Untung saja reflekku secepat kilat, mengayunkan tangan kita ke samping. Tapi tetap saja peluru itu menembus tubuh Heksa. Bahu kanannya, bahu tempat di mana dulu air mataku sering jatuh. Sekarang justru darah yang ada di sana."Heksaaa!!" Air mataku terjun entah ke mana. Aku berlutut, senyum tenang mulai pudar dari wajah datarnya. Dia terbaring, tangannya berpisah dari Revolver itu, tergeletak begitu saja. Lemah, tapi tetap saja tatapan dingin itu mengunci mataku. "Kamu gila, Heksa!""Jadi, kenapa aku masih hidup, Khal?" gumam Heksa, berusaha meraih Revolvernya kembali. "Harusnya tempatku bukan di sini."Tanpa berpikir panjang, aku meraih pipinya dengan kedua tanganku. Seketika bibirku mendarat di bibirnya, rasanya masih sama seperti dulu, tipis, basah, lembut, dan tenang tanpa ada perlawanan.Apa dia selalu begitu?"Khal?" gumamnya sambil menatap langit.Bibir kami berpisah sebelum aku mengatakan, "Iya?""Kamu percaya, kalau perasaanku akan selalu seperti ini?"Aku mengangguk.Aku ras
Last Updated : 2025-03-18 Read more