Home / Pendekar / PEDANG NAGA LANGIT / Chapter 91 - Chapter 100

All Chapters of PEDANG NAGA LANGIT: Chapter 91 - Chapter 100

118 Chapters

Bab 91 – Perang yang Semakin Meluas

Hening. Itulah yang pertama kali dirasakan Li Feng saat menatap hamparan tanah luas di perbatasan selatan Kekaisaran. Tapi di balik keheningan itu… ah, jantungnya berdetak lebih cepat. Bukan karena angin musim semi yang mengalir dari pegunungan, tapi karena ia tahu—ini hanya ketenangan sebelum badai. “Li Feng,” suara berat itu datang dari sosok bertopeng yang berdiri di sampingnya, pendekar misterius dari negeri seberang yang kemarin malam menyatakan diri sebagai sekutu. “Ya?” Li Feng tak menoleh, tatapannya masih terpaku ke garis cakrawala. Kabut tipis mulai turun, menyelimuti tanah yang akan segera dipenuhi darah. “Pasukan utama dari Kerajaan Timur Laut telah bergerak. Mereka tidak hanya datang untuk mengambil perbatasan. Mereka ingin menaklukkan seluruh kekaisaranmu.” Hah! Li Feng menghela napas. “Kuharap kau bergurau.” “Sayangnya tidak.” Diam. Tak ada suara lagi selain deru a
last updateLast Updated : 2025-04-15
Read more

Bab 92 – Kembali ke Kedai Tianxiang

“Li Feng! Tunggu—!” Suara teriakan itu tertinggal jauh di belakang, tersapu angin malam yang menggigit. Langkah-langkah kuda memacu deras di jalanan berbatu, membelah kabut tipis yang menyelimuti perbukitan selatan kekaisaran. Di bawah cahaya bulan separuh, wajah Li Feng terlihat letih, mata penuh bayang-bayang kenangan. Tangannya menggenggam erat tali kekang, seolah jika ia melepaskannya, maka seluruh ingatan tentang siapa dirinya akan ikut tercerai-berai. “Haah… haah…” napasnya berat, bukan karena kelelahan fisik, tetapi karena beban yang tak kasatmata. Perang telah meledak ke segala penjuru, dan meski kemenangannya di beberapa medan telah menjadi buah bibir para jenderal, hatinya justru makin terasa hampa. "Aku… harus kembali," gumamnya lirih, seperti mengingatkan diri sendiri. "Kembali ke tempat semuanya dimulai…" Tiga hari perjalanan, dan akhirnya ia tiba di gerbang kota tua itu. Tianxiang.
last updateLast Updated : 2025-04-15
Read more

Bab 93: Misi Rahasia Kaisar

Angin malam menyapu lembut daun-daun plum di halaman belakang Kedai Tianxiang. Aroma wangi dari sup rebusan khas musim gugur perlahan menguar dari dapur, bercampur dengan bayang-bayang nostalgia yang belum usai. Li Feng berdiri diam di bawah pohon tua itu—tempat ia dulu sering duduk diam sambil mencuci piring dan mendengarkan nyanyian kecil Xiao Lan. “Ah…” napasnya mengembus lirih. “Sudah sejauh ini aku melangkah.” Langkah kaki ringan terdengar mendekat. Xiao Lan datang membawa secangkir teh panas, matanya lembut seperti biasanya. Tapi ada sesuatu yang berbeda malam ini. Matanya, meski tersenyum, menyembunyikan kekhawatiran yang dalam. “Kau kembali untuk tinggal?” tanyanya pelan. Li Feng menatap teh itu sejenak, lalu menggeleng. “Tidak. Hanya... ingin mengingat.” Ia menatap meja kayu tempat pertama kali ia duduk sebagai pelayan. “Tempat ini… seperti akar. Aku tak bisa mencabutnya dari hatiku.” Sebelum Xiao La
last updateLast Updated : 2025-04-16
Read more

Bab 94 - Peta Harta Karun Kekaisaran

Angin malam meniupkan udara dingin ke sela-sela jubah Li Feng. Ia berdiri di balkon belakang istana, memandangi langit malam yang diselimuti awan tipis. Di tangannya, selembar perkamen kuno tergenggam erat—peta yang baru saja diserahkan oleh Kaisar sendiri. Peta Harta Karun Kekaisaran. “Ini… sungguh tak masuk akal,” gumam Li Feng sambil menatap lekuk-lekuk gambar yang sudah nyaris pudar. Di dalam ruang rahasia istana, Kaisar telah memanggilnya secara pribadi. Tak ada saksi. Tak ada pengawal. Hanya suara pelan Kaisar dan tatapan matanya yang seakan penuh beban bertahun-tahun. “Li Feng… ini bukan sekadar misi. Ini adalah takdir yang diwariskan dari generasi ke generasi. Di ujung utara kekaisaran, tersembunyi senjata yang bahkan Pedang Naga Langit tak mampu menandingi. Tapi untuk menemukannya… kau harus membaca peta ini dengan hati, bukan hanya mata.” Dan kini, ia memegang warisan itu. Tapi—hah—apa benar ia siap menanggung beb
last updateLast Updated : 2025-04-16
Read more

Bab 95 - Pengejaran di Pegunungan Salju

Angin menggigit menusuk kulit, mencambuk wajah seperti cambuk tak kasat mata yang kejam. Salju turun tiada henti, memburamkan pandangan dan menutupi jejak langkah siapa pun yang berani melintasi Pegunungan Salju Beiwan. Di sinilah Li Feng berlari. Napasnya membeku, tubuhnya dilumuri darah beku dan keringat dingin. Di tangan kirinya tergenggam erat peta kuno yang kini basah oleh salju, dan di tangan kanannya... ya, Pedang Naga Langit yang tak pernah benar-benar diam. "Hah... hah... Astaga... apakah mereka tidak akan berhenti memburuku?!" desah Li Feng, matanya memelototi lereng putih di belakangnya. Dari kejauhan, suara kaki kuda menginjak salju bergema seperti genderang perang. Pasukan negeri seberang, berjumlah puluhan, mengejar tanpa henti. Mereka telah mengetahui bahwa Li Feng memegang peta menuju salah satu senjata legendaris Kekaisaran — Tombak Awan Emas. Senjata yang, jika digabungkan dengan Pedang Naga Langit, akan membentuk kekuatan yang cukup u
last updateLast Updated : 2025-04-17
Read more

Bab 96 - Bentrokan dengan Klan Rahasia

Salju masih turun deras, menutupi jejak kaki yang memanjang di antara tebing-tebing tajam Pegunungan Salju Utara. Nafas Li Feng mengepul di udara dingin, matanya menyipit menatap gerbang batu raksasa yang berdiri sunyi di tengah kabut. "Huh... jadi ini tempatnya," gumamnya pelan, menggenggam erat peta lusuh di tangannya. Garis-garis kasar di peta itu mengarah tepat ke gerbang batu yang tertutup ukiran naga bersisik perak. Tak salah lagi—di balik gerbang itu tersembunyi senjata legendaris yang selama ini dicarinya. Tapi... ada yang aneh. "Kenapa... terasa seperti sedang diawasi?" bisiknya, tengkuknya meremang. Tiba-tiba— "WUSHH!" Anak panah melesat, nyaris menghantam pundaknya! Li Feng berguling ke samping, lalu mencabut pedangnya. "Siapa di sana?! Tunjukkan dirimu!" Tak ada jawaban. Tapi dari balik kabut, siluet-siluet muncul perlahan—tubuh-tubuh berjubah hitam dengan simbol naga
last updateLast Updated : 2025-04-17
Read more

Bab 97 – Duel Melawan Pewaris Klan

Hawa dingin menusuk tulang. Salju berjatuhan seperti abu kematian dari langit kelabu. Di hadapan Li Feng terbentang altar batu kuno dengan pahatan naga yang seakan bernapas. Di atasnya, tergeletak sebuah peti kayu gelap, ditutup segel emas yang berkilau samar. Namun, di antara Li Feng dan peti itu, berdiri seorang pemuda berjubah ungu, rambutnya diikat tinggi, dan matanya menyorot tajam bak pedang yang terhunus. "Kau tak berhak menyentuh senjata suci klan kami," suara pemuda itu dingin, nyaris tanpa emosi, tapi justru itulah yang membuatnya terasa berbahaya. Li Feng menggenggam gagang pedangnya. Hatinya masih diguncang peristiwa sebelumnya—bentrokan dengan para tetua klan yang mencoba menghalangi langkahnya. Banyak darah tertumpah. Tapi bukan itu yang mengusik pikirannya, melainkan kenyataan bahwa orang-orang ini bersumpah menjaga senjata itu demi melindungi dunia... dan sekarang ia akan merebutnya. "Aku tidak datang untuk merampas," ujar
last updateLast Updated : 2025-04-18
Read more

Bab 98 – Kutukan Baru Dimulai

“Tidak…” Li Feng menatap pedang di tangannya. Ia menggigil—bukan karena hawa dingin Pegunungan Salju, tapi karena aura mengerikan yang perlahan merayap dari permukaan pedang menuju pembuluh nadinya. “Ahh!” Seketika tubuhnya menegang. Suara jeritan keluar dari tenggorokannya seperti lolongan binatang yang kesakitan. Darahnya seolah mendidih. Matanya melebar, menyiratkan antara keterkejutan dan ketakutan. Pedang itu... bukan pedang biasa. Tidak hanya tajam, tidak hanya memancarkan cahaya biru keperakan yang misterius, tapi ada sesuatu yang bersemayam di dalamnya—sesuatu yang hidup... dan lapar. “Li Feng!” Teriakan Putri Ling’er menggema. Ia berlari dari balik salju, menghambur ke arah Li Feng yang kini bersimpuh, tubuhnya bergetar hebat. “Jangan sentuh—!” Terlambat. Tangan Ling’er menyentuh pundaknya. “UGH!” Keduanya terlempar seketika!
last updateLast Updated : 2025-04-18
Read more

Bab 99: Kembali ke Ibu Kota dengan Rahasia Besar

Angin musim gugur menerpa wajah Li Feng saat ia memandang dari punggung kudanya ke arah gerbang ibu kota Kekaisaran. Tembok batu yang menjulang tinggi, bendera-bendera yang berkibar angkuh, dan siluet istana yang menjulang di kejauhan—semuanya masih sama seperti terakhir kali ia tinggalkan. Namun, kali ini, segalanya terasa berbeda. Jauh di dalam dadanya, sebuah rahasia besar bergemuruh, seolah hendak meledak dari dada. Ia menggenggam erat gagang senjata yang baru saja ia dapatkan—Pedang Langit Kedua, yang terselubung dalam kutukan yang mengerikan. "Huh... akhirnya kembali juga," gumamnya pelan, lirih, seolah berbicara kepada dirinya sendiri. Putri Ling’er yang menunggangi kuda di sampingnya menatapnya dengan tatapan khawatir. “Li Feng... apa kau yakin ingin membawa pedang itu ke dalam istana?” Li Feng menoleh, matanya gelap, penuh beban. “Bukan soal ingin atau tidak, Ling’er. Ini perintah Kaisar. Dan... ini takdirku.” “Tak
last updateLast Updated : 2025-04-19
Read more

Bab 100 - Perang yang Tidak Bisa Dihindari

Langit di atas ibu kota tampak suram. Awan gelap menggantung berat, seolah tahu bahwa tanah di bawahnya akan segera dibasahi bukan oleh hujan, tapi oleh darah. Suara dentang lonceng dari menara pengawas menggema—tanda bahaya. Orang-orang berlarian. Pintu-pintu rumah ditutup rapat. Anak-anak dipeluk erat, dan doa-doa terucap dalam bisik yang hampir tenggelam oleh langkah-langkah sepatu prajurit yang mengguncang jalanan berbatu. "Tuan! Mereka sudah mencapai Gerbang Barat!" Suara panik seorang penjaga membuat Li Feng menoleh tajam. Ia berdiri di puncak Menara Angin, mengenakan zirah perak kekaisaran yang telah ternoda oleh lumpur dan darah dari pertempuran sebelumnya. Matanya merah. Tapi bukan karena kutukan pedang. Bukan. Itu karena... kemarahan. Kebingungan. Dan rasa sakit yang tak kunjung reda. "Berapa jumlah mereka?" "Lebih dari dua puluh ribu, Tuanku. Jenderal Zhao... dia memimpin langsung."
last updateLast Updated : 2025-04-19
Read more
PREV
1
...
789101112
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status