Hujan turun deras malam itu. Petir menyambar langit yang gelap seolah menandai murka langit terhadap segala kebusukan yang telah lama berakar di istana. Di tengah pelataran istana yang penuh genangan darah dan tubuh-tubuh tak bernyawa, Li Feng berdiri tegak. Jubah perangnya koyak, tubuhnya penuh luka, namun matanya—ya, matanya—masih menyala dengan bara yang tak kunjung padam. "Zhao!" serunya, napasnya terengah, tapi tegas. "Sudah cukup! Hari ini—kau dan aku… selesai di sini!" Jenderal Zhao berdiri di seberang, rambutnya kusut, jubahnya penuh noda darah, sebagian darah dari para prajuritnya sendiri, sebagian lagi… mungkin dari pengkhianatan yang ia lakukan sendiri. Ia tertawa kecil—dingin dan meremehkan. "Hmph! Bocah desa! Kau pikir karena berhasil lolos dari jebakan dan menyerangku dari belakang, kau sudah layak mengangkat pedang padaku? Kau bukan apa-apa selain bidak kecil yang tersesat dalam permainan besar!" Li Feng menc
Last Updated : 2025-04-11 Read more