Menghadapi Kematian di Depan Mata
Aku mengalami kram menstruasi dan memesan obat pereda nyeri. Di aplikasi, pengantarnya tertulis seorang pengendara wanita, tapi yang datang ternyata seorang pria mabuk.
Kali ini, aku tidak menelepon dua kakakku untuk meminta bantuan. Langsung saja aku melapor ke polisi.
Di kehidupan sebelumnya, kedua kakakku bukan hanya memanggil semua pengawal pribadi yang ada, tetapi mereka sendiri juga buru-buru kembali.
Akibatnya, mereka melewatkan drama panggung yang dimainkan oleh adik angkat mereka.
Adik angkat mereka begitu sedih hingga dia menusukkan tombak mainan ke dirinya sendiri di atas panggung dan membuat dirinya terluka parah.
Kedua kakakku mencoba menghiburku, "Jangan merasa bersalah. Setidaknya kamu tetap selamat."
Namun, di balik itu, mereka mengikatku dan menyerahkanku kepada sekelompok pria mabuk.
"Cuma pria mabuk, 'kan? Kamu bisa mengusirnya sendiri. Kenapa harus manggil kami? Sekarang lihat akibatnya. Kalau Hilda meninggal, kamu juga jangan berharap bisa hidup!"
Ketika aku membuka mata lagi, aku kembali ke hari di mana pria mabuk itu mengetuk pintuku.
Kali ini, aku tidak menelepon mereka. Mereka akhirnya bisa menyaksikan drama panggung adik angkat mereka, memberi dukungan dan semangat. Namun, setelah drama itu selesai, mereka malah menyesal.
0 DibacaCompleted