Beranda / Pendekar / PEDANG NAGA LANGIT / Bab 97 – Duel Melawan Pewaris Klan

Share

Bab 97 – Duel Melawan Pewaris Klan

Penulis: Andi Iwa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-18 08:15:09

Hawa dingin menusuk tulang. Salju berjatuhan seperti abu kematian dari langit kelabu. Di hadapan Li Feng terbentang altar batu kuno dengan pahatan naga yang seakan bernapas. Di atasnya, tergeletak sebuah peti kayu gelap, ditutup segel emas yang berkilau samar. Namun, di antara Li Feng dan peti itu, berdiri seorang pemuda berjubah ungu, rambutnya diikat tinggi, dan matanya menyorot tajam bak pedang yang terhunus.

"Kau tak berhak menyentuh senjata suci klan kami," suara pemuda itu dingin, nyaris tanpa emosi, tapi justru itulah yang membuatnya terasa berbahaya.

Li Feng menggenggam gagang pedangnya. Hatinya masih diguncang peristiwa sebelumnya—bentrokan dengan para tetua klan yang mencoba menghalangi langkahnya. Banyak darah tertumpah. Tapi bukan itu yang mengusik pikirannya, melainkan kenyataan bahwa orang-orang ini bersumpah menjaga senjata itu demi melindungi dunia... dan sekarang ia akan merebutnya.

"Aku tidak datang untuk merampas," ujar
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 98 – Kutukan Baru Dimulai

    “Tidak…” Li Feng menatap pedang di tangannya. Ia menggigil—bukan karena hawa dingin Pegunungan Salju, tapi karena aura mengerikan yang perlahan merayap dari permukaan pedang menuju pembuluh nadinya. “Ahh!” Seketika tubuhnya menegang. Suara jeritan keluar dari tenggorokannya seperti lolongan binatang yang kesakitan. Darahnya seolah mendidih. Matanya melebar, menyiratkan antara keterkejutan dan ketakutan. Pedang itu... bukan pedang biasa. Tidak hanya tajam, tidak hanya memancarkan cahaya biru keperakan yang misterius, tapi ada sesuatu yang bersemayam di dalamnya—sesuatu yang hidup... dan lapar. “Li Feng!” Teriakan Putri Ling’er menggema. Ia berlari dari balik salju, menghambur ke arah Li Feng yang kini bersimpuh, tubuhnya bergetar hebat. “Jangan sentuh—!” Terlambat. Tangan Ling’er menyentuh pundaknya. “UGH!” Keduanya terlempar seketika!

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-18
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 99: Kembali ke Ibu Kota dengan Rahasia Besar

    Angin musim gugur menerpa wajah Li Feng saat ia memandang dari punggung kudanya ke arah gerbang ibu kota Kekaisaran. Tembok batu yang menjulang tinggi, bendera-bendera yang berkibar angkuh, dan siluet istana yang menjulang di kejauhan—semuanya masih sama seperti terakhir kali ia tinggalkan. Namun, kali ini, segalanya terasa berbeda. Jauh di dalam dadanya, sebuah rahasia besar bergemuruh, seolah hendak meledak dari dada. Ia menggenggam erat gagang senjata yang baru saja ia dapatkan—Pedang Langit Kedua, yang terselubung dalam kutukan yang mengerikan. "Huh... akhirnya kembali juga," gumamnya pelan, lirih, seolah berbicara kepada dirinya sendiri. Putri Ling’er yang menunggangi kuda di sampingnya menatapnya dengan tatapan khawatir. “Li Feng... apa kau yakin ingin membawa pedang itu ke dalam istana?” Li Feng menoleh, matanya gelap, penuh beban. “Bukan soal ingin atau tidak, Ling’er. Ini perintah Kaisar. Dan... ini takdirku.” “Tak

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-19
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 100 - Perang yang Tidak Bisa Dihindari

    Langit di atas ibu kota tampak suram. Awan gelap menggantung berat, seolah tahu bahwa tanah di bawahnya akan segera dibasahi bukan oleh hujan, tapi oleh darah. Suara dentang lonceng dari menara pengawas menggema—tanda bahaya. Orang-orang berlarian. Pintu-pintu rumah ditutup rapat. Anak-anak dipeluk erat, dan doa-doa terucap dalam bisik yang hampir tenggelam oleh langkah-langkah sepatu prajurit yang mengguncang jalanan berbatu. "Tuan! Mereka sudah mencapai Gerbang Barat!" Suara panik seorang penjaga membuat Li Feng menoleh tajam. Ia berdiri di puncak Menara Angin, mengenakan zirah perak kekaisaran yang telah ternoda oleh lumpur dan darah dari pertempuran sebelumnya. Matanya merah. Tapi bukan karena kutukan pedang. Bukan. Itu karena... kemarahan. Kebingungan. Dan rasa sakit yang tak kunjung reda. "Berapa jumlah mereka?" "Lebih dari dua puluh ribu, Tuanku. Jenderal Zhao... dia memimpin langsung."

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-19
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 101 - Bayangan Kudeta di Ibukota

    Hujan rintik membasahi atap-atap istana kekaisaran saat Li Feng berdiri di depan gerbang utama. Matanya menatap tajam ke arah aula besar di kejauhan—tempat segala intrik dan keputusan besar ditentukan. Ia baru kembali dari medan perang, tubuhnya masih dibalut luka dan lelah, tapi firasatnya jauh lebih mengkhawatirkan daripada rasa sakit yang ia derita. "Hmm… mengapa suasananya terasa berbeda?" gumamnya pelan. Langkah kakinya mantap menyusuri pelataran istana, namun tiap langkah seakan bergema aneh di dalam hati. Seolah-olah tanah di bawahnya menyimpan rahasia yang siap meledak kapan saja. Ia tak butuh waktu lama untuk menyadari bahwa tak semua orang menyambut kepulangannya dengan hangat. Beberapa bangsawan yang dahulu menyambutnya dengan senyum palsu kini bahkan tak menoleh. Beberapa prajurit justru berbisik-bisik saat melihatnya lewat. "Ada apa ini…?" Li Feng tak perlu bertanya lama. Begitu sampai di kediama

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-20
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 102 – Mata-Mata dalam Istana

    Angin malam berdesir lembut melewati jendela-jendela istana, membawa bisikan rahasia yang tak bisa didengar oleh telinga biasa. Di balik tirai megah yang membalut istana utama, Putri Ling’er duduk diam di dalam ruang pribadinya, matanya tertuju pada sebuah lencana besi yang tampak asing di telapak tangannya. “Ini... ini bukan milik pasukan kekaisaran,” bisiknya, nyaris tak terdengar. Lencana itu bersimbol kepala naga terbelah dua—lambang militer dari negara bagian sebelah barat, Bai Yue. Tapi, bagaimana bisa benda seperti ini ditemukan di kamar salah satu pengawal pribadi Kaisar? Hatinya bergemuruh. Dadanya sesak oleh kekhawatiran yang belum punya bentuk. “Tidak mungkin... tidak mungkin ini hanya kebetulan,” gumamnya sembari berdiri dan menyembunyikan lencana itu dalam lengan bajunya. Beberapa jam sebelumnya... Ling’er, dengan langkah hati-hati dan penuh curiga, menyusuri koridor sempit yang hanya digunakan o

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-20
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 103 – Pengkhianatan Sang Guru

    "Hah...?!" Li Feng membeku. Suara itu. Suara yang begitu akrab namun kini terdengar asing, seperti sebilah pisau yang menembus langsung ke dalam hatinya. Ia perlahan menoleh ke arah suara tersebut, dan matanya membelalak saat melihat sosok berjubah putih dengan rambut panjang yang sebagian telah memutih. Cahaya remang dari obor yang tergantung di lorong bawah tanah istana memperlihatkan wajah yang pernah ia hormati lebih dari siapa pun di dunia ini. "Master Bai...?!" Sosok itu tersenyum samar, namun bukan senyum kebijaksanaan yang biasa Li Feng lihat dulu. Senyum itu penuh rahasia, dingin, dan... getir. Sejenak, tak ada suara lain kecuali bunyi tetesan air dari langit-langit lorong tua itu. "Kau tumbuh lebih cepat dari yang kuduga, Feng'er," ucap Master Bai pelan, nadanya seperti angin musim gugur yang melintasi padang kematian. "Sayangnya, kau tumbuh untuk menentang takdirmu." "Takdir...?!" Li Feng menggeram

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-21
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 104 - Rencana Kaisar yang Terlambat

    “Hah… terlalu banyak darah di tanah ini,” desah Kaisar perlahan, memandang keluar jendela ruang strateginya. Mata tuanya, yang dulu tajam dan penuh wibawa, kini suram dan bergetar. Di luar, langit kelabu seperti ikut meratap. Asap tipis mengepul dari kejauhan — sisa-sisa serangan malam yang telah merenggut ratusan nyawa. Tanah kekaisaran, dulu damai, kini nyaris tak bisa dibedakan dari medan perang. “Ampun, Paduka…” suara Perdana Menteri Han bergetar. “Jika kita tak bertindak segera, gerbang selatan bisa jatuh dalam dua hari.” “Dua hari?” Kaisar memalingkan pandangan. “Tidak. Mereka akan menyerang malam ini.” Seketika ruangan itu hening. Bahkan para jenderal yang berdiri di sisi kanan dan kiri ruangan saling pandang, kaget. “Mal—malam ini, Yang Mulia?” tanya Jenderal Mo sambil menahan napas. Kaisar mengangguk. “Aku bisa merasakannya. Mereka sudah menyusup terlalu dalam. Bahkan dalam mimpiku, ak

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-21
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 105 – Musuh dalam Selimut

    Udara pagi di ibu kota terasa lebih dingin dari biasanya. Kabut tipis menyelimuti halaman dalam Istana Timur, tempat Dewan Perang biasa berkumpul. Suara langkah kaki terdengar nyaring memecah keheningan, disusul oleh suara pintu besar yang berderit pelan saat dibuka. "Masuklah," ujar suara berat Jenderal Panglima Wei, tatapannya tajam menelusuri satu per satu wajah para jenderal dan penasihat yang hadir. Ia mengenakan jubah perang dengan benang emas di bahunya, lambang kepercayaan penuh dari Kaisar. Li Feng berdiri di sudut ruangan, dengan tatapan waspada. Ia sudah merasa ada sesuatu yang tidak beres sejak laporan tentang dokumen rahasia yang dibakar tersebar. Ia tahu, ada pengkhianat di antara mereka—dan pagi ini, kebenaran itu akan terungkap. "Tutup pintunya," perintah Panglima Wei. Suasana menjadi hening. Tak ada suara selain napas tertahan dan detak jantung yang memburu. Panglima Wei mengangkat satu gulun

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-22

Bab terbaru

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 112 – Lingkaran Dendam

    Langit di atas Gunung Esmeralda tampak kelabu, seolah menyatu dengan kabut pekat yang menggulung di sekitar kaki gunung. Aroma tanah basah dan darah yang lama mengering menyelimuti udara. Li Feng berdiri tegak, matanya menatap tajam sosok berjubah hitam di hadapannya—Penjaga Gerbang Neraka. Di tangan kanannya, Pedang Naga Langit bergetar pelan, seakan ikut merasakan ketegangan yang menggerogoti udara."Hancurkan pedang itu sekarang juga, sebelum terlambat," ujar si Penjaga, suaranya datar namun tegas. Tak ada emosi, hanya keyakinan.Li Feng menggeleng perlahan. "Tidak. Pedang ini telah membawaku sejauh ini. Ia bukan hanya senjata, tapi saksi dari segala pengorbanan.""Pengorbanan? Hmph," suara si Penjaga merendah seperti gemuruh jauh di bawah tanah. "Itu hanya awal. Kutukan pedang itu tidak mengenal belas kasihan. Ia akan membunuh semua yang kau cintai. Satu demi satu.""Bohong!""Apakah kau benar-benar yakin?"Tiba-tiba, dunia d

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 111 – Penjaga Gerbang Neraka

    Kabut hitam yang menggulung lembah seakan berhenti bergerak. Angin mendadak lenyap. Suasana di makam kuno itu seperti membeku. Suara langkah kaki menggema… pelan, berat, dan dalam. Duk… Duk… Duk… Li Feng berdiri membatu. Tubuhnya masih terbungkus jubah yang koyak oleh pertempuran sebelumnya, darah kering di bahunya belum sempat dibersihkan. Di hadapannya, dari balik gerbang batu yang setengah runtuh, muncul sosok berjubah hitam. "Siapa… kau?" gumam Li Feng, nafasnya terengah. Sosok itu tak menjawab langsung. Ia melangkah perlahan ke tengah altar batu yang dikelilingi patung pendekar tua. Suara langkahnya seperti gema dari dunia lain. "Hahh… Astaga… hawa ini…" Li Feng memegangi dadanya. Pedang Naga Langit di punggungnya mulai bergetar. Tidak seperti biasa. Getaran itu terasa… seperti ketakutan. Lalu, suara berat itu terdengar. "Aku adalah Penjaga Gerbang Neraka." Apa?!

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 110 – Dua Pedang yang Berbicara

    Langit malam dipenuhi awan gelap, seperti menutupi bisikan alam yang tahu bahwa sesuatu besar akan terjadi. Angin berhembus pelan namun membawa hawa dingin yang menusuk hingga ke tulang. Li Feng berdiri terpaku di hadapan sosok berjubah hitam, di tengah hutan sunyi di perbatasan wilayah musuh. Nafasnya terengah, tubuhnya dipenuhi debu dan luka dari perjalanan panjang. Namun matanya—ya, matanya—tetap tajam, penuh tekad. Sosok itu tidak bergerak. Hanya helai jubahnya yang berkibar lembut mengikuti angin malam. Di kedua sisi pinggangnya tergantung dua pedang: satu berwarna hitam kelam dengan gagang berukir naga, satunya lagi keperakan dengan kilau samar seperti cahaya bulan. "Siapa kau?" tanya Li Feng dengan suara serak, tangannya menggenggam erat sarung Pedang Naga Langit di punggungnya. "Namaku tak penting," jawab sosok itu, suaranya dalam dan bergema, seperti datang dari dua arah sekaligus. "Yang penting adalah—kau membawa pedang itu."

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 109 – Jalan Sunyi Seorang Pendekar

    Angin malam berhembus pelan, membawa aroma tanah basah dan darah yang belum kering dari pertempuran semalam. Di kejauhan, suara burung hantu terdengar menyayat, seolah ikut meratapi nasib yang tertulis malam itu. Di balik bayang-bayang pepohonan gelap, seorang pria muda melangkah pelan, membawa luka dalam dada yang tak kasat mata. "Ling’er..." bisik Li Feng, nyaris tanpa suara. Sehelai kain merah—robek dan ternoda darah—masih tergenggam erat di tangannya. Panah yang menancapkannya di batang pohon telah ia patahkan, tetapi rasa sakit yang ditinggalkan lebih dalam dari luka mana pun yang pernah ia terima. Ling’er... ditangkap. Ling’er... terluka. Dan ia... gagal. "ARGHHH!!!" Pekikan itu menggema di hutan, menggetarkan dedaunan dan membuat burung-burung malam beterbangan. Li Feng jatuh berlutut, kedua tangannya menggenggam tanah. Gigi terkatup rapat, rahangnya bergetar. Luka di bahu kirinya belum kering, tetapi amarah dan rasa

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 108 – Ling’er yang Terluka

    "Ling’er! Ling’er!!" Li Feng menerobos asap tebal dan kobaran api yang menjilat langit malam. Debu, bara, dan darah bercampur jadi satu. Tubuhnya penuh luka, pakaiannya koyak oleh pertempuran, namun matanya liar mencari satu sosok—sosok yang ia rindukan, yang tak pernah ingin ia lepaskan lagi. Tapi... kosong. "Tidak!!" Ia berlari menuju tenda tempat terakhir ia melihat Putri Ling’er. Di sana—puing-puing tenda terbakar, bercak darah segar, dan... sehelai kain merah. Kain itu, terburai ditiup angin malam, tertancap panah hitam panjang di ujungnya. Jantung Li Feng seakan diremas. Ia berlutut. Tangannya gemetar saat ia menyentuh kain merah itu. Bekas sobekan di pinggirnya—ia mengenalinya. Itu dari gaun tempur milik Ling’er. Gaun yang ia pilihkan sendiri, saat mereka bersiap menyambut serangan pertama dari musuh. “Supaya kau bisa bertarung dengan tetap anggun,” katanya waktu itu. Dan ia tertawa, jenaka seperti biasa.

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 107 – Serangan di Malam Hari

    Langit malam begitu pekat. Bintang-bintang seolah lenyap di balik selimut mendung yang menggantung berat. Suara jangkrik yang biasanya mengiringi malam terasa sunyi, terlalu sunyi. Seolah seluruh alam menahan napas. "Hm?" Li Feng membuka matanya perlahan. Dada kirinya terasa sesak. Entah kenapa, firasat buruk menyelimutinya, membuat tengkuknya dingin meski api unggun masih menyala di tengah kamp. Baru saja ia hendak bangkit dari balai-balai tempatnya beristirahat, terdengar pekikan—keras, tajam, memilukan! "Serangaaaan!! Musuh menyerang!!" BRAAAK! Tembok kayu sisi utara roboh dihantam benda berat. Api menyala dari arah dapur logistik. Dalam hitungan detik, kamp utama kekaisaran berubah menjadi neraka di tengah malam. "Ling’er!! Di mana Putri Ling’er!?" Li Feng melonjak bangun, menghunus Pedang Naga Langit yang kini bersinar samar, seolah menyerap cahaya kebencian di sekelilingnya.

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 106 – Kebenaran Tentang Ayah Li Feng

    Gubrak! Kursi di ruang sidang Dewan Perang jatuh ke lantai ketika Li Feng berdiri mendadak. Matanya menatap lurus ke depan, namun dunia di sekelilingnya seolah memutar cepat dan memudar. "Jenderal Yu…?" gumamnya, nyaris tak terdengar. "Mustahil…" Tetapi tatapan kosong para perwira dan ekspresi getir Kaisar mengkonfirmasi satu hal: ini bukan kesalahan. Ini kenyataan. Pahit dan tajam. Jenderal Yu, lelaki tua yang selama ini dianggap sebagai pilar setia kekaisaran… ternyata bagian dari konspirasi yang selama ini menghancurkan negeri. "Aku... tak percaya...," desis Li Feng. "Feng'er, kendalikan dirimu," bisik Putri Ling’er di sampingnya. Ia menggenggam lengan pemuda itu erat-erat, seakan mencoba menahan tubuh Li Feng yang nyaris roboh oleh beban kabar itu. Namun hatinya bukan hanya remuk oleh pengkhianatan Jenderal Yu. Ada hal lain. Sebuah nama yang berputar-putar dalam pikirannya, t

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 105 – Musuh dalam Selimut

    Udara pagi di ibu kota terasa lebih dingin dari biasanya. Kabut tipis menyelimuti halaman dalam Istana Timur, tempat Dewan Perang biasa berkumpul. Suara langkah kaki terdengar nyaring memecah keheningan, disusul oleh suara pintu besar yang berderit pelan saat dibuka. "Masuklah," ujar suara berat Jenderal Panglima Wei, tatapannya tajam menelusuri satu per satu wajah para jenderal dan penasihat yang hadir. Ia mengenakan jubah perang dengan benang emas di bahunya, lambang kepercayaan penuh dari Kaisar. Li Feng berdiri di sudut ruangan, dengan tatapan waspada. Ia sudah merasa ada sesuatu yang tidak beres sejak laporan tentang dokumen rahasia yang dibakar tersebar. Ia tahu, ada pengkhianat di antara mereka—dan pagi ini, kebenaran itu akan terungkap. "Tutup pintunya," perintah Panglima Wei. Suasana menjadi hening. Tak ada suara selain napas tertahan dan detak jantung yang memburu. Panglima Wei mengangkat satu gulun

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 104 - Rencana Kaisar yang Terlambat

    “Hah… terlalu banyak darah di tanah ini,” desah Kaisar perlahan, memandang keluar jendela ruang strateginya. Mata tuanya, yang dulu tajam dan penuh wibawa, kini suram dan bergetar. Di luar, langit kelabu seperti ikut meratap. Asap tipis mengepul dari kejauhan — sisa-sisa serangan malam yang telah merenggut ratusan nyawa. Tanah kekaisaran, dulu damai, kini nyaris tak bisa dibedakan dari medan perang. “Ampun, Paduka…” suara Perdana Menteri Han bergetar. “Jika kita tak bertindak segera, gerbang selatan bisa jatuh dalam dua hari.” “Dua hari?” Kaisar memalingkan pandangan. “Tidak. Mereka akan menyerang malam ini.” Seketika ruangan itu hening. Bahkan para jenderal yang berdiri di sisi kanan dan kiri ruangan saling pandang, kaget. “Mal—malam ini, Yang Mulia?” tanya Jenderal Mo sambil menahan napas. Kaisar mengangguk. “Aku bisa merasakannya. Mereka sudah menyusup terlalu dalam. Bahkan dalam mimpiku, ak

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status