Chapter: 10. Permintaan TolongKerumunan orang dari rumah kayu mulai keluar dengan senjata berbahaya di tangan mereka. Siap menyerang.Dion yang sudah mengerti langsung melukai kerumunan orang tersebut sebelum bisa menyentuh Ameer.Dion menyayat leher orang dengan cekatan. "Manusia tak berakal!"Dion berteriak, "Bisa-bisanya memanfaatkan orang!" Pedang ia hunuskan ke perut lawan sampai menembus punggung."Demi kesenangan kalian!" lanjutnya sembari loncat menuju target kemudian menyayat dadanya.Wanita baya hanya terkekeh di hadapan Ameer. Padahal, lehernya sudah terluka karena ujung pedang Ameer menusuk kulitnya."Anak muda, tidak apa-apa, serang saja aku," ujarnya kepada Ameer.Ameer menangkap lirikan mata wanita baya. Ia menoleh ke belakang dan menemukan Ankaa berusaha membela diri dari laki-laki sekutu wanita baya. Juga Tumus, Tumus masih terjebak dengan pria besar berotot. Ameer ingin sekali menyalahkan tubuh Tumus yang kurus.
Terakhir Diperbarui: 2023-07-30
Chapter: 9. Lingkungan KumuhSelesai membicarakan urusan, Tumus berencana membawa Ameer dan Dion ke kedai makanan yang menurutnya hidangan di sana sangat lezat. Akan tetapi, kehadiran manusia asing mengusik pikiran dan matanya.. "Hei! Beraninya masuk rumah orang sembarangan!" tegur Tumus. Tangannya sudah membawa kemoceng penuh debu akan dilayangkan pada pemuda di samping Dion. "Izar?" panggil Ameer, kebingungan kenapa ada Izar di rumah Tumus. Tumus tersentak, keringat bercucuran mengetahui ia hampir memukul teman Ameer. Tangannya bergetar dan menjatuhkan menjatuhkan kemoceng. "Tuan ... tuan mengenalnya, ya? Maaf, saya tidak tahu," sesal Tumus. Ameer berjalan melewati Tumus menghadap Izar yang memelototinya. Dion hampir menarik kerah baju Izar karena bersikap tidak sopan kepada Ameer kalau tidak ditahan oleh si pencinta pedang itu sendiri. "Kenapa kau bisa sampai di sini?" tanya Ameer galak. Izar menukikkan alis, jarinya menu
Terakhir Diperbarui: 2023-07-29
Chapter: 8. Tumus"Iya, malam itu aku khawatir. Lebih tepatnya khawatir dengan ayahnya. Jadi, aku pergi ke rumah kepala desa dan membantu Ankaa merawat Tuan Barron yang saat itu demam," jawab Ameer membalas pertanyaan Dion. "Hei, kau tidak tahu betapa paniknya aku saat itu. Pintu terkunci dan kau tidak ada," murka Dion. Sambil tersenyum Ameer memijat bahu Dion. "Maklumi saja, ya? Sekarang ayo kita bergerak sebelum ayahku menghukum kita." Dion dan Ameer memakai mantel polos penyamaran mereka. Ameer dan Dion menginjak tanah Barat tidak serta merta menjenguk Barron dan bertemu Ankaa. Ada yang harus ditemui oleh Luis akan tetapi karena suatu hal Luis harus mengirim Ameer dan Dion menemui seseorang itu. Di dunia ini tidak ada yang seratus persen sempurna. Begitu juga dengan wilayah Barat sendiri yang dijuluki surga dunia. Tanah yang Ameer pijaki sekarang sangat berbeda dengan tanah yang kemarin ia pijak. "Ameer, kita tidak menginjak wilayah lain 'kan?" tan
Terakhir Diperbarui: 2023-07-22
Chapter: 7. Laki-laki AsingPetir dan guntur tidak sengaja membangunkan si tampan pecinta pedang. Tidak disangka badai berlangsung dari sore sampai malam. Angin kencang masuk melalui jendela, mengibarkan piyama Ameer. Dia berdecak pelan kemudian bangkit untuk menutup jendela. "Hah, aku sedikit terkejut, terbiasa melihat badai salju di Utara," ucap Ameer pelan. Wilayah Utara dikatakan tanah putih karena sebagian besar tertutupi salju—wilayah yang tidak ditinggali warga, hutan, dan sebagainya. Namun, pusat pemerintahan yang juga tempat tinggal Ameer tidak tertutupi salju dan salju akan turun kalau sudah waktunya. Ameer mengulum bibir ketika Barron dan Ankaa terlintas dalam pikirannya. "Perlukah aku mengecek keadaan mereka?" Tubuh Ameer menggigil. Kemudian ia tergerak mengambil mantel dan payung. Hatinya menyuruh ia pergi dan Ameer menurut. Pintu dikunci tanpa memikirkan bagaimana Dion akan keluar besok. "Aku ingin mengeluh karena badai ini, tetapi ini masih mendingan daripada badai salju," gerutunya. Jarak p
Terakhir Diperbarui: 2023-07-20
Chapter: 6. Biru dan UnguDion membelalak mendengar panggilan tuan untuk Ameer. Bagi mereka, orang-orang Utara, panggilan tuan hanya untuk orang-orang yang sudah berumur. Seperti Barron dan Luis, dipanggil dengan tuan.Dion membekap mulutnya agar tidak keceplosan tertawa. "Dia memanggilmu tuan. Hmphhfftt.""Hish, diamlah," desis Ameer."Dion," panggil Ameer."Ya?" sahut Dion.Dion langsung terdiam, pasang badan. "Iya, kau masih sangat muda. Bugar, sehat, tam—tidak jadi," pujinya.Sejak kecil, Dion akan menjadi komplotan Ameer dalam beraksi. Ia juga hapal kebiasaan Ameer ketika dia melancarkan kejahilan. Saat Ameer berhasil menjahili orang, dia akan tersenyum lebar seperti anak kecil pertama kali bermain hujan.Seperti sekarang. Membuat Dion tidak berekspresi. "Sebenarnya, aku tadi mau bertanya apakah kau bersedia membantuku. Namun, sepertinya tidak usah, kau sudah menjawabnya,"Melampiaskan kekesalannya, Dion bangkit, berjalan ke arah Ameer dan mendorongnya dengan kuat membuat Ameer berdiri."Pergilah, temui t
Terakhir Diperbarui: 2023-07-03
Chapter: 5. Kontak Mata PertamaBagaimana perasaanmu saat melihat orang yang selalu memberimu perlindungan, kehangatan, dan kasih sayang terbujur tak berdaya di ranjang dan dikelilingi oleh orang-orang?Jangan tanyakan pada Ankaa. Tidak akan pernah menerima jawaban karena perasaan tersebut tidak bisa diungkapkan. Ankaa mengusap dan memijat lengan Barron. Raut wajahnya sendu, tak ada sinar. Hanya tersisa awan mendung."Silakan, kepala suku ada di dalam," ucap salah satu bawahan Barron.Ucapan lirih itu masih bisa didengar Ankaa. Namun, wanita itu tidak terlalu memedulikannya. Kalau sudah seperti ini, fokusnya hanya pada Barron. Semua keinginan dan ambisi Ankaa musnah seketika mendengar Barron tak sadarkan diri.Rambut panjang sedada terurai begitu saja menampakkan gelombangnya yang indah di bagian bawah rambut. Akibat Ankaa yang selalu menguncirnya karena ia lebih suka menguncirnya. Namun, kali ini dibiarkan rambutnya terurai.Dari sudut mata, Ankaa bisa melihat buah tangan yang dibawa oleh tamu ditaruh di ranjang Ba
Terakhir Diperbarui: 2023-07-03