"Aku nggak izinkan kamu bawa Raja pergi, Mas," ujar Jia.
"Aku nggak butuh izin dari kamu untuk membawa Raja kemanapun aku pergi," balas Heru yang telah memasukkan koper miliknya ke dalam bagasi mobil.
"Di mana Raja?" tanya Heru pada bodyguard nya.
"Masih di atas, Tuan," jawab salah satu di antara bodyguard Heru.
"Sudah siap semuanya?" tanya Heru sesaat setelah dia melihat Raja yang tengah berjalan ke arahnya dan membawa sebuah kardus besar, yang tidak ia ketahui isinya apa. Raja mengangguk pelan.
"Masukkan semua barang-barang milik Raja ke bagasi mobil."
Heru memerintahkan bodyguard nya untuk memasukkan semua barang-barang Raja yang jumlahnya tidak sedikit.
"Baik, Tuan."
Beberapa pria berbaju hitam memasukkan barang-barang milik Raja ke mobil belakang.
"Raja, kamu beneran mau tinggalin Mama? Kamu udah nggak sayang sama Mama? Kalau kamu pergi, Mama sama siapa, Ja? Nggak kasihan kamu sama Mama emangnya?" tanya Jia menatap Raja melas.
"Awalnya aku memang kasihan sama Mama. Tapi, aku berpikir. Memangnya Mama nggak kasihan ke Raja udah bikin Bunda pergi dan aku jadi di salahkan dan di tuduh pembunuh sama Ayah? Apa Mama kasihan ke aku? Nggak, kan. Bahkan Mama lebih memilih untuk diam dan bersikap seolah tidak tahu apapun, dibandingkan Mama jujur ke aku semuanya."
Jawaban Raja barhasil membungkam Jia. Tidak menyangka bahwa Raja akan berbicara seperti itu padanya.
"Raja, Mama nggak bermaksud untuk bohongin kamu. Mama cuma nggak mau kamu--"
"Udah lah, Ma. Aku nggak mau bahas masalah ini lagi."
Raja menyela ucapan Jia. Masuk ke dalam mobil begitu saja, lalu diikuti oleh Heru yang duduk di sebelahnya.
Mobil itu pergi begitu saja, dengan dua mobil di bagian depan, dan dua mobil lagi di bagian belakang.
"Jangan sampai seribu kebaikan kamu hilang, hanya dikarenakan satu kesalahan kamu yang menjadi penghalang."
Kata-kata Heru sebelum pria itu pergi, membayang di pikiran Jia.
Apakah Raja sekarang membencinya?
Apakah sekarang Raja akan melupakannya?
Setelah semua yang ia lakukan untuk anak itu?
Dari dalam mobil, semuanya hening, tidak ada yang membuka suara. Raja diam dengan menatap kota Bandung pada malam hari, yang tentunya sangat ramai orang berlalu lalang. Masih memikirkan ucapannya yang tadi, apakah itu terlalu kelewatan?
"Awalnya aku memang kasihan sama Mama. Tapi, aku berpikir. Memangnya Mama nggak kasihan ke Raja udah bikin Bunda pergi dan aku jadi di salahkan dan di tuduh pembunuh sama Ayah? Apa Mama kasihan ke aku? Nggak, kan. Bahkan Mama lebih memilih untuk diam dan bersikap seolah tidak tahu apapun, dibandingkan Mama jujur ke aku semuanya."
Raja menghela napas berat. Memejamkan matanya sejenak, menghilangkan rasa bersalahnya tadi.
"Kenapa?" Raja menoleh ke arah Papa nya.
"Kenapa apanya?" Raja bertanya balik.
"Kenapa cuma diam aja? Nggak ada niatan untuk ngomong gitu?" tanya Heru.
"Nggak tahu mau tanya apa. Dan, yang mau di pertanyakan itu terlalu banyak. Takutnya Papa stress dan depresi dengan pertanyaan aku."
"Anak aneh," gumam Heru.
"Sama, Papa juga aneh."
***
Mobil yang di tumpangi oleh Raja, sampai di sebuah rumah yang ukurannya cukup besar. Pandangannya mengarah pada sebuah halaman rumah itu yang cukup luas.
Mobil tersebut berhenti, lantas Raja turun dari mobil bersamaan dengan Heru. Koper miliknya sudah di bawa terlebih dahulu oleh bodyguard Heru.
"Kamar kamu yang pintunya berwarna biru tua. Nggak papa, kan?" tanya Heru begitu sampai di dalam rumah.
Raja menggeleng. "Memangnya kenapa, Pa?"
"Ya, siapa tahu kamu nggak suka sama warna pintunya," celetuk Heru. Raja tersenyum tipis.
"Nggak masalah. Yang terpenting, warna dalamnya nggak biru. Kurang suka," jawab Raja.
"Ya sudah, kamu beberes dulu sana. Papa mau ketemu sama teman Papa dulu. Nggak apa-apa kalau Papa tinggal kamu sendiri di rumah?" Raja menggeleng.
"Nggak masalah. Asal bawa kue coklat aja udah jadi tebusannya." Heru menggelengkan kepalanya geli. Raja sama dengan Widya. Adiknya itu.
"Kalau udah selesai beberes, keliling-keliling gih sana, biar kenal sama lingkungan baru kamu." Raja mengangguk dan menurut saja.
***
Selepas beberes pakaiannya, Raja keluar dari rumah itu, mencari sebuah warung untuk mengisi kulkas nya yang kosong. Padahal, hari sudah gelap. Dan menunjukkan pukul sembilan malam.
Udara yang sejuk karena mau hujan, membuatnya merasa nyaman.
Raja suka dengan suasana seperti ini. Dingin dan menyejukkan.
Beberapa menit ia berkeliling menggunakan sepeda yang di sediakan rumah barunya itu, dia menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari di mana letak warung yang berdekatan dengan rumahnya.
Sialnya, kenapa tadi tidak bertanya terlebih dahulu?
"Eh, ada cowok ganteng. Mau ke mana, Mas?"
Suara itu membuat Raja menghentikan mengayuh sepedanya. Menoleh dan tersenyum tipis.
"Mau ke warung," jawab Raja sedikit canggung.
Sebelumnya, Raja tidak pernah seperti ini. Terbiasa semua serba ada karena telah di sediakan oleh Jia, Mama nya, membuatnya sedikit bingung jika turun tangan langsung untuk ke warung.
"Kebetulan. Aku juga mau ke warung. Nebeng ya?"
Tanpa mendengarkan jawaban Raja, perempuan itu naik ke belakang sepeda Raja.
"MAMA! AKU KE WARUNG BENTAR. ITU AYAM NYA DI TENGOK!" teriak perempuan itu membuat Raja terlonjak kaget.
"Jalan, woi!"Perempuan itu menepuk pundak Raja. Di balas anggukan pelan, Raja mengayuh sepedanya dengan kecepatan sedang."Nggak pernah lihat cowok seganteng kamu. Baru pindah ya?" tanya perempuan itu berpegangan pada pundak Raja."Hm," sahut Raja tidak terlalu menanggapi ucapan perempuan yang tidak ia kenal."Pantes aja sih. Awas aja, aku kasih tahu ke kamu. Di daerah sini, pantang lihat cowok ganteng dikit. Pasti langsung kayak cacing kepanasan. Mau yang muda atau yang tua, sama aja. Jadi, jangan pernah risih sama warga di sini, karena dengan mereka melalukan itu, artinya mereka suka sama kamu," ujar perempuan itu panjang lebar.Raja mengangguk saja, dia sedikit tidak paham dengan apa yang di ucapkan oleh perempuan di belakangnya itu."Eh, woi! Warung belok kanan lah, bukan lurus. Kentara kali kalau nggak pernah ke warung, ya?"Suara perempuan itu kembali terdengar. Raja memutar stang sepedanya ke arah kanan. Dan
"Thanks udah mau bantuin," ucap Raja."Nggak masalah kali. Lagian, kita kan teman," sahut Mervi."Mau mampir?" tawar Raja. Mereka menggeleng."Lain kali aja. Gua mau ke masjid dulu. Lo nggak ke masjid?" tanya Bian."Gue non-muslim," jawab Raja."Oh, sorry. Gua nggak tahu soal itu." Raut wajah Bian menjadi pias."Nggak masalah.""Kalau gitu kita duluan ya," ujar Marva. Raja mengangguk."Ntar malem jan lupa kumpul di warung tadi. Anggap aja perkenalan diri lo." Suara Ojal."Kalau nggak sibuk, gue ngumpul kok."***Makan malam telah tiba. Balak dan anak itu tampaknya tengah menikmati makan malam."Bagaimana keseharian kamu selama Papa nggak ada di rumah?" tanya Heru membuka percakapan.Raja terdiam cukup lama. "Nothing special, and very boring. But,
"Fisika adalah suatu pelajaran yang terdiri dari enam huruf.""Fisika adalah suatu pelajaran yang memahami arti emosi, pusing, dan sabar dalam waktu yang bersamaan."Jawaban ngawur lainnya masih terdengar, membuat guru itu bungkam."Kenapa diam, pak? Jawaban kami salah?" tanya Afri."Nggak. Jawaban kalian nggak ada yang salah, dan juga nggak ada yang benar," jawab pak Dewan."Terus, kenapa diam?" Kali ini Dafa yang bertanya."Saya diam karena saya bingung dengan jawaban kalian yang kelewat benar."Tawa mulai terdengar, hingga guru itu kembali bersuara."Baiklah. Saya akan menjelaskan apa itu fisika. Fisika sains atau ilmu alam yang mempelajari materi beserta gerak dan perilakunya dalam lingkup ruang dan waktu, bersamaan dengan konsep yang berkaitan seperti energi dan gaya. Sebagai salah satu ilmu sains paling dasar, tujuan utama fisika adalah memahami bagaimana alam semesta berkerja," jelas pak Dewan."Karena selam
"Maksudnya apa? Jangan sembunyiin semuanya dari aku, aku bingung harus kayak mana." Raja menunduk dalam."Kamu memang orang yang sudah membuat Bunda kamu pergi, karena saat itu, Bunda kamu berjuang mempertaruhkan nyawanya untuk melahirkan kamu."Raja tertegun mendengar itu. Jadi, benar. Dirinya adalah orang yang sudah membuat Bunda nya pergi?"Tapi, semua itu tidak akan terjadi jika Mama kamu bertindak segila itu. Saat itu...."Flashback09 Juni 2006Alifah, Widya, Jia dan para lelaki lainnya, berjalan menemani Widya yang katanya tengah ngidam. Menginginkan jalan-jalan di sekitaran taman bersama-sama."Kalau nanti anak aku udah lahir, pasti kita nggak akan bisa kumpul kayak gini lagi. Pastinya aku bakal sibuk urus anak aku." Widya membuka suara."Nggak papa kali, Wid. Lagian, kita kan bisa datang ke rumah lo. Nggak usah sedih gitu, ah," hibur Alifah."Nah, benar yang di katakan Alifah. Nggak usah merasa
"Nggak tahu. Tadi gue ke kamar mandi sebentar. Pas gue balik, di sini cuma ada Rizal doang. Pas gue tanya Widya sama Jia ke mana. Katanya mereka mau ke kamar mandi. Tapi, setengah jam kita berdua nunggu, mereka nggak balik-balik." Heru menjelaskan dengan detail. "Gimana? Widya udah ketemu?" tanya Rizal dengan napas tidak beraturan. "Belum. Gue udah cari ke seluruh tempat di taman, tapi nggak ada." Heru menjawab. "WOI! JANGAN DIAM AJA, ITU DI TOLONGIN MBAK-MBAK NYA. KASIHAN DIA. SEBENTAR LAGI AMBULANS DATANG!" Teriakan dari arah jalan mengalihkan pandangan mereka. "Itu ada apa?" tanya Alifah ketika melihat banyaknya orang yang berlarian menuju jalan raya. Tidak menjawab pertanyaan Alifah, para lelaki itu berlari kencang, menerobos kerumunan massa yang mengumpul. "WIDYA!" teriak Ri
"Maafkan saya, pak. Saya terpaksa melakukan itu karena istri anda yang keracunan makanan. Penyakit pasien yang mendadak kambuh, juga hantaman keras itu membuat istri anda tidak bisa bertahan dengan lama. Tadi, pasien sempat sadar sebentar, dan meminta kami untuk menyelamatkan anaknya, dibanding dirinya. Sedangkan bapak tadi mengatakan harus menyelamatkan istri bapak dibanding anaknya. Dan kami memutuskan untuk menyelamatkan anak anda, karena salah satu pembunuh darah istri anda yang bocor. Sekali lagi, saya dan tim saya minta maaf, pak."Dari penjelasan dokter tadi, satupun tidak ada yang bisa Rizal terima. Di satu sisi, dirinya sangat senang anak yang sejak lama ia tunggu, akhirnya lahir, namun dalam keadaan prematur. Sedangkan di sisi lain, dirinya sangat kecewa lantaran istrinya yang meninggalkan dirinya seorang diri, dengan bayi hasil dari pernikahannya dengan Widya.Kenapa takdir sangat kejam dengannya? Mengapa salah satu diantaranya harus pergi, sedangkan d
Heru mengangguk. Alasan yang bagus."Masuk ke kamar kamu sana. Besok sekolah, dan Papa nggak mau kamu absen di bulan pertama. Kalau bulan kedua mah, nggak papa," suruh Heru yang dibalas anggukan oleh Raja.Setelahnya, Heru pergi menuju kamarnya sendiri. Namun, mendengar suara Raja lagi, dirinya mengurungkan niatnya."Pa," panggil Raja. Dengan cepat, Heru membalikkan tubuhnya."Kenapa?" Raja menatap Papa nya dengan ragu."Apa yang mau kamu katakan? Jangan ragu, katakan saja. Daripada mengganggu pikiran kamu, dan kamu tidak bisa tidur dengan nyenyak." Suara Heru kembali mengudara."Papa.... tau rumah Ayah, tidak?"Heru menatap anaknya bingung. Kenapa mendadak bertanya tentang Ayahnya?"Memangnya kenapa?""Kamu rindu dengan Ayah kamu yang brengsek itu?"Kalimat itu sangat menusuk di hati Raja."Bukan. Raja cuma mau ambil foto Bunda aja. Kata Tante Alifah, Papa ng
Keinginanku hanya satu dan terlihat sangat mudah. Aku hanya ingin bahagia. Tapi, kenapa Tuhan sangat sulit untuk mewujudkannya? Apakah aku tidak diperbolehkan untuk bahagia? Apakah aku harus merasakan sakit dan menderita seumur hidupku? Katanya, Tuhan itu adil. Dia adil terhadap hamba nya. Skenarionya terlalu indah dan sangat sulit ditebak. Namun, tidak untukku. Skenarionya buruk dan mudah ditebak. Sampai kapanpun, aku tidak akan pernah bahagia. Mungkin. Dalam cahaya yang minim dan tertutup. Sudah dapat dipastikan jika seseorang yang berada di dalamnya akan tercekik karena pengap, minim udara. Dia meringkuk dalam kedinginan dan juga ketakutan. Bibirnya bergetar hebat, wajah pucat pasi, bahkan suhu tubuhnya yang meninggi. Perlahan, air matanya kembali menetes, seiring rasa sakit di seluruh tubuhnya bercampur menjadi satu. "Bunda.... Aku mau ikut Bunda."
Heru mengangguk. Alasan yang bagus."Masuk ke kamar kamu sana. Besok sekolah, dan Papa nggak mau kamu absen di bulan pertama. Kalau bulan kedua mah, nggak papa," suruh Heru yang dibalas anggukan oleh Raja.Setelahnya, Heru pergi menuju kamarnya sendiri. Namun, mendengar suara Raja lagi, dirinya mengurungkan niatnya."Pa," panggil Raja. Dengan cepat, Heru membalikkan tubuhnya."Kenapa?" Raja menatap Papa nya dengan ragu."Apa yang mau kamu katakan? Jangan ragu, katakan saja. Daripada mengganggu pikiran kamu, dan kamu tidak bisa tidur dengan nyenyak." Suara Heru kembali mengudara."Papa.... tau rumah Ayah, tidak?"Heru menatap anaknya bingung. Kenapa mendadak bertanya tentang Ayahnya?"Memangnya kenapa?""Kamu rindu dengan Ayah kamu yang brengsek itu?"Kalimat itu sangat menusuk di hati Raja."Bukan. Raja cuma mau ambil foto Bunda aja. Kata Tante Alifah, Papa ng
"Maafkan saya, pak. Saya terpaksa melakukan itu karena istri anda yang keracunan makanan. Penyakit pasien yang mendadak kambuh, juga hantaman keras itu membuat istri anda tidak bisa bertahan dengan lama. Tadi, pasien sempat sadar sebentar, dan meminta kami untuk menyelamatkan anaknya, dibanding dirinya. Sedangkan bapak tadi mengatakan harus menyelamatkan istri bapak dibanding anaknya. Dan kami memutuskan untuk menyelamatkan anak anda, karena salah satu pembunuh darah istri anda yang bocor. Sekali lagi, saya dan tim saya minta maaf, pak."Dari penjelasan dokter tadi, satupun tidak ada yang bisa Rizal terima. Di satu sisi, dirinya sangat senang anak yang sejak lama ia tunggu, akhirnya lahir, namun dalam keadaan prematur. Sedangkan di sisi lain, dirinya sangat kecewa lantaran istrinya yang meninggalkan dirinya seorang diri, dengan bayi hasil dari pernikahannya dengan Widya.Kenapa takdir sangat kejam dengannya? Mengapa salah satu diantaranya harus pergi, sedangkan d
"Nggak tahu. Tadi gue ke kamar mandi sebentar. Pas gue balik, di sini cuma ada Rizal doang. Pas gue tanya Widya sama Jia ke mana. Katanya mereka mau ke kamar mandi. Tapi, setengah jam kita berdua nunggu, mereka nggak balik-balik." Heru menjelaskan dengan detail. "Gimana? Widya udah ketemu?" tanya Rizal dengan napas tidak beraturan. "Belum. Gue udah cari ke seluruh tempat di taman, tapi nggak ada." Heru menjawab. "WOI! JANGAN DIAM AJA, ITU DI TOLONGIN MBAK-MBAK NYA. KASIHAN DIA. SEBENTAR LAGI AMBULANS DATANG!" Teriakan dari arah jalan mengalihkan pandangan mereka. "Itu ada apa?" tanya Alifah ketika melihat banyaknya orang yang berlarian menuju jalan raya. Tidak menjawab pertanyaan Alifah, para lelaki itu berlari kencang, menerobos kerumunan massa yang mengumpul. "WIDYA!" teriak Ri
"Maksudnya apa? Jangan sembunyiin semuanya dari aku, aku bingung harus kayak mana." Raja menunduk dalam."Kamu memang orang yang sudah membuat Bunda kamu pergi, karena saat itu, Bunda kamu berjuang mempertaruhkan nyawanya untuk melahirkan kamu."Raja tertegun mendengar itu. Jadi, benar. Dirinya adalah orang yang sudah membuat Bunda nya pergi?"Tapi, semua itu tidak akan terjadi jika Mama kamu bertindak segila itu. Saat itu...."Flashback09 Juni 2006Alifah, Widya, Jia dan para lelaki lainnya, berjalan menemani Widya yang katanya tengah ngidam. Menginginkan jalan-jalan di sekitaran taman bersama-sama."Kalau nanti anak aku udah lahir, pasti kita nggak akan bisa kumpul kayak gini lagi. Pastinya aku bakal sibuk urus anak aku." Widya membuka suara."Nggak papa kali, Wid. Lagian, kita kan bisa datang ke rumah lo. Nggak usah sedih gitu, ah," hibur Alifah."Nah, benar yang di katakan Alifah. Nggak usah merasa
"Fisika adalah suatu pelajaran yang terdiri dari enam huruf.""Fisika adalah suatu pelajaran yang memahami arti emosi, pusing, dan sabar dalam waktu yang bersamaan."Jawaban ngawur lainnya masih terdengar, membuat guru itu bungkam."Kenapa diam, pak? Jawaban kami salah?" tanya Afri."Nggak. Jawaban kalian nggak ada yang salah, dan juga nggak ada yang benar," jawab pak Dewan."Terus, kenapa diam?" Kali ini Dafa yang bertanya."Saya diam karena saya bingung dengan jawaban kalian yang kelewat benar."Tawa mulai terdengar, hingga guru itu kembali bersuara."Baiklah. Saya akan menjelaskan apa itu fisika. Fisika sains atau ilmu alam yang mempelajari materi beserta gerak dan perilakunya dalam lingkup ruang dan waktu, bersamaan dengan konsep yang berkaitan seperti energi dan gaya. Sebagai salah satu ilmu sains paling dasar, tujuan utama fisika adalah memahami bagaimana alam semesta berkerja," jelas pak Dewan."Karena selam
"Thanks udah mau bantuin," ucap Raja."Nggak masalah kali. Lagian, kita kan teman," sahut Mervi."Mau mampir?" tawar Raja. Mereka menggeleng."Lain kali aja. Gua mau ke masjid dulu. Lo nggak ke masjid?" tanya Bian."Gue non-muslim," jawab Raja."Oh, sorry. Gua nggak tahu soal itu." Raut wajah Bian menjadi pias."Nggak masalah.""Kalau gitu kita duluan ya," ujar Marva. Raja mengangguk."Ntar malem jan lupa kumpul di warung tadi. Anggap aja perkenalan diri lo." Suara Ojal."Kalau nggak sibuk, gue ngumpul kok."***Makan malam telah tiba. Balak dan anak itu tampaknya tengah menikmati makan malam."Bagaimana keseharian kamu selama Papa nggak ada di rumah?" tanya Heru membuka percakapan.Raja terdiam cukup lama. "Nothing special, and very boring. But,
"Jalan, woi!"Perempuan itu menepuk pundak Raja. Di balas anggukan pelan, Raja mengayuh sepedanya dengan kecepatan sedang."Nggak pernah lihat cowok seganteng kamu. Baru pindah ya?" tanya perempuan itu berpegangan pada pundak Raja."Hm," sahut Raja tidak terlalu menanggapi ucapan perempuan yang tidak ia kenal."Pantes aja sih. Awas aja, aku kasih tahu ke kamu. Di daerah sini, pantang lihat cowok ganteng dikit. Pasti langsung kayak cacing kepanasan. Mau yang muda atau yang tua, sama aja. Jadi, jangan pernah risih sama warga di sini, karena dengan mereka melalukan itu, artinya mereka suka sama kamu," ujar perempuan itu panjang lebar.Raja mengangguk saja, dia sedikit tidak paham dengan apa yang di ucapkan oleh perempuan di belakangnya itu."Eh, woi! Warung belok kanan lah, bukan lurus. Kentara kali kalau nggak pernah ke warung, ya?"Suara perempuan itu kembali terdengar. Raja memutar stang sepedanya ke arah kanan. Dan
"Aku nggak izinkan kamu bawa Raja pergi, Mas," ujar Jia."Aku nggak butuh izin dari kamu untuk membawa Raja kemanapun aku pergi," balas Heru yang telah memasukkan koper miliknya ke dalam bagasi mobil."Di mana Raja?" tanya Heru pada bodyguard nya."Masih di atas, Tuan," jawab salah satu di antara bodyguard Heru."Sudah siap semuanya?" tanya Heru sesaat setelah dia melihat Raja yang tengah berjalan ke arahnya dan membawa sebuah kardus besar, yang tidak ia ketahui isinya apa. Raja mengangguk pelan."Masukkan semua barang-barang milik Raja ke bagasi mobil."Heru memerintahkan bodyguard nya untuk memasukkan semua barang-barang Raja yang jumlahnya tidak sedikit."Baik, Tuan."Beberapa pria berbaju hitam memasukkan barang-barang milik Raja ke mobil belakang."Raja, kamu beneran mau tinggalin Mama? Kamu udah ngg
Heru menanyakan pertanyaan yang sama.Raja diam. Tidak tahu harus menjawab pertanyaan itu."Jujur aja. Papa nggak akan marah."Raja mengangguk pelan, sebagai jawaban."Apa yang kamu simpulkan?"Raja menatap Papa nya tidak paham."Maksudnya apa?""Apa yang kamu pikirkan setelah mendengar obrolan Papa sama Mama kamu tadi?""Aku nggak tahu, Pa. Nggak ngerti apa yang Papa bilang tadi. Kenapa Papa bilang kalau Mama adalah orang yang udah bikin Bunda pergi? Apa, ini saling berkaitan?"Heru dapat melihat dengan jelas, kerutan kebingungan di wajah Raja.Dia menghela napas panjang.Apakah dirinya harus membongkar semua ini? Apakah Raja akan bisa menerimanya?"Pa, kenapa diam? Ada yang Papa sembunyikan dari Raja?"Suara Raja membuyarkan lamunan Heru.