Heru menanyakan pertanyaan yang sama.
Raja diam. Tidak tahu harus menjawab pertanyaan itu.
"Jujur aja. Papa nggak akan marah."
Raja mengangguk pelan, sebagai jawaban.
"Apa yang kamu simpulkan?"
Raja menatap Papa nya tidak paham.
"Maksudnya apa?"
"Apa yang kamu pikirkan setelah mendengar obrolan Papa sama Mama kamu tadi?"
"Aku nggak tahu, Pa. Nggak ngerti apa yang Papa bilang tadi. Kenapa Papa bilang kalau Mama adalah orang yang udah bikin Bunda pergi? Apa, ini saling berkaitan?"
Heru dapat melihat dengan jelas, kerutan kebingungan di wajah Raja.
Dia menghela napas panjang.
Apakah dirinya harus membongkar semua ini? Apakah Raja akan bisa menerimanya?
"Pa, kenapa diam? Ada yang Papa sembunyikan dari Raja?"
Suara Raja membuyarkan lamunan Heru.
Heru mengangguk.
"Papa akan ceritakan semuanya. Tapi, jangan langsung ambil keputusan sepihak. Kamu harus bertanya ke Mama kamu, untuk mendapatkan jawaban dari seluruh pertanyaan kamu itu. Bisa?"
Raja mengangguk cepat.
Dalam hitungan detik, Heru terdiam cukup lama. Pikirannya mengarah pada kejadian itu.
Pada saat itu, Heru yang tengah menemani Widya berkeliling taman, dengan alasan calon anaknya yang memintanya.
"Her, ayo lah. Kamu mau anak aku ngiler pas lahir?"
Sudah dua jam lamanya, Widya merengek pada Heru, namun lelaki itu seakan tuli, dan fokus mengerjakan tugas kuliah yang sudah menumpuk seperti gunung.
"HERU!"
Teriakan maut itu seakan menerbangkan Heru saat itu juga. Telinga nya yang berdengung, membuatnya kesal.
"Kenapa harus gue? Padahal ada suami lo, noh, yang lagi nungguin lo."
Heru menunjuk ke arah Rizal dengan dagu nya.
"Kamu nggak tahu aja. Aku tuh lagi kesel sama dia." Widya memulai cerita.
"Kesel kenapa?" Jia bertanya penasaran.
"Dia tuh, nyebelin banget. Udah tahu istrinya lagi hamil segede gaban. Eh, dia enak-enaknya minta nganu. Kan gila!"
Heru maupun Jia tertawa keras. Membuat Rizal menekuk wajahnya.
"Memangnya dulu Ayah minta kayak gitu ke Bunda?" tanya Raja. Heru mengangguk.
"Kan udah kewajiban, sayang. Lagian, kata dokter nganu pas mau melahirkan itu wajib hukumnya. Biar pas anaknya mau keluar, nggak susah."
Rizal menjawab dengan wajah songong.
Widya memutar bola matanya, malas. Lihatlah, betapa songong nya lelaki gila dan mesum itu.
Heru menggelengkan geli melihat dua pasangan itu.
"Gue balik."
Suara Jia mengudara. Mengalihkan pandangan mereka.
"Loh, kok pulang?" tanya Widya.
Tatapan nya mengarah pada Jia yang tengah menyandang tas nya, memakainya terburu-buru.
"Ada something." Widya mengangguk saja.
"Gue balik luan." Jia berlari keluar dari kafe tersebut.
"Ada yang aneh nggak sih sama sikap Jia akhir-akhir ini?" tanya Heiraks.
"Aneh gimana maksudnya?" Rizal menatap Heiraks bingung.
"Ya, aneh aja gitu. Sejak tadi gue perhatiin, dia natap lo aja. Lo nggak merasa emang?" Heiraks menatap Rizal. Pria itu menggeleng.
"Enggak tuh. Gue nggak merasa apapun." Rizal menjawab.
"Memangnya ada yang aneh?"
***
Raja menghela napas panjang. Setelah mendengar seluruh penjelasan dari Papa nya, kini beberapa macam pikiran negatif mulai bermunculan.
Apakah itu semua benar? Yang mana yang harus ia percaya? Sungguh, kali ini Raja tidak bisa berpikir secara terbuka.
"BUKANNYA UDAH AKU KASIH TAHU KE KAMU. JANGAN PERNAH KASIH TAHU SOAL ITU KE RAJA. AKAN ADA SAATNYA DIA MENGETAHUI SEMUANYA, DENGAN SENDIRINYA!"
"TAPI SAMPAI KAPAN? SAMPAI KAPAN KAMU HARUS DIAM DAN BERSIKAP SEOLAH TIDAK ADA SALAH?!"
"AKU BAKAL KASIH TAHU KE RAJA SEMUANYA. AKU AKAN JELASIN KE RAJA YANG SEBENARNYA, TAPI NGGAK SEKARANG, HER! KAMU BISA, KAN, NGERTIIN AKU SEDIKIT AJA?"
"KAPAN AKU NGGAK PERNAH NGERTIIN KAMU? KAPAN, JIA? KAPAN?!"
"KAMU EGOIS, HER. KAMU EGOIS!"
"YANG EGOIS ITU KAMU, BUKAN AKU!"
"KENAPA JADI AKU?!"
"IYA, YANG EGOIS ITU KAMU!"
"MENYEMBUNYIKAN SEMUANYA DARI RAJA, DAN BERSIKAP SEOLAH TIDAK ADA SALAH. APA ITU BUKAN EGOIS NAMANYA?"
"AKU NGGAK EGOIS! AKU CUMA BUTUH WAKTU AJA, HER!"
Raja menghela napas berat. Semenjak kejadian tadi siang, di mana percekcokan antara Mama dan Papa nya, kini hubungan mereka seakan merenggang.
"Raja!"
Suara itu mengalihkan pandangan Raja yang telah menatap rumus kimia.
Berdiri kokoh sang Papa yang tengah menatapnya.
"Kenapa, Pa?"
Raja kembali menatap sang Papa.
"Bereskan semua pakaian kamu. Bawa barang-barang kamu semua, dan jangan ada yang ketinggalan sedikitpun. Papa tunggu kamu di bawah. Secepatnya!"
Setelah mengatakan itu, Heru pergi meninggalkan Raja yang telah di landa kebingungan.
"Memangnya mau kemana?" tanya Raja pada dirinya sendiri.
Tak ingin mengambil pusing, Raja segera membereskan semua pakaian dan barang-barangnya ke dalam koper dan juga kardus, yang telah di sediakan oleh salah satu bodyguard Heru.
"Aku nggak izinkan kamu bawa Raja pergi, Mas," ujar Jia."Aku nggak butuh izin dari kamu untuk membawa Raja kemanapun aku pergi," balas Heru yang telah memasukkan koper miliknya ke dalam bagasi mobil."Di mana Raja?" tanya Heru pada bodyguard nya."Masih di atas, Tuan," jawab salah satu di antara bodyguard Heru."Sudah siap semuanya?" tanya Heru sesaat setelah dia melihat Raja yang tengah berjalan ke arahnya dan membawa sebuah kardus besar, yang tidak ia ketahui isinya apa. Raja mengangguk pelan."Masukkan semua barang-barang milik Raja ke bagasi mobil."Heru memerintahkan bodyguard nya untuk memasukkan semua barang-barang Raja yang jumlahnya tidak sedikit."Baik, Tuan."Beberapa pria berbaju hitam memasukkan barang-barang milik Raja ke mobil belakang."Raja, kamu beneran mau tinggalin Mama? Kamu udah ngg
"Jalan, woi!"Perempuan itu menepuk pundak Raja. Di balas anggukan pelan, Raja mengayuh sepedanya dengan kecepatan sedang."Nggak pernah lihat cowok seganteng kamu. Baru pindah ya?" tanya perempuan itu berpegangan pada pundak Raja."Hm," sahut Raja tidak terlalu menanggapi ucapan perempuan yang tidak ia kenal."Pantes aja sih. Awas aja, aku kasih tahu ke kamu. Di daerah sini, pantang lihat cowok ganteng dikit. Pasti langsung kayak cacing kepanasan. Mau yang muda atau yang tua, sama aja. Jadi, jangan pernah risih sama warga di sini, karena dengan mereka melalukan itu, artinya mereka suka sama kamu," ujar perempuan itu panjang lebar.Raja mengangguk saja, dia sedikit tidak paham dengan apa yang di ucapkan oleh perempuan di belakangnya itu."Eh, woi! Warung belok kanan lah, bukan lurus. Kentara kali kalau nggak pernah ke warung, ya?"Suara perempuan itu kembali terdengar. Raja memutar stang sepedanya ke arah kanan. Dan
"Thanks udah mau bantuin," ucap Raja."Nggak masalah kali. Lagian, kita kan teman," sahut Mervi."Mau mampir?" tawar Raja. Mereka menggeleng."Lain kali aja. Gua mau ke masjid dulu. Lo nggak ke masjid?" tanya Bian."Gue non-muslim," jawab Raja."Oh, sorry. Gua nggak tahu soal itu." Raut wajah Bian menjadi pias."Nggak masalah.""Kalau gitu kita duluan ya," ujar Marva. Raja mengangguk."Ntar malem jan lupa kumpul di warung tadi. Anggap aja perkenalan diri lo." Suara Ojal."Kalau nggak sibuk, gue ngumpul kok."***Makan malam telah tiba. Balak dan anak itu tampaknya tengah menikmati makan malam."Bagaimana keseharian kamu selama Papa nggak ada di rumah?" tanya Heru membuka percakapan.Raja terdiam cukup lama. "Nothing special, and very boring. But,
"Fisika adalah suatu pelajaran yang terdiri dari enam huruf.""Fisika adalah suatu pelajaran yang memahami arti emosi, pusing, dan sabar dalam waktu yang bersamaan."Jawaban ngawur lainnya masih terdengar, membuat guru itu bungkam."Kenapa diam, pak? Jawaban kami salah?" tanya Afri."Nggak. Jawaban kalian nggak ada yang salah, dan juga nggak ada yang benar," jawab pak Dewan."Terus, kenapa diam?" Kali ini Dafa yang bertanya."Saya diam karena saya bingung dengan jawaban kalian yang kelewat benar."Tawa mulai terdengar, hingga guru itu kembali bersuara."Baiklah. Saya akan menjelaskan apa itu fisika. Fisika sains atau ilmu alam yang mempelajari materi beserta gerak dan perilakunya dalam lingkup ruang dan waktu, bersamaan dengan konsep yang berkaitan seperti energi dan gaya. Sebagai salah satu ilmu sains paling dasar, tujuan utama fisika adalah memahami bagaimana alam semesta berkerja," jelas pak Dewan."Karena selam
"Maksudnya apa? Jangan sembunyiin semuanya dari aku, aku bingung harus kayak mana." Raja menunduk dalam."Kamu memang orang yang sudah membuat Bunda kamu pergi, karena saat itu, Bunda kamu berjuang mempertaruhkan nyawanya untuk melahirkan kamu."Raja tertegun mendengar itu. Jadi, benar. Dirinya adalah orang yang sudah membuat Bunda nya pergi?"Tapi, semua itu tidak akan terjadi jika Mama kamu bertindak segila itu. Saat itu...."Flashback09 Juni 2006Alifah, Widya, Jia dan para lelaki lainnya, berjalan menemani Widya yang katanya tengah ngidam. Menginginkan jalan-jalan di sekitaran taman bersama-sama."Kalau nanti anak aku udah lahir, pasti kita nggak akan bisa kumpul kayak gini lagi. Pastinya aku bakal sibuk urus anak aku." Widya membuka suara."Nggak papa kali, Wid. Lagian, kita kan bisa datang ke rumah lo. Nggak usah sedih gitu, ah," hibur Alifah."Nah, benar yang di katakan Alifah. Nggak usah merasa
"Nggak tahu. Tadi gue ke kamar mandi sebentar. Pas gue balik, di sini cuma ada Rizal doang. Pas gue tanya Widya sama Jia ke mana. Katanya mereka mau ke kamar mandi. Tapi, setengah jam kita berdua nunggu, mereka nggak balik-balik." Heru menjelaskan dengan detail. "Gimana? Widya udah ketemu?" tanya Rizal dengan napas tidak beraturan. "Belum. Gue udah cari ke seluruh tempat di taman, tapi nggak ada." Heru menjawab. "WOI! JANGAN DIAM AJA, ITU DI TOLONGIN MBAK-MBAK NYA. KASIHAN DIA. SEBENTAR LAGI AMBULANS DATANG!" Teriakan dari arah jalan mengalihkan pandangan mereka. "Itu ada apa?" tanya Alifah ketika melihat banyaknya orang yang berlarian menuju jalan raya. Tidak menjawab pertanyaan Alifah, para lelaki itu berlari kencang, menerobos kerumunan massa yang mengumpul. "WIDYA!" teriak Ri
"Maafkan saya, pak. Saya terpaksa melakukan itu karena istri anda yang keracunan makanan. Penyakit pasien yang mendadak kambuh, juga hantaman keras itu membuat istri anda tidak bisa bertahan dengan lama. Tadi, pasien sempat sadar sebentar, dan meminta kami untuk menyelamatkan anaknya, dibanding dirinya. Sedangkan bapak tadi mengatakan harus menyelamatkan istri bapak dibanding anaknya. Dan kami memutuskan untuk menyelamatkan anak anda, karena salah satu pembunuh darah istri anda yang bocor. Sekali lagi, saya dan tim saya minta maaf, pak."Dari penjelasan dokter tadi, satupun tidak ada yang bisa Rizal terima. Di satu sisi, dirinya sangat senang anak yang sejak lama ia tunggu, akhirnya lahir, namun dalam keadaan prematur. Sedangkan di sisi lain, dirinya sangat kecewa lantaran istrinya yang meninggalkan dirinya seorang diri, dengan bayi hasil dari pernikahannya dengan Widya.Kenapa takdir sangat kejam dengannya? Mengapa salah satu diantaranya harus pergi, sedangkan d
Heru mengangguk. Alasan yang bagus."Masuk ke kamar kamu sana. Besok sekolah, dan Papa nggak mau kamu absen di bulan pertama. Kalau bulan kedua mah, nggak papa," suruh Heru yang dibalas anggukan oleh Raja.Setelahnya, Heru pergi menuju kamarnya sendiri. Namun, mendengar suara Raja lagi, dirinya mengurungkan niatnya."Pa," panggil Raja. Dengan cepat, Heru membalikkan tubuhnya."Kenapa?" Raja menatap Papa nya dengan ragu."Apa yang mau kamu katakan? Jangan ragu, katakan saja. Daripada mengganggu pikiran kamu, dan kamu tidak bisa tidur dengan nyenyak." Suara Heru kembali mengudara."Papa.... tau rumah Ayah, tidak?"Heru menatap anaknya bingung. Kenapa mendadak bertanya tentang Ayahnya?"Memangnya kenapa?""Kamu rindu dengan Ayah kamu yang brengsek itu?"Kalimat itu sangat menusuk di hati Raja."Bukan. Raja cuma mau ambil foto Bunda aja. Kata Tante Alifah, Papa ng
Heru mengangguk. Alasan yang bagus."Masuk ke kamar kamu sana. Besok sekolah, dan Papa nggak mau kamu absen di bulan pertama. Kalau bulan kedua mah, nggak papa," suruh Heru yang dibalas anggukan oleh Raja.Setelahnya, Heru pergi menuju kamarnya sendiri. Namun, mendengar suara Raja lagi, dirinya mengurungkan niatnya."Pa," panggil Raja. Dengan cepat, Heru membalikkan tubuhnya."Kenapa?" Raja menatap Papa nya dengan ragu."Apa yang mau kamu katakan? Jangan ragu, katakan saja. Daripada mengganggu pikiran kamu, dan kamu tidak bisa tidur dengan nyenyak." Suara Heru kembali mengudara."Papa.... tau rumah Ayah, tidak?"Heru menatap anaknya bingung. Kenapa mendadak bertanya tentang Ayahnya?"Memangnya kenapa?""Kamu rindu dengan Ayah kamu yang brengsek itu?"Kalimat itu sangat menusuk di hati Raja."Bukan. Raja cuma mau ambil foto Bunda aja. Kata Tante Alifah, Papa ng
"Maafkan saya, pak. Saya terpaksa melakukan itu karena istri anda yang keracunan makanan. Penyakit pasien yang mendadak kambuh, juga hantaman keras itu membuat istri anda tidak bisa bertahan dengan lama. Tadi, pasien sempat sadar sebentar, dan meminta kami untuk menyelamatkan anaknya, dibanding dirinya. Sedangkan bapak tadi mengatakan harus menyelamatkan istri bapak dibanding anaknya. Dan kami memutuskan untuk menyelamatkan anak anda, karena salah satu pembunuh darah istri anda yang bocor. Sekali lagi, saya dan tim saya minta maaf, pak."Dari penjelasan dokter tadi, satupun tidak ada yang bisa Rizal terima. Di satu sisi, dirinya sangat senang anak yang sejak lama ia tunggu, akhirnya lahir, namun dalam keadaan prematur. Sedangkan di sisi lain, dirinya sangat kecewa lantaran istrinya yang meninggalkan dirinya seorang diri, dengan bayi hasil dari pernikahannya dengan Widya.Kenapa takdir sangat kejam dengannya? Mengapa salah satu diantaranya harus pergi, sedangkan d
"Nggak tahu. Tadi gue ke kamar mandi sebentar. Pas gue balik, di sini cuma ada Rizal doang. Pas gue tanya Widya sama Jia ke mana. Katanya mereka mau ke kamar mandi. Tapi, setengah jam kita berdua nunggu, mereka nggak balik-balik." Heru menjelaskan dengan detail. "Gimana? Widya udah ketemu?" tanya Rizal dengan napas tidak beraturan. "Belum. Gue udah cari ke seluruh tempat di taman, tapi nggak ada." Heru menjawab. "WOI! JANGAN DIAM AJA, ITU DI TOLONGIN MBAK-MBAK NYA. KASIHAN DIA. SEBENTAR LAGI AMBULANS DATANG!" Teriakan dari arah jalan mengalihkan pandangan mereka. "Itu ada apa?" tanya Alifah ketika melihat banyaknya orang yang berlarian menuju jalan raya. Tidak menjawab pertanyaan Alifah, para lelaki itu berlari kencang, menerobos kerumunan massa yang mengumpul. "WIDYA!" teriak Ri
"Maksudnya apa? Jangan sembunyiin semuanya dari aku, aku bingung harus kayak mana." Raja menunduk dalam."Kamu memang orang yang sudah membuat Bunda kamu pergi, karena saat itu, Bunda kamu berjuang mempertaruhkan nyawanya untuk melahirkan kamu."Raja tertegun mendengar itu. Jadi, benar. Dirinya adalah orang yang sudah membuat Bunda nya pergi?"Tapi, semua itu tidak akan terjadi jika Mama kamu bertindak segila itu. Saat itu...."Flashback09 Juni 2006Alifah, Widya, Jia dan para lelaki lainnya, berjalan menemani Widya yang katanya tengah ngidam. Menginginkan jalan-jalan di sekitaran taman bersama-sama."Kalau nanti anak aku udah lahir, pasti kita nggak akan bisa kumpul kayak gini lagi. Pastinya aku bakal sibuk urus anak aku." Widya membuka suara."Nggak papa kali, Wid. Lagian, kita kan bisa datang ke rumah lo. Nggak usah sedih gitu, ah," hibur Alifah."Nah, benar yang di katakan Alifah. Nggak usah merasa
"Fisika adalah suatu pelajaran yang terdiri dari enam huruf.""Fisika adalah suatu pelajaran yang memahami arti emosi, pusing, dan sabar dalam waktu yang bersamaan."Jawaban ngawur lainnya masih terdengar, membuat guru itu bungkam."Kenapa diam, pak? Jawaban kami salah?" tanya Afri."Nggak. Jawaban kalian nggak ada yang salah, dan juga nggak ada yang benar," jawab pak Dewan."Terus, kenapa diam?" Kali ini Dafa yang bertanya."Saya diam karena saya bingung dengan jawaban kalian yang kelewat benar."Tawa mulai terdengar, hingga guru itu kembali bersuara."Baiklah. Saya akan menjelaskan apa itu fisika. Fisika sains atau ilmu alam yang mempelajari materi beserta gerak dan perilakunya dalam lingkup ruang dan waktu, bersamaan dengan konsep yang berkaitan seperti energi dan gaya. Sebagai salah satu ilmu sains paling dasar, tujuan utama fisika adalah memahami bagaimana alam semesta berkerja," jelas pak Dewan."Karena selam
"Thanks udah mau bantuin," ucap Raja."Nggak masalah kali. Lagian, kita kan teman," sahut Mervi."Mau mampir?" tawar Raja. Mereka menggeleng."Lain kali aja. Gua mau ke masjid dulu. Lo nggak ke masjid?" tanya Bian."Gue non-muslim," jawab Raja."Oh, sorry. Gua nggak tahu soal itu." Raut wajah Bian menjadi pias."Nggak masalah.""Kalau gitu kita duluan ya," ujar Marva. Raja mengangguk."Ntar malem jan lupa kumpul di warung tadi. Anggap aja perkenalan diri lo." Suara Ojal."Kalau nggak sibuk, gue ngumpul kok."***Makan malam telah tiba. Balak dan anak itu tampaknya tengah menikmati makan malam."Bagaimana keseharian kamu selama Papa nggak ada di rumah?" tanya Heru membuka percakapan.Raja terdiam cukup lama. "Nothing special, and very boring. But,
"Jalan, woi!"Perempuan itu menepuk pundak Raja. Di balas anggukan pelan, Raja mengayuh sepedanya dengan kecepatan sedang."Nggak pernah lihat cowok seganteng kamu. Baru pindah ya?" tanya perempuan itu berpegangan pada pundak Raja."Hm," sahut Raja tidak terlalu menanggapi ucapan perempuan yang tidak ia kenal."Pantes aja sih. Awas aja, aku kasih tahu ke kamu. Di daerah sini, pantang lihat cowok ganteng dikit. Pasti langsung kayak cacing kepanasan. Mau yang muda atau yang tua, sama aja. Jadi, jangan pernah risih sama warga di sini, karena dengan mereka melalukan itu, artinya mereka suka sama kamu," ujar perempuan itu panjang lebar.Raja mengangguk saja, dia sedikit tidak paham dengan apa yang di ucapkan oleh perempuan di belakangnya itu."Eh, woi! Warung belok kanan lah, bukan lurus. Kentara kali kalau nggak pernah ke warung, ya?"Suara perempuan itu kembali terdengar. Raja memutar stang sepedanya ke arah kanan. Dan
"Aku nggak izinkan kamu bawa Raja pergi, Mas," ujar Jia."Aku nggak butuh izin dari kamu untuk membawa Raja kemanapun aku pergi," balas Heru yang telah memasukkan koper miliknya ke dalam bagasi mobil."Di mana Raja?" tanya Heru pada bodyguard nya."Masih di atas, Tuan," jawab salah satu di antara bodyguard Heru."Sudah siap semuanya?" tanya Heru sesaat setelah dia melihat Raja yang tengah berjalan ke arahnya dan membawa sebuah kardus besar, yang tidak ia ketahui isinya apa. Raja mengangguk pelan."Masukkan semua barang-barang milik Raja ke bagasi mobil."Heru memerintahkan bodyguard nya untuk memasukkan semua barang-barang Raja yang jumlahnya tidak sedikit."Baik, Tuan."Beberapa pria berbaju hitam memasukkan barang-barang milik Raja ke mobil belakang."Raja, kamu beneran mau tinggalin Mama? Kamu udah ngg
Heru menanyakan pertanyaan yang sama.Raja diam. Tidak tahu harus menjawab pertanyaan itu."Jujur aja. Papa nggak akan marah."Raja mengangguk pelan, sebagai jawaban."Apa yang kamu simpulkan?"Raja menatap Papa nya tidak paham."Maksudnya apa?""Apa yang kamu pikirkan setelah mendengar obrolan Papa sama Mama kamu tadi?""Aku nggak tahu, Pa. Nggak ngerti apa yang Papa bilang tadi. Kenapa Papa bilang kalau Mama adalah orang yang udah bikin Bunda pergi? Apa, ini saling berkaitan?"Heru dapat melihat dengan jelas, kerutan kebingungan di wajah Raja.Dia menghela napas panjang.Apakah dirinya harus membongkar semua ini? Apakah Raja akan bisa menerimanya?"Pa, kenapa diam? Ada yang Papa sembunyikan dari Raja?"Suara Raja membuyarkan lamunan Heru.