain?” tanya Alvira melihat Daffin semakin mendekat.Dengan refleks Alvira menjauhkan tubuhnya dari Daffin. Namun, Daffin malah semakin mendekatkan tubuhnya hingga berada tepat di depan wajah Alvira. Alvira sudah kembali siaga. Ia memperhatikan dengan intens pergerakkan Daffin takut akan terjadi sesuatu lagi.“Aku cuma mau ambil ini saja,” ucap Daffin yang mengambil kotoran di kepala Alvira yang menyangkut di rambut hitamnya.Setelah itu ia menjauhkan kembali tubuhnya, tapi posisinya kini berhadapan dengan sang istri. Saling memandang,”Aku minta maaf ya,” ucapnya lagi.Alvira langsung menghembuskan nafasnya pelan,” sudah kita sama-sama salah,” sahut Alvira pelan.“Lupakan aja yang terjadi tadi,
Deg!Jantung Alvira seakan berhenti berdetak, mendengar pertanyaan dari Daffin. Ia tahu pasti yang menelepon dirinya itu adalah Kevin.Karena yang kemarin siang yang menelepon dirinya itu adalah Kevin, sudah pasti itu juga pasti Kevin. Apalagi saat Daffin mengatakan jika nomor yang sama menelepon dirinya berulang kali.“Siapa?” tanya Daffin lagi melihat Alvira yang hanya diam saja.“Aku nggak tahu siapa? Kan nomornya nggak ada di kontak aku,” kilah Alvira, membuat Daffin mengangguk.Perjalanan mereka akhirnya sampai di rumah sakit, Alvira langsung keluar dari mobil Daffin tapi ia tidak lupa untuk mencium tangan suaminya itu. Walaupun pernikahan itu hanya sandiwara tapi ia tetap menghormati Daffin sebagai suaminya. Hanya satu yang ia belum bisa berikan kesuciannya.Daffin menatap Alvira dari dalam mobilnya. Hingga Alvira menghilang battu ia kembali menyalakan mobilnya dan pergi dari pelataran rumah sakit itu.Se
Arka tidak langsung menjawab ia diam saja melihat Maya yang langsung nyelonong duduk di tepi ranjang bersama dengannya padahal di sana tadi ada Raka dan juga Alvira. Perlahan kedua anaknya menjauh dari sana memberikan waktu untuk ayahnya dan Maya berbicara. Alea yang sejak tadi membereskan perlengkapan Arka juga sama, ia hanya diam melihat keduanya berbicara.“Gimana mau kan?” tanya Maya lagi.Arka mengelengkan kepalanya. “Aku akan ikut mereka pulang,” jelas Arka.Arka kekeh akan mengakhiri hubungannya dengan Maya apapun ancaman Maya sekarang tak pedulikan lagi karena ia sudah mengetahui yang benar-benar tulus siapa.“Sudah siap?” tanya Daffin, memecahkan keheningan mereka.“Ayo, sekarang aja,” ajak Arka.“Kalian pulang duluan, aku mau ambil obat ayah dulu,” pinta Raka.“Lah, terus kamu nanti sama siapa?” tanya Alvira.“Biar sama gua aja. Biar gua tun
Raka berjalan menuju pintu depan, dan saat pintu itu terbuka lebar, ia dihadapkan dengan wanita yang tidak ingin dilihatnya.“Ngapain kamu ke sini?” hardik Raka pada Maya.Bukannya menjawab, Maya malah nyelonong masuk tanpa mempedulikan Raka yang teriak memanggilnya.“Maaf saya ikut makan malam di sini karena suami saya di sini?” Ujar Maya yang langsung mengambil tempat duduk di sisi Aris. Tempat di mana tadi diduduki oleh Raka.Semua yang ada di ruangan itu seketika diam, yang tadinya suasana itu begitu hangat kini menjadi kaku dan tidak ada percakapan lagi di antara mereka.“Kok diam? Ayo makan,” ujar Maya lagi tanpa merasa bersalah. Maya langsung saja mengambil nasi beserta lauknya. Raka yang melihatnya sudah mengepalkan tangannya di samaping. Rasa geram sudah merasuki ubun-ubunnya.Tanpa berbicara Raka langsung menarik lengan Maya dan diseretnya hingga keluar rumah.“Auw....”
Tawa Daffin tidak berhenti ia begitu senang menertawakan Alvira yang malu akan ketidak sengajanya menyentuh area sensitif Daffin.“Dia nggak akan menganggu kamu, jika kamu nggak menganggu dia. Apa kamu mau diganggu?” goda Daffin kini semakin maju mendekatkannya pada Alvira.“Jauh....”Alvira berteriak lagi, Daffin tersenyum miring tanpa mempedulikan ucapan Alvira ia tetap melangkah maju. Seringainya itu membuat Alvira semakin takut, kini Alvira semakin memundurkan tubuhnya hingga ia sudah berada di pinggir ranjang jika mundur lagi maka ia akan jatuh.Kini tubuh keduanya sudah saling berhadapan dengan jarak yang begitu dekat. Helaan nafas keduanya terdengar di telinga mereka, Alvira memasang wajah yang panik. Ia takut Daffin akan menyentuhnya malam ini. Karena dirinya belum siap untuk menyerahkan semua untuk Daffin walaupun laki-laki itu kini sudah berhasil mengisi hatinya.“Kamu mau ngapain?” tanya Alvira d
Belum sempat Daffin menjawab panggilan teleponnya suara Alvira dari dalam kamarnya menghentikan pergerakkan tangannya. Kini kakinya melangkah dengan cepat menuju kamar mereka.“Ada apa?” tanya Daffin begitu pintu kayu berwarna putih itu berhasil di bukanya.Terlihat Alvira sedang berdiri di atas ranjang sambil kedua tangannya menahan batrobe matanya mengintari lantai.Daffin jalan mendekat,” Kenapa?” tanyanya lagi.“I-itu ada kecoa besar,” lirih Alvira, membuat Daffin langsung melebarkan senyumnya.“Sama kecoa aja takut. Di mana?” tanya Daffin, dengan posisi yang menunduk mencari keberadaan kecoa yang dibilang oleh wanita tercintanya.“Ada di situ tadi, coba cari di sana,” balas Alvira menunjukkan letak di mana ia bertemu dengan kecoa itu.Alvira menunjuk lantai bawah dekat kamar mandi mereka. Daffin masih berusaha mencarinya.“Apa bibi nggak membersihkan ini apartemen? Kenapa ada kecoa masuk,” gumam Daffin, tanpa mengalihkan perhatiannya dari lantai.“Nah itu dia!”seru Daffin begitu
Panggilan video call masuk di ponsel Daffin. Nama sang mami tercinta tertera di layar pipih itu.“Mami,” ujar Daffin kepada Alvira.“Ya, udah angkat.”Dengan santainya Alvira menyuruh Daffin menjawab panggilan tersebut. Tanpa sadar jika mereka saat ini hanya menggunakan batrobe saja.“Panggilan video call,” ujar Daffin lagi.Seketika Alvira menepuk keningnya mendengar ucapan dari Daffin. Matanya langsung tertuju pada tubuhnya yang hanya berbalut batrobe saja.“Kamu aja yang jawab, bilang aja habis mandi,” usul Alvira.Akhirnya Daffin menggeser icon hijaunya, setelah panggilan itu tidak mau berhenti.“Iya mi,” sapa Daffin begitu terlihat jelas wajah Shela dilayar pipih itu.“Hey, Alvira mana? Mami kangen nih sama dia,” sahut Shela.“Lagi di kamar mandi mi.”“Bagaimana pengobatannya mi?” tanya Daffin lagi.“Lancar Fin, kamu katanya sama Alvira mau ke sini?” terdengar suara sang papi yang berada di sebelah sang istri tercinta.“Maaf mi, Pi, sepertinya kami nggak bisa ke sana soalnya Alvi
Daffin mengerjapkan matanya saat cahaya matahari dari bilik tirai itu mengganggu tidur nyenyaknya. Perlahan ia membuka matanya. Saat mata itu berhasil dibuka, pertama kali yang ia lihat adalah wajah sang istri yang kini tengah berada di dadanya.Kedua sudut bibirnya langsung mengembangkan senyuman yang begitu lebar. Setelah pertempuran semalam yang di lakukan hingga beronde-ronde. Membuat Alvira susah sekali membuka matanya. Hingga saat ini dirinya masih tertidur begitu nyenyaknya di dada Daffin berselimutkan kain tebal yang menutup kedua tubuh mereka yang tidak menggunakan apapun.Daffin bergerak secara pelan, bibirnya kini menyentuh kening Alvira.“Terima kasih atas semua yang kamu berikan saat ini, aku merasa ini adalah hal yang begitu sangat bahagia buatku,” ungkap Daffin pelan sambil memandangi wajah Alvira yang tampak begitu cantik dan natural.Terlihat Alvira mulai bergerak pelan. Namun, ternyata matanya masih tertutup rapat, dan ia hanya berpindah posisi tidur saja yang semak
“Kalau mau bicara soal kerjaan besok saja gua lagi sibuk,” ungkap Daffin lagi dan langsung mematikan sambungan teleponnya. Kemudian ia mematikan ponselnya agar tidak ada lagi yang mengganggu kegiatan malamnya ini.Di seberang sana Reiki yang tadi menelepon bosnya itu sekedar ingin memberitahukan jika mereka besok akan ada pertemuan penting dengan salah satu klien dari luar negeri. Namun, belum sempat Reiki memberitahu sambungan telepon itu sudah diputus Daffin.“Huuft.”Hembusan nafas Reiki terdengar begitu berat. Susah menghadapi sang bos yang moodnya berubah-rubah dan ia sampai saat ini tidak mengetahui sela-nya.Reiki yang masih bingung dengan pertemuan besok apakah akan berlangsung apa tidak. Berbeda dengan Daffin yang kini telah kembali melakukan aktivitas panasnya.Alvira yang tadi duduk di atas meja mini bar telah ia turunkan dan digedongnya diletakkan di sofa living room. Sofa yang mempunyai ukuran hanya
Alvira sudah menyelesaikan mandinya, selama setengah jam ia berada di dalam kamar mandi berendam. Dengan senyum yang lebar ia keluar dan menuju lemari pakaian yang di maksud oleh Daffin tadi.Tubuhnya saat ini terasa sangat begitu segar. Alvira juga sudah memantapkan hatinya jika ia akan menyerahkan semuanya malam ini untuk suaminya tercinta. Makanya ia merendam tubuhnya selain menghilangkan pegal, ia juga ingin agar tubuhnya wangi saat bersama Daffin. Langkahnya ia urungkan menuju lemari, kini Alvira malah duduk di meja rias, ia ingin sedikit mengaplikasikan make up naturalnya dan memberikan semprotan parfum di daerah-daerah tertentu. Tidak lupa ia mengeringkan rambutnya juga.Sudah siap, Alvira ingin mengambil piyama yang katanya Daffin berada di dalam lemari. Namun, saat Alvira buka pintu lemari itu matanya membulat sempurna melihat baju-baju yang bergantung di sana sungguh ia tidak berpikir sampai ke arah sana.“Astaga ini semua?” gumamnya pelan.
Saat ini Alvira tengah bersiap untuk pulang karena jam dinasnya telah usai. Sambil merapikan peralatan dan meja kerjanya matanya melirik ponsel yang berada di atas meja. Takut suaminya menghubungi dirinya.“Sudah mau pulang?” tanya Vita yang tiba-tiba muncul di balik pintu.“Iya, emangnya kenapa?” tanya Alvira.“Enggak paa sih, gua mau ajak keliling bentar. Bisa nggak?”“Em?”Alvira menyahut sambil memicingkan manik matanya merasa aneh dengan permintaan sahabatnya itu.“Biasa aja kali lihatnya nggak usah gitu amat kenapa? Salah gua mau ajak hangout bentar?” celetuk Vita lagi dengan mengibaskan satu tangannya di depan Alvira.“Enggak apa sih, heran aja!” sahut Alvira.“Sudah yuk, keluar,” ajak Alvira lagi sambil meneteskan tasnya keluar ruangan.“Beneran nih nggak bisa?” tanya Vita lagi ingin memastikan.Alvira lan
Kehidupan suami-istri itu terlihat begitu harmonis dan sangat bahagia. Semakin hari Daffin menunjukkan sikap baik, ia selalu memperlakukan Alvira dengan begitu lembut. Alvira menikmati setiap perlakukan Daffin terhadapnya. Namun, tanpa mereka sadari ada seseorang yang terganggu dengan keromantisan keduanya. Ia pun berjanji akan membuat keduanya pecah.Diam-diam Kevin sering mengikuti keduanya melihat Alvira begitu sangat bahagia membuat Kevin murka. Kevin merencanakan sesuatu untuk Alvira. Dengan senyum liciknya ia kembali menjalankan mobilnya saat Alvira sudah lagi tak terlihat oleh pandangannya.Alvira dan Daffin kini sedang berada di rumah sakit, mereka ingin konsultasi ke spesialis kandungan. Padahal Alvira tadinya tidak ingin pergi, karena ia yakin jika mereka akan segera memiliki anak, tanpa melakukan program. Karena keduanya tidak ada masalah.“Ayo masuk,” ajak Daffin saat sudah berada di depan ruang poli kandungan.“Silahka
Daffin tidak mengalihkan pandangannya dari Alvira, “ kamu cantik sekali malam ini?”puji Daffin. “Memangnya kemarin-kemarin aku nggak cantik apa?” protes Alvira. Daffin merapatkan tubuhnya ke tubuh Alvira. “Cantik, tapi saat ini terlihat lebih cantik lagi,” ujar Daffin memuji. “Mau pergi sekarang atau kita diam di kamar seperti ini,” ucap Alvira. Daffin langsung memasang tangannya agar Alvira gandeng. Keduanya keluar dari unit apartemnet dengan tangan Alvira melingkar di lengan Daffin. Daffin membuka pintu mobilnya sportnya dan membawa Alvira melaju membelah jalan raya. Ia akan mengajak Alvira ke sebuah restoran. Restoran yang sudah di bookingnya melalui Reiki sang assisten. Perjalanan mereka akhirnya sampai di restoran. Keduanya jalan bersamaan menuju lokasi yang sudah dipilih Daffin. Saat pintu ruang vvip itu terbuka, Alvira langsung mematung di depan pintu melihat suasana di dalam sana. Pencahayaan yang remang membu
Alvira diam sejenak mendengar pertanyaan dari Daffin. Ia bingung harus menjawab apa. Keraguannya itu terlihat jelas di mata indahnya.“Kamu kenapa? Katakan saja, jika kamu memang memilih dia, aku akan mundur dan memutuskan semuanya dengan baik-baik tapi jika kamu memilih pernikahan ini, aku akan menemani kamu untuk berbicara pada Kevin,” ungkap Daffin pelan, tangannya sudah menggenggam tangan Alvira yang berada di pahanya.Dengan keberanian yang sedikit, akhirnya Alvira menceritakan apa yang sebenarnya ia rasakan saat ini.“Sebenarnya aku juga memiliki perasaan yang sama seperti kamu, hanya saja aku tidak berani untuk mengungkapkannya mengingat surat perjanjian itu. Akhirnya aku memilih menerima tawaran Kevin dan ibunya dan mencoba melawan perasaan yang sebenarnya,” ungkap Alvira.Tanpa berbicara Daffin langsung maju dan memeluk tubuh Alvira,” terima kasih,” ucapnya.Alvira yang mendapatkan serangan tiba-tiba dar